SKENARIO 2
Dosen Pengampu: Dr. drg. Suci Erawati, M.Kes
Disusun oleh:
Kelompok 3
Icha amanda hasturi lubis (223308010018)
Ishfahani Suriadi Ishak (223308010013)
Insan munawar batubara (223308010019)
Tiara Salsabila Putri (223308010022)
Reza Sembiring (223308010031)
Nabilla Anatasya Syahputri (223308010024)
Sonia salsabila Pohan (223308010043)
Ramijat Ryachudu Sitorus (223308010032)
Yinka Mutiara Annisa (223308010006)
Salsabila razmi harahap (223308010003)
Dalilah Fadia Putri (223308010005)
Dalam makalah ini, kami akan menggali lebih dalam tentang skenario
yang berkaitan dengan malpraktik kedokteran gigi, sebuah isu yang
mempengaruhi kepercayaan publik dan kualitas layanan kesehatan gigi secara
keseluruhan. Malpraktik dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari
kesalahan diagnosa hingga kesalahan prosedur medis yang berpotensi mengancam
nyawa pasien.
Melalui skenario kali ini, kami berharap dapat memberikan wawasan yang
komprehensif tentang penyebab, konsekuensi, dan langkah-langkah pencegahan
terkait malpraktik kedokteran gigi. Kami akan menganalisis studi kasus, peraturan
hukum, dan perspektif etis yang berkaitan dengan isu ini, dengan tujuan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya praktik yang bertanggung jawab dan
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran gigi.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
dengan prosedur yang diusulkan, alternatif perawatan yang ada, dan konsekuensi
yang mungkin terjadi jika mereka memilih atau menolak tindakan medis tertentu.
1.3 Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2. Malpraktik merupakan setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter,
oleh karena melakukan pekerjaan kedokteran di bawah standar yang
sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat di lakukan oleh
setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama.
3. Malpraktik merupakan setiap kesalahan profesional diperbuat oleh
dokter, yang di dalamnya termasuk kesalahan karena perbuatan yang
tidak masuk akal serta kesalahan karena keterampilan ataupun
kesetiaan yang kurang dalam menyelanggarakan kewajiban atau dan
ataupun kepercayaan profesional yang dimilikinya.
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
komplikasi yang mungkin terjadi, serta prognosisnya (Oktarina, 2010).
Dalam kasus ini, tindakan Dokter Gigi C untuk langsung melakukan
pencabutan gigi tanpa memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menandatangani informed consent menunjukkan kegagalan dalam
memenuhi kewajiban ini.
Kasus ini menunjukkan pentingnya dokter gigi mematuhi prinsip
informed consent dalam praktik mereka. Dokter gigi harus secara aktif
berkomunikasi dengan pasien, menjelaskan dengan jelas tentang prosedur
yang diusulkan, risiko yang terkait, dan alternatif perawatan yang ada.
Rekomendasi praktis yang dapat diambil dari kasus ini termasuk
peningkatan pelatihan dan kesadaran dokter gigi terkait dengan pentingnya
informed consent, penerapan prosedur formal untuk memperoleh informed
consent dari pasien, dan perluasan pengetahuan hukum kesehatan dalam
praktik sehari-hari.
Pertama, pasien atau keluarga pasien sebaiknya berkonsultasi
dengan pengacara yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang
hukum kesehatan. Pengacara tersebut akan membantu memahami hak-hak
pasien, menganalisis bukti dan faktor-faktor hukum yang terkait dengan
kasus, serta memberikan nasihat hukum yang tepat.
Keluarga pasien harus mengumpulkan dan mempertahankan semua
dokumen dan bukti terkait dengan kasus ini. Ini mungkin termasuk catatan
medis, hasil pemeriksaan, bukti bahwa informed consent tidak diberikan,
dan bukti adanya kerugian atau kematian pasien. Bukti-bukti ini akan
menjadi dasar untuk membangun klaim malpraktik yang kuat.
Keluarga pasien dapat melaporkan tindakan yang diduga sebagai
malpraktik kepada otoritas yang berwenang, seperti Dewan Kedokteran
atau Badan Pengawas Kesehatan setempat. Otoritas ini akan melakukan
penyelidikan terhadap klaim dan dapat mengambil tindakan disipliner
terhadap dokter gigi yang terlibat jika terbukti melakukan pelanggaran.
Keluarga pasien dapat mempertimbangkan untuk mengajukan
gugatan malpraktik melalui pengadilan. Dalam hal ini, pengacara akan
9
membantu mempersiapkan gugatan, melibatkan ahli medis untuk
memberikan kesaksian ahli, dan memperjuangkan hak-hak pasien di
pengadilan. Gugatan dapat mencakup klaim atas pelanggaran informed
consent, kerugian fisik atau psikologis yang ditimbulkan, dan klaim atas
kehilangan nyawa.
10
tindakan yang dilakukan oleh dokter Gigi C, memberikan nasihat hukum
yang sesuai, serta membantu dalam menghadapi tuntutan malpraktik yang
diajukan oleh keluarga pasien. Dasar-dasar hukum yang memberikan
perlindungan hukum terhadap dokter dalam menjalankan profesi
kedokteran apabila terjadi dugaan malpraktek terdapat dalam Pasal 50
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU
RI, 2004), pasal 27 ayat (1) dan pasal 29 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU RI, 2009). Perlindungan hukum
tersebut tidak seperti konsep perlindungan ilmu exact yang selalu dapat
terukur (Sutrisno, Hartini & Erika, 2020).
Dokter Gigi C perlu melakukan evaluasi terhadap tindakan yang
dilakukan, termasuk dalam hal memberikan informed consent kepada
pasien. Mengkaji apakah tindakan tersebut sesuai dengan standar
profesional yang berlaku di bidang kedokteran gigi akan membantu dokter
Gigi C dalam mempertahankan posisinya dalam proses hukum yang akan
dihadapi. Dokter Gigi C sebaiknya bersedia berkooperasi dalam
investigasi yang mungkin akan dilakukan oleh otoritas yang berwenang,
seperti Dewan Kedokteran atau Badan Pengawas Kesehatan. Hal ini
meliputi memberikan keterangan yang jujur dan lengkap mengenai
kejadian tersebut serta memberikan tanggapan yang baik terhadap
keluarga pasien yang telah mengajukan tuntutan. Dalam upaya
menghindari proses hukum yang panjang dan mahal, dokter Gigi C dapat
mempertimbangkan opsi mediasi atau penyelesaian alternatif lainnya
dengan keluarga pasien. Mediasi merupakan proses di mana pihak-pihak
yang terlibat bertemu dengan mediator yang netral untuk mencapai
kesepakatan damai. Langkah ini dapat membantu meredakan konflik yang
terjadi.
Secara umum dokter gigi sudah mengetahui aturan batasan
kewenangan dalam melakukan perawatanngigi terutama dibidang
ortodonti, namun tetap melanggar aturan tersebut. Dengan tanpaaadanya
kompetensi dan kewenangan yanggdimiliki dokter gigi serta tidak
11
dilakukan rujukan kepada dokter gigi spesialis ortodonti yang lebih
berkompetensi, dokter gigi tersebut dapat dikenakan sanksi disiplin dan
dapat dikenai pertanggungjawaban secaraapidana. Pemangku kepentingan
harus melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkesinambungan,
hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan
oleh sebab pelayanan kesehatan yang diberikannya, misalnya terjadinya
malpraktek (Sutrisno, Hartini & Erika, 2020).
12
DAFTAR PUSTAKA
Sutrisno, E., Hartini, I., & Erika. (2020). PERLINDUNGAN HUKUM DALAM
MALPRAKTIK UNTUK PELAYANAN KESEHATAN GIGI. Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia.
13