Pelayanan Kebidanan
Prof Abdul Ghofur Anshori
A. Malpraktik Dan Perlindungan Hukum
Konsumen Dalam Pelayanan Kesehatan
Pada prinsipnya bidan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat umum, apabila tidak terdapat dokter atau tenaga kesehatan lain
yang berwenang untuk melakukan pengobatan pada wilayah tersebut,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 KEPMENKES No. 900/MENKES/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Kepmenkes tersebut menyebutkan bahwa:
“dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut,
bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu
dan anak sesuai dengan kemampuannya”
Namun tindakan medis oleh bidan terkadang justru menimbulkan dampak negatif
bagi klien. Klien yang mengalami hal tersebut menjadikan dampak negatif dari
tindakan medis yang dilakukan oleh bidan sebagai dasar menuntut dengan alasan
malpraktik.
Istilah malpraktik pun terkadang belum memiliki persepsi yang jelas di
masyarakat. istilah tersebut pada kalangan profesi digunakan untuk
menggambarkan kelalaian, penyimpangan, kesalahan, atau ketidakmampuan
praktik profesi sesuai dengan standar, yang merugikan konsumen. Dalam konteks
tersebut perlindungan konsumen menjadi hal yang patut diperhatikan.
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan, kepuasan pasien dapat tidak sesuai
dengan kebutuhan medis. Istilah overutilization atau unnecessary utilization,
yang sebenarnya merupakan penyimpangan praktik kedokteran yang dianggap
upaya memuaskan pasien.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan wajib patuh terhadap standar
profesi dan standar operasional prosedur kebidanan. Apabila bidan melaksanakan
hal tersebut, dapat dipastikan sulit terjadi malpraktik yang dilakukan oleh bidan
atau lalai secara sengaja dalam pekerjaannya. Tetapi tidak tertutup kemungkinan
kelalaian atau malpraktik yang tidak terencana dapat terjadi.
Berkaitan dengan hal tersebut, timbul pertanyaan apakah seorang bidan dapat
dihukum atas dasar kelalaian yang tidak disengaja? Inilah yang mungkin perlu
dipersoalkan. Nampaknya persoalan tersebut yang selalu menjadi persoalan
dikalangan profesi kebidanan.
B. Istilah, Pengertian dan Ruang lingkup
Malpraktik Dalam Pelayanan Kebidanan
Dari perspektif yuridis-historis, istilah malpraktik medis awalnya tidak dikenal dalam
sistem hukum Indonesia. Tidak terdapat peraturan yang secara khusus menyebut
masalah malpraktik ini, hal tersebut wajar mengingat istilah tersebut berasal dari
sistem hukum anglo saxon, namun terdapat beberapa pasal dalam KUHPerdata (Pasal
1243/wanprestasi) dan beberapa pasal dalam KUHP (pasal 359,360 dan 344) yang
dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan perdata atau tuntutan pidana.
Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “unprofessional
misconduct or unreasonable lack of skill”. Berdasarkan definisi tersebut perbuatan
malpraktik berlaku bagi berbagai macam profesi, misalnya profesi hukum atau
perbankan, tidak hanya profesi medis saja.
Pada prinsipnya Malpraktik Medis adalah suatu tindakan medis yang dilakukan oleh
tenaga medis yang tdk sesuai dengan standar tindakan sehingga merugikan pasien.
Pengertian-pengertian
J. Guwandi (2004:24) : Malpraktek Medis meliputi tindakan-tindakan, sbb :
1. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban.
3. Melanggar suatu ketentuan menurut perundang-undangan.
Jusuf Hanafiah (1999:87) : Malpraktek Medik adalah kelalaian seorang dokter untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan
dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama.
Ninik Mariyanti (dikutip Amir Amri, 1997:53) membagi pengertian malpraktek sebagai
berikut:
1. Dalam arti umum: suatu praktek yg buruk, yg tidak memenuhi standar yg telah
ditentukan profesi
2. Dalam arti khusus (sudut pandang pasien): malpraktik dapat terjadi di dalam penentuan
diagnosis, menjalankan operasi, selama dlm perawatan, dan sesudah perawatan.
Guwandi (2004:24) memberi pengertian malpraktik dalam arti luas dibedakan
antara yg dilakukan:
1. Dengan sengaja (dolus, vorsatz, intentional) yg dilarang oleh Perundang-
undangan, seperti sengaja melakukan abortus tanpa indikasi medis,
euthanasia, memberi keterangan medis yang tidak benar.
