Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KEFARMASIAN

“DASAR HUKUM INFORMED CONSENT”

Dosen Pengampuh : Apt. Ririen Hardani, S.Farm., M.Si


Disusun Oleh :

Kelompok 4

Nadya Mulya Wardanha G 701 22 006


Aira G 701 22 013
Apriani G 701 22 044
Shara Wardhani G 701 22 049
Dinda Iffet Sovia Mariska G 701 22 071
Annisa Eka Putri G 701 22 061
Tiaratsany Naifa Deafatih G 701 22 075
Nurhaliza G 701 22 082
Tisya Rizky Diaphati G 701 22 091
Syahra Elfi Syaher G 701 22 112
Azhar Ardiansyah G 701 22 116
Sufianti G 701 22 131

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan Rahmat, Taufik serta Hidayah-nya dan tentunya Nikmat kesehatan
sehingga kami dapat menyusun tugas Undang undang dan etika kefarmasian ini
dengan baik dan tepat waktu.

Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang “Dasar Hukm
Informed Consent”. Semoga makalah yang kami buat dapat membantu
menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.

Kami sadar bahwa makalah yang kami disusun ini masih punya banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapakan kritik dan saran dari bapak/ibu
dosen. Dan ucapan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat
memenuhi harapan kita semua, atas perhatian dan waktu nya kami ucapkan
banyak terimakasih.

i
Daftar Isi
Bab 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah Tujuan 1
1.3 Tujuan 2
Bab 2
PEMBAHASAN 3
2.1 Pengertian 3
2.2 Tujuan dan Fungsi Informed Consent 4
2.3 Dasar Hukum Informed Consent 6
2.4 Jenis Jenis Informed Consent 11
2.5 Bentuk Bentuk Informed Consent 14
Bab 3
PENUTUP 17
3.1 kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


“Informed consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang
berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan
“consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Consent dibagi
menjadi 2 yaitu expressed yang berarti dapat secara lisan atau tulisan,
implied yang berarti yang dianggap telah diberikan. Jadi “informed
consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat
didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya..

Menurut Permenkes 290/2008, Persetujuan Tindakan Kedokteran


(informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.

Dalam aspek etika, informed consent berkaitan erat dengan prinsip


etika biomedis dalam bidang kedokteran. Terdapat 4 prinsip etika
biomedis, yaitu berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non
maleficence), menghargai otonomi pasien (autonomy), dan adil (justice).

1.2 Rumusan masalah


a. Apa itu Informed Consent
b. Apa tujuan dan fungsi Informed Consent
c. Bagaimana dasar hukum Informed Consent
d. Apa saja jenis Informed Conset
e. Apa saja bentuk-bentuk Informed Consent

1
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu Informed Consent
b. Untuk mengetahui apa tujuan dan fungsi Informed Consent
c. Untuk mengetahui dasar hukum Informed Consent
d. Untuk mengetahui jenis-jenis Informed Conset
e. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk Informed Consent

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Informed consent atau persetujuan tindakan medis adalah persetujuan


yang yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Definisi ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Medis. Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan, hal tersebut
diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran. Persetujuan tersebut diterbitkan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap dari dokter mengenai:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis,
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan,
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya,
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Pada hakikatnya, informed consent adalah suatu pemikiran bahwa


keputusan pemberian obat terhadap pasien harus terjadi berdasarkan kerja
sama antara dokter dan pasien. Menurut Pasal 1233 KUH Perdata
kesepakatan tersebut merupakan sumber hukum perikatan. Informed
consent dari asas sebagai pemenuhan asas hukum perjanjian berfungsi
konsensualisme yang mengandung makna bahwa sejak tercapainya
kesepakatan (consensus) diantara para pihak mengenai pokok-pokok isi
perjanjian maka perjanjian sudah terjadi. Kedua belah pihak sudah terikat
sejak tercapainya kesepakatan, untuk memenuhi kewajiban yang timbul
dari perjanjian tersebut dan memperoleh hak haknya sesuai dengan
perjanjian atau menurut ketentuan hukum yang berlaku.

