Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang Prinsip Legal dan Perlindungan Hukum
Dalam Praktik Keperawatan. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dosen mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Prinsip legal dan Perlindungan Hukum Dalam
Praktik Kperawatan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibuk Ernawati, Ners.,M.Kep selaku dosen matkul
Konsep Dasar Keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan
nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari makalah yang
kelompok kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, sebab itu, kritikan dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 11 November 2022

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan


tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi
pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif, dan ramah terhadap
mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum
untuk membela hak-haknya. Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukum untuk
mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legan dan etik yang
dimunculkan oleh konsumen telah mengubah system pelayanan kesehatan.
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang
ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang
implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kritis perawat. Perawat perlu memahami
hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak
perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa
yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang professional.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperswatan?
1.2.2 Apa saja isi dari prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?
1.2.3 Bagaimana perlindungan hukum dalam praktik keperawatan?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui tentang prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?
1.3.2 Mengetahui isi dari prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?
1.3.3 Mengetahui mengenai perlindungan hukum dalam praktik keperawatan?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan


Legal atau syah (sah) adalah tindakan yang tidak bertentangan dengan aturan atau
undang undang yang berlaku. Legal dalam keperawatan berarti suatu aturan yang
keperawatan dalam melaksanakan praktik profesi, sehingga tidak terlepas dari undang-
undang dan peraturan tentang praktik keperawatan. Adapun prinsip-prinsip legal dalam
praktik keperawatan sebagai berikut:
2.1.1 Malpraktek
Malpraktek adalah kelalaian seseorang perawat untuk menerapkan tingkat
pengetahuan dan keterampilan didalam memberikan pelayanan pengobatan dan
perawatan terhadap seseorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan
merawat orang sakit atau terluka dilingkuanagn wilayah yang sama. Malpraktek
terbagi menjadi 3 kategori :
1. Criminal Malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukan dalam kategori criminal malpractice
apabila perbuatannya memenuhi rumusan delik pidana yakni:
a. Perbuatan Tercela
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan
atau kecerobohan. Misalnya euthanasia (pasal 244 KUHP mmebuka
rahasia jabatan ( pasal 332 KUHP), membuat surat keteranga palsu
(263 KUHP) dan melakukan aborsi tanpa indikasi medis ( pasal 299
KUHP).
c. Kecerobohan
Yaitu melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
(informed cosent).
d. Kelalaian
Kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat, meninggalnya pasien dan
ketinggalan klem dalam perut pasien Ketika saat melakukan operasi.
2. Civil Malpraktek
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan sebagai Civil
Malpraktek:
a. Tindakan melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
c. Melakukan kesepakatannya tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Hal ini bisa bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkab principle of vicsip rius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat
bertanggung gugatan atas kesalahan yang dilakukan karyawan selama tenaga kesehatan
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative Malpractice
Tenaga keperawatan dikatakan telah melakukan administrasi malpraktek Ketika
tenaga keperawtan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menertibakan berbagai
kegiatan kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga keperawatan untuk
menjalankan profesinya, batas kewenangan serta kewajiban tenaga kesehatan. Apabila
peraturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
a. Tindakan- tindakan Malpraktik yaitu :
1. Kesehatan
2. Penyuapan
3. Penyalahgunaan obat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standart kesehatan atau tidak steril
6. Kesalahan prosedur operasi
7. Percobaan cara pengobatan baru suatu penyakit pada pasien
b. Dampak Malpraktek
1. Merugikan pasien terutama dapat menyebabkan cact permanen
2. Bagi petugas hukum dapat dijerat hukum pidana
3. Dari segi social dapat dikucilkan oleh masyarakat
4. Dari segi agama mendapat dosa
5. Dari segi etika keperawtan melanggar etika dan bukan tindakan
professional
c. Upaya Pencegahan Malpraktik
1. Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medik dan standart
prosedur professional
2. Berpedoman pada standart pelayanan medik dan standart
profesional
3. Kerja secara profesional berlandaskan etik dan moral tinggi
4. Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban dan kekeluargaan
5. Ikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku terutma pada
bidang kesehatan.
2.1.2 Kelalaian
Kelalaian bukanlah suatu kejahatan. Seorang dokter atau perawat
dikatakan lalai jika mereka tak acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang
lain sebagaimana biasanya. Kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-
hati yang pada umunya wajar dilakukan oleh seseorang dengan hati-hati, dalam
keadaan tersebut itu merupakan suatu tindakan seseorang yang hati-hati dan
wajar tidak akan melakukan didalam keadaan yang sama.
Tetapi jika kelalaian mencapai suatu tingkat tertentu sehingga
memperdulikan jiwa orang lain maka membawa akibat hukum apalagi jika
merenggut nyawa seseorang, maka hal ini dapat digolongkan sebagai kelalaian
berat.

Adaapun hal-hal yang menjadi tolak ukur dari timbulnya kelalaian dapat
ditinjau dari berbagai hal seperti berikut:
1. Tidak melakukan keawajiaban profesinya untuk mempergunakan
segala ilmu dan keterampilannya
2. Menyimpang dari kewajibannya yaitu menyimpang dari apa yang
seharusnya dilakukan
3. Adanya hubungan sebab akibat yaitu adanya hubungan langsung
anatara penyebab dan kerugian yang dialami pasien sebagai
akibatnya.
2.1.3 Pertanggung Gugatan Dan Pertanggung Jawaban
1. Pertanggung Gugatan
Yaitu suatu tindakan gugatan apabila terjadinya suatu kasus.
Contoh :
Ketika dokter memberi induksi kepada perawat untuk memberikan
obat kepada pasien tapi ternyata obat yang diberikan itu salah, dam
mengakibatkan pasien menjadi tambah parah dan dapat merenggut
nyawanya. Maka, pihak keluarga pasien berhak menggugat dokter atau
perawat tersebut.
2. Pertanggung Jawaban
Yaitu suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas
perbuatannya.
Contoh :
Jika ada k.esalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan tidak bisa diterima oleh keluarganya pasien maka tenaga
kesehatan bertanggung jawab atas kalalaian dan kesalahannya.

2.2 Isi Dari Prinsip-prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan


2.2.1 Autonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakainan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memeiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kbebesan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek professional merefleksikan otonomi saat
perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.
2.2.2 Beneficience ( berbuat baik)
Beneficienece berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik, kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,
dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik anatara prinsip beneficiene
dengan otonomi.
2.2.3 Justice ( keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal, dan nilai
indirarefleksikan dalam praktik professional Ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum,standar praktek dan keyakinan yang untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
2.2.4 Normal Eficience ( Tidak Merugikan )
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan
psikologi pada klien.
2.2.5 Veracity ( Kejujuran)
Prinsip ini berarti dengan penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyapaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
2.2.6 Fidellity ( Menepati Janji)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap privasi klien. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji
serta menyimpan rahasia pasien.

2.2.7 Confidentially ( Kerahasiaan)


Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
2.2.8 Accountabillty (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang jelas atau tanpa terkecuali.

2.3 Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan

Hukum adalah seluruh aturan dan undang-undang yang mengatur sekelompok


masyarakat, dengan demikian dibuat oleh masyarakat dan untuk mengatur semua anggota
masyarakat. Tujuan hukum yang mengendalikan cakupan praktek keperawatan,
ketentuan, perizinan bagi perawat, dan standar asuhan adalah melindungi kepentingan
masyarakat. Perawat yang mengetahui dan menjalankan undang-undang praktik
keperawatan serta standar asuhan yang akan memberikan layanan keperawatan yang
aman dan kompeten.
Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabakan perawat
secara belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
Tumpang tindih antara tugas seorang dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberap
perawat lulusan Pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan peran,
fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama
pengetahuan dan keterampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang
mereka miliki.

2.3.1 Pentingnya undang-undang Praktik Keperawatan

Ada beberapa alasan mengapa Undang -Undang praktik keperawatan dibutuhkan.


Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan kontribusi besar dalam peningkatan
derajat kesehatan. Perawat berperan membrikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan
perbatasan. Tetapi pengapdian tersebut pada kenyataan blum diimbangi dengan
pemberian perlindungan hukum, bahkan cendrung menjadi objek hukum.
Kedua, alasan yuridis UUD 1945 pasal 5, menyebutkan bahwa presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan dewan perwakilan
rakyat. Demikian juga UU Nomer 23 tahun 1992, pasal 32, secara eksplisit menyebutkan
bahwa pelaksaan pengobatan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau
keperawatan, hanya dapat dilaksakan oleh tenaga kesehatan yang pempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan
berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Di sisi lain
secara teknis lebih berlaku keputusan mentri kesehatan nomer 1239/menkes/s k/xl/2001
tentang registrasi dan praktik perawat.
Ketiga alasan sosiologis. Kebutuh masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran
pradigma dalam pembrian pelayanan kesehatn dari model medikal yang menitikberatkan
pelayanan pada diagonis penyakit dan pengobatan, kepradigma sehatan yang lebih
holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan dan bukan sebagai fokus
pelayanan (cohen 1996).
Disamping itu, masyarakat mem utuhkan pelayanan perawatan yang mudah
dijangkau, pelayanan perawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dari penyelenggaraan
pelayanan keperawatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia
kesehatan. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang di berikan harus profesiaonal,
sehingga perawat/ners harus memiliki kompensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan , serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat
menerima pelayanan dan usaha keperawatan yang bermutu.
2.3.2 Undang – undang yang berkaitan dengan perlindungan hukum dalam praktik
keperawatan

1. Pasal 53 (1) UU 23 tahun 1992 tentang kesehatan


Dalam UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53
menyebutkan beberapa hak pasien, yakni hak atas Informasi, hak atas
second opinion, hak atas kerahasiaan, hak atas persetujuan tindakan medis,
hak atas masalah spiritual, dan hak atas ganti rugi.
2. UUD No.6 Tahun 1963, Tentang Tenaga Kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini
membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, dokter gigi, dan apoteker. Tenaga perawat termasuk
dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan Pendidikan
rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan
tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi, dan apoteker. Pada
keadaan tertentu kepada tenaga Pendidikan rendah dapat diberikan
kewenangan terbatas menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan
langsung.
UU boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklasifikasikan
tenaga kesehatan secara dikotomis (Tenaga sarjana dan bukan sarjana ).
UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi bagi tenaga kesehatan
dalam menjalakan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum
sebagai jenis tenaga kesehatan sarjana keperawatan seperti sekarang ini
perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai
tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan
lainnya.
3. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 Tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu parmedis
keperawatan (termasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari
aspek hukum suatu hak yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak
lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori keperawatan.
4. Pasal 24 (1) PP 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
5. Pasal 299 KUHP
a) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau
mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan
dengan memberitahukan atau menimbulkan pengharapan, bahwa
oleh karena itu dapat gugur kandungannya, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
45.000.
b) Kalau sitersalah mengerjakan itu karena mengharapkan
keuntungan, dari pekerjaannya atau kebiasaannya dalam
melakukan kejahatan itu, atau kalau ada seorang tabib, dukun
beranak (bidan) atau tukang membuat obat, hukuman itu, dapat
ditambah dengan sepertinya.
c) Kalau sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dapat
ia dipercat dari pekerjaannya itu. (K.U.H.P. 10, 35, 37, 283, 346 s,
544 s).
6. UU No. 9 Tahun 1960, Tentang Pokok-pokok Kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintahan ), pasal 10 antara lain menyebutkan
bahwa pemerintah mengatur kedudukan, wewenang, dan kesanggupan
hukum.
7. SK Menteri Negara pendayagunaan Aparatur Negara No.
94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, Tentang jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik
jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun jika memenuhi angkat
kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah:
Penyenang kesehatan, yang sudah masuk mencapai golongan II/a,
pengatur rawat/perawat kesehatan/bidan, sarjana muda/D III keperawatan
dan sarajana S1 keperawatan. Sistem ini mengutungkan perawat, karena
dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan
atasannya.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Isi dari prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan terbagi menjadi 8 yaitu:
Autonomi (otonomi), beneficience ( berbuat baik), justice ( keadilan ), normal eficience
( Tidak Merugikan ), veracity ( kejujuran), fidelity ( menepati janji), confidentiality
(kerahasian), dan accountability (akutabilitas).
Dampak dari Malpraktek diantaranya:
1. Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang
permanen.
2. Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologinya, karena merasa
bersalah.
3. Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
4. Dari segi social dapat dikucilkan oleh masyarakat
5. Dari segi agama mendapat dosa
6. Dari etika keperawatan melanggar etika keperawatan bukan tindakan
professional
Kemudian perlindungan hukum praktek keperawatan bertujuan mengendalikan
cakupan praktek keperawatan, ketentuan, perizinan bagi perawat, dan standar asuhan
adalah melindungi kepentingan masyarakat. Perawat yang mengetahui dan menjalankan
undang-undang praktik perawat serta standar asuhan akan memberikan layanan
keperawatan yang aman dan kompeten.
3.2 SARAN
Saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh
penyusun makalah ini agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah serta dapat lebih
bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti & Rachmawati, (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset


Keperawatan, Jakarta : Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai