Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUGAS PENGENALAN PROFESI (TPP) BLOK 2

“Observasi Video Informed Consent Tindakan Medis”

Kelompok 6

Pembimbing : drg. Putri Erlyn, M.Kes.

Rifqi Bagus Setiawan (702021009)

M. Fahlucky Raihan Wilantara (702021022)

Dwi Aulia Rahmawati (702021030)

Della Puspita Sari (702021044)

Afiyah Fadhilah Susanty (702021072)

Sherli Maharani (702021078)

Rahma Nurpa Indah (702021096)

M. Hasnul Fajri (702021098)

Sintia Novika Sani (702021101)

Nurhannisa Putri (702021114)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji dan syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala karena atas
berkah dan rahmatnya juga kami dapat menyelesaikan Laporan Tugas Pengenalan
Profesi (TPP) Blok 2 ini mengenai Observasi Informed Consent, shalawat dan
salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman.

Kami mengucapkan terima kasih, terutama kepada drg. Putri Erlyn,


M.Kes. karena atas bimbingan beliau akhirnya kami dapat menyelesaikan
Laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini. Kami juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan
laporan ini, karena tanpa bantuan dan bimbingannya maka proposal kami tidak
bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat.

Akhir kata kami akhiri, semoga laporan yang telah kami buat ini berguna
dan bermanfaat sebagai bahan pembelajaran nantinya untuk orang yang
membacanya, aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb

Palembang, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I ...................................................................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3. Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4. Manfaat .......................................................................................................... 3
BAB II ..................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
2.1. Informed Consent ........................................................................................... 4
2.1.1. Pengertian Informed consent................................................................ 4
2.1.2. Peraturan informed consent.................................................................. 4
2.1.3. Bentuk informed consent ..................................................................... 5
2.1.4. Fungsi dan Tujuan informed consent ................................................... 6
2.1.5. Langkah-langkah Melakukan informed consent .................................. 6
2.1.6. Hubungan Pasien dan Dokter............................................................... 7
2.1.7. Hak dan Kewajiban Pasien dan Dokter................................................ 8
2.1.8. Syarat Sah Perjanjian informed consent............................................... 9
2.1.9. Proses Persetujuan informed consent ................................................... 11
2.1.10. Pihak-pihak yang Terkait dalam Persetujuan Tindakan Medis ......... 12
2.1.11. Macam-macam Kesepakatan dalam informed consent ...................... 13
BAB III .................................................................................................................
METODE PENELITIAN ................................................................................... 15
3.1. Lokasi Pelaksanaan ................................................................................. 15
3.2. Waktu Pelaksanaan ................................................................................. 15
3.3. Subjek Tugas Mandiri ............................................................................. 15
3.4. Alat dan Bahan ........................................................................................ 15
3.5 Langkah-langkah Kerja ............................................................................ 15
BAB IV .................................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 16

iii
4.1. Hasil ........................................................................................................ 16
4.2. Pembahasan............................................................................................. 19
BAB V ...................................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 22
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 22
5.2. Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
LAMPIRAN ......................................................................................................... 25

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 menjelaskan Informed Consent atau
persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan lengkap
tentang tindakan medis atau kedokteran gigi. yang akan dilakukan pada
pasien (Permenkes, 2008). Persetujuan prosedur ini ditujukan kepada
pasien yang kompeten (dewasa) atau keluarga dekat/wali pasien dimana
orang-orang tersebut adalah orang-orang yang berhak atas persetujuan
prosedur medis. Keluarga pasien yang dimaksud adalah suami atau istri
pasien, ayah atau ibu kandung pasien, anak kandung dan saudara
kandung pasien serta yang merawat pasien yang bersangkutan. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008
menjelaskan tindakan medis atau kedokteran gigi dalam peraturan ini
berupa tindakan medis preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien. Dokter atau
dokter gigi yang menangani pasien dalam peraturan ini adalah dokter,
spesialis, dokter gigi dan dokter gigi yang telah lulus pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam negeri maupun di luar
negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Permenkes, 2008).
Segala tindakan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien harus
mendapat persetujuan dimana persetujuan tertulis atau lisan dan sebelum
persetujuan diberikan, pasien atau keluarganya harus diberikan
penjelasan tentang perlunya tindakan medis. Dalam hal kondisi pasien
harus diberikan tindakan medis yang berisiko tinggi, dapat berupa
persetujuan lisan berupa persetujuan atau anggukan kepala yang diartikan

