DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ANGGOTA :
Ni Made Vinaca Diah Savitri (G70123096) Wina Ali Datuamas (G 701 23 099
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2024
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan nikmat iman serta
limpahan barakah kepada kami, sehingga kami berkesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW, Yakni suri tauladan ummat, hingga menjadi motivasi kami untuk berkarya melalui ilmu
bermanfaat. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen pembimbing, yang telah
memberikan kami pemahaman akan beberapa disiplin ilmu sehingga kami mempunyai bekal
dalam menyelesaikan makalah kami, karena tanpa bimbingan dosen maka sulit bagi kami
untuk bisa menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang
Tiada lain tujuan kami menyusun makalah ini, kecuali hanya untuk menambah
pengethuan kita dalam bidang etika dan hukum kesehatan, maka kami sediakan makalah ini
yang di dalamnya telah kami bahas secara spesifik tentang informed consent mulai dari
pengertian dasar serta penerapannya.
kami berharap dengan hadirnya makalah ini maka akan menambah ilmu pengetahuan
dan harapan besar kami semoga makalah ini bisa bermamfaat untuk kami dan pembaca
semuanya.
2
DAFTAR ISI
COVER… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB 1II PENUTUP
4
BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, persetujuan atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah
informed consent, merupakan alat untuk memungkinkan penentuan nasib sendiri yang
berfungsi di dalam pelayanan kesehatan. Penentuan nasib sendiri adalah nilai dan sasaran
dari , dan intisari dari permasalahan adalah alat. Secara
konkret persyaratan ditujukan untuk setiap tindakan baik yang bersifat
diagnostic ataupun terapeutik, dan pada dasarnya senantiasa diperlukan persetujuan pasien
yang bersangkutan. Agar pemberian pertolongan dapat berfungsi di dalam pelayanan medis,
para pemberi pertolongan perlu memberikan informasi atau keterangan pada pasien tentang
keadaan dan situasi kesehatannya. Hubungan antara informasi dan persetujuan dinyatakan
dalam istilah Serta bisa disebut juga persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Aspek
utama Informed Consent adalah memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif.
, dan prinsip .
Sehingga terdapat benturan yang dilematis antara tanggung jawab moral profesi dan hak
asasi manusia yang universal dalam hubungannya dengan kesehatan. dengan demikian
informed consent dibuat dengan tujuan untuk (1) memberikan perlindungan kepada pasie
atas segala tindakan medis dan (2) memberikan perlindungan tenaga kesehatan terhadap
terjadinya akibat yang tidak terduga yang dianggap merugikan pihak lain.
Secara aspek hukum informed consent dapat disimpulkan yaitu persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien yang tertera dalam Permenkes No
290/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 Ayat (1). Tujuan Informed Consent adalah melindungi hak
individu untuk menentukan nasibnya sendiri (self-determination).
5
peraturan yang sudah dibuat tentu dianggap melanggar hukum. Dalam pelanggaran
telah diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter yang melakukan tindakan tanpa
dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan
pencabutan Surat Ijin Praktik.
Dalam masalah “ informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak
dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum
administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Untuk itu, sangat diperlukan bagi dokter, tenaga kesehatan serta masyarakat untuk
mengetahui tentang aspek hukum Selain itu perlu pula mengetahui isi dari
serta format yang sah secara hukum.
consent
Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui aspek-aspek penting dalam informed
consent
Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui dasar hukum informed consent
6
Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui sanksi hukum terhadap informed
consent
7
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian yang lebih luas terkait informed consent yakni adalah memberi izin atau
wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu informed consent(IC),dengan demikian
berarti suatu pernyataan setuju atau izin oleh pasien atau secara sadar, bebas dan rasional
setelah memperoleh informasi yang , dari tenaga kesehatan/doker yang
memahami tentang penyakitnya. Kata dipahami harus digaris bawahi atau ditekankan, karena
pemahaman suatu informasi oleh tenaga kesehatan/dokter belum tentu dipahami juga oleh
pasien. Harus diingat bahwa yang terpenting adalah pemahaman oleh pasien (Hendrik,
2010,hal.57).
