Dosen Pengampu:
Tingkat IIIB
Disusun Oleh :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN D3 KEPERAWATAN
1
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
kami menyadari bahwa makalah ini belum maksimal dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharap masukan, kritikan dan saran para
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga amal baik semua pihak diterima oleh Allah dan mendapatkan
balasan darinya dengan pahala yang setimpal dan semoga makalah ini bermanfaat
bagi saya dan juga bagi pembaca sekalian.Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULi
3
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN4
1.1 Latar Belakang4
1.2 Tujuan penulisan5
BAB II PEMBAHASAN6
3.1 Kesimpulan25
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
5
jalan dirumah masing-masing. Pasien unit kritis yang ada sekarang ini tidak
mungkin bertahan hidup dimasa lalu dikarenakan buruknya sistem perawatan
kritis yang ada. Sudah direncanakan di beberapa rumah sakit akan adanya
unit kritis yang lebih besar dan kemungkinan mendapatkan pelayanan
perawatan kritis di rumah atau tempat-tempat alternatif lainnya. Perawat
kritis harustetap memantau informasi terbaru dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki untuk mengelola metode dan teknologi perawatan
terbaru. Seiring dengan perkembangan perawatanyang dilakukan pada pasien
semakin kompleks dan banyaknya metode ataupun teknologi perawatan baru
yang diperkenalkan, perawat kritis dipandang perlu untuk selalu
meningkatkan pengetahuannya
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui konsep dasar aspek legal dalam keperawatan kritis
2. Mengetahui masalah aspek legal dalam keperawatan kritis
BAB 2
6
TINJAUAN PUSTAKA
1. AREA HUKUM
Menurut Morton & Fontaine (2009) terdapat tiga area hukum yang
mempengaruhi praktik perawat perawatan kritis, yaitu hukum adminstrasi,
hukum sipil, dan hukum pidana.
a. Hukum Adminstrasi
Hukum adminstrasi merupakan suatu konsekuensi hukum dan
regulasi negara bagian dan federal yang terkait dengan praktik
perawat. Di negara bagian terdapat suatu badan legislasi yang
berfungsi untuk mengukuhkan akta praktek perawat. Dalam
tiap akta tersebut, praktik keperawatan didefinisikan, dan
kekuasaannya didelegasikan pada lembaga negara bagian
biasanya disebut dengan State Board of Nursing. Lembaga ini
berfungsi menyusun regulasi yang mengatur mengenai
bagaimana penafsiran dan implementasi dari akta praktek
perawat seharusnya.
b. Hukum Sipil
c. Hukum Pidana
7
Area ketiga hukum yang relevan dengan praktik keperawatan
adalah hukum pidana. Berbeda dengan hukum sipil, dimana
individu yang satteru menuntut individu yang lain, hukum
pidana terdiri atas kasus tuntutan hukum yang diajukan oleh
negara bagian, pemerintah federal atau setempat terhadap
perawat. Dalam hal ini yang termasuk kasus pidana adalah
penyerangan dan pemukulan, pembunuhan akibat kelalaian,
dan pembunuhan murni.
8
dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut
prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa
memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah
kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan
prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien
yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi, tersedianya
informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan
pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak
mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan.
b. Kebebasan (freedom)
Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa
tekanan atau paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa
siapapun bebas menentukan pilihan yang menurut
pandangannya sesuatu yang terbaik. Contoh : Klien dan
keluarga mempunyai hak untuk menerima atau menolak
asuhan keperawatan yang diberikan.
c. Kebenaran (Veracity) truth
Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral
dan etika yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip
kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai
menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Suatu
kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak
membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang
fundamental dalam membangun hubungan saling percaya
dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan kejadian
sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari
hasil penelitian pada pasien dalam keadaan terminal
menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang kondisinya
secara jujur (Veatch, 1978). Contoh : Tindakan pemasangan
infus harus dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku dimana
klien dirawat.
d. Keadilan (Justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all,
1991). Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi
semua individu. Artinya individu mendapat tindakan yang
sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk
kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut
9
beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat harus
diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat
diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar,
maka menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber
yang besar pula, sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang
dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun di ruang
VIP harus sama dan sesuai SAK
e. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)
Tindakan/prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau
membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada
klien dirawat dengan penurunan kesadaran, maka harus
dipasang side driil.
f. Kemurahan Hati (Benefiecence)
Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan
merugikan/membahayakan dari tindakan yang dilakukan.
Melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain. Merupakan
prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang
lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam
praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering
memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak
adanya kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung
jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien.Contoh:
Setiap perawat harus dapat merawat dan memperlakukan klien
dengan baik dan benar.
g. Confidentiality
Yang dimaksud confidentiality adalah menjaga privasi atau
rahasia klien, segalasesuatu mengenai klien boleh diketahui
jika digunakan untuk pengobatan klien ataumendapat izin dari
klien. Sebagai perawat kita hendaknya menjaga rahasia pasien
itutanpa memberitahukanya kepada orang lain maupun
perawat lain.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya
mempertahankan privasidan kerahasiaan pasien sesuai kode
etik keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yangsecara
fundamental mesti dilakuakan dalam merawat pasien adalah :
10
1) Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari
informasi kesehatan yang diberikanharus tetap terjaga
2) Individu yang menyalahgunakan kerahsiaan,
keamanan, peraturan dan informasi dapatdikenakan
hukuman/ legal aspek
3. INFORMED CONSENT
11
berkurang kompetensinya, bahkan yang lebih parah lagi kebanyakan dari
mereka tidak membacakan lembar informed consent ini. Jadi poin yang
terpenting dari hasil penelitian ini adalah bahwa defisit dari kompetensi
seorang pasien tidak mudah untuk dideteksi dengan pemeriksaan medis
rutin.