1
sebagai pernyataan persetujuan. Namun, jika dianggap meragukan, dapat
dimintakan persetujuan tertulis.
Persetujuan tindakan medis tidak diperlukan untuk situasi di mana
pasien dalam keadaan darurat, di mana dokter bertindak untuk
menyelamatkan pasien atau mencegah kecacatan. Persetujuan tindakan
medis juga dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh pengambil
keputusan sebelum tindakan medis dimulai dimana yang bertanggung
jawab atas segala akibat yang timbul dari pembatalan tindakan itulah
yang membatalkan tindakan medis tersebut.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis, Pasal 7
(ayat 3) : Penjelasan sebagaimana dimaksud pada (ayat 2) paling sedikit
meliputi: Diagnosis dan tata cara pengobatan, Tujuan tindakan medis
yang dilakukan, Tindakan alternatif lain, dan risiko, Kemungkinan risiko
dan komplikasi; dan Prognosis tindakan yang dilakukan, Perkiraan
pembiayaan (Wahyuni, dkk, 2020).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana pelaksanaan informed consent yang baik dan benar
antara dokter dan pasien?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan proses observasi video informed
consent yaitu:
1. Mengetahui bagaimana langkah-langkah melakukan informed
consent.
2. Mengetahui bagaimana komunikasi antara dokter dan pasien dalam
informed consent.
3. Mengetahui apa saja bentuk-bentuk informed consent.
4. Mengetahui apa isi dari informed consent.

2
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menerapkan komunikasi informed
consent tindakan medis dengan baik dan benar kepada pasien maupun
pihak keluarga pasien.
2. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan tujuan informed consent
antara dokter dan pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Informed Consent

2.1.1. Pengertian Informed Consent

Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 menjelaskan Informed Consent
atau persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
lengkap tentang tindakan medis atau kedokteran gigi. yang akan
dilakukan pada pasien (Permenkes, 2008).

Informed Consent adalah persetujuan oleh pasien yang di mana


persetujuan itu diberikan ketika telah mendapat informasi mengenai
tindakan penyembuhan yang telah disampaikan oleh dokter
(Jayajendra dan Indrawati, 2020).

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien


atau wali yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan
medis pada pasien setelah pasien atau wali selesai dalam formasi dan
memahami tindakan itu. Dengan kata lain, informed consent yang
diinformasikan juga dianggap sebagai tindakan medis
(Appulembang, 2017)

2.1.2. Peraturan Informed Consent

Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur


dalam:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992


tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran dan Penjelasannya.

4
3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.

5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga


Kesehatan.

7. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88

2.1.3. Bentuk Informed Consent

Ada dua bentuk Informed consent yaitu: (1) dengan pernyataan


(expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written);
(2) dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa
atau normal dan dalam keadaan gawat darurat.

Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara


lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur
pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan
pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan.
Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau
pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur
pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan
pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja.
Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi
seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan
pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.

Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara


tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap
dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan,
misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,

5
pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya.
Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau
sudah diketahui umum.

Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent


dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain 6: (1) dengan
bahasa yang sempurna dan tertulis; (2) dengan bahasa sempurna
secara lisan; (3) dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat
diterima oleh pihak lawan; (4) dengan bahasa isyarat asal dapat
diterima oleh pihak lawan; (5) dengan diam atau membisu tetapi asal
dipahami atau diterima oleh pihak lawan (Pakendek, 2010).

2.1.4. Fungsi dan Tujuan Informed Consent

Menurut Guwandi, yang dikutip dari Busro (2018) fungsi dan


tujuan dari Informed Consent adalah sebagai berikut :

Fungsi Informed Consent

a. Promosi dari hak otonomi perorangan;

b. Proteksi dari pasien dan subyek;

c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;

d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk


mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri;

e. Promosi dari keputusan-keputusan rasional;

f. Keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsip otonomi


sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam
penyelidikan biomedik.

Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukan


sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (informed
decision). Oleh karena itu, pasien juga berhak untuk menolak
tindakan medis yang dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta
pendapat dokter lain (second opinion), dan dokter yang merawatnya

6
2.1.5. Langkah-langkah Melakukan Informed Consent

Menurut Pratita (2013), bahwa prosedur pelaksanaan pemberian


informasi informed consent:

a. Tujuan dari informed consent mendapat informasi yang cukup


untuk mengambil keputusan atas tindakan yang akan dilaksanakan.
Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan
sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang
diperlukan sehingga pasien dapat mengambil keputusan.

b. Dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien


mengenai kondisi, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, resiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter
seharusnya tidak mengurangi materi memaksa pasien untuk segera
member keputusan.

c. Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju


maupun tidak setuju. Pasien tersebut harus sudah dewasa, dengan
usia 21 tahun, pasien yang dibawah 21 tahun dalam keadaan sadar,
dapat diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar dan dalam
keadaan sehat akal.

d. Bentuk persetujuan harus berdasarkan semua elemen dari


informed consent yang benar yaitu pengetahuan dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan untuk
persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman
permanen, biasanya dalam rekam medis pasien.

e. Semua informasi sudah harus diterima pasien sebelum rencana


tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi ini selayaknya
bersifat objektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan, setelah
menerima semua informasi seharusnya pasien diberi waktu untuk
berfikir dan memutuskan pertimbangannya.

f. Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan tindakan


medis bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter, apabila pasien dalam
7
kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan
tindakan dalam penyelamatan nyawa pasien. Namun prosedur
penyelamatan nyawa pasien tetap dilakukan sesuai dengan standar
pelayanan disertai profesionalisme yang tinggi (Pratita, 2013).

2.1.6. Hubungan Pasien dan Dokter

Hubungan dokter dengan pasien (HDP) merupakan hubungan


antara profesional (dokter) dengan klien (pasien). Hubungan tersebut
melandasi semua aspek praktek kedokteran baik dalam usaha
menetapkan diagnosis maupun pengelolaan pasien. Bila pasien telah
menetapkan untuk memilih seorang dokter guna menangani masalah
kedokterannya, berarti pasien menyerahkan sepenuhnya pengelolaan
penyakitnya dan yakin bahwa dokter tersebut tidak akan bertindak
tanpa persetujuannya. Kepercayaan yang diberikan pasien
merupakan amanah, sehingga dalam pengelolaan pasien, dokter
melaksanakan sesuai ilmu dan kemampuannya yang terbaik, serta
sesuai dengan kode etik kedokteran, moral, dan hukum yang berlaku
(Setyawan, 2017).

2.1.7. Hak dan Kewajiban Pasien dan Dokter

Pasal 52 Undang–Undang Praktik Kedokteran menyebutkan


bahwa hak pasien adalah mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tindakan medis yang mencakup diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif
tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Pasien
juga berhak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain,
mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak
tindakan medis serta mendapatkan isi rekam medis.

Kewajiban pasien diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang


Praktik Kedokteran yang menyebutkan bahwa pasien haruslah

8
memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya; mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter
gigi; mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima. Transaksi terapeutik yang dilakukan oleh pasien dan dokter
11 mewajibkan kedua belah pihak untuk memenuhi hak dan
kewajibannya masing-masing.

Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran menjelaskan


bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak;

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas


sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar


prosedur operasional.

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau


keluarganya.

4. Menerima imbalan jasa.

Terdapat beberapa kewajiban dokter yang diatur dalam beberapa


pasal pada Undang-Undang Praktik Kedokteran, yang
keseluruhannya jika dihimpun, maka kewajiban dokter adalah
mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran yang berkelanjutan
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang
diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran,
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP),
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk
pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang

9
diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia, melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas
dan mampu melakukannya, serta menyelenggarakan kendali mutu
dan kendali biaya (Astutik, 2017).

2.1.8. Syarat Sah Perjanjian Informed Consent

Persetujuan untuk tindakan kedokteran berdasarkan Pasal 1


angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun 2008 yang
berhak menandatangani perjanjian adalah pasien tersebut yang
berkompeten atau keluarga terdekat. Yang dimaksud keluarga
terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara kandung atau pengampunya.

