Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

Disusun Oleh:
1. NURUL CAHYATI
2. NI MADE ARI NOPIYANTI
3. RIRIN CAHYA NINGRUM
4. SRI KURNIATI
5. WINDI WIDIARTINI
6. ZOHRIAH

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa karena telah melimpahkan rahmat serta
karunianya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makala ini bisa selesai tepat
waktu
Terimakasi juga kepada teman-teman yang telah berkontribusi memberikan ide-idenya
sehingga makala ini bisa di susun dengan baik dan rapi
Kami berharap semoga makala ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu semua kami memahami bahwa makala ini masih jauh dari kata sempurna
oleh karena itu kami mengharpkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makala yang lebih baik lagi selanjutnya.

MATARAM, 25 NOVEMBER 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……..………………….……………………………………1


1.2 Rumusan Masalah…………….......…...........................................................2
1.3 Tujuan………..……………..……………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aspek hukum dalam keperawatan……………….…..…………………..……..2

2.2 Aspek hukum kelalaian dan malpraktik……….………………......…….......…5

2.3 Aspek aspek hukum ,pelayanan kesehatan ………….……………..……..……6

2.4 Aspek hukum informend consent………..………..……………….……………8

2.5 Aspek hukum rekam medis……………………………………...………………9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...………………….………………………………………..…...…….10

Saran ……………...……………..……...................................................................10

Daftar pustaka ……………………………………...………………..………...….11


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tugas tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan pasal 50 UU 23/1992 adalah
menyalengrakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang
keahliannya dan atau wewenangnya masing-masing. Agar tugas terlaksana
dengan baik,pasal 3 PP 32/1996 menentukan “setiap tenaga kesehatan wajib
memeiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengaan jenis dan jenjang
pendidikanya yang di buktikan dengan ijazah.”,ketentuan pasal 53 ayat (2)UU
23/1992 jo. Pasal 21 ayat (1)PP 32/1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tugas di wajibkan untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan adalah tenaga profesi perawat.parawat merupakan tenaga profesional
yang memiliki body of knowledge yang husus dan spesipik dalam menjalankan
profesinya memiliki tangggung jawab dan tanggung gugat,sehingga perawat
juga sangat terikan oleh aturan-aturan hukum yang mengatur praktik tenaga
kesehatan.
Aspek hukum praktik keperawatan merupakan peragkat hukum atau aturan-
aturan hukum yang secara khusus menentukan hal-hal yang seharusnya di
lakukan atau larangan perbuatan sesusatu bagi profesi perawat dalam
menjalankan profesinya. Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik
keperawatn di antaranya adalah UU 23/1992 tentang kesehatan; PP 32/1996
tentang tenaga kesehatan; Kep.Men.Pan/II/2001 tentang jabatan fungsiolan
perawat dan kreditnya; Kep.Men.Kes 1239 XI/2001 tentang registrasi dan
paraktik perawat:keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik
No.Y.M.00.03.2.6.956 tentang hak dan kewajiban perawat.sampai saat ini
profesi keperawatan di indonesia blm memiliki aturan hukum khususnya tentang
praktik perawat setingkat Undang-Undang.
Pemahaman perawat tentang aspek hukum tersebut akan menuntun perawat
untuk melaksanakan praktiknya secara profesional,bertangung jabwab dan
tanggung gugat.kondisi tersebut nampaknya sesuai dengan pendapat yang di
sampaikan oleh Green,(1980)yaitu prilaku seseorang di penuhi dan di tentukan
oleh pengetahuan,sikap,dan kepercayaan.dengan demikian faktor pengetahuan
akan sangat mempengaruhi perawat dalam pemenuhan hak-hak pasien.
Pada perkembanganya dalam melayani pasien di rumah sakit,perawat
nampaknya belum begitu terpapar dnegan pemahaman tentang aspek hukum
kesehatan husunya yang mnyangkut aturan-aturan hukum yang mengatur
praktik keperawatan.kondisi tersebut bisa di lihat dari hasil penelitian
Hariyati(1999)di rumah sakit Bhkti Yudha Depok,menyatakan bahwa 64,29%
perawat yang di survei memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang aspek
hukum praktik keperawatan.
Peninggkatan kesadaran masyarakat terhadap hak untuk mendapatkan
pelayan keperawat yang bermutu,mendorong profesi perawat untuk lebih
meningkatkan kulitas pelayananya.perkembanagan masyarakat trehadap
pemahaman hukum harus di ikuti oleh pemahaman perawat terhadap konsek
kuensi humuk dari semua tindkan keperawatan.perawat harus menyadari
perubahan yang terjadi pada masyarakat saat ini terkait kesdaran akan hak-
haknya.perawat sebagai salah satu anggota dari health provider harus menganti
sipasi dirinya dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang aspek-
aspek hukum yang berhubungan dengan jasa pelayanan/praktik
keperawatan,demikian juga kesadaran untuk melkuakan tugas seusai dnegan
standar profesi. (jurnal kesehatan kartika stikes A.Yani)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat kami angkat
yaitu:
1. Apa itu aspek hukum dalam keperawatan?
2. Apa itu aspek hukum kelalaian,dan malpraktik?
3. Apa itu aspek hukum pelayanan kesehatan?
4. Apa itu aspek hukum informend consent
5. Apa itu aspek hukum rekam medis

