Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS TINDAKAN MEDIS DOKTER TERHADAP PASIENNYA YANG

MENIMBULKAN KEMATIAN PASIEN (STUDI KASUS PUTUSAN


MAHKAMAH AGUNG NO. 365/ PID/2012/MA)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Asuransi dan Hukum Kesehatan

Disusun Oleh:

dr. Indah Permata Sari

dr. Irhamni Istiqomah

dr. Khotimah Dwi Safitri

dr. Kristina

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT

ARS UNIVERSITY BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Alloh Swt yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, maka pada hari ini paper yang berjudul “ANALISIS TINDAKAN
MEDIS DOKTER TERHADAP PASIENNYA YANG MENIMBULKAN
KEMATIAN PASIEN (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.
365/ PID/2012/MA)” dapat diselesaikan. Secara garis besar, makalah ini berisi
tentang hal yang berhubungan dengan penolakan klaim asuransi kesehatan. Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
kemajuan selanjutnya.

Bandung, September 2023

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah.........................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................5

A. Asuransi.............................................................................................................5

BAB III ANALISA KASUS......................................................................................12

A. Analisis Kasus.................................................................................................12

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................17

A. Kesimpulan......................................................................................................17

B. Saran................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian malpraktek tidak tercantum dalam ketentuan khuhus, tetapi yang dapat kita
jumpai adalah pengertian kealpaan (kelalaian) menurut doktrin, schuld yang sering
diterjemahkan dengan “kesalahan” terdiri atas:

a. Kesengajaan, dan
b. Kealpaan (kelalaian)

Kedua hal tersebut dibedakan, “kesengajaan” adalah dikehendaki, sedangkan “kealpaan”


adalah tidak dikehendakinya. Umumnya para pakar sependapat bahwa “kealpaan” adalah
bentuk kesalahan yang lebih ringan dari “kesengajaan”. Itulah sebabnya, sanksi atau ancaman
hukum terhadap pelanggaran norma pidana yang dilakukan dengan dengan “kealpaan” lebih
ringan.

Simons menerangkan “kealpaan” dapat diartikan yaitu tidak berhati-hati melakukan


sebuah perbuatan, di samping dapat menduga akibat-akibat perbuatan itu. Namun, meskipun
suatu perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin terjadi kealpaan jika yang
berbuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu akibat
yang dilarang undang-undang. Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap melakukan
perbutan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat di dug Anya
akibat itu lebih dahulu oleh sipelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak
dapat diduga lebih dahulu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan.

Meskipun demikian dokter adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dalam
menjalankan profesinya, baik yang dilakukan secara sengaja (dolus) maupun tidak sengaja
(lalai, culpa). Sehingga terkadang niat untuk menolong dan menyembuhkan penyakit seorang
pasien tidak selalu dapat berhasil dengan baik yang berakibat cacat bahkan kematian pasien

1
disebabkan baik dari tingkat kecerdasannya tinggdi sehingga bersikap lebih kritis atau karena
ketidak tahuannya terhadap pelayanan yang diberikan dokter. Pada umunya terjadi
miskonsepsi yang menganggap setiap kegagalan praktek medis tersebut sebagai akibat
adanya tindakan dokter yang dapat dikategorikan sebagai malpraktik medis atau akibat
kelalaian medis dan akibatnya pasien yang merasa tidak puas dan mengadukan/melaporkan
kasus tersebut melalui jalur hukum.

Masalah malpraktik dalam pelayanan kesehatan pada akhir-akhir ini mulai ramai
diperbincangkan masyarakat dari berbagai golongan. Hal ini di tunjukan banyaknya
pengaduan kasus-kasus malpraktik yang diajukan masyarakat terhadap profesi kedokteran
yang dianggap telah merugikan pasien dalam melakukan perawatan. Sebenarnya dengan
meningkatnya jumlah pengaduan ini membuktikan bahwa masyarakat mulai sadar akan
haknya dalam usaha untuk melindungi dirinya sendiri dari tindakan pihak lain yang
merugikan.

Dalam undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan baik Undang-Undang Nomor 29


Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maupun Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak ada satu katapun yang
mengatur atau yang menjelaskan tentang pengertian malpraktek.

Berdasarkan coughlin’s law dictionary, malprakatik adalah sikap tidak professional yang
salah dari seseorang yang berprofesi, seperti dokter, perawat, ahli hukum, akuntan, dokter
gigi, dokter hewan dan sebagainya. Malpratik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang
beersifat tidak peduli, kelalaian, atau kekurangan keterampilan atau kehati-hatian dalam
pelaksanaan keawajiban profesinya, tindakan salah yang sengaja atau praktek yang besifat
tidak etis. Berdasakan pengertian tersebut, malpraktik bisa terjadi pada semua profesi baik
perawat, dokter, atau profesi yang lain.

Pengertian malpraktik secara umum menyebutkan adanya kesembronoan (professional


miscounduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of skill)
yang diukur dengan derajat ilmiah yang lazimnya dipraktikan pada setiap situasi dan kondisi
di dalam komunitas yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.

2
Ketentuan perbuatan pidana terhadap kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan dokter
yang menyebabkan kematian pada pasien terdapat dalam Pasal 359 Jis. Pasal 361 KUHP,
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan
Hukum Pidana yang mengatakan:

a. Pasal 359 mengatakan “barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)


menyebabkan orang lain mati diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun”.
b. Pasal 361 mengatakan “jika kejahatan diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana tambahan denga sepertiga
dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim memerintahkan supaya putusannya diumumkan”.
c. Pasal 55 Ayat (1) mengatakan “dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. mereka
yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan; 2.
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan”.

Salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan malpraktek yang berupa kelalaian
oleh tenaga dokter bahwa pada hari Sabtu tanggal 10 April 2010 pada waktu kurang lebih
pukul 22.00 WITA atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di
ruangan operasi Rumah Sakit Umum Prof.Dr.R.D. Kandouw Malalayang Kota Manado
telah terjadi kealpaan menyebabkan matinya pasien dengan kronologisnya sebagai
berikut. Bahwa terdakwa I dengan inisial “DA”, terdakwa II berinisial “HS”, dan
terdakwa III berinisial “HS” sebagai dokter Rumah Sakit Prof.Dr.R.D Kandouw
Malalayang melakukan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban berinsial
“SM” dan kemudian terjadi emboli udara yang masuk kedalam bilik kanan jantung yang
menghambat darah masuk keparu-paru kemudian terjadi kegagalan fungsi paru-paru dan
selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung sehingga menyebabkan kematian
terhadap pasien. Para terdakwa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (terdakwa I) dr. Hendry

3
Simanjuntak (terdakwa II) dr. Hendy Siagian ( terdakwa III) dinyatakan bersalah
melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana Pasal 359 jo
Pasal 55 ayat 1. Terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 10 (sepuluh)
bulan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah dalam
bentuk proposal yang berjudul “Penerapan Pidana terhadap Kelalaian yang Dilakukan
oleh Dokter yang Menyebabkan Kematian Pada Pasien (Perkara Nomor 365 K
/Pid/2012/MA)”

A. RUMUSAN MASALAH
Agar tercapai tujuan dari penulisan makalah ini, maka kami merumuskan persmasalahan
sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan pidana terhadap kelalaian yang dilakukan oleh dokter yang
menyebabkan kematien pada pasien perkara Nomor 365 K/ Pid/ 2012/ MA ?
2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak
pidana yang menyebabkan kematian pada pasoien perkara Nomor 365 K/ Pid/ 2012/
MA ?

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum Malpraktek

1. Pengertian Malpraktek

Malpraktek dari sudut harfiah malapraktik atau malpractice, atau malapraxis


artinya praktik yang buruk (bad practice) atau praktik yang jelek. Malpraktek
(malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik atau praktek.
Istilah malpraktik yang sudah sangat dikenal oleh para tenaga kesehatan sebenarnya
hanyalah merupakan suatu bentuk Medical Malpractice, yaitu Medical Negligence
yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Kelalaian Medik (Fitriono, 2016).

Malpractice diartikan kealpaan profesi. Malpraktik kedokteran adalah istilah


hukum ( Kartono Muhamad ), yang artinya praktik kedokteran yang buruk atau jelek,
karena salah atau menyimpang dari yang semestinya dan lain sebagainya (Ardhani,
2020)

2. Unsur- Unsur Malpraktek

Malpraktek terdiri dari 4 (empat) unsur yang harus ditetapkan untuk


membuktikan bahwa malpraktek atau kelalaian telah terjadi yaitu (Rokayah, 2022)

a. Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan


kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.

5
b. Tidak melaksanakan kewajiban (Dereliction of that duty) : pelanggaran
terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari
apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya
c. Sebab-akibat (Direct causation): pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami pasien.
d. Cedera (Damage) : seseorang mengalami cedera atau kerusakan yang
dapat dituntut secara hukum.
Malpraktek merupakan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam menjalankan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
medik, sehingga pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Dari
definisi tersebut, dapat ditarik unsur-unsur malpraktek sebagai berikut :
a. Adanya kelalaian
Kelalaian adalah kesalahan yang terjadi karena kurang kehati-hatian,
kurangnya pemahaman, serta kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan
akan profesinya, padahal diketahui bahwa mereka dituntut untuk selalu
mengembangkan ilmunya.
b. Dilakukan oleh Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,
Tenaga Kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan,
tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga
keterampilan fisik, dan tenaga keteknisan medis. Yang dimaksud
tenaga medis adalah dokter atau dokter spesialis.
c. Tidak sesuai standar pelayanan medik
Standar pelayanan medik yang dimaksud adalah standar pelayanan
dalam arti luas, yang meliputi standar profesi dan standar prosedur
operasional.
d. Pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia

6
Adanya hubungan kausal bahwa kerugian yang dialami pasien
merupakan akibat kelalaian tenaga kesehatan. Kerugian yang dialami
pasien yang berupa luka (termasuk luka berat), cacat, atau meninggal
dunia merupakan akibat langsung dari kelalaian tenaga kesehatan
1. Aspek Hukum Malpraktik
Tenaga Kesehatan yang didakwa telah melakukan kesalahan profesi,
hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak
memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya
kesalahan. Suatu tindakan medis tidak bertentangan dengan hukum apabila
dipenuhi ketiga syarat berikut (Wiradharma, 2014):
a. Mempunyai indikasi medis ke arah suatu tujuan perawatan yang
kongkret;
b. Dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran,
dan;
c. Telah mendapat persetujuan pasien.
Aspek hukum malpraktek terdiri dari 3 (tiga) hal yaitu sebagai berikut
(Wiradharma, 2014) :
a. Penyimpangan dari standar Profesi Medis;
b. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun
kelalaian ;
c. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang
menimbulkan kerugian materiil atau non materiil maupun fisik atau
mental
Jenis-jenis malpraktek menurut Syahrul Machmud (2008) adalah
Malpraktek Etik dan Yuridis. Malpraktek Etik adalah dokter melakukan
tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran, sedangkan etika
kedokteran yang dituangkan dalam kode etik kedokteran Indonesia
(KODEKI) merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma

7
yang berlaku untuk dokter. Malpraktek Yuridis terbagi menjadi malpraktek
administrasi, malpraktek perdata, dan malpraktek pidana.
a. Malpraktek dalam hukum administrasi atau Administrative
Malpractice jika dokter melanggar hukum tata usaha Negara.
b. Malpraktek dalam Hukum Perdata atau Civil malpractice jika dokter
tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati.
c. Malpraktek dalam hukum pidana (criminal malpraktek) jika perbuatan
yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi rumusan undang-
undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan
positif (melakukan sesuatu) maupun perbuatan negatif (tidak
melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus),
dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) berupa
kesengajaan atau kelalaian

A. Dasar Hukum Perlindungan Terhadap Pasien


Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK), maka hukum positif yang berlaku bagi Perlindungan
konsumen adalah UUPK. Namun dalam Pasal 64 Tentang Aturan Peralihan,
dinyatakan bahwa: “Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini
diungkapkan secara khusus dan atau/ atau tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam undang-undang”.
Penjelasan Pasal 64 tersebut dicantumkan beberapa peraturan perundang-
undangan yang dimaksud diantaranya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Dengan demikian maka dalam mengimplementasikan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai perlindungan hukum bagi
pasien selaku konsumen jasa pelayanan kesehatan, berlaku pula Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun

8
2004 Tentang Praktik Kedokteran dan berbagai peraturan perundang-undangan
lainnya termasuk pula Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor:
434/MENKES/SK/X/1993 Tentang Pengesahan Dan Pemberlakuan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.

B. Tanggung Jawab Hukum Akibat Kelalaian Tindakan Profesional


Didasarkan ketentuan Buku III KUH Perdata Tentang Perikatan, tindakan
medis yang dilakukan dokter adalah merupakan pelaksanaan kewajiban hukum
dokter dalam menjalankan profesinya. Perikatan yang dibuat antara dokter dan
pasien pada hakikatnya merupakan perikatan untuk melakukan sesuatu prestasi.
Akan tetapi, tanggung jawab karena kesalahan dalam hukum perdata tidak hanya
cukup ditentukan oleh ada tidaknya pelanggaran kewajiban hukum yang telah
dilakukan dokter, tetapi juga adanya kerugian akibat dari pelanggaran yang
terjadi. Untuk itu, perlu dibuktikan adanya hubungan kausal antara kesalahan
dengan kerugian yang ditimbulkannya. Apabila tidak dapat dibuktikan adanya
hubungan kausal tersebut, berarti tidak terjadi kesalahan atau kelalaian dalam
tindakan medis.
Didasarkan prinsip pertanggungjawaban hukum perdata, setiap orang yang
bersalah melakukan kelalaian sehingga menimbulkan kerugian pada orang lain,
maka ia wajib mengganti kerugian. Kelalaian yang dilakukan dapat sesuatu
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata tentang subjek
perikatan.
Tindakan medis yang menyebabkan kerugian kepada orang lain bukan
hanya merupakan pelanggaran kewajiban diri sendiri, tetapi juga merupakan
pelanggaran terhadap hak orang lain. Perbuatan tersebut dapat dikategorikan
sebagai perbuatan melanggar hukum, dengan dibuktikan adanya kesalahan yang
dapat diukur secara objektif dan subjektif. Akan tetapi, ganti kerugian karena
adanya kesalahan didasarkan perbuatan melawan hukum, tidak ditemukan
pengaturannya secara khusus di dalam Buku III KHU Perdata. Akan tetapi,

9
ketentuan yang mengatur tentang penggantian biaya, rugi, dan bunga karena
tidak dipenuhi suatu perikatan dalam Pasal 1243-1248 KUH Perdata dapat
diterapkan dalam perbuatan melawan hukum.

Malpraktek kedokteran bisa masuk lapangan hukum pidana, jika


memenuhi syarat-syarat tertentu dalam tiga aspek, antara lain: 1) syarat dalam
perlakuan medis; 2) syarat dalam sikap batin dokter; dan 3) syarat mengenai hal
akibat.
Syarat perlakuan medis adalah perlakuan medis yang menyimpang. Syarat
sikap batin adalah syarat sengaja atau culpa dalam perlakuan medis. Syarat
akibat adalah syarat timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa pasien
(Widhiantoro, 2021).
Kesalahan profesional yang perlu dibuktikan dalam pertanggungjawaban
pidana biasanya dihubungkan dengan masalah :
1. Kelalaian;
2. Persetujuan dari pasien yang bersangkutan.
Kelalaian dalam hukum pidana (culpa) dalam tingakatan culpa levessima
(kealpaan ringan) dan culpa lata (kealpaan kasar), memiliki dua unsur, yaitu:
1. Kemungkinan pendugaan terhadap akibat.
2. Tidak hati-hati mengenai apa yang diperbuat atau tidak diperbuat.
Pembuktian adanya culpa (kealpaan) dalam hukum pidana terdiri dari dua
unsur :
1. Pelaku adalah dokter yang harus dapat menduga akibat dari tindakannya.
2. Tindakan dokter dalam melakukan penelitian kedokteran, dengan
menggunakan pasien sebagai subjeknya tidak dengan hati-hati atau lalai.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pertanggungjawaban pidana
dapat dijerat dalam Pasal 90, Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan (2) serta Pasal 361

10
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Salah satunya Pasal 360 KUHP
menyebutkan:
a. Barangsiapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun.
b. Barang siapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
jabatan atau pekerjaannya sementara, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya Sembilan bulan atau pidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya enam bulan atau pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima
ratus rupiah.
Di dalam pasal 90 KUHP dijelaskan mengenai luka berat atau luka parah
yakni :

1) Penyakit atau luka yang tidak boleh diharap akan sembuh lagi dengan
sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka atau sakit
bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali dengan sempurna dan tidak
mendatangkan bahaya maut itu bukan luka berat.

2) Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan. Kalau
hanya buat sementara saja bolehnya tidak cakap melakukan pekerjaannya itu
tidak masuk luka berat. Penyanyi misalnya jika rusak kerongkongannya,
sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya itu masuk luka berat.

3) Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu pancaindera.

4) Verminking atau cacat sehingga jelek rupanya.

5) Verlamming (lumpuh) artinya tidak bisa menggerakkan anggota badannya.

6) Pikirannya terganggu melebihi empat minggu. Menggugurkan atau


membunuh bakal anak kandungan ibu.

11
Sehubungan dengan aturan tindak pidana malpraktik maka diperlukan
pembuktian terhadap tindak pidana malpraktik tersebut. Pembuktian dalam hal
malpraktik merupakan upaya untuk mencari kepastian yang layak melalui
pemeriksaan dan penalaran hukum tentang benar tidaknya peristiwa itu terjadi
dan mengapa peristiwa itu terjadi. Jadi tujuan pembuktian ini adalah untuk
mencari dan menemukan kebenaran materiil, bukan mencari kesalahan terdakwa.
Di dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan tidak
dicantumkan pengertian tentang Malpraktek, namun di dalam Ketentuan Pidana
pada Bab XX diatur di dalam Pasal 190 yang berbunyi:
1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau
Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya

kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga

kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

12
BAB III

ANALISIS KASUS

Pada hari Sabtu tanggal 10 April 2010, pada waktu kurang lebih pukul 22.00
WITA bertempat di Ruangan Operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw
Malalayang Kota Manado. dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr.
HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa
III) sebagai dokter pada Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado melakukan
operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban SISKA MAKATEY yaitu pada
saat korban SISKA MAKATEY sudah tidur terlentang di atas meja operasi kemudian
dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan sekitarnya, selanjutnya
korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan operasi dan saat itu korban
telah dilakukan pembiusan total.
Bahwa pada saat sebelum operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban
dilakukan, Para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga korban
tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat
terjaditerhadap diri korban jika operasi CITO SECSIO SESARIA tersebut dilakukan
terhadap diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi
CITO SECSIO SESARIA terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan
penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dianestesi
sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka 160/dan pada waktu kurang lebih pukul 20.10
WITA, hal tersebut telah disampaikan oleh saksi dr. HERMANUS J. LALENOH, Sp.
An. pada bagian Anestesi melalui jawaban konsul. Berdasarkan hasil rekam medis
bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou

13
Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah
berat.
Akibat perbuatan dari Para Terdakwa, korban SISKA MAKATEY meninggal
dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan ditandatangani
oleh dr. JOHANNIS F. MALLO, SH. SpF. DFM. Para Perbuatan terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP JO. Pasal 361
KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Setelah dilakukan pengecekan dan pengumpulan barang bukti putusan
Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/ PN.MDO tanggal 18 September
2012 yaitu menyatakan Menyatakan Para Terdakwa : dr. DEWA AYU SASIARY
PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr.
HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain”. Menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa : dr. DEWA AYU
SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II)
dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing
selama 10 (sepuluh) bulan.
Pada kasus ini tuntutan yang diberikan pada KUHP 359 berbunyi “Barang
siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun”. Pada Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan
yang mengakibatkan kematian, dimana kematian bukanlah yang dituju atau
dikehendaki . Dalam hal ini, harus ada tiga unsur lagi yang merupakan rincian dari
kalimat “menyebabkan orang lain mati”, yaitu:
1) Harus ada wujud perbuatan tertentu;
2) Adanya akibat berupa kematian;
3) Adanya causal verband antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.

14
Kemudian terdakwa dituntut juga pada Pasal 361 KUHP menyatakan:
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan sesuatu
jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu boleh ditambah sepertiganya, dan dapat dijatuhkan
pencabutan hak melakukan pekerjaan, yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu,
dan hakim dapat memerintahkan pengumuman putusannya”.

Pasal tersebut merupakan pasal pemberatan pidana berlaku bagi pelaku dalam
menjalankan suatu jabatan. Pihak yang dapat dikenakan pasal ini misalnya dokter, bidan, dan
ahli obat yang masing-masing dianggap harus lebih berhati-hati dalam melakukan
pekerjaannya. Berdasarkan pasal tersebut, dokter yang telah menimbulkan cacat atau
kematian yang berkaitan dengan tugas atau jabatan atau pekerjaannya, maka Pasal 361
KUHP memberikan ancaman pidana lebih berat. Pada pasal 55 ayat 1 menjelaskan
dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut


serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana
atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.

Dalam kasus ini , hal-hal yang dipertimbangkan yaitu :


1. Berdasarkan hasil rekam medis No. No. 041969 yang telah dibaca oleh saksi
ahli dr. ERWIN GIDION KRISTANTO, SH. Sp.F. bahwa pada saat korban
masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan
umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.
2. Para Terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap
korban dilakukan, Para Terdakwa tanpa menyampaikan kepada pihak
keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban

15
3. Perbuatan Para Terdakwa melakukan operasi terhadap korban Siska Makatey
yang kemudian terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung
yang menghambat darah masuk ke paru-paru kemudian terjadi kegagalan
fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung;
4. Perbuatan Para Terdakwa mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya
korban

16

Anda mungkin juga menyukai