4. DOKUMENTASI
Pepatah lama menyatakan bahwa, tidak melakukan dokumetasi berarti
tidak benar-benar melakukan keperawatan. Menurut hukum, jika sesuatu
tidak di dokumentasikan, berarti pihak yang bertanggung jawab tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Jika
perawat tidak melaksanaknnya atau menyelesaikan suatu aktivitas atau
mendokumentasikannya secara tidak benar,dia dapat dituntut melakukan
kelalaian atau malpraktik. Dokumentasi keperawatan harus dapat
dipercaya secara legal, yaitu harus memberika laporanyang akurat
mengenai perawatan yang diterima klien. Tappes, weiss, danwhitehead
(2001) menyatakan bahwa dokumentasi dapat dipercaya apabila
memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan pada periode waktu yang sama-perawata
didokumentasikan padawaktu perawatan diberikan.
b. Akurat, laporan yang akurat ditulis mengenai apa yang
dilakukan olehperawat dan bagaimana klien berespons.
12
c. Jujur, dokumentasi mencakup laporan yang jujur mengenai apa
yangsebenarnya dilakukan atau apa yang sebenarnya diamati.
d. Tepat, apa saja yang dianggap nyaman oleh sesorang untuk
dibahasdilingkungan umum didokumentasikan.
13
2.2ISU & MASALAH LEGAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS
b. Advance directive
14
Metode bedah semakin berkembang dan terapi obat immunosupresive
semakin efektif dalam meningkatkan jumlah maupun jenis organ dan
jaringan yang berhasil ditransplantasikan .
profesi perawatan kritis harus memastikan bahwa keputusan
untuk menarik perawatan diri dibuat secara terpisah
dari keputusan untuk menyumbangkan organ. Disamping itu, donor
jantung setelah kematian sering dilakukan
dalam operasi. anggota perawatan kritis perlu membuat rencana perawatan
pasien meninggal sebagai mana mestinya. pendonor harus
meninggal sesuai dengan kebijakan rumah sakit yang
ditentukan sebelum pengadaan organ. Tidak adanya proses pengadaan organ
menjadi penyebab langsung kematian.
4. WRONGFUL DEATH
Menurut Urden (2010), wrongful death merupakan kematian pasien
yang disebabkan oleh kelalaian dari petugas kesehatan profesional
ataupun dari organisasi rumah sakit tersebut.
Contoh Kasus :
Contoh Kasus :
16
bahwa perawat tersebut secara sengaja dan sadar mengabaikan
resiko bahaya yang telah diketahui pasien.
6. EUTHANASIA
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti
“baik”, dan thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut.
Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau
penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga
berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan
penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145). Euthanasia
sering di sebut juga dengan istilah mercy killing / a good death (mati
dengan tenang) .
17
Suatu aspek yang penting tentang euthanasia adalah bahwa
pengakhiran hidup atau mengabaikan suatu tindakan yang dapat
memperpanjang hidup seseorang, yang dilaksanakan atas permintaan
pasien yang bersangkutan . secara prinsip dapat dapat dikatakan bahwa
pasien yang bersangkutan adalah satu-satunya yang dapat menyatakan
bahwa hidupnya lebih lanjut baginya tak ada artinya dan tak diharapkan
lagi.
2.3CONTOH KASUS
1. ANALISA KASUS
“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan
dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat
memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M
mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan
“secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain,
perawat meninggalkan Ny.M.
19
ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan
staff Rumah Sakit.
2. PEMBAHASAN KASUS
Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang
diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan termasuk staf yang
terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan
pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam
pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan
keperawatan yang diberikan (SOP).
Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal
menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan,
Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan
juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien
yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi
yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut:
1) Otonomi pasien
20
Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi
yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan
terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya
karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak
lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan
mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat
informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang
menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan
membuat Ny.M tidak tertolong lagi.
21
Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang
diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang
berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan
pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien
setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien.
22
perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim
medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan
masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah
yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk
menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan
alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak
dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga
terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan
tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan
yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi
dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan
menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien
dapat sama dan saling menunjang.
d. Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.
Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama
sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat
mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya
kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari
tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai
kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang
diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya
secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.
23
e. Tinjauan dari standar praktek dan SOP
Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan
dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk
memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi
yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus
dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut
adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap
mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan
lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik.
Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan
yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka
harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan
selalu diperbaharui.
langkah-langkah penyelesaian etik dalam kasus ini maka Komite
etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati
dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik
terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan,
masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk
pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.
24
25
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Banyak sekali isu-isu yang terkait dengan aspek legal khususnya dalam
keperawatan kritis dan gawat darurat. Isu-isu tersebut terdiri dari isu yang
berkaitan dengan kelalaian perawat maupun isu yang terkait bantuan hidup pada
pasien. Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang perawat kritis untuk selalu
menjalankan peran serta fungsinya dan melakukan tindakan sesuai dengan
standar keperawatan dan lebih memahami ataupun meningkatkan
pengetahuannya terkait isu yang berkaitan dengan aspek legal khususnya pada
ranah keperawatan kritis maupun keperawatan gawat darurat sehingga perawat
kritis dapat menghindari timbulnya permasalahan hukum yang rentan sekali
terjadi di dunia kesehatan ini.
26
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek. EGC; Jakarta.
28