Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MALPRAKTIK DAN HUKUM KESEHATAN

Disusun Oleh :

Nama : Elga Yunus

Nim : 3222014

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
SURAKARTA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, sehingga penulis dapat meyelesaikan
makalah yang berjudul “ Malpraktik Dan Hukum Kesehatan “ ini dengan waktu yang telah
ditentukan. Dalam makalah ini penulis mencoba menjelaskan tentang malpraktek yang kerap
terjadi di bidang kesehatan baik di sengaja maupun tidak di sengaja dan bagaimana peran
hukum kesehatan dalam berbagai pelanggaran-pelanggaran medis yang terjadi pada
masyarakat.

Penulis menuliskan makalah ini berdasarkan informasi dan penelitian yang dilakukan oleh
beberapa orang yang sudah terlebih dahulu melakukan penelitian. Dari hal tersbut penulis
mengembangkan pemikiran untuk menyempurnakan konsep pemikiran tentang malpraktek
dan kesehatan tersebut sehingga dapat lebih mudah di mengerti.

Penulis menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat membantu
pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum diungkapkan dalam
membahas hukum kesehatan.

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
C. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Kesehatan........................................................................ 3
B. Ruang Lingkup Hukum Kesehatan................................................................ 3
C. Fungsi Hukum Kesehatan.............................................................................. 4
D. Malpraktik dari segi hukum kesehtan............................................................ 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................... 8
B. Saran............................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan
yaitu bagaimana mengatasi masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar
apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri
sendiri dan orang lain. Etik berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya yang
baik/yang layak. Yang baik / yang layak ini ukurannya orang banyak.
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan
dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat
dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan
yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan
apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan
dan peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara
terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang
maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan
atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya
desentralisasi bidang kesehatan.
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang
secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena
penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai
dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.
Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka
digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun
adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan
perundangundangan bidang kesehatan.

1
2

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui hukum yang mengatur tentang kesehatan ?


2. Untuk memahami fungsi hukum kesehatan ?
3. Untuk memehami kasus malpraktik dari segi hukum kesehatan ?

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksuddengan hukum kesehatan?


2. Apa saja ruang lingkup yang terdapat dalam kesehatan?
3. Apa saja fungsi hukum kesehatan ?
4. Bagaimana cara menyelesaikankan kasus malpraktik dari segi hukum kesehatan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum kesehatan


Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban individu,
kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak
dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian
terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional dan internasional.
Secara ringkas hukum kesehatan adalah:
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tetang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan
pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur
pelayanan medik dan sarana medik

B. Ruang Lingkup Yang Terdapat Dalam Hukum Kesehatan


Hukum kesehatan dapat di kelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yaitu antara
lain :
a. UU No. 23/ 1992 Tentang Kesehatan yang telah diubah menjadi UU No 36/2009
tentang Kesehatan
b. UU No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran
c. UU No, 44/ 2009 tentang Rumah sakit
d. PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
e. Permenkes 161/2010 tentang Uji kompetensi
2. Hukum Kesehatan yang tidak secara laingsung terkait dengan pelayanan Kesehatan
antara lain:
a. HukumPidana Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung
jawab secara pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien mengalami cacat,
gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau kesalahan yang
dilakukannya.
b. Hukum Perdata Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. Mengatur tentang kewajiban hukum
untuk mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan
wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien
c. Hukum Administrasi Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang

3
4

melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien


menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut
3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
a. Konvensi Yurisprudensi
b. Hukum
c. Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
a. Perda tentang kesehatan
b. Kode etik profesi
5. Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang kesehatan
menyatakan yang disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut Leenen, masalah kesehatan dikelompokkan dalam 15 kelompok: (Pasal 11
UUK)
a. Kesehatan keluarga
b. Perbaikan gizi
c. Pengemanan makanan dan minuman
d. Kesehatan lingkungan
e. Kesehatan kerja
f. Kesehatan jiwa
g. Pemberantasan penyakit
h. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
i. Penyuluhan kesehatan
j. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
k. Pengamanan zat adiktif
l. Kesehatan sekolah
m. Kesehatan olah raga
n. Pengobatan tradisional
o. Kesehatan matra

C. Fungsi Hukum Kesehatan

Fungsi hukum kesehatan adalah :


1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan
di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi sumbangan
yang besar bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang
kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-halangi
dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka karena
tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan. Contoh
lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer sebagai dewa yang
tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter adalah
manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan profesinya,
5

sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum.


Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan
pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang
sering merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan.

D. Malpraktik dari segi Hukum Kesehatan

1. Pengertian Malpraktik
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan membuat
pertanyaan apakah dengan adanya kesalahan tersebut tenaga kesehatan otomatis
akan melanggar kode etik profesi mereka. Di dalam setiap profesi termasuk profesi
tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila
timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat
dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika
disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical
malpractice.
2. Penanganan malpraktik di Indonesia
Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantif,
diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal
bangunan hukum “malpraktek”.
Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang dapat
dijadikan pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat
mungkin untuk menghindari pelanggaran etika kedokteran.
Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan
bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara
khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif
yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada dokter
yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang di
Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas
dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.
Istilah hukum kedokteran mula-mula digunakan sebagai terjemahan dari Health Law
yang digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health Law
6

diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran


kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut
hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.
Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan
berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum
pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di
Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical
Law di Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul dalam
bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law
penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Jika ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malpraktek merupakan sesuatu yang
asing karena batasan pengertian malpraktek yang diketahui dan dikenal oleh
kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal dari alam pemikiran barat. Untuk
itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan
pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia (bila memang
diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa Indonesia dengan
berlandaskan budaya bangsa yang kemudian dapat diterima sebagai budaya hukum
(legal culture) yang sesuai dengan system kesehatan nasional.
Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan malpraktek
di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur
non litigasi (diluar peradilan).Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang
kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan
cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian
kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian
atau kesalahan yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai anggota
masyarakat, sebagai penanggung jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan
yang berlaku bagi profesi. Oleh karena menyangkut dua disiplin ilmu yang berbeda
maka metode pendekatan yang digunakan dalam mencari jalan keluar bagi masalah
ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik melalui hukum. Untuk
itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun
1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan
lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan
pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur
organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus
yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini juga
diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa
penentuan ada atau tidaknya  kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis
7

Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui
Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).
Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995
tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan
ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung
jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang
keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili
organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi.
Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat
diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para
dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk
bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya
pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan
dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak
dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. (UU No.23
tahun 1992)
2. Seorang tenaga kesehatan harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada
pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakah yang kita berikan tidak merugikan
pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan harus selalu
memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan
pelayanan yang komprehensif dan berkualitas, tenaga kesehatan harus mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai
dengan standar profesi dan kewenangannya.

B. Saran
Pasien harus dipandang sebagai subjek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir
layanan bukan sekadar objek. Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kepuasan pasien
menjadi salah satu barometer mutu layanan. Waspadai pula akan ketidakpuasan pasien
karena dapat menjadi pangkal tuntutan hukum.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.academia.edu/22873546/makalah_hukum_kesehtan
2. https://www.academia.edu/22873546/makalah_hukum_kesehtan
3. http://Etika dan Hukum Kesehatan _ Catatan Kuliahnya Nilna.html
4. http://Biro Hukum Dan Organisasi _ Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai