Paket A setara SD
Tema :
Tentang Al-Qur'an
Oleh :
Zikry Apriliando
Pontianak, 21 April 2011
1. Al-Qur’an adalah Kalamullah
“Al-Qur’an itu kalamullah (firman Allah ‘azza wa jalla), berasal dari sisi-Nya. Al-
Qur’an itu bukanlah makhluk yang akan binasa.”
Maksud perkataan Imam Al-Muzani rahimahullah bahwa Allah itu berbicara dengan
Al-Qur’an secara hakikat, dan Al-Qur’an itu berasal dari sisi Allah. Dan selanjutnya,
“Al-Qur’an itu bukanlah makhluk yang akan binasa”, kalimat ini adalah bantahan
untuk Hululiyyah, Ittihadiyyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah yang menyatakan Al-Qur’an itu
makhluk.
“Al-Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan. Oleh karenanya, bacalah Al-Qur’an untuk
diamalkan.”
Makanya, dari dulu yang namanya ahli Al-Qur’an adalah yang paham dan
mengamalkan isi Al-Qur’an, bukan hanya sekedar baca atau bukan sekedar
menghafal. Walaupun ahli Al-Qur’an di sini tidaklah menghafalkan Al-Qur’an.
Adapun jika ada yang menghafalkan Al-Qur’an namun tidak memahami dan juga tidak
mengamalkan isinya, maka ia bukanlah ahli Al-Qur’an walau dia piawai
mengucapkan huruf-hurufnya.
Para ulama yang berpendapat pentingnya tadabbur dibanding banyak qiro’ah (baca)
juga memberikan alasan lain bahwa iman tentu saja sebaik-baik amalan. Memahami
Al Qur’an dan merenungkannya akan membuahkan iman. Adapun jika Al Qur’an
cuma sekedar dibaca tanpa ada pemahaman dan perenungan (tadabbur), maka itu bisa
pula dilakukan oleh orang fajir (ahli maksiat) dan munafik, di samping dilakukan oleh
pelaku kebaikan dan orang beriman. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata,
َ طيِِّبٌ َو
ط ْع ُم َها ُمر َّ ق الَّذِى يَ ْق َرأ ُ ا ْلقُ ْرآنَ ك
َ ِري ُح َها، َالر ْي َحانَ ِة ِ َِو َمث َ ُل ا ْل ُمنَاف
“Permisalan orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah seperti buah rayhanah.
Bau buah tersebut enak, namun rasanya pahit.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Keutamaan Al-Qur’an
Ada beberapa keutamaan Al-Qur’an yang harus kita ketahui. Di antaranya yaitu:
Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya
menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya
dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya),
“Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman,
akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami
akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami
kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an merupakan pintu gerbang hidayah
bagi kaum yang beriman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah,
agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang
kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit yang
ada di dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.
Yunus: 57).
4. Motivasi
Dari Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
Referensi:
Tema :
Pentingnya Shalat
Oleh :
Zikry Apriliando
Pontianak, 21 April 2011
1. Shalat adalah Perkara Terpenting bagi Seorang Muslim
Barang siapa yang menjaga shalat, maka dia akan diberikan cahaya, petunjuk, dan
keselamatan pada hari kiamat. Barang siapa yang tidak menjaga shalat, maka dia akan
mendapati kegelapan, kesesatan, dan kehancuran pada hari kiamat.
Keutamaan shalat ini terkandung juga di dalam kalimat syahadat, asyhadu allaa ilaha
illallah. Kalimat yang dengannya terbentuk agama Islam ini. Kalimat yang dengannya
berdiri tegak kiblat kita. Kalimat ini adalah identitas umat muslim dan merupakan kunci
menuju kehidupan akhirat yang penuh dengan keselamatan.