3
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa informed
consent dalam perjanjian terapeutik adalah pemenuhan atas asas
konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian dimana berdasarkan
pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa suatu
perjanjian akan terjadi. ketika kedua belah pihak mencapai kesepakatan.
Bagi dokter informed consent memberikan rasa aman dalam menjalankan
tindakan medis terhadap pasien, sekaligus dapat dijadikan sebagai alat
pembelaan diri terhadap kemungkinan adanya tuntutan atau gugatan dari
pasien atau keluarganya bila suatu saat timbul akibat yang tidak
dikehendaki. Persetujuan dari pasien dalam hal ini mempunyai arti yang
sangat luas sebab dengan sekali pasien membubuhkan tanda tangannya di
formulir persetujuan medis, maka dianggap pasien telah informed dan
pasien telah menyerahkan nasibnya kepada dokter, dan dokter boleh
melaksanakan apa yang menurut dokter baik. Namun, di sisi pasien,
informed consent merupakan perwujudan dari hak pasien dimana pasien
berhak mendapatkan informasi penyakit yang dideritanya.

2.2 Tujuan dan Fungsi Informed Consent

Informed consent dibuat sebagai bukti bahwa pasien telah menyetujui


upaya tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter dan menerima
segala risiko yang mungkin timbul. Hal ini juga dimaksudkan untuk
menumbuhkan rasa aman dan tenteram bagi seorang dokter terutama
terhadap kemungkinan dilakukannya gugatan/tuntutan hukum oleh
pasiennya di kemudian hari.

Fungsi informed consent yaitu sebagai promosi dari hak otonomi


perorangan, promosi dari keputusan yang rasional, proteksi dari pasien
dan subjek, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, membuat profesi
medik mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri (selfsecrunity),
keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu
nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam

4
penyelidikan bio-medik . adapaun menurut J. Guwandi Fungsi dari
informed consent adalah
a. Promosi dari hak otonomi perorangan;
b. Proteksi dari pasien dan subyek;
c. Mencegah terjadinya penipuan dan paksaan;
d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan
introspeksi terhadap diri sendiri;
e. Promosi dari keputusan-keputusan rasional;
f. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai
suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan
biomedik).

Informed consent bertujuan untuk melindungi pasien terhadap segala


tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dan
memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang
tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment
yang tidak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan
semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.
adapaun Menurut Ratna Suprapti Samil ada 3 jenis tujuan informed
consent dari segi kegunaan, yaitu:
a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi
subjek penelitian). Pada penelitian yang melibatkan individu
informed consent harus diperoleh sebagai bentuk persetujuan
partisipan terlibat secara volunteer dalam penelitian.
b. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis. Informed consent juga
diperlukan saat dokter akan melakukan prosedur yang bertujuan
untuk menegakkan diagnosis, seperti tindakan biopsy, dan coronary
computed tomography angiography (CCTA) yaitu prosedur scan
jantung.
c. Yang bertujuan untuk terapi. Pada pemberian terapi khusus seperti
sedasi dan analgesic jenis narkotika, informed consent perlu
diperoleh dari pasien atau keluarga setelah penjelasan mengenai
efek samping, komplikasi, dan alternatif lain.

5
2.3 Dasar Hukum Informed Consent

Terdapat tiga peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang


informed consent di Indonesia yang dapat dijadikan bahan rujukan untuk
landasan hukum bagi praktik pelayanan medis, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Dalam UU Praktik Kedokteran, persetujuan tindakan medik
tercantum pada Bab VII tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran, yang dituangkan di dalam Pasal 45 ayat 1 dan 2 yang
menyebutkan bahwa: "(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi yang akan MUN dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan (2) Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan
secara lengkap." Hal ini juga sejalan dengan yang disebutkan oleh
Ratman (2012) bahwa salah satu hak pasien adalah mendapatkan
informasi sejelas jelasnya dan selengkap-lengkapnya dari dokter yang
menangani penyakitnya, yaitu hak atas informasi yang merupakan
bagian dari hak untuk menentukan dirinya sendiri (The rights of self-
determination) atau hak dasar individu yang dipunyai oleh pasien.
b. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada
Pasal 8 “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”
c. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang unah sakit bagian
Keempat Hak Pasien pada Pasal 32 Setiap pasien mempunyai hak:
1) memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit
2) memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
4) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;