8
2.2 Tujuan Perlunya Informed Consent
1. Adanya kewajiban dari tenaga kesehatan untuk menjelaskan informasi kepada pasien
2. Adanya kewajiban dari tenaga kesehatan untuk mendapatkan izin atau persetujuan
dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan/pengobatan.
Dari pernyataan diatas, timbul persepsi di kalangan para tenaga kesehatan bahwa
tampaknya kewajiban itu hanya membebani para tenaga kesehatan, sedangkan risiko yang
dihadapi dalam pelayanan medis tertentu tergolong tinggi. Dalam hal ini, informed consent
diartikan sebagai perwujudan prinsip mengutamakan kepentingan pasien, tetapi kepentingan
tenaga kesehatan tersebut terabaikan. Selain itu, ada juga yang menafsirkan bahwa informed
consent secara tertulis dari pasien dapat dijadikan alat bukti ada tidaknya kesalahan dalam
tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Didasarkan pada asas tidak
merugikan, penetapan syarat informed consent justru bertujuan agar tenaga kesehatan dapat
menghindarkan risiko sekecil apapun demi kepentingan pasiennya.
9
arti dalam hal legalitas. Maksudnya, izin seperti ini tidak dapat digunakan sebagai dasat
pembelaan terhadap tenaga kesehatan/dokter, apabila terjadi sesuatu pada pasien. Dengan
demikian, semuanya harus dikembalikan kepeada pemenuhan standar profesi medis. Di
samping itu, seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggungjawabnya atas kesalahan
yang belum dilakukan(bertentangan dalam pasal 1335-1337 KUH Perdata).
Pada prinsipnya informed consent diberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan
tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus
sebagai berikut :
1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru
yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek
samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan
eksperimen dengan berobjekan pasien.
Tujuan lain dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent
juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan
sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila
informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
10
2.3 Fungsi Informed Consent
a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian)
b. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis;
c. Yang bertujuan untuk terapi.
1. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek
samping yang bermakna;
2. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi;
3. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi
kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien;
11
4. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga)
unsure sebagai berikut :
12
akan dilakukannya. PERMENKES No.585/MENKES/PER/IX/1989 Pasal 3 dan 4 menyatakan
bahwa penandatangan Informed Consent secara tertulis dilakukan oleh yang berhak
memberikan persetujuan yaitu baik pasien maupun keluarganya, setelah pasien atau
keluarganya mendapat informasi yang lengkap.
Oleh karena itu, dengan ditandatanganinya Informed Consent secara tertulis tersebut,
maka dapat diartikan bahwa pemberi tanda tangan bertanggung jawab dalam menyerahkan
sebagian tanggung jawab pasien atas dirinya sendiri kepada dokter yang bersangkutan,
beserta resiko yang mungkin akan dihadapinya. Untuk itu, tindakan medik yang ditentukan
oleh dokter harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesinya.(Guwandi,
2004).
Bagian yang terpenting dalam Informed Consent adalah mengenai informasi atau
penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Yaitu informasi mengenai
apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit
pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani baik
diagnostik maupun terapi dan lain – lain sehingga pasien/keluarga dapat memahaminya. Ini
mencakup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif
terapi. Mengenai kapan (when) disampaikan, tergantung pada waktu yang tersedia setelah
dokter akan memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksudkan.
13
Menurut Kerbala (1993), fungsi informasi dokter kepada pasien sebelum pasien
memberikan consent-nya, dapat dibedakan atas :
Berfungsi sebagai perlindungan atas hak pasien untuk menentukan diri sendiri. Dalam
arti bahwa pasien berhak penuh untuk diterapkannya suatu tindakan medis atau tidak.
