Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERKEMBANGAN HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA

Disusun Oleh:

RIDWAN MAULANA
NPM.19810445

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah dengan berjudul
“PERKEMBANGAN HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA” dengan baik. Shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman
kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Banjarmasin, 4 juli 2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Munculnya hukum kesehatan di dunia internasional ditandai dengan dimulainya Kongres


Hukum Kedokteran (World Congress on Medical Law) bertempat di Gent, Belgia pada tahun
1967. Kemudian hukum kesehatan mulai diperkenalkan lebih jauh dan luas lagi yakni pada tahun
1979, yang saat itu bertepatan dengan diadakannya Kongres Ke-V Asosiasi Hukum Kedokteran
Dunia (World Association for Medical Law). Dari kongres itu juga yang akhirnya melahirkan
organisasi kesehatan dunia. Organisasi kesehatan dunia itu bernama World Health Organization
(WHO).Setelah hukum kesehatan di Eropa mulai dikenal, kemunculan hukum kesehatan di
Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah yang tidak dipikirkan sebelumnya. Terdapat banyak
hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan manusia dari berbagai bidang. Baik di bidang
ekonomi, sosial, bahkan hingga kesehatan. 

Hukum yang hadir dalam setiap bidang kehidupan ini bagaikan melengkapi kekosongan
yang dapat berfungsi sebagai pengatur sosial. Salah satu contoh nyatanya dapat dilihat pada
bidang kesehatan dengan adanya hukum kesehatan yang diaturnya. Ketika mendengar kata
hukum kesehatan, pasti bayangan pertama yang muncul adalah sosok seorang dokter, perawat,
hingga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Hal itu tidak terelakkan, sebab kesehatan selalu
melekat pada profesi kesehatan dan pelayanan kesehatan tersebut. Dalam kehidupan masyarakat
keberadaan hukum kesehatan sudah sangat melekat.  Hal ini dikarenakan hukum kesehatan ini
berperan mengatur hak dan kewajiban antara pasien/ rakyat dengan tenaga medis ketika
menjalankan profesinya. Selain itu, pada sederat kasus di bidang kesehatan, mulai adanya
malpraktik medik, hingga ke kasus viral adanya kekerasan terhadap seorang tenaga medis.
Dimana dari kasus yang ada dapat tergolong dari sengketa perdata hingga kejahatan tindak
pidana.Secara rinci, Hukum kesehatan dapat dibagi ke berbagai bidang kecilnya lagi. Mulai dari
adanya hukum kedokteran, hukum kesehatan forensik, dan lain-lain.

Keberadaan dari bagian kecil bidang hukum kesehatan tersebut sangat berguna bagi
kehidupan. Contohnya seperti pada penerapan hukum kesehatan forensik yang digunakan dalam
mengungkap kasus pidana yang memerlukan visum atau pembuktian lainnya untuk kebutuhan
peradilan nantinya. Di Indonesia, Salah aturan perundangan yang digunakan adalah Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Untuk mendukung pelaksanaanya dan mampu
memberikan perlindungan pada masyarakat di bidang kesehatan dibantu oleh perundang-
undangan yang lain. Seperti, Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah, Undang-
Undang No. 29 Tahun 2009 Tentang Praktik Kedokteran, Sakit, Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah, dan lain sebagainya.

Di Indonesia hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan


bermasyarakat dan bernegara. Salah satunya yaitu di bidang kesehatan, kesehatan merupakan
hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 19451. Kesehatan merupakan modal utama dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan
masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan
umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 melalui pembangunan nasional yang
berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945. Kesehatan juga
merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana dengan keadaan yang
sehat, manusia bisa hidup dengan produktif untuk menghasilkan sesuatu hal yang bermanfaat
bagi hidupnya. Oleh karena itu kesehatan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diganggu
gugat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Merujuk pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:

1.Bagaimana sejarah masuknya hukum kesehatan Indonesia?

2.Bagaimana perkembangan hukum kesehatan Indonesia?

3. Permasalahan apa saja yang memperlambat perkembangan hukum kesehatan Indonesia?

1.3TUJUAN MASALAH

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas, hingga tujuan dalam
penyusunan makalah ini merupakan bagaikan berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah hukum kesehatan di Indonesia

2.Untuk mengetahui perkembangan perkembangan hukum kesehatan Indonesia sejauh mana

3. Untuk mengetahui hal apa saja yang memperhampat perkembangan hukum kesehatan
Indonesia?

BAB II

1
Lihat, https://media.neliti.com/media/publications/257155-hak-atas-derajat-pelayanan-kesehatan-yan-
6ec9177d.pdf di akses tanggal 4 juli 2022
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HUKUM KESEHATAN

Berbagai pengertian atau definisi tentang Hukum Kesehatan dikemukakan para ahli dan sarjana
hukum. Definisi tersebut dikemukakan antara lain oleh :

 Prof. Dr. Rang : “Hukum Kesehatan adalah seluruh aturan-aturan hukum dan hubungan-
hubungan kedudukan hukum yang langsung berkembang dengan atau yang menentukan
situasi kesehatan di dalam mana manusia berada”.

 Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH. : “Ilmu Hukum Kedokteran meliputi peraturan-peraturan
dan keputusan hukum mengenai pengelolaan praktek kedokteran”.

 C.S.T. Kansil, SH. : “Hukum Kesehatan ialah rangkaian peraturan perundangundangan


dalam bidang kesehatan yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik. Kesehatan
yang dimaksud adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan
sosial, dan bukan hanay keadaan yang bebas dari cacat, penyakit dan kelemahan”.

 Prof. H.J.J. Leenen : “Hukum Kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum
pidana, dan hukum adminstrasi dalam hubungan tersebut. Dan juga pedoman
internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan, hukum otonom, ilmu-ilmudan literatur yang menjadi sumber hukum
kesehatan”.2

Dari definisi hukum kesehatan yang telah dijelaskan oleh para ahli hukum maka penulis
dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum kesehatan adalah: pengetahuan yang mengkaji
tentang bagaimana sebuah penegakan aturan hukum terhadap akibat pelaksanaan suatu
tindakan medik/kesehatan yang dilakukan oleh pihak yang berprofesi sebagai tenaga
kesehatan yang dapat dijadikan dasar bagi kepastian tindakan hukum dalam dunia kesehatan

2.2 SEJARAH HUKUM KESEHATAN

Lahirnya Hukum Kesehatan tidak dapat dipisahnkan dengan proses perkembangan


kesehatan sehingga perkembangan kesehatan sangat di perlukan bagi permasalahan huukum
kesehatan. Upaya tersebut tidak dapat dipisahkan dari tingkat dan pola berpikir masyarakat
tentang proses terjadinya penyakit karena setiap upaya penanggulangan penyakit selalu
berdasarkan pada pola berpikir (Mindset). Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan
atau peraturan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan
kewajiban individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu
pihak, hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan saran Kesehatan sebagai penyelenggara

2
Lihat, http://repository.iainpalopo.ac.id/id/eprint/303/1/LAYOUT%20-%20PENGANTAR%20HUKUM
%20KESEHATAN.pdf diakses tanggal 04/07/2022
pelayanan kesehatan dipihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian
teraputik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan
lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional maupun internasional.3

2.3 SEJARAH HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA

Dalam dunia kesehatan selalu dikenal dengan adanya pasien dengan tenaga medis. Pasien
merupakan orang yang sakit dan tenaga medis adalah pihak yang memiliki keahlian untuk dapat
menyembuhkan. Pada zaman dahulu tenaga medis yang meliputi dunia kedokteran, keperawatan,
dan lain sebagainya hanya memakai kode etik yang dibuat oleh mereka secara internal. Namun
pengawasan hukum dari eksternal juga mulai dirasa perlu untuk diberlakukan, tepatnya pada
bagian kedua abad XX peran pihak di luar tenaga medis mulai turut andil dalam dunia kesehatan.
Juga peranan hukum mulai digunakan pada masa ini. Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan
tidak dapat lepas dari apa yang namanya hukum, terlebih dunia kesehatan semakin maju dan
kompleks sehingga diperlukan sebuah instrumen hukum untuk memberi rambu-rambu dalam
dunia kesehatan.

Munculnya hukum kesehatan yaitu pada 20 abad lebih SM berawal dari Raja Hammurabi
dari Babilonia yang menyusun kodifikasi hukum yang antara lain mengatur mengenai dokter
dalam menjalankan profesinya. Di Indonesia sendiri, hukum kesehatan bermula dari bangsa
Kolonial. Di Belanda, pemerintah Kolonial Hindia Belanda menerbitkan ordonansi tentang
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Belanda menggunakan istilah gezondheidsrecht yang baru
diusulkan Goudsmit tahun 1954. Kemudian Tahun 1960-an berdirilah Vereniging Voor
Gezondheidsrecht (Perkumpulan Untuk Hukum Kesehatan) pada tahun 1967. Sejak tahun 1977
perkumpulan ini menerbitkan Tijdschrift Voor gezondheidsrecht (majalah hukum kesehatan).