Shalat merupakan perkara terpenting bagi seorang muslim. Pada hakikatnya, shalat
merupakan barometer keimanan dan keselamatan. Barang siapa yang sungguh-sungguh
menjaga shalat, maka shalat itu akan menjaga agamanya. Barang siapa yang menyia-
nyiakan shalat, maka secara otomatis amalan-amalan dia yang lain pun akan ikut
terbengkalai.
Shalat merupakan tiang dan penopang agama. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
hadist Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sedangkan syariat lain selain shalat, maka itu seperti tali dan kayu penguat atau yang
semisalnya. Seperti permisalan sebuah rumah yang terbuat dari ilalang yang tidak
membutuhkan tiang pancang, maka rumah tersebut tidak ada apa pun yang bisa kita
manfaatkan darinya. Sehingga tolak ukur diterima atau tidaknya semua amalan,
bergantung erat dengan diterima atau tidaknya shalat kita. Jika Allah menolak shalat
kita, maka gugur juga amalan kita yang lain.
Syariat shalat adalah yang pertama kali diwajibkan di dalam agama ini. Shalat
merupakan identitas terakhir yang akan mengategorikan seseorang masih beragama
Islam atau bukan. Seorang muslim akan lurus agamanya dan baik amalannya jika dia
melaksanakan shalat sesuai yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Shalatlah kamu sekalian dengan cara sebagaimana kamu melihat aku shalat” (HR.
Bukhari).
Tidak dapat dipungkiri, shalat merupakan penyejuk mata bagi seorang mukmin.
Tempat di mana orang-orang yang khusyuk di dalamnya mendapatkan kelezatan jiwa.
Hal itu merupakan karunia yang Allah berikan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.
Walaupun Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk beribadah, dan memberitakan bahwa
tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya, namun bukan berarti Allah
membutuhkan ibadah kita. Tidak ada manfaat yang Allah ambil dari ibadah kita
kepada-Nya dan Allah pun tidak menginginkan ibadah kita. Hal itu dikarenakan Allah
Maha Kaya, Maha Sempurna, dan Maha Kuasa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ي ا ْل َح ِميد
ُّ َِّللاُ ه َُو ا ْلغَن ِ َّ اس أ َ ْنت ُ ُم ا ْلفُقَ َرا ُء إِلَى
َّ َّللا َو ُ َّيَا أَيُّ َها الن
“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (QS. Fathir: 15).
Salah satu tips untuk meningkatkan semangat kita di dalam melaksanakan kewajiban
shalat adalah dengan memperbaiki niat. Ketika seseorang berpikir bahwa shalat
merupakan kewajiban saja tanpa melihat shalat sebagai kebutuhan, sering kali dia akan
melaksanakan shalat sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja. Dia merasa
terbebani dengan kewajiban shalat tersebut.
Harus kita ketahui, semua manfaat dan buah dari ibadah yang kita lakukan itu akan
kembali kepada diri kita sendiri. Hal itu dikarenakan manusia adalah makhluk lemah,
miskin, dan tidak sempurna. Allah Ta’ala berfirman,
َ شك ََر فَإِنَّ َما يَ ْشكُ ُر ِلنَ ْف ِس ِه َو َم ْن َكف ََر فَإِ َّن َر ِبِّي
غنِي ك َِري ٌم َ َو َم ْن
“Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40).
Begitu pun, jika seluruh manusia kufur kepada Allah, tidak beribadah kepada-Nya,
menelantarkan perintah-perintah-Nya, dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka
hal itu tidak membahayakan Allah sama sekali. Akan tetapi, kemudaratan dan
bahayanya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
Beberapa ayat dan hadis yang menjelaskan keutamaan shalat menunjukkan bahwa
shalat adalah kebutuhan manusia. Shalat bukan kebutuhan Allah Ta’ala. Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
“Shalat (fardhu) yang lima waktu itu seperti sebuah sungai yang airnya mengalir
melimpah di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air
sungai itu setiap hari lima kali.” (HR. Muslim).
“Barang siapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi cahaya,
bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak
menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat
keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga shalatnya itu akan
bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad).