Dilihat dari pihak dokter maka informasi dalam proses Informed consent pun
mempunyai fungsi yang tidak kecil. Azwar (1991) mengemukan ada 5 hal pentingnya fungsi
informasi terlebih dokter:
Dengan penyampaian informasi yang baik akan memberi dampak yang baik dalam
komunikasi dokter pasien terutama dalam menerapkan terapi. Misal dokter sebelum
menyuntik pasien dengan penisilin bertanya, apakah pasien alergi terhadap penisilin? Bila
pasien memang alergi maka akibat/risiko yang besar jika terjadi anafilaktik shock dapat
dihindari. Betapa risiko besar itu akan menimpa pasien bila dokter tidak bertanya kepada
pasien.
Sama halnya dengan kelancaran tindakan, maka sebagai akibat adanya pengetahuan
dan pemahaman yang cukup dari pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan,
maka proses pemulihan dan penyembuhan penyakit akan lebih cepat. Keadaan yang demikian
juga jelas akan menguntungkan dokter, karena dapat mengurangi beban kerja.
Keberhasilan meningkatkan mutu pelayanan disini adalah sebagai akibat dari lancarnya
tindakan kedokteran, berkurangnya akibat sampingan dan komplikasi serta cepatnya proses
pemulihan dan penyembuhan penyakit.
14
5. Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum
Perlindungan yang dimaksudkan disini adalah apabila disuatu pihak, tindakan dokter
yang dilakukan memang tidak menimbulkan masalah apapun, dan dilain pihak, kalaupun
kebetulan sampai menimbulkan masalah, misalnya akibat sampingan dan atau komplikasi,
sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelalaian dan ataupun kesalahan tindakan
(malpractice). Timbulnya masalah tersebut semata– mata hanya karena berlakunya prinsip
ketidakpastian hasil dari setiap tindakan kedokteran/medis. Dengan perkataan lain, semua
tindakan kedokteran yang dilakukan memang telah sesuai dengan standar pelayanan profesi
(standar profesi medis) yang telah ditetapkan.
Menurut Guwandi (2004), informasi yang harus diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi oleh dokter kepada pasien atau keluarga adalah yang berkenaan dengan :
Inti dari persetujuan adalah persetujuan harus didapat sesudah pasien mendapat informasi
yang adekuat. Berpedoman pada uu no.36 tahun 2009 tentang persetujuan tindakan medik
maka yang menandatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang sudah dewasa (diatas 21
tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Dalam banyak perjanjian
tindakan medik yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini sering tidak dilakukan
oleh pasien sendiri, tetapi lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin
berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien untuk menerima penjelasan
tindakan operasi dan tindakan medis yang invasive tadi serta keberanian untuk
menandatangani surat tersebut, sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien.
Tindakan medis yang diambil oleh dokter tanpa persetujuan pasien terlebih dahulu,
meski untuk kepentingan pasien tetap tidak dapat dibenarkan secara etika kedokteran dan
hukum, sebagaimana telah ditegaskan oleh fatwa IDI tentang Informed Consent (dokter tidak
berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun
untuk kepentingan pasien itu sendiri).
15
Persetujuan dalam tindakan medik terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis
Bentuk persetujuan tertulis ini harus dimintakan dari pasien/keluarganya jika dokter
akan melakukan suatu tindakan medik invasif yang mempunyai resiko besar. Hal ini
dinyatakan dengan jelas dalam pasal 3 (1) Permenkes No.585 tahun 1989. Persetujuan–
persetujuan tertulis itu dalam bentuk formulir– formulir persetujuan bedah, operasi dan
lain-lain yang harus diisi (umumnya) dengan tulisan tangan. Dan dari sudut hukum positif,
formulir persetujuan ini sangat penting sebagai bukti tertulis yang dapat dikemukan oleh para
pihak kepada hakim bila terjadi kasus malpraktek. Oleh karena itu, pengisian data pada
formulir itu haruslah tepat dan benar sehingga tidak akan menimbulkan masalah dikemudian
hari bagi para pihak.
