Anda di halaman 1dari 15

MUKADDIMAH

Segala puji milik Allah Rabb semesta alam. Dengan-Nya kami meminta pertolongan dalam
urusan dunia dan agama. Semoga shalawat dan salam Allah atas tuan kita Muhammad
penutup para Nabi, keluarganya, dan Sahabatnya semua. Tidak ada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.
Islam adalah agama yang universal. Agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak
ada satu persoalan pun dalam kehidupan ini, melainkan telah dijelaskan. Dan tidak ada satu
masalah pun, melainkan telah disentuh oleh nilai Islam, kendati masalah tersebut nampak
ringan dan sepele. Itulah Islam, agama yang menebar rahmat bagi semesta alam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Barangsiapa dikehendaki Allah (mendapat) kebaikan, maka akan dipahamkan ia dalam


(masalah) agama." (HR. Bukhari).

Mataram, 1 Oktober 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Keutaman Al Qur’an...................................................................................... 3
2.2 Adab dalam Membaca Al Qur’an.................................................................. 5
2.3 Tata cara membaca Al Qur’an......................................................................... 8
2.4 Tajwid............................................................................................................. 9
2.5 Asbabun Nuzul................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP............................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Berbicara tentang Al Qur’an, takkan pernah ada habisnya. Al Qur’an mengandung
berbagai kisah dari sejarah zaman lampau hingga masa yang akan datang, termuat juga
hukum-hukum islam, rahasia alam semesta, serta masih banyak lagi.
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab
turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, Al Qur’an mempunyai peranan yang sangat
penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan
manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh
karenannya kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber
hukum Islam pertama sebelum Hadist serta menjadi sumber ajaran bagi Agama Islam.
Kewajiban manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Al Quran secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S.
Al-'Ashr:1-3). Jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku
Muslim. Membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf
mengandung 10 pahala, apalagi jika mengamalkannya.
Dikalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran yang utama adalah
Al Qur’an dan As Sunnah. Sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk
memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan Agama Islam itu
sendiri sebagai wahyu dari allah SWT yang penjabarannya dilakukan oleh nabi
Muhammad SAW. Di dalam Al Qur’an (QS an nisa :156) kita dianjurkan agar menaati
Allah dan rosulNya, serta ulil amri(pemimpin). Ketaatan kepada Allah dan rosulNya ini
mengandung konsekuensi ketaatan kepada ketentuanNya yang terdapat di dalam Al
Qur’an, dan ketentuan nabi Muhammad SAW yang terdapat di dalam HaditsNya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa makna Al Qur’an?
2. Apa saja adab dalam membaca AL Qur’an
3. Bagaimana peranan dan fungsi Al Qur’an dalam kehidupan?
4. Bagaimana pemahaman dalam pendekatan Al Qur’an?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui makna Al Qur’an
2. Mengetahui adab-adab dalam membaca ALQur’an
3. Mengetahui peranan dan fungsi Al Qur’an
4. Mengetahui pemahaman dalam pendekatan Al Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

A. Al Qur’an
Al Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah
yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan
dipelihara oleh Allah SWT, sesuai dengan firmannya sebagai berikut:
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (QS 15:9)
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. Kalau sekiranya Al-
Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak
di dalamnya.” (QS 4:82)
Al Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat
mengagumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang kafir. Al
Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul Qur’an). Wahyu
yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-5
Pokok-pokok keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan kepada malaikat, rasul-
rasul, kitab-kitab, hari akhir, qodlo qodar, dan sebagainya. Prinsip-prinsip syari’ah
sebagai dasar pijakan manusia dalam hidup agar tidak salah jalan dan tetap dalam koridor
yang benar bagaima namenjalin hubungan kepada Allah (hablun minallah, ibadah) dan
kepada manusia (hablun minannas, mu’amalah).
Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa
bagi yang berbuat dosa (nadzir). Kisah-kisah sejarah, seperti kisah para nabi, para kaum
masyarakat terdahulu, baik yang berbuat benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.
Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan antara lain : astronomi, fisika, kimia,
ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan, teknologi, sastra, budaya,
sosiologi, psikologi, dan sebagainya.