2. Tidak dengan sengaja (negligence, culpa) atau karena kelalaian, misal;
menelantarkan pengobatan pasien, sembarangan dalam mendiagnosis penyakit
pasien.
Selanjutnya perbedaan antara malpraktik murni dengan kelalaian akan lebih jelas
dilihat dari motif perbuatannya yaitu sebagai berikut:
3. Pada Malpraktik (dalam arti sempit), tindakannya dilakukan secara sadar, dan
tujuan dari tindakan memang sudah terarah pada akibat yg hendak
ditimbulkan atau tidak peduli pada akibatnya, walaupun ia mengetahui atau
seharusnya mengetahui bahwa tindakannya bertentangan dengan hukum.
4. Pada kelalaian, tindakannya tanpa motif atau tujuan untuk menimbulkan
akibat. Timbulnya “akibat” disebabkan kelalaian yang sebenarnya terjadi di
luar kehendak.
Ruang Lingkup
Perlu dibedakan antara malpraktik medis dengan kecelakaan medis (medical
mishap, misadventure, accident). Sepintas dua hal tersebut nampak sama,
tetapi mempunyai unsur yg berbeda sehingga berpengaruh terhadap tanggung
jawab pidananya. Malpraktik Medis dalam konteks pelayanan kebidanan,
bidan yang melakukannya telah memenuhi unsur2 kesalahan, seperti adanya
kesengajaan dan kelalaian, kecerobohan serta tidak melakukan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam standar pelayanan kebidanan dan standar
prosedur operasional dalam menangani klien, sehingga peristiwa malpraktek
dapat dituntut pertanggungjawaban pidana. Sementara itu Kecelakaan Medis
dalam pelayanan kebidanan merupakan sesuatu yang dapat dimengerti,
dimaafkan dan tidak dipersalahkan, karena bidan sudah bersikap hati2, teliti
dengan melakukan antisipasi terhadap timbulnya akibat2 pada pasien sesuai
dengan standar pelayanan medis dan standar prosedur operasional. Tindakan
medis sekecil apapun mengandung risiko, dan dalam kecelakaan medis bidan
tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya, sebab risiko yg terjadi
ditanggung oleh klien (inherent risk) seperti reaksi alergik, hipersensitif, dll.
Malpraktik etik dan Malpraktik medis
1. Malpraktik Etik : yaitu ketika tenaga kesehatan melakukan tindakan yg
bertentangan dengan etika profesinya. Misalnya seorang bidan yang
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika
kebidanan yang dituangkan dalam kode etik bidan merupakan seperangkat
standar etis, prinsip, aturan dan norma yg berlaku untuk seluruh bidan.
2. Malpraktek Yuridis : malpraktek yuridis dapat dibedakan menjadi 3 bentuk,
yaitu : Malpraktek perdata, malpraktek pidana, dan malpraktek administratif
a. Malpraktek Perdata, yaitu malpraktek yang terjadi apabila terdapat hal-hal yg
menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam transaksi
terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum.
Contoh : seorang dokter yg melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa
perban di dalam tubuh pasien. Setelah diketahui ada perban yg tertinggal
kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban tersebut. Dalam hal
tersebut kesalahan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat
negatif yg berkepanjangan terhadap pasien.
b. Malpraktek Pidana, malpraktek ini terjadi apabila pasien meninggal dunia
atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati atau kurang
cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien tersebut. Malpraktek
pidana dapat dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Malpraktek pidana karena kesengajaan, misalnya pada kasus aborsi tanpa
indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat, serta
memberikan surat keterangan yg tidak benar.
2) Malpraktek pidana karena kecerobohan, misalnya melakukan tindakan yg
tidak sesuai dgn standar profesi serta melakikan tindakan tanpa disertai
persetujuan tindakan medis.
3) Malpraktek pidana karena kealpaan, misalnya terjadi cacat atau kematian
pada pasien akibat tindakan tenaga kesehatan yg kurang hati-hati
c. Malpraktek Administratif, yaitu malpraktek yg terjadi apabila tenaga
kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara, misalnya
menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan
yg tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yg
sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.
C. Standar Profesi, Standar Prosedur, Informed
Consent, dan Relevansinya dengan praktek kebidanan