Seiring berkembangnya hukum kesehatan, maka diadakanlah kongres. Kongres pertama


tentang Hukum Kedokteran diselenggarakan di Kent, Belgia (1967) yang dihadiri oleh ahli
hukum senior dan dokter dari Indonesia. Pada Tahun 1981 terjadi peristiwa dimana seorang
dokter dari Pati yang bernama Dokter Setyaningrum menyuntik seorang anak yang kemudian
mengalami syok anafilaktik. Pengadilan Negeri Pati menyatakan bahwa dokter tersebut bersalah
dan dipidana penjara pada tahun 1982. Namun di tingkat banding dan kasasi dokter
Setyaningrum dibebaskan dikarenakan dengan dalil bahwa yang dilakukan oleh dokter tersebut
merupakan kelalaian dan bukan kesengajaan dan tidak didukung dengan peralatan medis yang
memadai.

Dari peristiwa tersebut menandakan bahwa kehadiran hukum sangatlah penting di dunia
kesehatan. Maka pada tanggal 1 November 1982 di Jakarta dibentuklah Kelompok Studi Hukum
Kedokteran Indonesia yang terdiri atas dokter dan sarjana hukum. Tanggal 7 Juli 1983,
terbentuklah Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia (Perhuki). Selanjutnya dalam
Kongres nasional di Yogyakarta pada tanggal 28 Januari 1993 diubah namanya menjadi
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia. Kegiatan dari Perhuki ini adalah mensosialisasikan
pemahaman hukum kesehatan dengan menyelenggarakan kursus dasar dan lanjutan bagi tenaga
kesehatan, yuris, dan penegak hukum.Perhuki juga dilibatkan oleh Depkes dalam menyiapkan
3
Lihat, https://www.makmurjayayahya.com/2016/05/sejarah-hukum-kesehatan.html diakses tanggal 04/07/2022
beberapa rancangan undang-undang dan peraturan pemerintah. Perhuki juga diundang oleh
BPHN untuk menilai produk hukum yang sudah ada tentang pemeliharaan kesehatan. Akhirnya
hukum kesehatan berhasil mendapatkan tempat dalam kurikulum Fakultas Kedokteran dan
Fakultas Hukum. Dalam Anggaran Dasar Perhuki pengertian hukum kesehatan adalah semua
ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan
penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima layanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan
dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman medis nasional/internasional, hukum bidang
kesehatan, yurisprudensi, serta ilmu pengetahuan bidang kedokteran/kesehatan.4

2.4 PERKEMBANGAN HUKUM KESEHATAN INDONESIA

DI Indonesia hukum kesehatan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan manusia,


dia lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan, dan lebih spesifik lagi
hukum kesehatan mengatur antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskesmas, dan
tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien. Karena merupakan hak dasar yang harus dipenuhi,
maka dilakukan pengaturan hukum kesehatan, yang di Indonesia dibuat suatu aturan tentang
hukum tersebut, yaitu dengan disahkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Hukum Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Hukum kesehatan di Indonesia diharapkan lebih lentur (fleksibel dan dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kedokteran.

Salah satu tujuan dari hukum, peraturan, deklarasi ataupun kode etik kesehatan adalah
untuk melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi dokter atau
tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan
merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Oleh karena itu
hukum kesehatan yang mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien sangat erat hubungannya
dengan masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan antara dokter dan
pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh dokter, yang berakibat hukum
entah itu hukum perdata maupun pidana.

Hukum kesehatan pada saat ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu hukum
kesehatan public (public health law) dan Hukum Kedokteran (medical law). Hukum kesehatan
public lebih menitikberatkan pada pelayanan kesehatan masyarakat atau mencakup pelayanan
kesehatan rumah sakit, sedangkan untuk hukum kedokteran, lebih memilih atau mengatur
tentang pelayanan kesehatan pada individual atau seorang saja, akan tetapi semua menyangkut
tentang pelayanan kesehatan.5

2.5 PERMASALAHAN HUKUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN

A.Pelayanan Kesehatan dan Layanan Kedokteran

4
Lihat, https://heylawedu.id/blog/sejarah-singkat-hukum-kesehatan-di-indonesia diakses tanggal 04/07/2022

5
Lihat, https://www.bphn.go.id/data/documents/kpd-2011-6.pdf diakses tanggal 04/07/2022
1. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan kerjasama yang membutuhkan dengan


pertanggungjawaban bersama seiring dengan meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu aturan-aturan hukum hendaknya lebih mendapatkan perhatian. Hal ini
menjadi penting seiring dengan meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan disatu
sisi. Pada sisi lainnya adalah semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan dan meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.