Berdasarkan ayat-ayat dan hadis di atas, dapat kita simpulkan bahwa shalat kita, ibadah
kita, semuanya kembali untuk diri kita sendiri. Walaupun Allah Ta’ala memerintahkan
kita untuk beribadah, bukan berarti Allah Ta’ala membutuhkan ibadah kita. Allah
Mahakaya, Mahasempurna, dan tidak membutuhkan apapun dari ciptaan-Nya.
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk serius dan perhatian terhadap
shalatnya. Shalat merupakan penghubung antara dirinya dan Rabbnya. Setiap muslim
harus memperhatikan setiap rukunnya, kewajibannya, sunnah-sunahnya, dan apa-apa
yang berkenaan dengannya. Menjalankan shalat dengan penuh kekhusyukan dan
ketenangan. Sehingga shalatnya diterima oleh Allah dan ia memperoleh balasan yang
sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim yang ketika waktu shalat telah tiba kemudian dia
membaguskan wudunya, khusyuknya, dan shalatnya, melainkan hal itu menjadi
penebus dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar. Dan itu
(berlaku) pada seluruh waktu.” (HR. Muslim).
3. Keutamaan Shalat
Shalat merupakan penyejuk hati, penghibur dan penenang jiwa. Oleh karena itu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِص َالة
َّ ع ْينِي فِي ال ِّ ِ سا ُء َوال
َ ُ َو ُج ِع َل قُ َّرة، ُطيب َّ َب إِل
َ ِّي ِمنَ الدُّ ْنيَا ال ِن َ ُِِّحب
“Dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan
dijadikanlah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat.” (HR. An-Nasa’i no. 3391 dan
Ahmad 3: 128, shahih)
Shalat adalah dzikir, dan dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala, hati pun menjadi
tenang. Shalat adalah interaksi antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Seorang
hamba berdiri di hadapan Rabb-nya dengan ketundukan, perendahan diri, bertasbih
dengan memuji-Nya, membaca firman Rabb-nya, mengagungkan Allah baik
dengan perkataan dan perbuatan, memuji Allah Ta’ala dengan pujian yang memang
layak ditujukan untuk diri-Nya, dia meminta kepada Allah Ta’ala berupa kebutuhan
dunia dan akhirat.
Jika seorang hamba mendirikan shalat sesuai dengan ketentuan dan petunjuk
syariat, maka shalat tersebut akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-
‘Ankabuut [29]: 45)
Kemampuan shalat untuk mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar itu
sangat tergantung kepada kualitas ibadah shalat yang dilakukan. Minimal, ketika
sedang shalat itu sendiri seseorang berhenti dan tercegah dari perbuatan keji dan
mungkar. Karena ketika sedang shalat, seseorang sedang melakukan ketaatan
kepada Allah Ta’ala. Ada yang selesai shalat kemudian mencuri sandal di masjid,
misalnya, karena memang kualitas shalatnya yang buruk sehingga tidak lama
selesai shalat, dia kembali lagi melakukan kemungkaran.
Kualitas shalat yang bagus antara lain ditandai dengan hati yang kembali bertaubat
kepada Allah Ta’ala, menghadirkan hatinya menghadap Allah Ta’ala, dan kuatnya
keimanan di dalam hati. Jika seorang hamba terus-menerus dalam kondisi seperti
itu, maka ketika dia memiliki keinginan melakukan kemungkaran, dia pun ingat
dengan kondisi dirinya ketika menghadap Allah Ta’ala dalam shalatnya, sehingga
pada akhirnya dia pun tercegah dari perbuatan kemungkaran tersebut.