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum keperawatan.
2. Untuk mengetahui aspek hukum keperawatan.
3. Untuk mengetahui apa saja tanggung jawab perawat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek hukum dalam keperawatan


1. Pengertian hukum
a. Pada umumnya hukum didefinisikan sebagai ugeran (Norma) yang
mengatur hubungan kemasyarakatan
b. Menurut KBBI, hukum adalah: undang-undang peraturan atau adat yang
secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah atau otoritas.
2. Hukum kesehatan
Hukum kesehatan merupakan suatu spesialisasi dari ilmu hukum yang
ruang lingkupnya meliputi segala peraturan perundang-undangan disektor
pemiliharaan kesehatan.Banyak istilah yang digunakan oleh para pakar, ada
yang menyebutkan hukum kedokteran dan hukum medic sebagai terjemahan
dari medical law dan droid medical. Para ahli hukum dan dokter yang
berasal dari inggris, amerika, dan Australia menggunakan istilah medical
law, sedangkan mereka yang berasal dari prancis dan belgia menggunakan
istilah droid medical. Dengan demikian health law diterjemahkan sebagai
hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran tetap digunakan
sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut hukum medic.
Menurut kansil (1989), hukum kesehatan adalah rangkaian peraaturan
perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur pelayanan
medic dan sarana medic.sedangkan leenen(dalam Amri
Amir,1999),mengemukakan bahwa hukum kesehatan meliputi semua
ketentuan umum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan
kesehaatn dan penerapan dari hukum perdata,hukum pidana,dan hukum
administrasi dalam hubungan tersebut serta hubungan internasional,hukum
kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan,hukum otonom,ilmu,dan literature,menjadi sumber hukum
kesehatan.
Menurut pasal 1 anggaran dasar perhimpunan hukum kesehatan Indonesia
(perhuki), hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan
penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap
lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari
pihak penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi,
rumah sakit harus sarana, pedoman-pedoman medis nasional atau
internasional, hukum dibidang kesehatan, juris prudensi serta ilmu
pengetahuan bidang kedokteran atau kesehatan.
Sedangkan menurut rumusan tim pengkajian Hukum kedokteran
Badan Nasional (BPHN), Hukum kesehatan adalah ketentuan hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban,baik dari tenaga kesehatan dalam
melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang
meneima upaya kesehatan tersebut dalam segala
aspeknya,promotiv,preventif,kuratif,rehabilitative selain aspek organisasi
dan sarana yang harus diperhatiakan: pedoman medis,internasional,hukum
kebiasaan,dan hukum otonom dibidang kesehatan,ilmu pengetahuan dan
literature medis juga merupakan sumber hukum kesehatan.
Sebagai bahan perbandingan, dapat dikemukakan pula rumusan dari
van der Mijn (Veronica K, 1991) yang mengatakan bahwa hukum kesehatan
adalah lembaga peraturan yang langsung berhubungan dengan perawatan
kesehatan,sekaligus juga dengan penerapan hukum sipil umum,pidana,dan
administrasi. Dengan demikian,hukum kesehatan meliputi seluruh aturan
hukum yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan
yakni meliputi hukum medis/kedokteran, hukum keperawatan,hukum
farmasi, hukum rumah sakit, hukum kesehatan lingkungan, hukum
kesehatan masyarakat, dan hukum lainya di sector kesehatan.
3. Sumber hukum kesehatan
Sumber hukum kesehatan adalah:
1. Pedoman internasional. Konverensi Helsinki (1964)merupakan
kesepakatan para dokter sedunia mengenai penelitian kedokteran,
khususnya eksperimen pada manusia, yang ditekankan pentingnya
persetujuan tindakan medic (informed consent).
2. Hukum kebiasaa .biasanyatidak tertulis dan tidak di jumpai dalam
peraturan perundang-undangan.kebiasaan tertentu telah di lakukan dan
pada setiap oprasi yang akan di lakukan di menandatangani izin operasi,
kebiasaan ini kemudian dituangkan kedalam peraturan tertulis dalam
bentuk informend consent.
3. Jurisprudensi.keputusan hakim yang diikuti oleh para hakim dalam
menghadapi kasus yang sama.
4. Hukum otonom. Suatu ketentuan yang berlaku untuk suatu daerah
tertentu.ketentuan yang dimaksud berlaku hanya bagi anggota profesi
kesehatan,misalnya kode etik kedokteran,kode etik keperawatan,kode
etik bidan,dank kode etik fisioterapi.
5. Ilmu. Substansi ilmu pengetahuan dari masing-masing disiplin
ilmu.misalnya pemakaian sarum tangan bagi dokter dalam menangani
pasien,dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit dari pasien
kepada dokter tersebut.
6. Literature.pendapat ahli hukum yang berwibawa menjadi sumber hukum
kesehatan.misalnya mengenai pertanggung jawaban hukum (liability),
perawat tidak boleh melakukan tindakan medis kecuali atas tanggung
jawab dokter (krolonged arm doctrine).
4. Latar Belakang Perlunya Hukum Kesehatan
Kesehatan adalah salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa dan mempunyai peran penting dalam
pembentukan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.Bahkan kesehatan
sebagai salah satu umsur kesejahteraan umum harus di wujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana di maksud dalam
pembukaan undang-undang dasar 1945 melalui pembangunan nasional yang
bersinambung berdasarkan pancasila dan UUD 1945
Derajat kesehatan sangat berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber
daya manusia serta sebagai salah satu modal bagi pelaksaan pembangunan
nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
seutuhnya.Dengan memperhatikan peranaan kesehatan ,diperlukan supaya
yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan
penyelenggaraaan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.
Oleh sebab itu ,upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
atau oleh masyarakat dengan mempergunakan jasa tenaga.Kewenangan
juntuk melaksanakan uoaya kesehatan itulah yang memerlukan peraturan
hukum sebagai dasar pembenran hukum wewenang kesehatan
tersebeut.Peraturan hukum tentang upaya kesehatan saja belum cukup
karena upaya kesehatan penyelenggaraannya disertai pendukung berupa
sumber daya kesehatan baik yang berupa perangkat keras maupun pernagkat
lunak .
Bidang sumber daya kesehatan inilah yang dapat memasuki kegiatan
pelayanan kesehatan.Untuk mencapai peningkatan pelayanan kesehatan bagi
seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya amat besar
bukan pekerjaan mudah,oleh sebab itu diperlukaan juga peraturan
perlindungan hukum untuk melindungi “pemberi”dan “penerima”jasa
pelayanan kesehatan.Perlindunngan hukum tersebut diperlukan perangkat
hukum kesehatan yang berpandangan maju untuk menjangkau
perkembangan kesehtan yang semakin kompleks, sehingga pelaksanaan
“hukum kesehatan”diberlakukan secara proporsional dan bertahap sebagai
bidang hukum khusus.

5. Fungsi dan tujuan hukum kesehatan


Dalam suatu Negara yang berlandaskan hukum,maka sesuai dengan
sifat dan hakikatnya,hukum berperan besar dalam mengatur setiap hubungan
hukum yang timbul,baik antra individu dan individu maupun antara
individu dan masyarakat didalam berbagai bidang kehidupan,termasuk
kesehatan.Akan tetapi berlakunya hukum berdasarkan sifat dan hakikatnya
itu tifdak terlepas dari sistem hukum yang dianut dan nilai yang berlaku di
dalam masyarakat.
Norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk
menertibkan,menuntun ,dan mengarahkan tingkah laku anggotanya dalam
hubungnnya satu sama lain.Oleh sebab itu jika suatu peraturan dikeluarkan
oleh pemerintah yang sah menurut perundang-undangan yang berlaku,maka
peraturan tersebut ditanggapi sebagi norma yang berlaku secara yuridis.Hal
ini menunjukkan bahwa hukum bersifat normative dan sifat normative dari
hukum ini tampak dalam rumusan berbagai norma atau kaidah hukum.
Menurut Zevenbergen (Veronica k, 1999), bahwa norma hukum dalam diri
individu mengandung dua hal, yaitu patokan penilaian dan patokan
tingkah laku. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang
tujuan,hukum,maka dapat di lihat dari beberapa teori ,yaitu teori etis ,teori
utilitas dan teori campuran.
Menurut teori etis,tujuan hukum itu semata-mata untuk
keadilan.menurut teori ini,isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh
kesadaran etis mengenai apa yang adil dan yang tidak adil.
Menurut teori utilitas (endaemonisme) bahwa tujuan hukum semata-mata
mewujudkan hal yang bermanfaat artinya tujuan hukum adalah manfaat
dalam nenghasilkan kebahagiaan yang terbesar bagi banyak orang. Teori ini
pun dipandang berat sebelah karena hanya memperhatikan hal yang
bermanfaat, sedangkan mengenai siapa yang dimaksudkan dengan banyak
orang itu tidak jelas,padahal hukum itu bermanfaat jika sebanyak mungkin
mengejar keadilan.
Menurut teori campuran, isi hukum harus ditentukan menurut dua
asas,yaitu keadilan dan kemanfaatan.menurut predamelend (1991), fungsi
hukum secara umum adalah kepastian hukum dan perlindungan hukum.
Karena fungsi tersebut adalah fungsi hukum yang berlaku secara umum,jadi
berlaku pula bagi hukum kesehatan.
Dalam pelayanan kesehatan (health care) terdapat dua kelompok yang
dibedakan yaitu:
1. Health receiver, yaitu penerimaan pelayanan kesehatan misalnya
pasien,orang yang ingin memelihara atau meningkatkan kesehatanya
2. Health provider,yaitu pemberi pelayanan misalnya dokter,perawat,bidan
dan fisioterapi.
Kedua kelompok tersebut menginginkan adanya kepastian dan
perlindungan hukum, sebagai contoh:

A. .Kepastian hukum untuk health receiver, misalnya adanya ijazah dan


surat izin praktik,memberikan kepastian akan keahlianya.
B. Perlindungan hukum untuk health receiver, misalnya ketentuan
hukum (perdata) yang menjamin adanya ganti rugi.
C. Bagi health provide, misalnya terjadi hal yang diduga mal praktik
medis seorang tenaga kesehatan tidak dapat langsung dihukum,tetapi
harus melalui proses perkara dahulu di di pengadilan untuk
membuktikan bersalah tidaknya tenaga kesehatan tersebut.

Selanjutnya hukum pidana mempunyai dua segi perlindungan hukum


yaitu pada segi pertama (segi primer) untuk melindungi
masyarakat/individu dari gangguan kejahatan kemudian segi kedua (segi
sekunder) untuk melindungi masyarakat/individu dari perlakuan yang
tidak wajar/tidak benar oleh penguasa dalam menggunakan hukum
pidana.Demi kian pula doktrin hukum pidanatelah mengakui standar
profesi medis dalam mempertanggungjawabkan
Tugas perkara profesi jika terjadi hal-hal di luar kemampuannya
sebagai suatu pekerjaan yang sudah di lakukan dengan seksama,sehingga
dapat di telusuri pengukuran tugas kewajiban profesi untuk memisahkan
kesalahan {Poernomo,2000}.
Jika dilihat dari uraian di atas,pemahaman mengenai tujuan dan
fungsi/tugas hukum dalam uraian ini di dasarkan pada pandangan bahwa
hukum adalah ciptaan manusia.Dengan demikian fungsi hukum {Hukum
kesehatan}adalah memberikan perlindungan pada pemberi dan
menerima jasa kesehatan.Jika di lihat dari uraian di atas, pemahaman
mengenai tujuan dan fungsi/tugas hukum dalam uraian ini di dasarkan
dalam pandangan bahwa hukum adalah ciptaan manusia.Oleh sebab
itu,selain menertipkan hukum juga meningkatkan derajat hidup manusia
guna mencapai cita-cita kesejahteraan. Jadi menurut pandang umum,
perasaan hukum adalah menciptakan suatu aturan masyarakat yang baik
sehingga hak hukum manusia terjamin. Pada hakikatnya, hukum
mengendaki adanya penataan hubungan antar manusia, sehingga
kepentingan masing-masing dapat terjamin dan tidak ada yang
melanggar kepentingan pihak lain.
Kenyataan tersebut dapat di pahami karena pengertian hak dalam arti
modern timbul sebagai ciri yang berkaitan dengan kebebsan manusia.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hart (Bertens,2000), bahwa hak dalam
arti modern itu dapat timbul sesudah diakuinya kebebasan dan otonomi
setiap manusia. Dengan demikian,,keinsafan akan martabat manusia
sebagai makluk yang bebas dan otonom merupakan syarat mutlak yang
memungkinkan haknya diakui. Hak yang dimaksud disini adalah hak
hukum yang dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi
tertentu melainkan semata-mata karena ia manusia.
6. Asas-asas dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009
Menurut pasal 2 penjelasan undang-undang nomor 36 tahun 2009
tentang kesehaatan, dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan harus
memperhatikan sebagai asas yang memberikan asas yang memberikan arah
pembangunan kesehatan, sebagai beriku.
a. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan
harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan,agama,dan bangsa.
b. Asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik
dan mental serta antara material dan spiritual.
c. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan
yang sehat bagi setiap warga Negara.
d. Aspek perlindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat
memberikan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayana
kesehatan.
e. Asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa
pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban
masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum.
f. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan
masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.
g. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan
tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan damn laki-laki.
h. Asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus
memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang
dianut masyarakat.
7. Hak dan kewajiban pemerintah,masyarakat, dan perorangan dalam bidang
kesehatan.
Istilah hak dan kewajiban adalah 2 kata yang hampir selalu tidak
dapat dipisahkan(berkolerasi), akan tetapi tidak dapat dikatakan bahwa
hubungan itu mutlak dan tanpa pengecualian,karena tidak selalu kewajiban
satu orang sepadan dengan hak orang lain (bertens,2000).
Hak adalah tuntunan seseorang terhadap suatu yang merupakan kebutuhan
pribadinya sesuai dengan keadilan,moralitas,dan legalitas.
Sedangkan kewajiaban adalah seperangkattanggung jawab seseorang untuk
melakukan suatu yang memang harus dilakukan,agar dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan haknya.
Hak terdiri atas 3 jenis, yaitu:
1. Hak kebebasan. Hak ini diekspresikan sebagai hak individu untuk hidup
sesuai dengan pilihanya sesuai dengan batas-batas yang ditentukan.
2. Hak kesejahteraan. Hak yang diberikan secara hukum untuk hal-hal yang
merupakan standar keselamatan spesifik dalam suatu bangunan atau
wilayah tertentu.
3. Hak legislatif. Hak yang diterapkan oleh hukum berdasarkan konsep
keadilan.
Badman dan Badman(NilaIsmani,2002) menjelasjakan5 syarat yang
memepengaruhi hak seseoraang yaitu:
1. Kebebasan untuk menggunakan hak yang yang dipilih oleh orang lain.
Orang yang bersangkutan tidak dapat di salahkan atau di hukum karena
menggunakan atau idak menggunakan hak tersebut .Contoh : klien
mempunyai hak untuk menerima atau menolak pengobatan tersbut.
2. Seseorang mempumyai tugas untuk memberikan kemudahan bagi orang
lain untuk menggunakan hak-haknya. Contoh : tenaga kesehatan
(perawat/bidan) mempunyai tugas untuk meyakinkan dan melindungi
hak-hak klien untuk mendapatkan pengobatan.
3. Hak harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, yaitu persaman, tidak
memihak dan kejujuran .Contoh semua klien mempunyai hak yang sama
untuk mendapatkan pengobatan.
4. Hak untuk dapat melaksanakan. Contoh: di beberapa rumah sakit, para
penentu kebijakan mempunyai tugas untuk memastikan bahwa pemberian
hak-hak asasi manusia di laksanakanuntuk semua klien atau pasien.
5. Aapbila hak seseorang bersifat memebehayakan, maka hak tersebut dapat
dikesampingkan atau di tolak dan orang yang bersaangkutan akan diberi
kompensasi atau pengganti.contoh: apabila nama pasien tertunda dari
jadwal pembedahan dengan ini tidak di senganja, mendapat konpensasi
unutk di tempatkan bagian teraatas dari daftar berikutnya.
Dalam bidang kesehatan, misalnya hak memperolah pemelihraan kesehatan dan
untuk memperolah informasi adalah hak yang di miliki oleh setiap warga Negara.
Pernyataan tersebut di atas sejalan dengan UU no.36 / 29 tentang kesehatan, yaitu:
1. Pasl 5 ayat 2 menyatakan bahwa setiap orang mempumyai hak dalam
memperoleh pelayan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
2. Pasla 8 mentakan bahwa setuap orng berhak memperoleh informasi
tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan
yang telah maupun yang akan di terimanya dari tenaga kesehatan.
Selain hak diatas, setiap warga Negara /masyarakat juga mempunyai
kewajiban ikut mewujudkan , mertahankan, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya yang meliputi upaya
kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan ( pasal 9 ayat 1 dan 2 UU
no.36/2009). Selain itu, setiap orang berkewajiban berprilaku hidup
sehat untu mewujudkan , mempertahan, dan memajukan kesehatan
kesehatan yang setinggi-tinggi nya serta berkewajiban menjaga dan
meningkatjkan kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung
jawab nya (pasal 10,11,dan 12 UU no.36/29).
Karena pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran,kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
pembangunan kesehatan tersebut tidak hanya merupakan krwajiban
dari masyarakat , tetapi juga merupakan tugas dan tanggung
jawab/kewajiban dari pemerintah . pasal 14 UU no. 36/2009
menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan,
mengatur,menyelenggarakan, membina, dan mengawasi pelenggaraan
upaya kesehatan di lakukan secara serasi seimbang oleh pemerintah
dan masyarakat termasuk swasta.
Pembangunan kesehatan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat apabila dilaksanakan secara merata dan terjangkau oleh
masyarakat.
Merata dalam arti sedianya sarana pelayanan di seluruh wilayah
sampai daerah terpencil dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat termasuk fakir miskin,orang terlantar dan orang kurang
mampu. Selain itu pemerintah juga bertugas menggerakkan dan
mengarahkan peran serta masyarakat dengan penyelenggaraan
kesehatan termasuk pembiayaanya sehingga dapat berdaya guna dan
berhasil dengan memperhatiakn fungsi social dan kesehatan bagi
masyarakat kurang mampu.Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa masalah kesehatan adalah tugas dan tanggung jawab bersama
antara pemerintah dan masyarakat.(Hendrik,2010).

8. Hukum keperawatan
Tenaga keperawatan sebagai salah satu tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan berjalan dengan baik
dan percaya diriwajib mengetahui dan memahami Hukum kesehatan,
kedokteran maupun aturan dan perundang-undangan dibidang
keperawatan (Hukum Keperawatan) serta sumber-sumber hukum
lainnya yang terkait dengan pelayanan dan profesi keperawatan.
(Dermawan,D&Riyadi,S. 2010. Keperawatan Propesional,
Yogyakarta: Gosyen Publishin.)
1) Hubungan hukum dengan profesi perawat
Masyarakat profesi dengan masyarakat umum telah mengadakan
suatu kontrak (social contract) yang memberikan hak otonomi profesi
untuk melakukan self regulation,self governing, dan self disipclining.
Dengan kewajiban memberikan jaminan profesional yang kompeten dan
melaksanakan praktik sesuai etika dan profesinya. Profesi perawat
memiliki kewajiban untuk mampu memberikan jaminan pelayanan
keperawatan yang propesional kepada masyarakat umum. Kondisi
demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi
hukum dalam praktik keperawatan. Sehingga dalam praktik propesinya
dalam melayani masyarakat perawat terikat oleh aturan hukum, etika dan
moral.
Di indonesia salah satu bentuk aturan yang menunjukan adanya
hubungan hukum dengan perawat adalah UU No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa “ Tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan”. Berdasarkan PP No. 32/1996 Pasal
2 ayat (1) jo. ayat (3) perawat dikategorikan sebagai tenaga kesehatan.
Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, merupakan
UU memberikan kesempatan bagi perkembangan profesi
keperawatan,dimana dinyatakan standar praktik,hak-hak pasien,
kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan
termasuk keperawatan. UU No.23 tahun 1992 telah mengakui profesi
keperawatan, namun dalam praktik profesinya, profesi keperawatan
harus berjuang untuk mendapat pengakuan dari propesi keperawatan
lain,dan juga dari masyarakat.
Profesi perawat dikatakan akuntabel secara hukum bila benar-benar
kompeten dan melaksanakan profesinya sesuai dengan etika dan standar
profesinya. Standar profesi memiliki tiga komponen utama yaitu standar
kompetensi, standar prilaku dan standar pelayanan. Tugas tenaga
kesehatan yang didalamnya termasuk tugas perawat berdasarkan
ketentuan pasal 50 UU No. 23 tahun 1992 adalah menyelenggarakan
atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian atau
kewenangan masing-masing. Agar tugas terlaksana dengan baik. Pasal 3
PP No. 32 tahun 1996 menentukan “Setiap tenaga kesehatan wajib
memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jenis dan jenjang
pendidikanya yang dibuktikan dengan ijazah” Dengan demikian,tugas
dan kewenangan tenaga kesehatan/perawat akan ditentukan berdasarkan
ijazah yang dimilikinya.
Ketentuan pasal 53 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992 jo. Pasal 21 ayat
(1) PP No. 32 tahun 1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tugasnya diwajibkan untuk memenuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien. Standar profesi merupakan pedoman bagi tenaga
kesehatan/perawat dalam menjalankan upaya pelayanan
kesehatan,khususnya terkait dengan tindakan yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap pasien,kecakapan, dan kemampuan tenaga
serta ketersediaan fasilitas dalam sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu, yaitu yang berhubungan
langsung dengan pasien, seperti dokter dan perawat berdasarkan
ketentuan pasal 22 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996 dalam menjalankan
tugas profesinya wajib untuk menghormati hak pasien, menjaga
kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien, memberikan
informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
dan membuat dan memelihara rekam medis. Pelaksana tugas tenaga
kesehatan sesuai dengan standar profesi sekaligus memberikan
perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun pasien, sebagaimana
ketentuan pada pasal 53 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996.
Perlindungan hukum pada pasien diatur dalam pasal 55 ayat (1) UU
No. 23 tahun 1992, yaitu “setiap orang berhak atas ganti rugi akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan”
sedangkan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan diatur dalam
pasal 23 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996 yang menentukan pemberian
perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesinya. Dengan perkataan lain, pasien yang
gagal untuk sembuh tidak berhak atas ganti rugi, sepanjang pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan/perawat sudah
dilakukan sesuai dengan standar profesinya tidak akan dapat digugat
oleh pasien atas kegagalan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan.
(Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani).

