Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KRITIKAL KONSEP INFORMED CHOICE

DAN INFORMED CONSENT


Dosen Pengampuh : Risqi Utami, S.ST, M.Biomed

Disusun Oleh :

Rey Kha Fitdya Paya ( 102722006)

Yanti Febyola Purba ( 102722017)

Zalfa Denise Herlambang ( 102722001)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FEKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BATAM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas izin
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Peyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Praktek Kebidanan dengan judul “Kritikal Konsep Informed Choice dan
Informed Consent”. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk
menambah wawasan tentang pengetahuan asuhan kebidanan secara meluas dan
mendalam.

Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima
kritik dan saran dari pembaca agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.

Batam, 29 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

1.1 Latar Belakang........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4

1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

2. 1 Informed Consent................................................................................6

2. 2 Informed Choice................................................................................12

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................15

3.1 KESIMPULA............................................................................................15
3.2 SARAN......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang


Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia
kebidanan yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kebidanan yang
dahulu dianggap profesi mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh orang
awam, kini mulai dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuandari hukum atau
peraturan atau deklarasi atau kode etik kesehatan atau apapun namanya,
adalah untuk melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan
kualitas profesi bidan atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan
pasien dan kepentingan tenagakesehatan, merupakan salah satu penunjang
keberhasilan pembangunan sistem kesehatan.

Pada awal abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat
khusus (lexspesialis), salah satunya hukum kesehatan, yang berakar dari
pelaksanaan hak asasi manusia memperoleh kesehatan (the Right to health
care). Masing-masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical
providers) dan yang menerima pelayanan (medical receivers)
mempunyaihak dan kewajiban yang harus dihormati.

Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan


mencegah apa yangdinamakan malpraktek di bidang kebidanan, perlu
adanya informed consent (persetujuan penjelasan) dan informed choice
(pilihan pasien)

3.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :

A. Apa yang dimaksud dengan Informed Consent ?


B. Apa tujuan dari Informed Consent ?
C. Bagaimana langkah – langkah pencegahan masalah etik ?
D. Bagaimana bentuk Informed Consent ?
E. Apa yang dimaksud dengan Informed Choice ?
F. Apa tujuan dari Informed Choice ?
G. Bagaimanakah bentuk pilihan (Choice) pada asuhan kebidanan ?
H. Apa perbedaan pilihan (Choice) dengan persetujuan (Consent) ?

3.3 Tujuan Masalah


Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan
tujuan mengetahui dan mendeskripsikan :
A. Mengetahui dan mengerti informed consent
B. Mengetahui tujuan dari informed consent?
C. Mengetahui langkah-langkah pencegahan masalah etik
D. Mengetahui bentuk informed consent
E. Mengetahui pengertian dari informed choice
F. Mengetahui tujuan dari informed choice
G. Mengetahui bentuk pilihan (choice) pada asuhan kebidanan?
H. Mengetahui perbedaan pilihan (choice) dengan persetujuan (consent)?
BAB II
PEMBAHASAN

3.4 Informed Consent


A. Pengertian
Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah
mendapat penjelasan/keterangan/informasi) dan concent (memberikan
persetujuan/mengizinkan).
Informed concent adalah suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapatkan informasi. Informed Consent adalah persetujuan
tindakan kedokteran yang diberikan kepada pasienatau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Menurut Veronika Komalawati pengertian informed concent
adalah suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis
yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien
mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat
dilakukan untukmenolong dirinya disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi.
B. Dasar Hukum Informed Consent
Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis
formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan
PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan
Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan
tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan
“informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada
pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari
pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Baru sekitar tahun 1988 di Indonesia ada peraturan dan
pedoman bagi para dokter untuk melaksanakan konsep informed
consent dalam praktek sehari-hari yakni berupa fatwa PB. IDI No.
319/PB/A.4/88 tentang informed consent, yang kemudian diadopsi
isinya hampir sebagian besar oleh Permenkes No. 585 Tahun 1989
tentang persetujuan tindakan medik.
Dengan adanya peraturan Permenkes No.585 Tahun 1989
tentang persetujuan tindakan medik, maka peraturan tersebut menjadi
aturan pelaksanaan dalam setiap tindakan medis yang berhubungan
dengan persetujuan dan pemberian informasi terhadap setiap tindakan
medik. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan medik
harus ada persetujuan dari pasien yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1)
Permenkes No.585 Tahun 1989, yang berbunyi “semua tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapa
persetujuan”. Adanya pengaturan mengenai informed consent yang
terdapat dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat
dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1)sampai (6)
yang berbunyi : Pasal 45 ayat1.
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gig iyang akan
dilakukan oleh dokter ataudokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud padaf ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulismaupun lisan.
5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggiharus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhakmemberikan
persetujuan.
6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigisebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (30), ayat (4) dan ayat (5) diaturdengan Peraturan
Menter.
Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokterantersebut terutama pada pasal 45 ayat (6)
menyebutkan bahwa pengaturan mengenai tata cara persetujuan
tindakan kedokteran (informend consent) diatur oleh peraturan
menteri yaituPermenkes No.585 Tahun 1989.
C. Bentuk Informed Consent
Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan
tindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
depertemen kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2
bentuk :
1. Implied consent.
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya:
saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya
mendekati si ibu dengan membawa sfingmomanometer tanpa
mengatakan apapun dan si ibu langsung menggulung lengan
bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu
menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang
akan dilakukan bidan)
2. Express Consent.
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam
bentuk tulisan atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secara
tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan
pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat
menjadi bukti yanglebih kuat dimasa mendatang. Contoh,
persetujuan untuk pelaksanaan sesar. Secara umum bentuk
persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis
(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (petugas
kesehatan)
D. Tujuan dan Manfaat Informed Consent
1. Tujuan
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan petugas kesehatan yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada petugas kesehatan
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena
prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada
setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko
(Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)
2. Manfaat
a. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed
consent, secara tidak langsung terjalin kerjasama antara
bidan dank lien sehingga memperlancar tindakan yang
akan dilakukan. Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi
waktu dalam upaya tindakan kedaruratan.
b. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin
terjadi. Tindakan bidan yang tepat dan segera, akan
menurunkan resiko terjadinya efek samping dan
komplikasi.
c. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan
penyakit, karena si ibu memiliki pemahaman yang cukup
terhadap tindakan yang dilakukan.
d. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu
ditunjang oleh tindakan yang lancar, efek samping dan
komplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang cepat.
e. Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika
tindakan medis menimbulkan masalah, bidan memiliki
bukti tertulis tentang persetujuan pasien
E. Elemen Informed Consent
Ada tiga element yang membentuk Informed Consent, yaitu :
1. Threeshold elements.
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen,
oleh karena sifatnya lebih kearah syarat, yaitu pemberi consent
haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini
diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis.
Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya
merupakan suaut kontinum, dari sama sekali tidak memiliki
kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh.
Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat
keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan
alasan yang reasonable)
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure
(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian
”berdasarkan” pemahaman yang adekua tmembawa konsekuensi
kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure)
sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman
yang adekuat.
F. Etik Dalam Informed Consent
Langkah-langkah pencegahan masalah etik, dalam pencegahan
konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai berikut :
1. Informed concent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite Etik
Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau
informed concent gagal, maka butir selanjutnya perlu dipergunakan
secara berurutan sesuasi dengan kebutuhan. Informed concent adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien/walinya yang berhak terhadap
bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien
sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya
mengenai tindakan itu. Ada dua dimensi dalam proses informed
concent :
1. Dimensi yang menyangkut hukum. Dalam hal ini informed
concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap bidan
yang berperilaku memaksakan kehendak, dimana proses
informed concent sudah memuat :
a. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien2
b. Informasi tersebut harus dimengerti pasie
c. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
memberikan kesempatan yang baik
2. Dimensi yang meyangkut etik. Dari proses informed concent
terkandung nilai etik sebagai berikut :
a. Menghargai kemandirian/otonomi pasien
b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien
bila dibutuhkan/dimintasesuai dengan informasi yang
telah dibutuhka
c. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan
secara subjektif maupunsebagai hasil pemikiran yang
rasional.
G. Contoh Informed Consent

3.5 Informed Choice


A. Pengertian
Informed Choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice) harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan
penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek
hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang
dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari
sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen penerima jasa
asuhan kebidanan.
B. Tujuan Informed Consent
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya.
Peran bidan tidakhanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan
kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik
internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan
harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan
mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari
pilihannya.
C. Bentuk Pilihan (Choice) Pada Asuhan Kebidanan
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh
pasien antara lain :
1. Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan
laboratorium/screaningantenatal.
2. Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas
perawatan di RS.
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
4. Pendampingan waktu bersalin.
5. Clisma dan cukur daerah pubis.
6. Metode monitor denyut jantung janin.
7. Percepatan persalinan.
8. Diet selama proses persalinan.
9. Mobilisasi selama proses persalinan.
10. Pemakaian obat pengurang rasa sakit.
11. Pemecahan ketuban secara rutin.
12. Posisi ketika bersalin
13. Episiotomi
14. Penolong persalinan
D. Perbedaan pilihan (Choice) dengan persetujuan (Consent)
1. Perbendaan atau consent penting dari sudut pandang bidan,
karena berkaitan denganaspek hukum yang memberikan otoritas
untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhankebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya danmerupakan aspek
otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri.
3. Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan
klien mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat menentukan
mana yang disukai atau sesuai dengankebutuhannya.
BAB III
PENUTUP

3.6 KESIMPULAN
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kebidanan atau
kedokteran yang diberikanoleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkapmengenai tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

Informed Choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan


penjelasan tentangalternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice).Persetujuan (consent) penting darisudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuksemua
prosedur yang dilakukan oleh bidan.Pilihan (choice) lebih penting dari sudut
pandangwanita (pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.

3.7 SARAN
Sebelum melakukan tindakan medis, bidan dan klien harus membuat
dan/ataumenyetujui informed consent dan informed choice agar dapat
menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang
dinamakan malpraktek di bidang kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzy, M. 2000. “Kelengkapan Pengisian Formulir Informed Consent Pasien


Operasi Di RSUD Tarakan Jakarta dan Faktor yang Berhubungan Tahun
1999”. Jakarta: Universitas Indonesia
Guwandi J. 1993. Tindakan Medik dan Tanggung Jawab Produk Medik. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hatta G. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: UI-Press Hungu. 2007. Demografi Kesehatan
Indonesia. Jakarta: Grasindo
Ilyas Y. 2001. Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Pusat Kajian
Ekonomi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Martini. 2007. Hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan
fasilitas dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di rawat inap
BPRSUD kota Salatiga. Semarang: Universitas Diponegoro.
Notoatmodjo S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurjanah. 2001. Hubungan Terapeutik Perawat Klien (Kualitas Pribadi Sebagai
Sarana). Yogyakarta: Bagian Penerbit Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Nursalam. 2003. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medica

Anda mungkin juga menyukai