6
5) memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
6) mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan: memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit,
7) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di
dalam maupun di luar Rumah Sakit;
8) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
9) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
10) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
11) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
12) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
13) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit;
14) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
15) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya;
16) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

7
17) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Adapun peraturan menurut Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per


III/2008 tentang persetujuan tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal
1, 2, dan 3 yaitu:
a. Pasal 1
1) Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang
dilakukan terhadap pasien.
2) Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak kandung.saudara kandung atau pengampunya.
3) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi selanjutnya disebut
tindakan kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif,
diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien.
4) Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
5) Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah
tindakan medis yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat
mengakibatkan kematian dan kecacatan 6. Dokter dan dokter gigi
adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam
maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik
indonesia dengan peraturan perundang- undangan.
6) Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak
menurut peraturan perundang-undangan atau telah pernah
menikah,tidak kesadaran fisiknya, maupun berkomunikasi secara
wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (reterdasi)
mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas.

8
b. Pasal 2
1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah
pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran yang dilakukan.
c. Pasal 3
1) Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus
memproleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujaun.
2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan
persetujuan lisan.
3) Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir
khusus yang dibuat.
4) Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan dalam ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk
kepala yang dapat diartikan sebagai ungkapan setuju.
5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat
dimintakan persetujuan tertulis.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan
1) Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan akan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga Kesehatan.
2) Pasal 56 ayat(1)Setiap orang berhak menerima atau menolak
sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan

9
kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai
tindakan tersebut secara lengkap.
3) Pasal 65 ayat (2) Pengambilan organ atau jaringan tubuh dari
seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang
bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor danatau ahli
waris atau keluarganya.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


1) Pasal 32 poin J
Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alteratif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
2) Pasal 32 poin K
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 585/Menkes/Per/IX/


1989 Tentang Persetujuan TindakanMedis pada Bab 1, huruf (a)
- persetujuan tindakan medis informed consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien tersebut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585 yang


ditindak lanjuti dengan Sk Dirjen Yanmed 21 April 1999 yangmemiliki 8
bab dan 16 pasal yaitu:
a) Bab (1) Ketentuan umum pasal (1)
b) Bab (II) Persetujuan pasal (2 dan 3)
c) Bab (III) Informsi pasal (4,5,6, dan 7)
d) Bab (IV) Yang berhak memberikan persetujuan pasal (8,9,10, dan 11)
e) Bab (V) Tanggu Jawab pasal (12)
f) Bab (VI) Sanksi pasal (13)
g) Bab (VII) Ketentuan lainnya pasal (14)

10
h) Bab (VIII) Ketentuan Penutup pasal (15 dan 16)

Hal-hal yang diatur dalam pelaksanaan informed consent berisi sebagai


berikut:
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan
medis yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will
be actually performed). Dan persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis
di-berikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang
berhak memberikan-nya dari segi hukum.
b. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang
tersedia dan serta risi-konya masing-masing (alternative medical
prosedure and risk). Dan informasi dan penjelasan tentang prognosis
penyakit apabila tindakan medis tersebut dila kukan (prognosis with and
without medical produce)
c. Yang berhak memberikan persetujuan ialah mereka yang dikatakan
meiliki sehat mental dan dalam keadaan sadar. Diman kurang lebih
berumur 21 dalam status telah menikah. Tetapi dibawah pengampu. Maka
persetujuan diberikan oleh wali pengampu,bagi mereka yang berada
dibawah umur 21 dan belum menikah diberikan oleh orang tua atau wali
atau keluarga terdekat.
d. Bila terdapat dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan,
dilaksanakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin praktik.
e. Pemberian informasi ini diberikan oleh dokter yang bersangkutan dalam
hal berhalangan dapat diberikan oleh dokter lain dengan sepengatahuan
dan tanggung jawab dari dokter yang bersangkutan, dibedakan antara
tindakan operasi dan bukan operasi,untuk tindakan operasi harus dokter
memberikan informasi untuk bukan tindakan operasi sebaiknya dokter
yang bersangkutan tetapi dapat juga oleh perawat

2.4 Jenis-jenis Informed Conset

Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh seseorang


setelah ia menerima informasi yang memadai dan memahami risiko,
manfaat, dan alternatif yang terkait dengan suatu tindakan medis atau