2.1.KEUTAMAAN AL-QUR’AN
1. Al-Qur’an adalah cahaya
a) ‫ ۤا ُء ِم ْن‬O ‫ه َم ْن نَّ َش‬Oٖ Oِ‫ ِديْ ب‬O‫وْ رًا نَّ ْه‬OOُ‫ك رُوْ حًا ِّم ْن اَ ْم ِرنَا ۗ َما ُك ْنتَ تَ ْد ِريْ َما ْال ِك ٰتبُ َواَل ااْل ِ ْي َمانُ َو ٰل ِك ْن َج َع ْل ٰنهُ ن‬ َ ِ‫َو َك ٰذل‬
َ ‫ك اَوْ َح ْينَٓا اِلَ ْي‬
ِ ‫ي اِ ٰلى‬
‫ص َرا ٍط ُّم ْستَقِي ۙ ٍْم‬ ْٓ ‫ك لَتَ ْه ِد‬ َ َّ‫( ِعبَا ِدنَا ۗ َواِن‬Qs.asyi-syura :52)
“Dahulu kamu Muhammad tidak mengetahui apa itu al-kitab dan apa pula iman ,akan tetapi
kemudian kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengan nya kami akan memberikan
petunjuk siapa saja diantara hamba -hamba kami yang khendaki.’’
ٌ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َج ۤا َء ُك ْم بُرْ ه‬
b). ‫َان ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َواَ ْن َز ْلنَٓا اِلَ ْي ُك ْم نُوْ رًا ُّمبِ ْينًا‬
Artinya:
“Allah ta’ala berfirman (yang artinya), :Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada
kalian keterangan yg jelas dari rabb kalian,dan kami turunkan kepada kalian cahaya yg terang
benderang. :(QS.An-nisaa:174).
ِ ۗ ٰ‫الظلُم‬
c.) ‫ت‬ ُ ْ‫ت اِلَى النُّوْ ۗ ِر َوالَّ ِذ ْينَ َكفَر ُْٓوا اَوْ لِيَ ۤاُؤ هُ ُم الطَّا ُغو‬
ُّ ‫ت ي ُْخ ِرجُوْ نَهُ ْم ِّمنَ النُّوْ ِر اِلَى‬ ُّ َ‫هّٰللَا ُ َولِ ُّي الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ي ُْخ ِر ُجهُ ْم ِّمن‬
ِ ٰ‫الظلُم‬
ٰۤ ُ
َ‫ار هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬ ِ ۚ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ا‬
Artinya:
“Allah ta’ala berfirman(yang artinya), Allah adalah penolong bagi orang-orang yg beriman ,
allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, Adapun orang-orang
kafir itu penolong mereka adalah thog yg mngeluarkan mereka dari cahaya menuju
kegelapan-kegelapan”(QS.Al-Baqarah:257)
َ ِ‫ج ِّم ْنهَ ۗا َك ٰذل‬
d.) ‫ك ُزيِّنَ لِ ْل ٰكفِ ِر ْينَ َما‬ َ ‫ت لَي‬
ِ َ‫ْس بِخ‬
ٍ ‫ار‬ ِ ٰ‫الظلُم‬ ُّ ‫اس َك َم ْن َّمثَلُهٗ فِى‬
ِ َّ‫اَ َو َم ْن َكانَ َم ْيتًا فَاَحْ يَي ْٰنهُ َو َج َع ْلنَا لَهٗ نُوْ رًا يَّ ْم ِش ْي بِ ٖه فِى الن‬
َ‫ َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬.(QS.An’aam:122).
Artinya:
“Allah ta’ala berfirman(yg artinya), :dan apakah orang yg sudah mati lalu kami hidupkan dan
kami beri dia cahaya yg membuatnya dapat berjalan ditengah-tengah orang banyak, sama
dengan orang yg berada dalam kegelapan, sehingga ia tidak dapat keluar
darinya?.Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yg mereka
kerjakan”.

2. Al-Qur’an adalah petunjuk


a) “Allah ta’ala berfirman ( yang artinya),’’Alif lam mim .inilah kitab yang tidak ada
sedikit pun keraguan padanya petunjuk bagi orang -orang yang bertakwa.”(QS.al-
Baqarah:1)”
b) “Allah ta’ala berfirman (yang artinya),”Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukan
kepada urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang
beriman yang mengajarkan amal salih bahwasannya mereka akan mendapatkan
pahala yang sangat besar.”(QS.al-israa’:9)”
c) “Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah,agar
mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran.”(QS.Shaad:29).
d) “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an,ataukah pada hati mereka itu ada
gembok-gemboknya?”(QS.Muhammad:24).Allah ta’ala berfirman (yang
artinya),”Apakah mereka tidak menemukan didalamnya banyak sekali
perselisihan.”(QS.an-nisaa’:82)
e) “Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-ku,niscaya dia tidak akan sesat dan
tidak pula celaka.”(QS.Thaha:123).
f) Syaikh Abdurahman bin Nashir as-sa’di Rahimahulla menerangkan,bahwa maksud
dari mengikuti petunjuk allah ialah:
1.Membenarkan berita yang datang dari-nya,
2.Tidak menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman,
3.Mematuhi perintah,
4.Tidak melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat
Taisir al-karim ar-Rahman,hal.515 cet.Mu’assasah ar-Risalah).

3. Al -Qur’an Rahmat dan Obat


“Wahai umat manusia sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari rabb
kalian(yaitu al-Qur’an),obat bagi penyakit yang ada didalam dada,hidayah,dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.”(QS.Yunus:57).
“Dan kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.Akan
tetapi ia tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim selain kerugian.”(QS.al-Israh’:82).

4. Al-Qur’an dan Perniagaan Yang Tidak Akan Merugi


“Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitab Allah dan mendirikan sholat serta
menginfakkan Sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan,mereka berharap suatu perniagaan yang tidak akan rugi.Supaya allah
sempurnakan balasan untuk mereka dan allah tambahkan keutamaan nya kepada
mereka.Sesungguhnya diam aha pengampun lagi maha berterima kasih”(QS.Fathir:29-30)

5. Al-Qur’an dan kemuliaan sebuah Umat


Dari utsman bin affan radhiyaallahu’anhu,Nabi SAW Bersabda,”sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengarjarkannya.”(HR.Bukhari dalam kitab fadha’il
al-Qur’an[5027])

6. Al-Qur’an dan Hadis Yang Diperbolehkan


Dari Abu Hurairah RA,Rasulullah SAW berasabda,”Tidak hasad kecuali dalam dua
perkarat:seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang al-Qur’an sehingga diapun
membaca sepanjang malam dan siang maka ada tetangga yang mendengar hal itu lalu
berkata,”Seandainya aku diberikan sebagai mana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya
aku akan beramal sebagai mana apa yang ia lakukan.”Dan seorang lelaki yang allah berikan
harta kepadanya maka diapun menghabiskan hart aitu di jalan yang benar kemudian ada
orang yang berkata,”Seandainya aku diberikan sebagai mana apa yang diberikan kepada si
fulan niscaya aku akan beramal sebagai mana apa yang dia lakukan.”.”(HR.bukhari dalam
kitab fadha’il al Qur’an [5026])

7. Al-Qur’an dan syafa’at


Dari abu umamah al-bahili RA,Rasulullah SAW bersabda,”Bacalah al-
Qur’an;Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan safa’at bagi
menganutnya.”(HR.Muslim dalam kitab sholat al-musafirin[804])

8. Al-Qur’an dan pahala yang berlipat-lipat


Dari Abdullah bin mas’ud RA.Rasulullah SAW bersabda,”Barang siapa yang membaca
satu huruf dalam kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan.Satu kebaikan itu
akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.Akan tetapi alif satu huruf,lam satu huruf,dan mim
satu huruf.”(HR.Tarmidzi dalam kitab tsawab al-Qur’an[2910],disahihkan oleh syaikh al-
Albani.)

9. Al-Qur’an menentramkan hati


Allah ta’ala berfirman(yang artinya),”Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa
merasa tentram dengan mengingat allah,ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat allah
maka hati aan merasa tentram.”(QS.ar-Ra’d:28)

10. Al-Qur’an dan as-sunnah Rujukan umat


“Hai orang-orang yang beriman,taatilah allah dan tatilah rasul,dan juga ulul amri diantara
kalian.Kemudian kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada allah dan
rasul,jika kalian benar-benar beriman kepada allah dan hari akhir.”(QS.an-nisa’:59).

11. Al-Qur’an dijelaskan oleh as-sunnah


“Dan kami turunkan padamu adz-dzikir/al-Qur’an supaya kamu menjelaskan pada
manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau
berpikir.”(QS. Nahl:44).

2.2 Beberapa Adab Dalam Membaca Al-Qur’an


1. Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan
berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2. Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut
bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
3. Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam
keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama.
Catatan: Ini berkaitan dengan masalah membaca, namun untuk menyentuh Al-Qur’an
dipersyaratkan harus suci. Dalil yang mendukung hal ini adalah:
‫َب ِإلَى َأ ْه ِل ْاليَ َم ِن ِكتَابًا‬ َ ‫ع َْن َأبِى بَ ْك ِر ب ِْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْم ِرو ب ِْن َح ْز ٍم ع َْن َأبِي ِه ع َْن َج ِّد ِه َأ َّن َرس‬
َ ‫ َكت‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬
‫فَ َكانَ فِي ِه الَ يَ َمسُّ ْالقُرْ آنَ ِإالَّ طَا ِه ٌر‬
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk
Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR.
Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
4- Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama
sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih
dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap orang yang duduk di masjid
berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak
masuk masjid tersebut sudah berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya
diperhatikan dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum paham).
Karena mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83).
5- Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah
dan penuh ketenangan.
6- Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut
jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca
ta’awudz ini dihukumi sunnah, bukan wajib.
Perintah untuk membaca ta’awudz di sini disebutkan dalam ayat,
ِ ‫فَِإ َذا قَ َرْأتَ ْالقُرْ َآنَ فَا ْست َِع ْذ بِاهَّلل ِ ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن الر‬
‫َّج ِيم‬
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah
dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
7- Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-
Taubah).
Catatan: Memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir
rahim.
8- Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk
mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,
‫ب َأ ْقفَالُهَا‬
ٍ ‫َأفَاَل يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ َآنَ َأ ْم َعلَى قُلُو‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS.
Muhammad: 24)
ِ ‫ك لِيَ َّدبَّرُوا َآيَاتِ ِه َولِيَتَ َذ َّك َر ُأولُو اَأْل ْلبَا‬
‫ب‬ ٌ ‫ِكتَابٌ َأ ْن َز ْلنَاهُ ِإلَ ْيكَ ُمبَا َر‬
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)
2.3 Tata Cara Membaca Al-Qur’an
1. Bersuci dengan Berwudhu Saat membaca Alquran, Muslim harus dalam kondisi tidak
mempunyai hadas besar atau kecil dalam artian bersuci. Rasulullah SAW bersabda:
‫ع َْن َأبِى بَ ْك ِر‬
‫ ِه ال‬O‫انَ فِي‬OO‫َب ِإلَى َأ ْه ِل ْاليَ َم ِن ِكتَابًا فَ َك‬
َ ‫ َكت‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ ْب ِن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْم ِرو ْب ِن َح ْز ٍم ع َْن َأبِي ِه ع َْن َج ِّد ِه َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬z
‫يَ َمسُّ ْالقُرْ آنَ ِإالَّ طَا ِه ٌر‬
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk
Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Quran melainkan orang yang suci”. (HR.
Daruquthni ) [ No. 449 ]
2. Membaca Ta'awudz
‫هّٰلل‬
ِ ‫فَا ِ َذا قَ َرْأتَ ْالقُرْ ٰانَ فَا ْستَ ِع ْذ بِا ِ ِمنَ ال َّشي ْٰط ِن الر‬
‫َّجي ِْم‬
Artinya: Apabila kamu membaca al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada
Allah dari syaitan yang terkutuk. Perintah ini dari Allah, ditujukan kepada hamba-hamba-Nya
melalui lisan Nabi-Nya; bahwa apabila mereka hendak membaca Al-Quran, terlebih dahulu
hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Perintah ini
adalah perintah sunat, bukan perintah wajib, menurut kesepakatan ulama yang diriwayatkan
oleh Abu Jafar ibnu Jarir dan lain-lainnya dari kalangan para imam.

2.4 Tajwid
Definisi ilmu tajwid
Tajwid secara bahasa adalah mashdar dari jawwada-yujawwidu, yang artinya membaguskan.
Sedangkan secara istilah, Imam Ibnul Jazari menjelaskan:

‫اإلتيان بالقراءة مجودة باأللفاظ بريئة من الرداءة في النطق ومعناه انتهاء الغاية في التصحيح وبلوغ النهاية في التحسين‬

“tajwid adalah membaca dengan membaguskan pelafalannya, yang terhindar dari


keburukan pelafalan dan keburukan maknanya, serta membaca dengan maksimal tingkat
kebenarannya dan kebagusannya” (An Nasyr fil Qira’at Al ‘Asyr, 1/210).

Beliau juga menjelaskan hakekat dari ilmu tajwid,

‫ه‬O‫رف إلى مخرج‬O‫ ورد الح‬، ‫ا‬OO‫ا مراتبه‬OO‫ا وترتيبه‬O‫روف حقوقه‬OO‫اء الح‬O‫و إعط‬O‫ وه‬، ‫راءة‬O‫ة الق‬O‫ وزين‬، ‫فالتجويد هو حلية التالوة‬
‫ف‬OO‫راف وال تعس‬OO‫ وكمال هيئته ; من غير إس‬، ‫ وإلحاقه بنظيره وتصحيح لفظه وتلطيف النطق به على حال صيغته‬، ‫وأصله‬
‫وال إفراط وال تكلف‬

“maka tajwid itu merupakan penghias bacaan, yaitu dengan memberikan hak-hak,
urutan dan tingkatan yang benar kepada setiap huruf, dan mengembalikan setiap huruf pada
tempat keluarnya dan pada asalnya, dan menyesuaikan huruf-huruf tersebut pada setiap
keadaannya, dan membenarkan lafadznya dan memperindah pelafalannya pada setiap
konteks, menyempurnakan bentuknya. tanpa berlebihan, dan tanpa meremehkan” (An Nasyr
fil Qira’at Al ‘Asyr, 1/212).
Hukum tajwid
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “apakah seorang Muslim boleh
membaca Al Qur’an tanpa berpegangan pada kaidah-kaidah tajwid?”. Beliau menjawab:

‫ط‬OO‫ظ فق‬OO‫نعم يجوز ذلك إذا لم يلحن فيه فإن لحن فيه فالواجب عليه تعديل اللحن وأما التجويد فليس بواجب التجويد تحسين للف‬
‫و‬OO‫د فه‬OO‫رآن بالتجوي‬OO‫رأ الق‬OO‫وتحسين اللفظ بالقرآن ال شك أنه خير وأنه أتم في حسن القراءة لكن الوجوب بحيث نقول من لم يق‬
‫ه‬OO‫ه إال أن‬OO‫آثم قول ال دليل عليه بل الدليل على خالفه بل إن القرآن نزل على سبعة أحرف حتى كان كل من الناس يقرؤه بلغت‬
‫ان بن‬OO‫نين عثم‬OO‫ير المؤم‬OO‫ريش في زمن أم‬OO‫ة ق‬OO‫راءة على لغ‬OO‫بعد أن خيف النزاع والشقاق بين المسلمين وحد المسلمون في الق‬
‫ل‬OO‫د لئال يحص‬OO‫رف واح‬OO‫اس على ح‬OO‫ع الن‬OO‫ه أن جم‬OO‫ه في خالفت‬OO‫ن رعايت‬OO‫ه وحس‬OO‫ائله ومناقب‬OO‫عفان رضي هللا عنه وهذا من فض‬
‫ه فال‬OO‫ا هي علي‬OO‫الحروف على م‬OO‫ق ب‬OO‫النزاع والخالصة أن القراءة بالتجويد ليست بواجبة وإنما الواجب إقامة الحركات والنط‬
‫يبدل الراء الما مثال وال الذال زايا ً وما أشبه ذلك هذا هو الممنوع‬

“Ya, itu dibolehkan. Selama tidak terjadi lahn (kesalahan bacaan) di dalamnya. Jika
terjadi lahn maka wajib untuk memperbaik lahn-nya tersebut. Adapun tajwid, hukumnya
tidak wajib. Tajwid itu untuk memperbagus pelafalan saja, dan untuk memperbagus bacaan
Al Qur’an. Tidak diragukan bahwa tajwid itu baik, dan lebih sempurna dalam membaca Al
Qur’an. Namun kalau kita katakan ‘barangsiapa yang tidak membaca Al Qur’an dengan
tajwid maka berdosa‘ ini adalah perkataan yang tidak ada dalilnya. Bahkan dalil-dalil
menunjukkan hal yang berseberangan dengan itu.

Yaitu bahwasanya Al Qur’an diturunkan dalam 7 huruf, hingga setiap manusia


membacanya dengan gaya bahasa mereka sendiri. Sampai suatu ketika, dikhawatirkan terjadi
perselisihan dan persengketaan di antara kaum Muslimin, maka disatukanlah kaum Muslimin
dalam satu qira’ah dengan gaya bahasa Qura’isy di zaman Amirul Mukminin Utsman bin
Affan radhiallahu’anhu. Dan ini merupakan salah satu keutamaan beliau (Utsman), dan jasa
beliau, serta bukti perhatian besar beliau dalam masa kekhalifahannya untuk mempersatukan
umat dalam satu qira’ah. Agar tidak terjadi perselisihan di tengah umat.

Kesimpulannya, membaca Al Qur’an dengan tajwid tidaklah wajib. Yang wajib


adalah membaca harakat dan mengucapkan huruf sesuai yang sebagaimana mestinya.
Misalnya, tidak mengganti huruf ra’ (‫ )ر‬dengan lam (‫)ل‬, atau huruf dzal (‫ )ذ‬diganti zay (‫)ز‬,
atau semisal itu yang merupakan perkara yang terlarang”. (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 5/2,
Asy Syamilah).
Dengan demikian, apa yang disebutkan sebagian ulama qiraat, bahwa wajib membaca
Al Qur’an dengan tajwid, yaitu semisal wajib membaca dengan ikhfa, idgham, izhar dan
lainnya, adalah hal yang kurang tepat dan membutuhkan dalil syar’i untuk mewajibkannya.
Yang tepat adalah, ilmu tajwid wajib dalam kadar yang bisa menghindari seseorang dari
kesalahan makna dalam bacaannya. Terdapat penjelasan yang bagus dalam Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah :

‫ير ْال َم ْبنَى َأوْ فَ َسا ِد‬


ِ ِ‫ َوهُ َو َما يَُؤ دِّي تَرْ ُكهُ ِإلَى تَ ْغي‬،‫صيل بَ ْينَ َما ه َُو ( َوا ِجبٌ شَرْ ِع ٌّي) ِم ْن َم َساِئل التَّجْ ِوي ِد‬ ِ ‫َب ْال ُمتََأ ِّخرُونَ ِإلَى التَّ ْف‬
َ ‫َذه‬
ِ ُ‫ا ُء فِي ُكت‬OO‫ َرهُ ْال ُعلَ َم‬O‫ا َذ َك‬OO‫ َوه َُو َم‬،‫ان ْالقِ َرا َء ِة‬
‫ ِد‬O‫ب التَّجْ ِوي‬ ِ َ‫صنَا ِع ٌّي) َأيْ َأوْ َجبَهُ َأ ْهل َذلِكَ ْال ِع ْل ِم لِتَ َم ِام ِإ ْتق‬ ِ ‫ َوبَ ْينَ َما هُ َو ( َو‬،‫ْال َم ْعنَى‬
ِ ٌ‫اجب‬
‫َار ُكهُ ِع ْن َدهُ ْم‬ ‫ فَهَ َذا النَّوْ ُ ْأ‬.‫َام َواِْإل ْخفَا ِء ِإلَ ْخ‬ ِ ‫ َكاِْإل ْدغ‬،َ‫ت َك َذلِك‬ ْ ‫ ِم ْن َم َساِئل لَ ْي َس‬.
ِ ‫ع الَ يَ ثَ ُم ت‬
‫ ُع‬O ‫راعَى َج ِمي‬O َ Oُ‫ فَيَ ْنبَ ِغي َأ ْن ت‬:‫ب‬
ِ ‫ َو ُمتَ َعلِّقَاتِهَا ُم ْعتَبَ َرةٌ فِي لُ َغ ِة ْال َع َر‬،‫صفَاتِهَا‬ ِ ‫َار َج ْال ُحر‬
ِ ‫ُوف َو‬ ِ ‫اريُّ بَ ْع َد بَيَانِ ِه َأ َّن َمخ‬
ِ َ‫قَال ال َّش ْي ُخ َعلِ ٌّي ْالق‬
‫ق َحال اَْألدَا ِء‬ ُ ‫ط‬ْ ُّ‫ َوا ْستِحْ بَابًا فِي َما يَحْ ُسنُ بِ ِه اللَّ ْفظُ َويُ ْستَحْ َسنُ بِ ِه الن‬،‫قَ َوا ِع ِد ِه ْم ُوجُوبًا فِي َما يَتَ َغيَّ ُر بِ ِه ْال َم ْبنَى َويَ ْف ُس ُد ْال َم ْعنَى‬

“para ulama muta’akhirin merinci antara wajib syar’i dengan wajib shina’i dalam
masalah tajwid. Wajib syar’i (kewajiban yang dituntut oleh syariat) adalah yang jika
meninggalkannya dapat menjerumuskan pada perubahan struktur kalimat atau makna yang
rusak. Dan wajib shina’i adalah hal-hal yang diwajibkan para ulama qiraat untuk
menyempurnakan kebagusan bacaan.

Maka apa yang disebutkan pada ulama qiraat dalam kitab-kitab ilmu tajwid mengenai
wajibnya berbagai hukum tajwid, bukanlah demikian memahaminya. Seperti idgham, ikhfa’,
dan seterusnya, ini adalah hal-hal yang tidak berdosa jika meninggalkannya menurut mereka.

Asy Syaikh Ali Al Qari setelah beliau menjelaskan bahwa makharijul huruf berserta
sifat-sifat dan hal-hal yang terkait dengannya itu adalah hal yang berpengaruh dalam bahasa
arab, beliau berkata: ‘hendaknya setiap orang memperhatikan semua kaidah-kaidah
makharijul huruf ini. Wajib hukumnya dalam kadar yang bisa menyebabkan perubahan
struktur kalimat dan kerusakan makna. Sunnah hukumnya dalam kadar yang bisa
memperbagus pelafalan dan pengucapan ketika membacanya'” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah
Al Kuwaitiyyah, 10/179).

Maka tidak benar sikap sebagian orang yang menyalahkan bacaan Al Qur’an dari
orang-orang yang belum pernah mendapatkan pelajaran tajwid yang mendalam, padahal
bacaan mereka masih dalam kadar yang sudah memenuhi kadar wajib, yaitu tidak rusak
makna dan susunan katanya. Bahkan sebagian orang ada yang merasa tidak sah shalat di
belakang imam yang tidak membaca dengan tajwid. Dan ada pula sebagian pengajar tajwid
yang menganggap tidak sah bacaan Al Qur’an setiap orang yang tidak menerapkan semua
kaidah-kaidah tajwid dengan sempurna. Ini adalah sikap-sikap yang kurang bijak yang
disebabkan oleh kurangnya ilmu. Wallahul musta’an.

Makna ayat “bacalah secara tartil”


Sebagian orang yang menganggap wajibnya menerapkan kaidah tajwid secara mutlak,
berdalil dengan ayat:

‫َو َرتِّ ِل ْالقُرْ آنَ تَرْ تِيال‬


“dan bacalah Al Qur’an dengan tartil” (QS. Al Muzammil: 4).
Tartil di sini dimaknai dengan hukum-hukum tajwid. Kita simak penjelasan para
ulama tafsir mengenai ayat ini.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

ِ ْ‫ فَِإنَّهُ يَ ُكونُ عَوْ نًا َعلَى فَه ِْم ْالقُر‬،‫ ا ْق َرْأهُ َعلَى تَ َمه ٍُّل‬:‫ي‬
‫آن َوتَ َدب ُِّر ِه‬ ِ ‫ { َو َرتِّ ِل ْالقُرْ آنَ تَرْ تِيال} َأ‬:ُ‫َوقَوْ لُه‬

“dan firman-Nya: ‘dan bacalah Al Qur’an dengan tartil‘, maksudnya bacalah dengan pelan
karena itu bisa membantu untuk memahaminya dan men-tadabburi-nya” (Tafsir Ibni Katsir,
8/250).

Imam Ath Thabari juga menjelaskan:

‫ وترسل فيه ترسال‬،‫ وبين القرآن إذا قرأته تبيينا‬:‫ ( َو َرتِّ ِل ْالقُرْ آنَ تَرْ تِيال) يقول ج ّل وع ّز‬:‫وقوله‬

“dan firman-Nya: ‘dan bacalah Al Qur’an dengan tartil‘, maksudnya Allah ‘Azza wa Jalla
mengatakan: perjelaslah jika engkau membaca Al Qur’an dan bacalah dengan tarassul (pelan
dan hati-hati)” (Tafsir Ath Thabari, 23/680).
As Sa’di menjelaskan:

{‫تعداد } َو َرتِّ ِل ْالقُرْ آنَ تَرْ تِيال‬OO‫ؤ واالس‬OO‫ والتهي‬،‫ بآياته‬O‫ والتعبد‬،‫ وتحريك القلوب به‬،‫فإن ترتيل القرآن به يحصل التدبر والتفكر‬
‫التام له‬

“‘dan bacalah Al Qur’an dengan tartil‘, karena membaca dengan tartil itu adalah membaca
yang disertai tadabbur dan tafakkur, hati bisa tergerak karenanya, menghamba dengan ayat-
ayat-Nya, dan tercipta kewaspadaan dan kesiapan diri yang sempurna kepadanya” (Taisir
Karimirrahman, 892).
2.5 Asbabun Nuzul

Anda mungkin juga menyukai