2. Persetujuan Lisan
Terhadap tindakan medik yang tidak invasif dan tidak mengandung resiko besar maka
persetujuan dari pasien dapat disampaikan secara lisan kepada dokter. Segi praktis dan
kelancaran pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan alasan dari penyampaian
persetujuan itu secara tertulis. Meski persetujuan lisan itu diperbolehkan untuk tindakan,
dokter membiasakan diri untuk menulis/mencatat persetujuan lisan pasien itu pada rekam
medis/rekam kesehatan, karena segala kegiatan yang dilakukan oleh dokter harus dicatat
dalam rekam medis termasuk persetujuan pasien secara lisan.
16
Penundaan Persetujuan
Kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh
obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien dan kemampuan dokter dalam menilai
kompetensi pasien. Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan
persetujuannya, maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau
pengobatannya. Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang
berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu
diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang
didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila
pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila
tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka
penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal yang
membahayakan pasien.
Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh
pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila informasi baru muncul, misalnya
tentang adanya efek samping atau alternatif tindakan yang baru, maka pasien harus
diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jedah waktu antara saat
pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila
ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga
akan membantu pasien, terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu
atau masih memiliki pertanyaan.
17
Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara yang menanyakan sesuatu
yang ingin diukur tentang pengetahuan dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2003). Untuk
mengukur pengetahuan dokter tentang Informed Consent maka perlu diketahui pengertiannya
tentang Informed Consent, manfaat seerta peraturan tertera dalam uu no 36 tahun 2009.
. Allport (1954), seperti yang dikutip dari Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap
terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :
Ketiga komponen ini secara bersama– sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan berpikir, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting,bahwa pasienlah yang harus memutuskan apakah mereka akan
melakukan suatu tindakan medis dan oleh petugas kesehatan memberi tahu mengenai
prosedur, risiko, dan efektifitas sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang tepat.
adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga
merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka
(Notoatmodjo, 2003). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh
karena itu disebut juga over behavior.
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan
pasien) bertindak sebagai “ subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan “ jasa tindakan medis” sebagai “ obyek hukum” yakni sesuatu yang
bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum
yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja
maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah “ informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak
dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum
18
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah “ kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil
dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara
umum berlaku pada “ barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi” .
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah “ kesalahan
berat” (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan
tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis
(pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan
persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat
telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal
1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak
atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, “ informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya
pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu
tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan
pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa
tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“ informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara
pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari
informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu
inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan
19
secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian
yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed
consent ini.
Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan, pasien tepat tidak
dibawah tekanan hubungan tenaga – pasien. Sebelum dan sesudahnya telah mendapatkan
informasi lengkap, dan pihak yang membuat persetujuan adalah mereka pasien dewasa
(lebih dari 21 tahun atau sudah menikah ) atau dapat diwakilkan pihak Keluarga/ Wali/ induk
semang.
Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga medis
terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas, diberikan oleh orang yang sanggup
20
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang
Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
Sanksi pidana
pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351
KUHP
Sanksi perdata
Sanksi administratif
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
informed Consent yang diperoleh dengan tata cara yang tidak benar tidak dapat di anggap
sebagai penemu hak otonomi pasien, sehingga tindakan tersebut merupakan tindakan
melanggar hukum namun demikian pelaksanaan informed Consennt di indonesia hanya
dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai dalam budaya setempat yang sangat bervariasi.
3.2 Saran
Dalam Hal ini semoga dapat membatu pengetahuan dan menambah ilmu
pengetahuan kita dalam kesehatan , dan yang terpenting adalah dalam hal ini Pemerintah
Bertanggung jawab merencanakan , mengatur, menyelenggarakan dan membina Serta
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masayarakat.
Juga sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, terhadap Informed Consent agar kelak
22
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/6608171/Informed_Consent_dan_Rahasia_Medis.html
23