11
penelitian. Ada dua macam bentuk persetujuan tindakan medis atau
informed consent yaitu sebagai berikut:
a. Implied consent
Implied consent yaitu persetujuan tersirat atau dianggap telah
diberikan, umumnya pasien dalam keadaan nomal atau darurat.
Dalam keadaan normal bentuk persetujuan diberikan pada tindakan
yang sudah biasa dilakukan atau sudah diketahui umum seperti
penyuntikan dan pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat atau
emergency memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam
keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganyapun
tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik
terbaik menunut dokter.

b. Expressed consent
Expressed consent yaitu persetujuan dinyatakan, baik secara lisan
maupun tertulis. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan
medik yang tidak mengandung risiko tinggi seperti pencabutan
kuku. Segi praktis dan kelancaran pelayanan medik yang dilakukan
oleh dokter merupakan alasan persetujuan ini. Persetujuan secara
tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medik yang mengandung
risiko tinggi seperti tindakan pembedahan. Tanda setuju secara
tertulis dengan penandatangan formulir hanya untuk memudahkan
pembuktian jika pasien kelak menyangkal telah memberikan
persetujuannya. Dengan sudah ditandatanganinya formulir
tersebut, maka jika pasien menyangkal, pasien yang harus
membuktikan bahwa ia tidak diberi informasi. Namun demikian
bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti
tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan
yang beresiko sebaiknya informed consent dibuat secara tertulis
(Achadiat, 2006).

12
Terdapat beberapa undang-undang dan peraturan yang membahas
tentang bentuk pemberian informed consent di berbagai negara, di
antaranya:

a. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008


tentangpersetujuan tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 2
dan 3 yaitu:
1) Pasal 2
 Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap
pasien harus mendapat persetujuan
 Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan.
 Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika
setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang
perlunya tindakan kedokteran yang dilakukan.
2) Pasal 3
 Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi
harus memproleh persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh yang berhak memberikan persetujaun.
 Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan
persetujuan lisan.
 Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat
( 1) dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam
formulir khusus yang dibuat.
 Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan dalam ucapan setuju atau bentuk gerakan
mengangguk kepala yang dapat diartikan sebagai ungkapan
setuju.
 Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana
dimaksu pada ayat ( 2) dianggap meragukan, maka dapat
dimintakan persetujuan tertulis

13
b. Di Amerika Serikat, ada undang-undang yang mengatur tentang
informed consent yaitu The Common Rule atau Federal Policy for
the Protection of Human Subjects. Undang-undang ini
mensyaratkan bahwa pemberian informed consent harus secara
tertulis dan harus mencakup informasi tentang tujuan penelitian,
risiko dan manfaat yang mungkin terjadi, serta alternatif yang
tersedia.
c. Di Eropa, terdapat General Data Protection Regulation (GDPR)
yang juga mengatur tentang informed consent. GDPR mensyaratkan
bahwa pemberian informed consent harus dilakukan secara
sukarela, spesifik, dan informasi yang jelas dan mudah dipahami.
d. Di Australia, National Statement on Ethical Conduct in Human
Research memberikan panduan tentang pemberian informed
consent. Panduan ini mensyaratkan bahwa pemberian informed
consent harus dilakukan secara tertulis dan mencakup informasi
yang memadai tentang risiko, manfaat, dan alternatif yang tersedia.

Terkait bentuk pemberian informed consent, meskipun beberapa


undang-undang mensyaratkan agar pemberian informed consent
dilakukan secara tertulis, namun beberapa negara juga mengizinkan
pemberian informed consent secara lisan atau secara elektronik melalui
email atau portal online yang aman. Hal ini tergantung pada kebijakan
dan regulasi yang berlaku di masing-masing negara. Namun yang
terpenting, informasi yang diberikan dalam informed consent harus jelas,
mudah dipahami, dan mencakup semua informasi yang diperlukan
sehingga seseorang dapat membuat keputusan yang tepat terkait dengan
tindakan medis atau penelitian yang akan dilakukan.