Untuk pasien dalam keadaan yang tidak sadar atau pingsan dan
tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada
dalam keadaan gawat atau darurat serta memerlukan tindakan medis
yang segera karena apabila terlambat penanganannya dapat
mengakibatkan sesuatu yang fatal dalam arti cacat atau kematian,
maka tidak dibutuhkan persetujuan siapapun juga.

Keadaan tidak mampu yang dialami pasien dalam hal


persetujuan tindakan medis, berdasar Peraturan Menteri Kesehatan
No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik
menyatakan bahwa yang berhak memberikan persetujuan yaitu:

• Belum dewasa (di bawah umur 21 tahun atau belum menikah),


yang memberikan persetujuan adalah keluarga terdekatnya,

• Menderita gangguan mental dan atau sakit jiwa, yang memberikan


persetujuan adalah keluarga terdekatnya,

• Untuk pasien dalam keadaan yang tidak sadar atau pingsan dan
tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada
dalam keadaan gawat atau darurat serta memerlukan tindakan medis
yang segera, maka tidak dibutuhkan persetujuan siapapun juga.
10
Keadaan tidak mampu yang dialami pasien dalam hal
persetujuan tindakan medis, berdasarkan Undang-Undang, adalah:

a. Orang yang belum dewasa, yaitu belum berusia 18 tahun atau


belum

b. Orang dewasa tetapi di bawah pengawasan atau pengampuan


dengan alasan kurang atau tidak sehat ingatannya, pemboros, dan
kurang cerdas pikirannya atau tidak mampu mengurus
kepentingannya sendiri.

Sedangkan tidak mampu secara medis adalah:

1. Keadaan gawat darurat, dalam dunia kedokteran ada 4 hal sebagai


keadaan darurat yaitu:

• Terguncang (Shock)

• Pendarahan (hemorrhage)

• Patah tulang (fractures)

• Kesakitan (pain).

2. Pembiusan (anesthesia)

Pembiusan pada prinsipnya merupakan satu cara untuk


mempermudah operasi dengan mengurangi rasa sakit atau
menidurkan pasien hingga operasi dapat dilaksanakan dengan baik.
Pembiusan tersebut bila dikaitkan dengan Pasal 89 KUHP bahwa
membuat orang tidak berdaya (onmacht) pingsan dapt dikategorikan
sebagai tindakan kekerasan, maka untuk menghilangkan unsur
pidananya dibutuhkan persetujuan dari pasien.

3. Operasi tambahan (extended operation)

Dalam pembedahan kadang dijumpai patologi lain, yang dapat


sekaligus dilakukan operasi saat itu juga. Operasi tambahan tersebut
seharusnya tetap wajib meminta izin tersendiri kepada pasiennya.
Tetapi karena biasanya pasien dalam keadaan terbius, maka

11
persetujuannya dimintakan kepada keluarga terdekat. Apabila tidak
ada keluarga dan patologi itu akan membahayakan jiwa pasien bila
tidak diambil tindakan segera, operasi tambahan tersebut dilakukan
tanpa persetujuan pasien maupun keluarganya. Hal tersebut
dilakukan atas dasar penyelamatan jiwa pasien (Amir, 1997).

2.1.9. Proses Persetujuan Informed Consent

Menurut Guwandi proses sampai terjadinya persetujuan dan


penandatanganan formulir informed consent dapat dibagi menjadi
tiga fase, yaitu:

1. Fase Pertama

Pada saat dimana seorang pasien datang ke tempat dokter. Dengan


kedatangan pasien ke tempat dokter ini sudah dapat disimpulkan
bahwa pasien telah memberikan persetujuannya untuk dilakukan
pemeriksaan (implied consent).

2. Fase Kedua

Pada saat ini pasien sudah duduk berhadapan dengan dokter dan
dokter telah mulai melakukan anamnese terhadap pasien dan
mencatatnya dalam rekam medis pasien. Pada saat ini dapat
dikatakan sudah terjadi hubungan dokter-pasien.

3. Fase Ketiga

Dimana dokter mulai melakukan pemeriksaan fisik dan juga


kemungkinan pemeriksaan penunjang lainnya. Dokter kemudian
mengambil kesimpulan tentang penyakit pasien dan akan
memberikan pengobatan, nasihat dan anjuran termasuk tindakan
medis disertai dengan penjelasan yang cukup.

Bila pasien atau pihak yang berwenang menyetujui untuk


dilakukan tindakan medis, barulah persetujuan tersebut diberikan,
berdasar Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 5
menyatakan di dalam penjelasan bahwa yang disebut tindakan medis

12
yang beresiko tinggi adalah tindakan bedah atau tindakan invasif
lainnya. Sedangkan tindakan invasif dalam Surat Keputusan Dirjen
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Nomor HK.00.06.3.5.1866
Tahun 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medis
menyebutkan bahwa tindakan invasif adalah tindakan medis
langsung yang dapat mempengaruhi keutuhan jaringan (Guwandi,
1983).

2.1.10. Pihak-pihak yang Terkait dalam Persetujuan Tindakan Medis

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585 Tahun 1989,


pihak-pihak yang memberikan persetujuan adalah :

a) Pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan sehat


mental;

b) Orang tua atau wali bagi pasien yang belum dewasa;

c) Wali atau curator bagi pasien yang dewasa yang berada dalam
pengampuan;

d) Orang tua atau wali atau curator bagi pasien dewasa yang
menderita gangguan mental;

e) Keluarga terdekat bagi pasien yang belum dewasa dan tidak


mempunyai orang tua atau wali dan atau orang tua atau wali
berhalangan (Nasichin, 2017).

2.1.11. Macam-macam Kesepakatan Dalam Informed Consent

1. Penolakan Pemeriksaan/Tindakan

Pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya


dan mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk
menolak suatu pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun
keputusan pasien tersebut terkesan tidak logis. Kalau hal seperti ini
terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius
maka keputusan tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak
13
dengan maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk
mengklarifikasi situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali apakah
pasien telah mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan
atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya.

2. Penundaan Persetujuan

Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda


pelaksanaannya oleh pasien atau yang memberikan persetujuan
dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang
masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu
pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu
di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.

3. Pembatalan Persetujuan yang telah Diberikan

Prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan


mereka dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan
persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya
dilakukan sebelum tindakan dimulai. Selain itu, pasien harus
diberitahu bahwa pasien bertanggung jawab atas akibat dari
pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus
kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan. Kompetensi pasien
pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh
obat-obatan dapat memengaruhi kompetensi pasien dan kemampuan
dokter dalam menilai kompetensi pasien. Bila pasien dipastikan
kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya,
maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau
pengobatannya. Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat
tindakan sedang berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan
teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan bahwa
persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan
yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk
melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya

14
tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan
menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal
tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian
tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal
yang membahayakan pasien (Tohari, 2014).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi (TPP) Blok 2 akan dilaksanakan di zoom cloud
meeting.

3.2. Waktu Pelaksanaan


Waktu : 7 November 2021
Tempat : zoom clouds meeting

3.3. Subjek Tugas Mandiri


Subjek tugas mandiri pada Tugas Pengenalan Profesi (TPP) Blok 2 adalah
dokter dan pasien melalui youtube.

3.4. Alat dan Bahan


1. Alat tulis
2. Buku catatan/buku tulis
3. Laptop

3.5. Langkah-langkah Kerja


1. Melakukan observasi dengan menonton video informed consent
Tindakan medis.

15
2. Mencatat Kembali hasil observasi.
3. Membuat laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) blok2.
4. Membuat Kesimpulan.

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dalam pelaksanaan TPP ini, penulis mengobservasi 2 video berbeda.


Adapun observasi informed consent antara dokter dan pasien pada video 1.
Pada saat melakukan observasi ada seorang pasien bernama Ny. Tuti berusia
36 tahun sebagai ibu rumah tangga yang mengeluhkan telapak tangannya
kirinya yang tersayat pecahan beling kemudian dokter menyarankan untuk
menjahit sayatan tersebut. Tetapi pasien tidak mau melakukan penjahitan
tersebut karena takut sakit. Tetapi dokter memberi tahu kelebihan dan
kekurangan apabila pasien mengikuti saran dokter serta dokter memberi tahu
bahwa sebelum dijahit akan disuntik terlebih dahulu agar tidak merasakan
sakit. Sehingga pasien pun setuju untuk melakukan tindakan penjahitan dan
dokter meminta untuk menandatangani form informed consent.
Pada video ini termasuk informed consent dalam bentuk expressed
consent karena persetujuan tersebut dilakukan secara lisan dan tertulis. Dari
hasil observasi informed consent dokter-pasien diperoleh hasil pengamatan
TPP disajikan dalam tabel.

Tabel 4.1 Hasil Observasi Informed Consent

No. Item Menyebutkan/ Tidak


Melakukan Menyebutkan/
Tidak
Melakukan
1. Memperkenalkan diri dengan baik ✓
a. Memperkenalkan nama diri dokter
dengan sopan
b. Menginformasikan diri sebagai
pelaksana tindakan medis
2. Menanyakan identitas keluarga pasien
a. Menanyakan nama, umur, alamat ✓
dan hubungan kekeluargaan
dengan pasien

17
b. Mengkonfirmasi nama, umur dan ✓
alamat pasien serta tempat
perawatannya
3. Menjelaskan diagnosis yang diderita ✓
pasien
4 Menjelaskan kepada keluarga pasien ✓
jenis tindakan medis yang akan
dilakukan
a. Menjelaskan nama tindakan
b. Menjelaskan dengan bahasa yang
mudah dipahami
5. Menjelaskan keuntungan/manfaat dan ✓
kerugian/risiko dari tindakan medis
tersebut
a. Menjelaskan keuntungan/manfaat
b. Menjelaskan kerugian/risiko
tindakan medis
c. Tidak terkesan menakut-nakuti ibu
pasien
6. Menjelaskan prosedur tata laksana ✓
tindakan medis
7. Mengkonfirmasi tingkat pemahaman ✓
dari keluarga pasien/pasien
8. Memberi kesempatan kepada keluarga ✓
pasien/pasien untuk
mempertimbangkan keputusan
persetujuan
9. Dengan sopan meminta keluarga ✓
pasien/pasien untuk mengisi dan
menandatangani surat pernyataan
persetujuan tindakan medis
10. Memenuhi kaidah ✓
a. Empathy
b. Humbleness (rendah hati)
c. Truthtelling (jujur)
d. Social integrity
e. Virtue ethics/ahklak mulia
f. Win win solution

18
Adapun observasi informed consent antara dokter dan keluarga pasien
pada video 2. Observasi antara dokter dengan keluarga pasien. Pada saat
melakukan observasi ada seorang pasien Nn. Kharisma yang diantar oleh
suaminya, dimana Nn. Kharisma menderita fracture di lengan sebelah kanan.
Dokter juga menjelaskan dengan baik keuntungan dari tindakan medis yang
akan dilakukan dan akibat atau dampak jika tindakan medis itu dilakukan.
Sehingga suami pasien setuju dengan tindakan operasi yang akan dilakukan
dan bersedia mengisi dan menandatangani informed consent yang diberikan
oleh dokter.
Pada video ini termasuk informed consent dalam bentuk expressed
consent karena persetujuan tersebut dilakukan secara lisan dan tertulis. Dari
hasil observasi informed consent dokter dan keluarga pasien diperoleh hasil
pengamatan TPP disajikan dalam tabel.

Tabel 4.2 Hasil Observasi Informed Consent

No. Item Menyebutkan/ Tidak


Menyebutkan/
Melakukan
Tidak
Melakukan
1. Memperkenalkan diri dengan baik ✓
a. Memperkenalkan nama diri
dokter dengan sopan
b. Menginformasikan diri sebagai
pelaksana tindakan medis
2. Menanyakan identitas keluarga ✓
pasien
a. Menanyakan nama, umur, alamat
dan hubungan kekeluargaan
dengan pasien
b. Mengkonfirmasi nama, umur
dan alamat pasien serta tempat
perawatannya
3. Menjelaskan diagnosis yang diderita ✓
pasien
4 Menjelaskan kepada keluarga pasien
jenis tindakan medis yang akan

19
dilakukan
a. Menjelaskan nama tindakan ✓
b. Menjelaskan dengan bahasa ✓
yang mudah dipahami
5. Menjelaskan keuntungan/manfaat
dan kerugian/risiko dari tindakan
medis tersebut
a. Menjelaskan
keuntungan/manfaat ✓
b. Menjelaskan kerugian/risiko ✓
tindakan medis
c. Tidak terkesan menakut-nakuti
ibu pasien
6. Menjelaskan prosedur tata laksana ✓
tindakan medis
7. Mengkonfirmasi tingkat pemahaman ✓
dari keluarga pasien
8. Memberi kesempatan kepada ✓
keluarga pasien untuk
mempertimbangkan keputusan
persetujuan
9. Dengan sopan meminta keluarga ✓
pasien untuk mengisi dan
menandatangani surat pernyataan
persetujuan tindakan medis
10. Memenuhi kaidah ✓
a. Empathy
b. Humbleness (rendah hati)
c. Truthtelling (jujur)
d. Social integrity
e. Virtue ethics/ahklak mulia
f. Win win solution

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari observasi dengan mengamati video satu
mengenai informed consent bahwa dokter telah menjalankan informed
consent dengan baik dan benar antara dokter dan pasien/keluarga pasien.
Dokter telah melakukan langkah-langkah atau urutan informed consent
dengan benar namun ada langkah-langkah yang tidak dilakukan oleh dokter

20
seperti menanyakan nama, umur, alamat, dan hubungan kekeluargaan
dengan pasien.
Berdasarkan hasil dari observasi dengan mengamati video dua
mengenai informed consent bahwa dokter telah menjalankan informed
consent dengan cukup baik dan benar antara dokter dan pasien/keluarga
pasien. Dokter telah melakukan langkah-langkah atau urutan informed
consent dengan benar namun ada beberapa langkah-langkah yang tidak
dilakukan oleh dokter seperti menjelaskan keuntungan atau manfaat dari
tindakan medis, menjelaskan prosedur tata laksana tindakan medis, dan
mengkonfirmasi tingkat pemahaman dari keluarga pasien.
Menurut Setyawan (2017) bahwa prosedur pelaksanaan pemberian
informasi informed consent:
Mengucapkan Salam :
- Memperkenalkan diri
- Menanyakan identitas pasien
- Menjelaskan diagnosis yang diderita pasien
- Menjelaskan tindakan medis yang akan dilakukan
- Menjelaskan prosedur tata laksana tindakan medis
- Mengkonfirmasi tingkat pemahaman dari keluarga pasien
- Memberi kesempatan bagi keluarga pasien untuk mempertimbangkan
keputusan
- Meminta keluarga pasien mengisi dan menandatangani surat pernyataan
persetujuan tindakan medis
- Memenuhi kaidah (Empathy, Humbleness (rendah hati), Truthtelling (jujur),
Social integrity, Virtue ethics/ahklak mulia, Win win solution)
Pada saat melakukan informed consent dokter melakukan informed
consent secara tertulis dimana pasien mengisi formulir dan menandatangani
surat informed consent dengan pasien yang akan melakukan tindakan medis.
Berdasarkan video yang kami amati bentuk informed consent pada video
tersebut adalah jenis video dan expressed consent.

21
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Informed Consent adalah persetujuan oleh pasien yang di mana
persetujuan itu diberikan ketika telah mendapat informasi mengenai
tindakan penyembuhan yang telah disampaikan oleh dokter (Jayajendra
dan Indrawati, 2020).
Menurut Setyawan (2017) bahwa prosedur pelaksanaan pemberian
informasi informed consent:
Mengucapkan Salam :
- Memperkenalkan diri
- Menanyakan identitas pasien
- Menjelaskan diagnosis yang diderita pasien
- Menjelaskan tindakan medis yang akan dilakukan
- Menjelaskan prosedur tata laksana tindakan medis
- Mengkonfirmasi tingkat pemahaman dari keluarga pasien
- Memberi kesempatan bagi keluarga pasien untuk mempertimbangkan
keputusan
- Meminta keluarga pasien mengisi dan menandatangani surat pernyataan
persetujuan tindakan medis
- Memenuhi kaidah (Empathy, Humbleness (rendah hati), Truthtelling
(jujur), Social integrity, Virtue ethics/ahklak mulia, Win win solution)
2. Cara pelaksanaan informed consent antara dokter dan pasien dalam video
sudah baik dan benar karena adanya komunikasi efektif antara dokter dan
pasien. Dokter menjelaskan diagnosis kepada pasien dengan bahasa yang
mudah di pahami dan jelas. Kemudian dokter mengkonfirmasi lagi
pemahaman pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pada pasien tanpa adanya paksaan.
3. Ada dua bentuk Informed consent yaitu: (1) dengan pernyataan
(expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written); (2)
dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau
normal dan dalam keadaan gawat darurat.

23
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau
tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan
tindakan yang biasa. Implied consent adalah persetujuan yang diberikan
pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas.
4. Isi dari informed consent adalah identitas pasien atau keluarga pasien,
kalimat izin persetujuan pasien untuk dokter melakukan tindakan medis,
tanda tangan pasien dan keluarga pasien, tanda tangan dokter yang
merawat, dan tanggal serta waktu pengisian informed consent.

5.2. Saran
1. TPP sebaiknya dilakukan secara langsung tidak melalui video agar
mahasiswa dapat melihat langsung dan dapat mengobservasi langsung
kegiatan yang sedang diamati seperti informed consent ini.
2. Pada saat mengerjakan laporan TPP ini terdapat kendala seperti
gangguan jaringan sinyal pada saat diskusi, sehingga komunikasi antara
mahasiswa dan dokter kurang efektif yang menyebabkan informasi yang
di dapat kurang jelas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Appulembang, I., 2017. Provision of Informed Consent towards the Level of


Anxiety in Pre-operative Patients at Mamuju District Public
Hospital. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National
Public Health Journal), 12(1), 33-37.

Astutik, A., Standar Pelayanan Medis Nasional sebagai Bentuk Pembatasan


Otonomi Profesi Medis. Halu Oleo Law Review, 1(2), 252-277.

Busro, A., 2018. Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent)
Dalam Pelayanan Kesehatan. Law, Development and Justice Review,
1(1), 1-18.

Chaeria, Y., Busthami, D. and Djanggih, H., 2020. Implikasi Kedudukan Tenaga
Medis (Informed Consen) Terhadap Pertanggungjawaban Rumah
Sakit. Petitum, 8(1 April), 1-19.
J. Guwandi. 1983. Dokter dan Hukum. Jakarta: PT. Monell.
J. Guwandi. 2003. Informed Consent dan Informed Refusal. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran UI
Jayarajendra, A.A.G., Indrawati, A.A.S., 2020. Informed Consent Dalam
Penanganan Pasien Penyandang Disabilitas Mental. Jurnal Kertha
Semata, 8(3), 397-412.

Nasichin, M., 2017. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


Antara Pihak Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik Dengan Pasien
Operasi Caesar Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang No 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jurnal Pro Hukum: Jurnal
Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 6(1).

Octaria, H. and Trisna, W.V., 2016. Pelaksanaan Pemberian Informasi dan


Kelengkapan Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah
Bangkinang (RSUD Bangkinang). Jurnal Kesehatan Komunitas,
3(2), 59-64.

25
Pakendek, A.P.A., 2010. Informed consent dalam pelayanan kesehatan. Al-Ihkam:
Jurnal Hukum dan Pranata Sosial, 5(2), 309-318.

Setyawan, F.E.B., 2017. Komunikasi Medis: Hubungan Dokter-Pasien. Magna


Medika : Berkala Ilmiah Kedokteran dan Kesehatan, 1(4), 51-57.

Tohari, H. 2014. Informed Consent Pada Pelayanan Sirkumsisi. Jurnal Kesehatan.


Universitas Diponegoro. Semarang.

Wahyuni, C.I.D., Laskarwati, B. and Al Qulub, N.M., 2020. Informed Consent in


Health Services: How are the Patients' Rights Protected?. Journal of
Law and Legal Reform, 1(4), 591-604.

26
LAMPIRAN

Gambar 1. Mengamati video 1 informed consent

Gambar 2. Mengamati video 2 informed consent

27
28

Anda mungkin juga menyukai