Pertumbuhan yang sangat cepat dibidang ilmu teknologi kedokteran dihubungkan dengan
kemungkinan penanganan secara lebih luas dan mendalam terhadap manusia, maka perlu ada
spesialisasi dan pembagian kerja. Adanya gejala seperti itulah yang mendorong orang untuk
berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan kesehatan.

Secara mendasar perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan
merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal
tersebut seringkali tidak disadari oleh para pelaksana pelayanan kesehatan pada saat dilakukan
perbuatan yang bersangkutan.

Pelayanan kesehatan sesungguhnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas


professional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga
meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya,
pengelolaannya, tindakan pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya
hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan
medik,dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam pelayanan
medik dan resiko dalam pelayanan medik.Timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan medik
dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian bantuan dalam
pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami sebagai
memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien.

Dalam hal ini antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan didalamnya
ada dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga terciptanya hubungan
hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian. Pelayanan kesehatan masyarakat
dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengatur dua hal penting,
yaitu47 : Pelayanan kesehatan perseorangan ; dan Pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
kesehatan masyarakat pada dasarnya ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat648, hal ini sangat jelas bahwa dalam
keadaan bagaimanapun tenaga kesehatan harus mendahulukan pertolongan dan keselamatan jiwa
pasien.

Seperti dijelaskan diatas pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 Tahun


2009 tentang ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun
masyarakat. Dalam beberapa pasalnya juga sangat jelas menyebutkan bahwa untuk menjamin
kesehatan masyarakat pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
6
7 Lihat, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 52 ayat (1) dan (2)
sebagai upaya untuk mencapai masyarakat Indonesia sehat. Adapun bentuk pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh pemerintah adalah penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan
obat, serta pelayanan kesehatan itu sendiri

2. Layanan Kedokteran

Layanan kedokteran adalah suatu sistem yang kompleks dengan sifat hubungan antar komponen
yang ketat (complex and tightly coupled), khususnya di ruang gawat darurat, ruang bedah dan
ruang rawat intensif. Sistem yang kompleks umumnya ditandai dengan spesialisasi dan
interdependensi. Dalam suatu sistem yang kompleks, satu komponen dapat berinteraksi dengan
banyak komponen lain, kadang dengan cara yang tak terduga atau tak terlihat. Semakin
kompleks dan ketat suatu sistem akan semakin mudah terjadi kecelakaan (prone to accident),
oleh karena itu praktik kedokteran haruslah dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi.

Setiap tindakan medis mengandung risiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan pencegahan
ataupun tindakan mereduksi risiko. Namun demikian sebagian besar diantaranya tetap dapat
dilakukan oleh karena risiko tersebut dapat diterima (acceptable) sesuai dengan “state-of-the-art”
ilmu dan teknologi kedokteran. Risiko yang dapat diterima adalah risiko-risiko sebagai berikut :

1. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi,
diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan dan
infeksi pada pembedahan, dll.

2. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya besar pada keadaan tertentu, yaitu
apabila tindakan medis yang berrisiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-
satunya cara yang harus ditempuh (the only way), terutama dalam keadaan gawat darurat.

Kedua jenis risiko di atas apabila terjadi bukan menjadi tanggung-jawab dokter sepanjang telah
diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui (volenti non fit injuria). Pada situasi seperti
inilah manfaat pelaksanaan informed consent.

Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa
kemungkinan, yaitu :

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan
medis yang dilakukan dokter.

2. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat diketahui
sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya
(foreseeable) tetapi dianggap acceptable, sebagaimana telah diuraikan di atas.

3. Hasil dari suatu kelalaian medik.

4. Hasil dari suatu kesengajaan


Guna menilai bagaimana kontribusi manusia dalam suatu error dan dampaknya, perlu
dipahami perbedaan antara active errors dan latent errors. Active errors terjadi pada tingkat
operator garis depan dan dampaknya segera dirasakan, sedangkan latent errors cenderung berada
di luar kendali operator garis depan, seperti desain buruk, instalasi yang tidak tepat,
pemeliharaan yang buruk, kesalahan keputusan manajemen, dan struktur organisasi yang buruk.
Latent error merupakan ancaman besar bagi keselamatan (safety) dalam suatu sistem yang
kompleks, oleh karena sering tidak terdeteksi dan dapat mengakibatkan berbagai jenis active
errors. Sebagai contoh adalah sistem pendidikan dokter spesialis yang mahal, pembolehan dokter
bekerja pada “banyak” rumah sakit, tidak adanya sistem yang menjaga akuntabilitas profesi
(lihat pula bagan di bawah) adalah latent errors yang tidak terasa sebagai error, namun
sebenarnya merupakan akar dari kesalahan manajemen yang telah banyak menimbulkan unsafe
conditions dalam praktek kedokteran di lapangan. Bila satu saat unsafe conditions ini bertemu
dengan suatu unsafe act (active error), maka terjadilah accident. Dalam hal ini perlu kita pahami
bahwa penyebab suatu accident bukanlah single factor melainkan multiple factors.

B.Informasi Kesehatan dan Persetujuan Pasien

Hak pasien atas informasi menjadi kewajiban Tenaga Kesehatan untuk memenuhinya. Tenaga
Kesehatan terutama tenaga medis dan tenaga keperawatan yang berhadapan dengan pasien wajib
memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi pasien.
Penjelasan wajib diberikan dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, dan bukan dalam bahasa
medis yang menggunakan istilah-istilah teknis

Pasien kadang kadang takut untuk bertanya dan menghentikan pengobatan bila terjadi
sesuatu yang tidak dijelaskan sebelumnya. Hal ini jelas sangat merugikan pasien maupun
keluarganya Oleh karena itu agar tidak merusak hubungan antar sesama Tenaga Kesehatan maka
hak atas Second Opinion dapat diberikan secara obyektif, tanpa komentar yang tidak perlu.
Keadaan pasien pada saat ia minta Second Opinion boleh jadi sudah berbeda dengan keadaan
pada saat ia mendapatkan informasi tentang penyakitnya. Perbedaan ini jelas sangat
mempengaruhi pendapat kedua yang akan diberikan. Akan sangat baik apabila Anda
berkesempatan bertemu dengan sejawat yang menangani pasien pertamakali, sehingga diskusi
ilmiah dapat dilakukan secara langsung dan terbuka. Hal ini dimungkinkan apabila ada hubungan
yang baik dan kemampuan berkomunikasi yang santun antar sejawat, baik dari disiplin ilmu
yang sama ataupun dari disiplin ilmu yang berbeda.

Mengenai hak pasien memberikan persetujuan merupakan sesuatu yang harus dipahami,
misalnya apakah seorang pasien yang sudah datang ke suatu sarana kesehatan dan menceritakan
kondisinya, berarti ia sudah setuju terhadap apa yang akan dilakukan terhadapnya? Dalam
Hukum memang terdapat pengertian bahwa persetujuan dapat diberikan secara diam diam.
Misalnya polisi memberi isyarat kepada pengendara motor untuk berhenti. Tanpa mengatakan
apa apa pengendara motor berhenti dan menepi. Sikapnya merupakan persetujuan secara diam
diam. Namun untuk tindakan medis, terutama yang mempunyai risiko tinggi, persetujuan harus
diberikan secara tertulis, setelah pasien diberikan informasi sejelas jelasnya. Gabungan kedua
hak pasien ini (Hak Informasi dan Hak untuk memberikan Persetujuan) dikenal sebagai Informed
Consent. Intinya pasien memberikan persetujuan terhadap suatu tindakan medik terhadap
dirinya, setelah mendapatkan informasi yang jelas dari pemberi pelayanan kesehatan.
Persetujuan Tindakan Kedokteran dan Kedokteran Gigi diatur dalam UU Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dalam Pasal 45 menyebutkan:

1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan;

2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap;

3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:


diagnosis dan tata cara tindakan medis;

a. a.tujuan tindakan medis yang dilakukan;

b. alternative tindakan laindari risikonya;

c. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

d. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan;

5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.

6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Menteri.

Dalam penjelasan Pasal 45 juga disebut mengenai persetujuan atas tindakan dokter :

Ayat ( 1 )

Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah
pasien yang bersangkutan. Namun apabila pasien yang bersangkutan berada dibawah
pengampuan ( under curatele ) persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh
keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak anak kandung atau saudara
saudara sekandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan nyawa pasien tidak
diperlukan persetujuan. Namun setelah sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan,
segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan.

Ayat ( 3 )
Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti, karena penjelasan
merupakan dasar untuk memberi persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya diberikan
penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan.

Ayat ( 4 )

Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang diberikan dalam bentuk ucapan setuju
atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.

Ayat ( 5 )

Yang dimaksud dengan " Tindakan Medis Berisiko Tinggi " adalah seperti tindakan bedah atau
tindakan invasif lainnya. Oleh karena itu pastikan bahwa yang menandatangani persetujuan atau
penolakan tindakan medis adalah orang yang benar benar mewakili pasien. Bila pasien menolak
suatu tindakan medis atau menolak dirujuk ke RS karena misalnya fasilitas klinik atau
puskesmas tidak memadai, mintalah kepada pasien dan keluarganya untuk membuat surat
pernyataan penolakan. Sebaiknya dibuat format baku di sarana kesehatan untuk persetujuan dan
juga untuk penolakan tindakan medik (dalam dua format yang berbeda), serta untuk penolakan
rujukan.

C. Kelalaian Medik dan Malpraktek Kedokteran

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan
bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila
seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu
keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan
orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan
oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah
mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut
World Medical Association (1992), yaitu: “medical malpractice involves the physician’s failure
to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or
negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.”

WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek
medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi
saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak
termasuk ke dalam pengertian malpraktek. “An injury occurring in the course of medical
treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on
the part of the treating physician is untoward result, for which the physician should not bear any
liability”.7

7
https://www.bphn.go.id/data/documents/kpd-2011-6.pdf
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting, karena terkait langsung dengan pemberian
pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan utama bagi dokter untuk
dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan
kompetensi yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya
pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.

Profesi kedokteran merupakan suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan


berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang dan
kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Dalam menjalankan profesinya, dokter melakukan
praktik yang disebut sebagai Praktik Kedokteran. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Organisasi
Profesi yang menaungi Profesi Kedokteran adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Organisasi
yang menaungi Profesi Kedokteran Gigi adalah Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Selanjutnya pengertian “Malpraktik” ditemukan dalam pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, yang telah dinyatakan dihapus oleh
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dari berbagai pendapat ahli hukum,
ketentuan pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 dapat dijadikan acuan
makna malpraktik yang mengidentifikasikan “Malpraktik” dengan melalaikan kewajiban yang
berarti juga tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan :

A. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum


Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga
kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut :
1. melalaikan kewajiban;
2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah
sebagai tenaga kesehatan;
3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
4. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.8

8
Lihat, https://icopi.or.id/malpraktik-kedokteran/ diakses 5 juli 2022
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Lahirnya Hukum Kesehatan tidak dapat dipisahnkan dengan proses perkembangan


kesehatan sehingga perkembangan kesehatan sangat di perlukan bagi permasalahan hukum
kesehatan Indonesia , Kemajuan perkembangan hukum kesehatan di Indonesia tak lepas dari
sejarah yang panjang dan berkembangnya teknologi, bidang kesehatan pun semakin menjadi
kompleks dimana hukum memiliki peranan yang benar-benar penting. Misalnya saja tentang
hukum transplantasi organ, bayi tabung, kloning, kebijakan mengenai bpjs, bahkan yang masih
ramai sekarang yaitu mengenai pandemi yang sudah menjadi darurat global. Di sinilah hukum
sangat berperan besar dalam menentukan kebijakan di bidang kesehatan, karena hukum
kesehatan melibatkan keselamatan banyak orang, sehingga hukum kesehatan harus bersifat
progresif dan responsif. Kedepannya hukum diharapkan lebih mampu menangani masalah-
masalah kesehatan sehingga hak rakyat dapat tercapai sesuai yang diamanatkan di konstitusi.

DAFTAR PUSTAKA

https://icopi.or.id/malpraktik-kedokteran/

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

https://heylawedu.id/blog/sejarah-singkat-hukum-kesehatan-di-indonesia

https://www.bphn.go.id/data/documents/kpd-2011-6.pdf

http://repository.iainpalopo.ac.id/id/eprint/303/1/LAYOUT%20-%20PENGANTAR%20HUKUM%20KESEHATAN.pdf

https://www.makmurjayayahya.com/2016/05/sejarah-hukum-kesehatan.html

https://www.bphn.go.id/data/documents/kpd-2011-6.pdf

Anda mungkin juga menyukai