2) Latar belakang perlunya hukum


1. Manusia dilahirkan didunia sebagai pribadi dan sekaligus sebagai
makhluk social.
2. Sebagai makhluk pribadi masing-masing mempunyai emosi, ego dan
nafsu, sebagai makhluk social manusia tidak dapat hidup sendiri.
3. Manusia harus hidup bersama membentuk suatu masyarakat.
4. Sebelum dikenal istilah hukum, manusia dapat berbuat sekehendak
hatinya, yang berlaku dalam hukum rimba dimana yang kuat itulah
yang menang.
5. Tidak adanya hukum, maka kehidupan tidak dapat bertahan lama
bahkan dapat berakhir dengan kepunahan.
6. Sebagai makhluk social dalam interaksi dengan anggota masyarakat
yang lain tidak tertutup kemungkinan terjadi pertentangan pendapat,
pertikaian dan bentuk-bentuk ketidaksesuaian lainnya.
7. Agar manusia dapat hidup dalam masyarakat secara harmonis, maka
diperlukan berbagai peraturan dan norma prilaku, baik berupa
kesusilaan, sopan santun, adat dan peraturan hukum.
3) Fungsi hukum
a. Aturan/pedoman dalam peri kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
b. Memberikan jaminan ketertiban, keamanan dan perlindungan hukum.
c. Memberikan jaminan memperoleh keadilan dan kepastian hukum bagi
setiap orang.

4) Sifat hukum
Sifat hukum adalah: Mengikat/sebagai intruksi kepada pemerintah, lain-lain
penyelenggara Negara, lembaga masyarakat dan setiap orang/warga Negara.

5) Sumber hukum
1. Pancasila
Kedudukan/fungsi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
adalah:
a. Sebagai dasar Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 alinea keempat.
b. Sebagai jiwa dan pandangan hidup bangsa Indonesia
c. Meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia.
d. Mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai hukum dasar Negara,
baik yang tertulis (UUD) maupun hukum dasar yang tidak tertulis
(aturan-aturan dasar yang tumbuh dan terpelihara dalam politik
penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis), aturan-aturan
semacam ini disebut: KONVENSI.
Dalam system/kata urutan hukum di Indonesia, pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum.
2. Undang-undang Dasar 1945
a. Menciptakan pokok-pokok pikiran (pancasila) dalam pasal-pasalnya.
b. Membuat aturan-aturan pokok,sedang atau yang menyelenggarakan
aturan pokok diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah
caranya membuat,merubah dan mencabut.
c. Dalam sistem hukum, UUD 1945 sebagai sumber hukum dengan
demikian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945.
d. UUD 1945 berisi norma,aturanatau ketentuan yang harus
dilaksanakan dan ditaati oleh pemerintah,setiap lembaga
Negara,lembaga masyarakat dan juga setiap warga Negara dan
penduduk Indonesia.
e. Dalam kerangka tata susunan atau tata tinkatan norma hukum yang
berlaku merupakan hukum yang menempati kedudukan tinggi.
UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol apakah
norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan
ketentuan UUD 1945. (Dermawan,D&Riyadi,S. 2010. Keperawatan
Propesional, Yogyakarta: Gosyen Publishin.)
6) Pembagian Hukum
1. Ruang lingkup hukum memang ckup luas karena hukum berupayah
mengatur semua aspek kehidupan manusia dalam bermasyarakat
2. Dari berbagai cara pembagian yang terutama perlu di pahami oleh
tenaga kesehatan / tenaga keperawatan adalah pembagian hukum
menurut fungsi hukum yaitu:
a.) Hukum Sipil (privat)
 Hukum sipil mengaku hubungan antara satu orang dengan
orang lainya, deangan meniti beratkan kepentingan
perorangan.
 hukum sipil, meliputi: huku perdata dan perdana.
 hukum perdana di atur pada kitab undang –undang
hukum sipil (KUHS), yang meliputi : hukum perorangan,
hukum kekelurgaan dan hukum kekayaan.
b.) Hukum public (hukum Negara)
 Hukum public mengatur hubungan antara Negara dengan
alat-alat perlengkapannya atau hubungan Negara dengan
perseorangan (warga Negara)
 Hukum Publik meliputi: hukum tata Negara, hukum
administrasi Negara, hukum pidana dan hukum
internasional
 Hukum pidana mempunyai obyek pada aturan-aturan
hukum yang mengenai kejahatan atau yang bertalian
dengan pidana
 Hukum pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)
B. Aspek hukum kelalaian dan malpraktik.
Malpraktik telah digunakan secara luas di Indonesia sebagai terjemahan
malpractice, sedangkan kelalaian adalah terjemahan untuk negligence.Kedua
pengertian ini sering kacau dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi
sebenarnya kedua pengertian ini berbeda.Creighton malah menyebutkan bahwa
malpractice adalah sinonim untuk professional negligence.
Di Indonesia hukum kedokteran belum dapat dirumuskan secara mandiri sampai
saat ini, sehingga definisi-definisi tentang kelalaian maupun malpraktik juga
belum mungkin dirumuskan. Dengan demikian, rumusan-rumusan yang berasal
dari Negara lain tersebut dapat dijadikan acuan.

C. Aspek hukum pelayanan kesehatan


1. Rumah sakit dan pasien
Hubungan kontraktual antara tenaga kesehatan dan pasien dapat
menimbulkan aspek hukum, baik aspek hukum perdata, hukum administrasi,
maupun hukum pidana.Hukum perdata dapat menimbulkan gugatan perdata.
Menurut BW (Burgerlijk Wetboek), tanggung gugat perdata yang terjadi
dalam bidang pelayanan kesehatan umumnya disebabkan oleh factor berikut:
a.) Melanggar aturan hukum
b.) Tidak terpenuhinya prestasi
c.) Kealpaan ataupun kecerobohan sehingga berdampak pada
kematian/cacat tubuh.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 55 ayat 2
merupakan dasar hukum bagi penuntutan ganti rugi menurut hal yang diatur
dalam BW sebagai peraturan perundangan yang berlaku umum. Ketentuan
yang berlaku dalam BW diantaranya adalah:
a.) Pasal 1234 BW, merupakan ketentuan umum yang memberikan dasar
hukum ganti rugi yang diakibatkan oleh “wanprestasi”. Tidak
terpenuhinya prestasi sesuai yang dijanjikan sebagai akibat kurang hati-
hati dan cermat dalam mengupayakan kesehatan.
b.) Pasal 1365 BW, merupakan ketentuan umum yang memberikan dasar
hukum bagi penggantian kerugian akibat perubahan melanggar hukum
(onrechtmatige daad)
Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan ketentuan pasal 1365
BW terkait onrechtmatige daad ini adalah:
1. Harus ada perbuatan
2. Perbuatan tersebut harus melanggar hukum
3. Ada kerugian
4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum tersebut
dengan kerugian yang diderita
5. Adanya kesalahan

2. Hak dan kewajiban pasien


Dahulu, hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien dirumah sakit
bersifat komando, yang berarti bahwa pasien selalu menuruti hal yang
dikatakan oleh tenaga kesehatan tanpa mempertanyakan alasannya. Saat ini,
kedudukan antara tenaga kesehatan dan pasien sejajar dan sama secara
hukum. Pasien memiliki hak dan kewajiban tertentu, demikian sebaliknya.
Pada beberapa referensi hukum kesehatan disebutkan beberapa hak pasien,
diantaranya adalah:
a. Hak atas informasi dan/atau memberikan persetujuan, hal ini dikenal
dengan informed consent.
b. Hek memilih tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan bidan) serta sarana
pelayanan kesehatan, hak ini bersifat relatif pada posisi tertentu. Adanya
aturan tertentu (lex specalis) memungkinkan terjadinya pengaturan yang
lebih spesifik dengan berbagai pertimbangan.
c. Hak atas rahasia penyakitnya. Dalam beberapa literatur disebutkan
bahwa perumusan rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang
disampaikan oleh pasien, baik secara sadar maupun tidak sadar, kepada
dokter/perawat dan segala sesuatu yang diketahui oleh dokter/perawat
pada saat mengobati dan merawat pasien.