صلَّى
َ ،سلَّ َم إِذَا َحزَ بَهُ أ َ ْم ٌر َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو ُّ َِكانَ النَّب
َ ي
“Dulu jika ada perkara yang menyusahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau mendirikan shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1420, hadits hasan)
ٌع ْهد ِ َّ َ َكانَ لَهُ ِع ْند،ش ْيئًا ا ْست ِْخفَافًا بِ َح ِقِّ ِه َّن
َ َّللا َ ضيِِّ ْع ِم ْن ُه َّن َ ُ فَ َم ْن َجا َء بِ ِه َّن لَ ْم ي،ِعلَى ا ْل ِعبَاد َّ ت َكتَبَ ُه َّن
َ َُّللا ٍ صلَ َوا َ س ُ خ َْم
َ َو ِإ ْن شَا َء أَدْ َخلَهُ ا ْل َجنَّة،ُعذَّبَهَ َ ء َا
ش نْ إ
ِ ،ٌ دهْ ع
َ ِ َّ
َّللا َ دنْ ع
ِ ُ ه َ ل ْس
َ ي َ لَ ف َّ
ن ه
ِِ ب ت
ِ ْ أ ي
َ مَ ل
ْ َ َْ
ن م و ،َ ة َّ ن ج
َ ْ
ل ا ُ ه َ ل ِخ ْ د ُأ َ ْن ي
“Lima shalat yang telah Allah Ta’ala wajibkan kepada para hamba-Nya. Siapa
saja yang mendirikannya dan tidak menyia-nyiakan sedikit pun darinya karena
meremehkan haknya, maka dia memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala untuk
memasukkannya ke dalam surga. Sedangkan siapa saja yang tidak mendirikannya,
dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala. Jika Allah menghendaki, Dia
akan Menyiksanya. Dan jika Allah Menghendaki, Allah akan memasukkan ke dalam
surga.” (HR. Abu Dawud no. 1420, An-Nasa’i no. 426 dan Ibnu Majah no. 1401,
shahih)
ٌ ُص َالة ُ ن
ور َّ َوال
Yaitu cahaya dalam hati, wajah, cahaya di alam kubur dan cahaya pada hari kiamat.
ٌ َو َال ب ُْره،ور
،َان ٌ ُعلَ ْي َها لَ ْم يَكُ ْن لَهُ ن ْ َو َم ْن لَ ْم يُ َحاف،ِ َونَ َجاة ً يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َمة، َوب ُْرهَانًا،ورا
َ ِظ ً َُت لَهُ ن
ْ علَ ْي َها كَان َ ََم ْن َحاف
َ ظ
ٍي ِ ب ِْن َخلَف ُ
ِّ َ َوأب، َ َوهَا َمان، َع ْون َ َوف ِْر، َارون ْ
ُ َ َو َكانَ يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة َم َع ق، ٌ َو َال نَ َجاة
“Siapa saja yang menjaga shalat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk
dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan siapa saja yang tidak menjaga
shalat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada
hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Fir’aun, Haman,
dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad 2: 169 dengan sanad yang hasan)
Qarun adalah simbol orang yang lalai karena sibuk dengan harta. Fir’aun lalai
karena sibuk dengan kekuasaan dan kerajaan. Haman (perdana menteri Fir’aun)
lalai karena sibuk menjilat penguasa demi meraih jabatan yang tinggi. Sedangkan
Ubay bin Khalaf sibuk dengan urusan perdagangan atau bisnisnya. Inilah gambaran
orang-orang yang disibukkan dengan perkara dunia sehingga lalai dari shalat.
“Bagaimana pendapatmu jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau
mandi sehari lima kali? Apakah tersisa kotoran di badannya?”
“Itu adalah permisalan untuk shalat lima waktu. Dengan shalat lima waktu, Allah
Ta’ala menghapus dosa-dosa (kecil).” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
“Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, adalah penggugur
dosa di antara keduanya, selama dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR. Muslim no.
233)
سأ َ َل
َ َو ِلعَ ْبدِي َما،صفَي ِْن َ َص َالة َ بَ ْينِي َوبَيْن
ْ ِع ْبدِي ن َ َق
َّ س ْمتُ ال
“Allah Ta’ala berfirman, “Aku membagi shalat (yaitu surat Al-Fatihah, pent.)
untuk-Ku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan untuk hamba-Ku sesuai dengan
apa yang dia minta.”
Ketika hamba berkata (yang artinya), “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memujiku.”
ع ْبدِي
َ ي َ أَثْنَى: قَا َل هللاُ ت َ َعالَى، }الرحِ ِيم
َّ َعل َّ {الرحْ َم ِن
َّ :ََو ِإذَا قَال
Ketika hamba berkata (yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku menyanjungku.” (sanjungan
yaitu pujian yang berulang-ulang, pent.)
Ketika hamba berkata (yang artinya), “Yang menguasai hari pembalasan”; Allah
Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuliakanku.” Dan terkadang Allah berfirman,
“Hamba-Ku memasrahkankan urusannya kepada-Ku.”
سأ َ َل َ َ َهذَا بَ ْينِي َوبَيْن:َ {إِيَّاكَ نَ ْعبُدُ َوإِيَّاكَ نَ ْستَعِي ُن} قَال:َفَإِذَا قَال
َ َو ِلعَ ْبدِي َما،ع ْبدِي
Ketika hamba berkata (yang artinya), “Hanya kepada Engkau kami menyembah
dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan”; Allah Ta’ala berfirman,
“Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku. Dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”
Dan ketika hamba berkata (yang artinya), “(yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah untuk
hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.” (HR. Muslim no.
395)
Faidah tambahan dari hadits di atas adalah bahwa nama lain surat Al-Fatihah adalah
“shalat”, karena surat Al-Fatihah senantiasa dibaca ketika shalat. Hadits ini juga
menjadi dalil bagi sebagian ulama bahwa surat Al-Fatihah itu dimulai dari ayat,
sedangkan basmalah bukan termasuk dari bagian surat Al-Fatihah. Masalah ini
dapat dibaca lebih detail di tulisan-tulisan lainnya yang khusus membahas
permasalahan ini. [1, 2]
Maka apakah kita temukan adanya penghubung yang lebih erat antara seorang
hamba dengan Rabbnya melebihi ketika seorang hamba mendirikan shalat? Yaitu
ketika seorang hamba yang berada di bumi mendirikan dan memperhatikan shalat
dengan membaca surat Al-Fatihah ayat demi ayat, dan Allah Ta’ala merespon
(menjawab) bacaan surat tersebut dari atas langit yang tujuh? Renungkanlah
keutamaan shalat yang sangat besar ini, wahai kaum muslimin.
Bersegara menunaikan shalat adalah ketaatan yang telah banyak dilalaikan oleh
masyarakat pada zaman sekarang ini, mereka tidak menghadiri shalat kecuali pada
saat iqomah dikumandangkan atau shalat telah mulai.
Para shalafus shaleh menjadi tauladan yang utama dalam masalah ini, dan mereka
sebagai contoh yang paling utama dalam urusan bersegera menuju shalat.
1. Istighfar Malaikat
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits
Abi Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda.
Mendapatkan shaf yang pertama yang memilki keutamaan yang sangat agung
dan pahala yang besar. Dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya manusia mengetahui keutamaan apa yang terdapat pada azan dan
shaf yang pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan
cara saling undi untuk memperebutkannya niscaya mereka pasti mengadakan
undian, seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat padanya
niscaya mereka berlomba-lomba untuk mendapatkannya, dan seandainya
mereka mengetahui kelebihan yang terdapat dalam shalat isya’ dan subuh
niscaya mereka pasti mendatanginya sekalipun dengan cara merangkak”.
(Shahih Bukhari: 1/208 no: 615 dan shahih Muslim: 1/325 no: 437)
itu adalah takbir yang pertama yang paling utama, sebagai kunci shalat.
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari hadits Anas bin Malik bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mendirikan shalat selama empat puluh hari karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan dia mendapatkan takbir yang pertama, maka akan
ditulis baginya kebebasan, kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifaq”.
(Al-Turmudzi, halaman: 60 no: 241)
Do’a yang dipanjatkan pada saat antara azan dan iqomah adalah do’a yang
mustajab. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam sunannya dari hadits riwayat
Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Do’a antara azan dan iqomah tidak tertolak”. (Abu Dawud di dalam
sunannya, halaman: 81 no: 521)
Posisi shalat dekat dengan imam. Ini adalah keutamaan yang sangat besar.
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu
anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عدُ َحتَّى يُ َؤ َّخ َر فِي ا ْل َجنَّ ِة َو ِإ ْن دَ َخلَ َها
َ الر ُج َل الَ َيزَ ا ُل َيت َ َبا ِ َاحْ ض ُُروا ال ِذِّ ْك َر َوادْنُوا ِمن
َّ اإل َم ِام فَإِ َّن
“Hadirilah majlis zikir dan dekatlah dengan imam, dan seseorang senantiasa
menjauh dari imam sehingga dia ditempatkan pada posisi yang terakhir dari
surga sekalipun memasukinya”. (AbuDawud: no: 1108)
َر ْكعَت َا ا ْلفَج ِْر َخي ٌْر ِمنَ الدُّ ْنيَا َو َما فِي َها
“Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya”.(Shahih Muslim:
725)
“Shalat sunnah empat rakaat sebelum zuhur dan dua rakaat setelahnya”. (Shahih
Muslim: no: 424)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam sunannya dari Ummu Habibah bahwa
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang selalu mengerjakan empat rakaat sebelum zuhur dan empat
rakaat sesudahnya maka Allah akan mengharamkan dirinya atas api neraka”.
(Abu Dawud: no: 1269)
“Semoga Allah memberikan rahmat kepada seorang yang shalat sunnah empat
rakaat sebelum ashar”. (Al-Tirmidzi: 430)
Hadir ke masjid dengan tenang dan penuh wibawa, sebab berlari menuju masjid
seperti yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat akan menghilangkan
rasa tenang dan wibawa itu. Disebutkan di dalam Ashahihaini dari Abi
Hurairah bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
صلُّوا َو َما
َ َ فَ َما أَدْ َر ْكت ُ ْم ف،ار َوالَ تُس ِْرعُوا
ِ َسكِينَ ِة َوا ْل َوق
َّ علَ ْيكُ ْم ِبال َّ اإلقَا َمةَ فَا ْمشُوا ِإلَى ال
َ َو،صالَ ِة ِ س ِم ْعت ُ ُم
َ ِإذَا
َ
فَاتَكُ ْم فَأتِ ُّموا
“Apabila kalian telah mendengar iqomah dikumandangkan maka hendaklah
kalian berjalan ke masjid, dan hendaklah berjalan dengan tenang dan penuh
wibawa, janganlah tergesa-gesa, maka rekaat yang kalian dapatkan mulailah
padanya sementara rekaat yang terlewatkan sempurnakanlah”. (Shahih
Bukhari: no: 615 dan shahih Muslim: no: 602)
Membaca zikir dan istighfar dan berzikir kepada Allah Azza Wa Jalla di antara
azan dan iqomah. Dan seandainya seorang muslim datang ke masjid dengan
segera maka paling tidak dia bisa membaca enampuluh ayat, maka berarti dalam
satu hari dia bisa membaca seratus ayat, dan di dalam satu minggu tujuh ratus
ayat, dan dalam satu bulan tiga ribu ayat, dan ini adalah kebaikan yang cukup
besar dan pahala kebaikan membaca Al-Qur’an itu dilipatkan gandakan menjadi
sepuluh pahala, bahkan sampai tujuh ratus lipat. Dan Allah Subhanahu wa
Ta’ala melipat gandakan pahala bagi siapapun yang dikehendakinya dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala memiliki karunia yang agung.
Semestinya bagi seorang yang beriman untuk membiasakan dirinya agar selalu
bersegera berangkat menuju masjid sehingga hal itu menjadi mudah baginya
dan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Diriwayatkan oleh Muslim di
dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’id bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
Referensi:
[Disalin dari فضل التبكير إلى الصالةPenulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah Muzaffar
Sahidu, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah.
IslamHouse.com 2010 – 1431]
https://almanhaj.or.id/52253-keutamaan-bersegera-menunaikan-shalat.html#_ftn11
Tema :
Mustajabnya Doa Orang Tua
Oleh :
Zikry Apriliando
Pontianak, 21 April 2011
1. Mendoakan Anak
Ini adalah pelajaran yang mesti diketahui setiap orang tua. Doa mereka sungguh ajaib
jika itu ditujukan pada anak-anak mereka. Jika orang tua ingin anaknya menjadi sholeh
dan baik, maka doakanlah mereka karena doa orang tua adalah doa yang mudah
diijabahi. Namun ingat sebenarnya doa yang dimaksudkan di sini mencakup doa baik
dan buruk dari orang tua pada anaknya. Jika orang tua mendoakan jelek pada anaknya,
maka itu pun akan terkabulkan. Sehingga orang tua mesti hati-hati dalam mendoakan
anak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang
yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud no. 1536.
Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa
seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1797).
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi,
doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu
Majah no. 3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Hendaklah orang tua mencontoh para nabi dan orang sholeh yang selalu mendoakan
kebaikan pada anak keturunannya. Lihatlah contoh Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam di
mana beliau berdoa,
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat. Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)
َام
َ صنْ َ ي أَن نَّ ْعبُدَ األ
َّ َِربِّ ِ اجْ َع ْل َهذَا ا ْل َبلَدَ آ ِمنًا َوا ْجنُ ْبنِي َو َبن
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku
beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
اجنَا َوذُ ِ ِّريَّاتِنَا قُ َّرة َ أ َ ْعي ٍُن َواجْ َع ْلنَا ِل ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما
ِ َوالَّذِينَ يَقُولُونَ َربَّنَا هَبْ لَنَا مِ ْن أ َ ْز َو
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada kami,
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan: 74)
“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan
Juraij” Lalu ada yang bertanya, ”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?”. Beliau lalu
bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah
peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang
penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya
dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum
dengannya).
(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggilnya ketika ia sedang melaksanakan
shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus
memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan
shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya
di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya
memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau
shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab
panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai
wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur?”[2] Lalu ibunya pun pergi
meninggalkannya.[3]
Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah
melahirkan seorang anak[4]. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari
(hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij?”, jawab wanita itu. Raja lalu
bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab
wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.”
Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata
dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap
raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur.[5] Ketika
melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di
antara manusia.
Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?”. Juraij balik bertanya, “Siapa
yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya
adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata
begitu?” “Benar”, jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-
orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan
bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala
sapi.”
Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu
dengan bahan dari emas.” Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?”
lanjut sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah
ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti semula.” Raja
lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa)
karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap
diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.” (Diriwayatkan
oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 33. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod no. 25). Lihat [Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa,
48-Bab ”Wadzkur fil kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab,
hal. 7-8]
Maka sungguh amat bahaya jika keluar dari lisan orang tua doa jelek pada anaknya
sendiri karena doa seperti itu bisa terkabul sebagaimana dapat kita lihat dalam kisah
Juraij di atas. Yang terbaik, hendaklah orang tua mendoakan anaknya dalam kebaikan
dan moga anaknya menjadi sholeh serta berada di jalan yang lurus. Ketika marah karena
kenakalan anaknya, hendaklah amarah tersebut ditahan. Ingatlah sekali lagi bahwa di
saat marah lalu keluar doa jelek dari lisan orang tua, maka bisa jadi doa jelek itu
terwujud.
Referensi: