Anda di halaman 1dari 20

INFORMED CONSENT

Istri Yuliani
LATAR BELAKANG

Hak azasi manusia yang berhubungan dengan kesehatan


manusia dimulai dari 3 hak azasi:
The right to health care (hak untuk mendapat pelayanan
kesehatan)
The right to self determination (hak untuk menetukan nasib
sendiri)
The right to information (hak untuk mendapatkan informasi)
Secara yuridis informed consent berkaitan dengan beberapa
pasal dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun
2009, diantaranya adalah :
 Pasal 5 ayat (3) Setiap orang berhak secara mandiri dan
bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan
kesehatan yang diperlukan baginya.
 Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan
informasi dan edukasi yang seimbang dan bertanggung
jawab.
 Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi
tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan
Pengertian
 Istilah ”consent” berasal dari bahasa Latin “consensio,
consentio”.
 Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi “consent” yang berati
persetujuan, izin, menyetujui, memberi izin (persetujuan,
wewenang) kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
 Informed Consent berarti suatu izin (consent) atau pernyataan
setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional,
sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengert
olehnya.(J.Guwandi, 2009 : 1)
Dalam lingkup pelayanan kebidanan, informed consent
adalah:

■ Persetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak


terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan kebidanan
kepada pasien setelah memperoleh iunformasi lengkap dan
dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan.
■ Informed consent merupakan suatu proses
■ Informed consent bukan hanya suatu formulir atau
selembar kertas, tapi bukti jaminan informed consent telah
terjadi.
■ Merupakan dialog antara bidan dengan pasien didasari
keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk berikratisasi
penanda tanganan formulir.
■ Informed consent berarti pernyataan kesediaan setelah
mendapat informasi dan sudah cukup mengerti akan segala
akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya
sebelum ia mengambil keputusan
■ Berperan dalam mengecek konflik etik tetapi tidak
mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah bidan
harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
Tujuan Pelaksanaan Informed Consent
■ Melindungi pasien secara hukum dari segala tindakan medis/kebidanan yang
dilakukan tanpa sepengetahuannya, tindakan paksaan yang sewenang-
wenang, tindakan yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar
profesi , serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau
”over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.
■ Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakanmedis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta tindakan medis yang tak
terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap ”risk of treatment” yang tak
mungkin dihindarkan walaupun dokter/tenaga kesehatan lain telah bertindak hati-
hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi.
Fungsi informed consent :
■ Penghormatan terhadap harkat martabat pasien selaku manusia
■ Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
■ Untuk mendorong dokter, bidan perawat, dll malakukan kehati-hatian
dalam mengobati pasien.
■ Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter/tenaga kesehatan lain.
■ Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
■ Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
■ Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatan
Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu :

■ Dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien yang


terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak,
memuat:
(a). Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
(b). Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
(c). Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang
terbaik
■ Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:
(a). Menghargai otonomi pasien
(b). Tidak melakukan intevensi melainkan membantu pasien bila
diminta atau dibutuhkan
(c). Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau
hasil pemikiran rasional.
BENTUK INFORMED CONSENT
1) Tersirat atau dianggap telah diberikan, tanpa pernyataan
tegas (implied consent)
a) Keadaan Normal
Isyarat persetujuan ini, dilakukan untuk tindakan yang
biasa dilakukan dan diketahui umum.
Sebetulnya penjelasan jenis ini tidak termasuk
informed consent dalam arti murni karena tidak ada
penjelasan sebelumnya.
b) Keadaan Darurat
Dalam keadaan gawat darurat (emergency), perlu dilakukan
tindakan segera, pasien tidak dapat memberikan
persetujuan dan keluarganyapun tidak ditempat,
dokter/bidan dapat melakukan tindakan yang terbaik
menurut dokter/bidan.

Jenis persetujuan ini disebut disebut sebagai Presumed


consent. Artinya bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap
menyetujui tindakan yang akan dilakukan.
2). Dinyatakan (Expressed consent)

a) Lisan (Oral)
Apabila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan
tindakan yang biasa. Misal pemeriksaan dalam rectal atau
pemeriksaan dalam vagina. Persetujuan secara lisan sudah mencukupi

b) Tulisan (written).
Untuk tindakan yang mengandung risiko seperti tindakan
pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan tindakan yang invasif.
Informasi Dalam Informed Consent
 Diagnosis
 Sifat dan luasnya tindakan yang dilakukan
 Manfaat urgensinya dilakukan tindakan tersebut
 Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kebidanan tersebut
 Konsekuensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara tindakan yang lain.
 Biaya yang menyangkut tindakan tersebut
 Risiko tndakan:
■ Risiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut
■ Risiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya
Pengecualian terhadap keharusan pemberian
informasi sebelum dilakukan tindakan:

 Dalam keadaan gawat (emergensi).


 Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak
bisa menghadapi situasi dirinya.
Informed Refusal (Penolakan)

Informed Refusal (penolakan) berarti suatu penolakan yang dilakukan


sesudah diberi informasi.
Inti dari Informed Refusal adalah bahwa penolakan dari pasien untuk
dilakukan tindakan medik/kebidanan tertentu diputuskan sesudah
diberikan informasi oleh dokter/tenaga kesehatan lainnya yang
menyangkut segala sesuatu yang berkenaan dengan tindakan
tersebut.
Tegasnya: pasien sudah memahami segala konsekuensi yang mungkin
timbul sebagai akibat dari penolakan tersebut. Penolakan harus
dalam bentuk expressed tertulis dan tidak bisa dalam bentuk
”tersirat” (implied)
 Tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medis yang
akan dilakukan.
 Dalam situasi demikian, kalangan dokter atau kalangan kesehatan lainnya
harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk
menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Ini disebut sebagai informed
refusal.
 Tidak ada dokter /tenaga kesehatan dapat memaksakan pasien mengikuti
anjurannya walaupun dokter/tenaga kesehatan menganggap penolakan bisa
berakibat gawat atau kematian pada pasien.
 Bila dokter/tenaga kesehatan lain, misal bidan, gagal dalam meyakinkan
pasien pada alternatif tindakan yang diperlukan, untuk keamanan
dikemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau
keluarga menanda tangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik
yang diperlukan.
Aspek Hukum Informed Consent
1). Aspek Hukum Perdata
Suatu tindakan medis yang dilakukan tanpa adanya pesetujuan dari
pasien, sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan pesetujuan, maka pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan
malawan hukum (onrechmatiigedaad) berdasarkan pasal 1365 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
Secara lengkap rumusan pasal 1365 tersebut berbunyi : “Setiap
perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
2). Aspek Hukum Pidana

Informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351


Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penganiayaan.
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa
persetujuan dapat dikategorikan sebagai ”penyerangan” (assault). Hal
tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan ke penyidik
polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi.
Ibu sehat

Anah sehat

Bidan Selamat

TERIMAKASIH 20

Anda mungkin juga menyukai