2.5 Bentuk-Bentuk Informed Consent

Ada 5 bentuk Informed consent yaitu:


a. Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan
atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur

14
pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan
pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan.
Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau
pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur
pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan
pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja.
Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko
tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan
pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.
b. Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara
tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap
dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan,
misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,
pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya.
Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau
sudah diketahui umum.
c. Persetujuan tersirat Persetujuan tersirat adalah ketika tindakan
individu menyarankan mereka bersedia untuk berpartisipasi dalam
prosedur atau penelitian medis. Misalnya, seorang pasien mungkin
menyingsingkan lengan bajunya untuk mendapatkan vaksin, yang
menunjukkan kesediaannya untuk menerima suntikan.
d. Persetujuan: Persetujuan adalah suatu bentuk persetujuan yang
diberikan oleh anak di bawah umur yang terlalu muda untuk
memberikan persetujuan secara hukum. Ini melibatkan penjelasan
prosedur medis atau belajar kepada anak dengan cara yang dapat
mereka pahami dan mendapatkan persetujuan mereka untuk
berpartisipasi.
e. Pengesampingan persetujuan: Pengesampingan persetujuan
diberikan oleh dewan peninjau institusional (IRB) dalam situasi di
mana memperoleh persetujuan tidak layak, seperti dalam situasi
darurat atau ketika studi melibatkan risiko minimal.

15
Penting untuk diperhatikan bahwa bentuk spesifik dari informed
consent yang digunakan akan bergantung pada prosedur atau penelitian
medis dan peraturan di negara atau negara bagian tempat pelaksanaannya.
Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari
pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain:
a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis,
b. Dengan bahasa sempurnasecara lisan,
c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan,
d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan,
e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh
pihak lawan.

Adapun Pernyataan IDI tentang Informed consent yang tertuang


dalam Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah:
a. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya
menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
b. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif)
memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.
c. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani
pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang
kuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta
risikonya.
d. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya
dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
e. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien,
baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan
informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi
tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal
ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat

16
pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan
pasien, kehadiran seorang perawat/ paramedik lain sebagal saksi
adalah penting.
f. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis
yang direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif.
Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara
tertulis (berkaitan dengan informed consent).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Informed consent atau persetujuan tindakan medis adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed
consent terdiri dari dua jenis yaitu impiled consent dan expressed consent.
Informed consent dibuat sebagai bukti bahwa pasien telah menyetujui upaya
tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter dan menerima segala risiko
yang mungkin timbul. Informed consent diatur dalam undang-undang
Nomor 29 Tahun 2004, undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009, dan
undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu agar masyarakat bisa
mendapatkan pengetahuan ataupun sosialisasi mengenai prosedur informed
consent yang ada di Indonesia agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Selain itu, dalam melakukan upaya pengobatan diri, sebaiknya pasien
mendapatkan penjelasan detail dan rinci mengenai penyakit, tindakan yang

17
akan dilakukan dokter, dan prosedur apa yang harus disepakati. Hal ini
dilakukan agar pasien yang melakukan pengobatan juga dapat membantu
tenaga medis untuk bersama - sama mengupayakan kesehatan dan keselamatan
pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dali, et al.(2019). Aspek Hukum Informed Consent Dan Perjanjian Terapeutik. Jurnal
Ilmiah Media Publikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Vol 8(2). Hal 98
Hanun, HD. (2020). Informed Consent. Semarang, Jawa Tengah : Universitas
Muhammadiyah Semarang
Kinanti, et al. (2015). Urgensi Penerapan Mekanisme Informed Consent Untuk Mencegah
Tuntutan Malpraktik Dalam Perjanjian Terapeutik. Jurnal Hukum Pribadi. Vol 3(2).
Hal 111
Pakendek., A. 2010. Informed Consent Dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher. Vol. 5. No 2. Hal. 314-315
Pebriani.R.A, Et al. (2022). Fungsi Penerapan Informed Consent Sebagai Persetujuan
Pada Perjanjian Terapeutik
Purnama, S.G. (2016). Modul etika dan hukum kesehatan: informed consent. Universitas
udayans.
Republik Indonesia. 2004. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29
TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN. Lembaran negara RI tahun
2004, No.29. Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2009. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36


TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN. Lembaran negara RI tahun 2009, No.36.
Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2009. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44


TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT. Lembaran negara RI tahun 2009, No.44.
Sekretariat Negara. Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai