Anda di halaman 1dari 11

MALPRAKTIK KESEHATAN DITINJAU DARI HUKUM

ADMINISTRASI
MAKALAH
Hukum Administrasi Negara Dan Pelayanan Publik
Pengampu:
Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH. Mhum.

Oleh :
Aulia Insani Wisudana, S.Keb, Bd.
NPM:15.1003741010307

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
kepada kita sekalian. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasullullah
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya, Amin.
Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan tugas dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara
dan Pelayanan Publik dengan judul “Malpraktik Kesehatan Ditinjau Dari Hukum Administrasi”.
Makalah ini disusun berdasarkan apa yang Penulis dapat dari dosen dan sumber–sumber literatur lain
yang relevan. Namun demikian Penulis menyadari jika adanya kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini
dan oleh karena kekurangan itu untuk dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen
pengampu.
Cukup sekian yang dapat Penulis ungkapkan dalam kata pengantar ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita
sekalian.
Demikian dan terima kasih.

Semarang, Juli 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah sebuah negara hukum, hal tersebut telah ditegaskan dalam pasal 1
ayat (3) UUD 1945. Dalam sebuah negara hukum terdapat pengakuan terhadap jaminan hak-
hak asasi manusia yang secara tegas dilindungi oleh konstitusi. Tujuan dari hukum adalah
untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu hukum bertujuan
mengatur masyarakat agar bertindak tertib dalam pergaulan hidup secara damai, menjaga
agar masyarakat tidak bertindak anarki dengan main hakim sendiri dan menjamin keadilan
bagi setiap orang akan hak-haknya sehinggga tercipta masyarakat yang teratur, bahagia, dan
damai.

Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia
adalah melundungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk
mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya secara maksimal untuk memberikan
perlindungan terhadap seluruh warga negara dalam berbagai bidang kehidupan. Selain
tujuan tersebut, pemerintah juga berkewajiban melaksanakan pembagunan diberbagai bidang
dalam rangka mewujudkan kesejahterahan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang
ditujukan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan
pembangunan dalam bidang kesehatan.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dibentuk untuk


menggantikan Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang
dianggap telah usang dan tidak lagi memenuhi kebutuhan akan pengaturan tentang kesehatan
pada era dimana kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi kedokteran telah maju demikian
peastnya. Dalam bagian pertimbangan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat
kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia
Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan
program dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan memuaskan kepada masyarakat yang


memberikan perlindungan hukum, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang tersebut diharapkan memberikan
perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan, dan
memberikan kepastian hukum.

Dalam undang-undang No. 29 Tahun 2004 dikatakan bahwa Surat izin praktik adalah
bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan
menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Berkaitan dengan masalah
malpraktek, instrument perizinan yang diatur dalam hukum administrasi negara mempunyai
hubungan dengan timbulnya perbuatan malpraktek administrasi.

Oleh karena ituinstrumen perizinan menjadi salah satu faktor yang penting ketika
seorang dokter akan membuka praktek kesehatan, karena instrument perizinan tersebut dapat
dijadikan sebagai bukti bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai kompeten untuk
menjalankan praktik keokterannya tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, dalam makalah ini akan dibahas
beberapa masalah yang berkaitan dengan malpraktek ditinjau dari hukum administrasi,
antara lain :

1. Apa yang disebut malpraktek ditinjau dari segi hukum administrasi?


2. Bagaimana kaitan antara pemberian izin praktek kedokteran dengan
perbuatan malpraktek?
BAB II

PEMBAHASAN

A. MALPRAKTEK

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek”
mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan
atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi. Pengertian malpraktek antara lain dapat dirumuskan sebagai
berikut :

 Sikap atau tindakan yang salah.


 Pemberian pelayanan terhadap pasienyang tidak benar oleh profesi medik.
 Tindakan yang illegal untuk memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam
posisi kepercayaan..

Inti dari pada perumusan malpraktek tersebut di atas,serta menurut hukum yang
berlaku di indonesia kurang lebih adalah sebagai berikut : malpraktek adalah perbuatan
dokter/tenaga kesehatan lainnya pada waktu menjalankan tugas profesinya yang
bertentangan atau melanggar atau tindak/kurang hati-hati memperhatikan ketentuan atau
prsyaratan yang berlaku untuk setiap tingkat keadaan penyakit pasien yang
ditanganinya,baik menurut paraturan perundangan maupun ukuran kepatutan atau ukuran
ilmu kedokteran yang dapat di pertanggung jawabkan serta menurut ukuran profesionalitas
dan menimbulkan akibat yang merugikan pasien/keluarganya.

Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”.

B. MALPRAKTEK DITINJAU DARI SISI HUKUM

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga pelayan kesehatan berlaku norma
etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek
sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan
dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan
berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang
dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan
sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical
malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical
malpractice (Lord Chief Justice, 1893).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative
malpractice.

1. Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala


perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :

a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya


melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal
332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan
aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya


melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-


hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem
dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggung jawaban didepan
hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan
oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah
sakit/sarana kesehatan.

2. Civil malpractice

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:

a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat


melakukannya.

c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak


sempurna.

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat
pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice

Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga


perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

C. MALPRAKTEK ADMINISTRASI

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa malpraktek administrasi (administrative


malpractice) adalah apabila perawat, dalam hal ini dokter ( pemberi jasa pelanan kesehatan )
telah melanggar hukum administrasi. Pelanggaran tehadap hukum administrasi tersebut
antara lain seperti dokter tidak mempunyai Surat Izin Kerja, Surat Izin Praktek, atau
melanggar batas kewenangan tenaga keperawatan.

Aspek Hukum Administrasi dalam Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Setiap


dokter/dokter gigi yang telah menyelesaikan pendidikan dan ingin menjalankan praktik
kedokteran dipersyaratkan untuk memiliki izin. Izin menjalankan praktik memiliki dua
makna, yaitu:

(1) izin dalam arti pemberian kewenangan secara formil (formeele bevoegdheid)

(2) izin dalam arti pemberian kewenangan secara materiil (materieele bevoegdheid).

Secara teoritis, izin merupakan pembolehan (khusus) untuk melakukan sesuatu yang
secara umum dilarang. Sebagai contoh: dokter boleh melakukan pemeriksaan (bagian tubuh
yang harus dilihat), serta melakukan sesuatu (terhadap bagian tubuh yang memerlukan
tindakan dengan persetujuan) yang izin semacam itu tidak diberikan kepada profesi lain.

Pada hakikatnya, perangkat izin (formal atau material) menurut hukum administrasi
adalah:
a. Mengarahkan aktivitas artinya, pemberian izin (formal atau material) dapat memberi
kontribusi, ditegakkannya penerapan standar profesi dan standar pelayanan yang
harus dipenuhi oleh para dokter (dan dokter gigi) dalam pelaksanaan praktiknya.
b. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam rangka penyelenggaraan praktik
kedokteran, dan mencegah penyelenggaraan praktik kedokteran oleh orang yang
tidak berhak.
c. Mendistribusikan kelangkaan tenaga dokter/ dokter gigi, yang dikaitkan dengan
kewenangan pemerintah daerah atas pembatasan tempat praktik dan penataan Surat
Izin Praktik (SIP).
d. Melakukan proses seleksi, yakni penilaian administratif, serta kemampuan teknis
yang harus dipenuhi oleh setiap dokter dan dokter gigi.
e. Memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat terhadap praktik yang tidak
dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi tertentu.

Dari sudut bentuknya, izin diberikan dalam bentuk tertulis, berdasarkan permohonan
tertulis yang diajukan. Lembaga yang berwenang mengeluarkan izin juga didasarkan pada
kemampuan untuk melakukan penilaian administratif dan teknis kedokteran. Pengeluaran
izin dilandaskan pada asas.asas keterbukaan, ketertiban, ketelitian, keputusan yang baik,
persamaan hak, kepercayaan, kepatutan dan keadilan. Selanjutnya apabila syaratsyarat
tersebut tidak terpenuhi (lagi) maka izin dapat ditarik kembali. Telah terjadi beberapa
perubahan mendasar yang berkaitan dengan perizinan di dalam UUPK, yaitu:

a. Digunakan terminologi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh


KK, sebagai pengganti terminologi Surat Penugasan (SP).

b. Untuk mendapatkan STR pertama kali dilakukan uji kompetensi oleh


organisasi profesi (dengan sertifikat kompetensi).

c. Surat Tanda Registrasi (STR) diberikan oleh KKI dan berlaku selama lima
tahun serta dapat diperpanjang melalui uji kompetensi lagi.

d. Masa berlaku SIP sesuai STR. Dengan kata lain, bila masa berlaku STR sudah
habis maka SIP juga habis.
Sebagai implementasi dari UUPK, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter
Gigi untuk menata lebih lanjut masalah perizinan, termasuk aturan peralihan yang bertujuan
untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Malpraktek administrasi adalah adalah apabila perawat, dalam hal ini dokter
( pemberi jasa pelanan kesehatan ) telah melanggar hukum administrasi.
Pelanggaran tehadap hukum administrasi tersebut antara lain seperti dokter tidak
mempunyai Surat Izin Kerja, Surat Izin Praktek, atau melanggar batas
kewenangan tenaga keperawatan.

2. Adanya system perijinan bagi dokter yang akan membuka praktek adalah
ditujukan untuk mencegah terjadinya penyelenggaraan praktik kedokteran oleh
orang yang tidak berhak dan memberikan perlindungan terhadap warga
masyarakat terhadap praktik yang tidak dilakukan oleh orang yang memiliki
kompetensi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Chandrawila Supriadi, Wila. Hukum Kedokteran, Cv Mandar Maju, Bandung, 2001.

Komalawati, D. Veronica, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1989.

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

http://www.rsud-serang.com - rsud-serang.com

Anda mungkin juga menyukai