3. Hubungan hukum dokter dan perawat.


Menurut Ridwan H.R (2006), dalam Negara hukum, setiap tindakan
hukum pemerintah harus berdasarkan pada asas legalitas atau ketentuan
perundang-undanagan yang berlaku. Ketentuan undang-undang ini
melahirkan kewenangan tertentu bagi pemerintah untuk melakukan tindakan
hukum. Pemerintah memiliki kedudukan khusus (de overhead als bijzonder
person) sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur
dan menyelenggarakan kepentingan umum. Oleh sebab itu, pemerintah
diberikan wewenang untuk membuat peraturan perundang-undangan,
mengguanakan paksaan pemerintah, ataupun penerapan sanksi hukum.Oleh
sebab itu, hubungan hukum ini bersifat ordunatif.
4. Hubungan sarana pelayanan kesehatan dan pasien.
Dokter dan perawat adalah mereka bekerja disatu rumah
sakit.Kedudukan kepegawean yang bersangkutan dirumah sakit adalah
sebagai pekerja penuh dan mendapatkan gaji.Dokter dan perawat seperti ini
disebut sebagai pekerja purna waktu (full time).Dalam hal ini, rumah sakit
bertanggung jawab penuh atas semua tindakan pekerja yang “in” tersebut.
Sebaliknya, terdapat juga dokter dan perawat yang bekerja paruh waktu atau
sebagai pekerja tamu, yang biasa dikenal sebagai dokter atau perawat “out”,
yang berarti bukan pegawai rumah sakit tersebut. Umtuk pekerja seperti ini,
tanggung jawab bukan berada pada masing tim kerja ini memiliki
kesepakatan yang berbeda dengan setiap rumah sakit tersebut

D. Aspek Hukum Informed Consent.


Secera yuridis,ada dua unsur pokok yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan profesi kesehatan,yaitu informed consent dan standar
profesi.segala perselisihan hukum berkaitan dengan profesi selalu kembali
mengenai pemenuhan kebutuhan kedua unsur tersebut sebagai unsur utama
tanggung jawab medis.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap beberapa
pasal yang berkaitan dengan hal tersebut,khususnya pasal 351 yang serimg
pula disebut sebagai pasal tentang penganiyayaan.
Contoh tentang fisik hukum terhadap adanya pasal 531 KUHP. Jika A
menusuk atau menyayatkan pisau pada B sehingga terjadi luka atau cedera
maka dikatakan bahwa A telah menganiyaya B.sekiranya A adalah seorang
dokter/tenaga kesehatan,tetap dikatakan A telah menganiaya,kecuali apabila:

1. B (Pasien) memberi ijin kepada A untuk melakukan tindakan tersebut


terhadap dirinya.
2. Tindakan tersebut didasarkan atas suatu indikasi medis dan tujuan
tindakan tersebut adalah nyata atau konkret.
3. Tindakan itu dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang diakui dalam dunia
kedokteran umumnya.
Jika diamati lebih lanjut 3 syarat tersebut harus dipenuhi
keseluruhanya,agar suatu perbuatan atau tindakan hilang sifat bertentangan
dengan hukum sebagai akibat adanya pasal 351 KUHP. Akhirnya perlu
disadari bahwa informend consent berfungsi melindungi pasien dari
tindakan tenaga kesehatan atau dokter yang tidak bertanggug jawab,namum
juga melindungi tenaga kesehatan atau dokter dari tuntutan-tuntutan yang
tidak propesional dari pihak pasien.dengan perkataan lain informend consent
merupakan perwujudan disiplin dalam hukum kesehatan.
E. Aspek Hukum Rekam Medis.
Rekam medis compendium yang berisi informasi tentang kondisi
pasien selama dalam perawatan penyakitnya atau pemeliharaan
kesehatanya.Rekam medis juga didefinisikan sebagai rekaman dalam bentuk
tulisan atau gambaran aktifitas pelayana yang diberikan oleh pemberi
pelayanan medis/kesehatan kepada seorang pasien.
Dalam permenkes No.749.a/Menkes/Per/XII/1989 pasal 1(a) dinyatakan
bahwa rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien,pemeriksaan,pengobatan,tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.menurut penjelasan UUPK
Pasal 46 ayat (1),yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi
catatan dan dokumen tentang identitas
pasien,pemeriksaan,pengobatan,tindakan,dan pelayanan lain yang telah
diberikan pada pasien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi
dengan system klien dan tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai
tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok .
Secara umum terdapat dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang
hukum yang mengatur praktiknya.Alasan pertama untuk memberikan kepastian
bahwa keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-
prinsip hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas
Beberapa masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para
ahli. Bebarapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi: menandatangani
pernyataan hukum, memberikan persetujuan (consent), incident report, pencatatan,
pengawasan penggunaan obat, abortus, kematian dan masalah yang terkait.
Di Indonesia dengan telah terbitnya UU kesehatan No. 23 tahun 1992 memberikan
suatu jalan untuk mengeluarkan berbagai peraturan pemerintah termasuk disini
undang-undang perlindungan dari praktik malpraktik.Selain itu ada juga advokasi
perawat, yaitu upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).Advokasi juga
diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenis.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat kami berikan adalah
sebagai berikut:
a) Indonesia memerlukan Undang-Undang yang mengatur segala hal tentang
dunia keperawatan.
b) Diharapkan Menkes proaktif dengan DPR segera membahas RUU agar
dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang
c) Para perawat harus mempunyai izin dari suatu badan yang mempunyai
kewenangan untukmemberikan izin praktek bagi perawat, sehingga bisa
melindungi pasien.
d) tindakan perawat yang dilakukan haruslah konsisten dengan prinsip-prinsip
hukum
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan,D&Riyadi,S. 2010. Keperawatan Propesional, Yogyakarta: Gosyen Publishin.

Hendrik,2010. Etika & Hukum, Jakarta:EGC

M.Achadiat,S,2004. Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dakam tantangan


Zaman,Jakarta:EGC.

Ta’adi,2011.Hukum Kesehatan Sanksi & Motivasi bagi Perawat Jakarta:EGC

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A.Yani

Anda mungkin juga menyukai