Anda di halaman 1dari 15

LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT RUMAH SEHAT TERPADU DOMPET DHUAFA

NO : 109/PER/DIR/RST/VII/2019
TENTANG
PANDUAN INFORMED CONSENT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persetujuan tindakan medik atau yang sering di sebut informed consent sangat penting dalam setiap
pelaksanaan tindakan medis di rumah sakit baik untuk kepentingan dokter maupun pasien. Persetujuan tindakan
adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi
yang lengkap, termasuk risiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi yang telah diberikan oleh dokter.
Oleh karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya, klien
menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan
tindakan.
Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik adalah tanggung jawab dokter.
Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan kepada perawat di beberapa institusi dan tidak terdapat hukum
yang melarang perawat untuk menjadi bagian dalam proses pemberian informasi tersebut.
Menurut  Jusuf  Hanifah (1999), informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter
setelah diberi penjelasan. Dalam praktiknya, seringkali istilah informed consent disamakan dengan surat izin
operasi (SIO) yang diberikan oleh tenaga kesehtan kepada keluarga sebelum seorang pasien dioperasi, dan
dianggap sebagai persetujuan tertulis.  Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa informed consent bukan sekedar
formulir persetujuan yang didapat dari pasien, juga bukan sekedar tanda tangan keluarga, namun merupakan
proses komuniksi. Inti dari informed consent  adalah kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien,
sedangkan formulir hanya merupkan pendokumentasian hasil kesepakatan. sehingga secara keseluruhan dapat
diartikan bahwa telah mendapat penjelasan tentang tindakan apa yang akan dilakukan oleh petugas medis dan
telah disetujui oleh keluarga dengan ditandai oleh penandatanganan surat persetujuan tindakan medis.
Dengan mengingat bahwa ilmu kedokteran atau kedokteran gigi bukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi bukan pula suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak
faktor yang dapat berbeda beda dari satu kasus ke kasus lainnya. Sebagai masyarakat yang beragama, perlu
juga disadari bahwa keberhasilan tersebut ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa.

B. Pengertian
1. Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapatkan informasi dan consent berarti
persetujuan (ijin). Yang dimaksud dengan Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan
setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi yang cukup tentang kedokteran yang dimaksud.
2. Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat
setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan terhadap pasien.
3. Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang selanjutnya disebut Tindakan Kedokteran, adalah suatu
tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien.
4. Tindakan invasif, adalah tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.

Panduan Informed Consent Halaman 1


5. Tindakan Kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat
probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6. Pasien, adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam keadaan sehat maupun
sakit.
7. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara
kandung atau pengampunya.
 Ayah
Ayah kandung, ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan
hukum adat.
 Ibu
Ibu kandung, ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum
adat
 Suami
Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
 Istri
Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. “Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri
persetujuan/ penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka
 Wali
Adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya
dalam melakukan perbuatan hukum, atau orang yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang
tua.
 Induk semang
Adalah orang yang berkewajiban untuk mangawasi serta ikut bertangung jawab terhadap pribadi orang
lain, seperti pemimpin asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu
rumah tangga yang belum dewasa.
8. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisisnya, dan menggunakannya
dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi.
9. Gangguan mental, adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara klinis menimbulkan
penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang, mencakup gangguan mental berat, retardasi
mental sedang, retardasi mental berat, dementia senilis
10. Pasien Gawat Darurat, adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.

C. Tujuan
tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat
mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil
keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna
apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil
keputusan yang tepat.

Panduan Informed Consent Halaman 2


Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien. Misalnya
hendak dilakukan suatu prosedur medis yang sebenarnya tidak perlu dan tanpa ada dasar medisnya. Hal ini bisa
terjadi misalnya apabila ada penyalahgunaan pemakaian alat-alat canggih yang memerlukan biaya tinggi.
Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif.
Misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan, walaupun sang dokter sudah berusaha
semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti (Guwandi, 2010).

D. Peran dan manfaat Informed consent yang sangat penting dalam penyelenggaraan praktik,yaitu :
1. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent, secara tidak langsung terjalin
kerjasama antara tenaga medis dan pasien atau keluarga pasien sehingga memperlancar tindakan yang
akan dilakukan. Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan kedaruratan.
2. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan medis yang tepat dan segera,
akan menurunkan resiko terjadinya efek samping dan komplikasi.
3. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, karena pasien memiliki pemahaman yang
cukup terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh tindakan yang lancar, efek samping
dan komplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang cepat
5. Melindungi tenaga medis dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan medis menimbulkan masalah,
tenaga medis memiliki bukti tertulis tentang persetujuan pasien.

E. Bentuk – Bentuk Informed Consent


Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis, sekecil apapun tindakan
tersebut. Menurut depertemen kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2 bentuk :
1. Implied consent
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya: saat akan mengukur tekanan darah ibu,
ia hanya mendekati si ibu dengan membawa sfingmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si ibu
langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa
ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan bidan).
2. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau secara verbal. Sekalipun
persetujuan secara tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan
dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa mendatang. Contoh,
persetujuan untuk pelaksanaan sesar.

F. Yang Menyampaikan Persetujuan


DPJP sebagai dokter yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan
dapat diwakilkan kepada dokter atau dokter gigi lain dengan sepengetahuan DPJP yang bersangkutan. Bila
terjadi kesalahan dalam memberikan informasi tanggung jawab berada ditangan DPJP yang memberikan
delegasi. Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain
yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman.

G. Yang berhak memberikan persetujuan (Permenkes No. 290 Tahun 2008)


1. Persetujuan diberikan kepada pasien yang kompeten atau keluarga yang terdekat.
2. Penilaian terhadap kompetensi pasie sebaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dapat dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi sebelum tindakan kedokteran dilakukan.

Panduan Informed Consent Halaman 3


3. Dalam hal terdapat keraguan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya, dokter atau dokter
gigi dapat melakukan [ermintaan persetujuan ulang.

H. Seseorang Dianggap Kompeten Untuk Memberikan Persetujuan, Apabila


1. Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara yang jelas, menggunakan
bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu teknis.
2. Mampu mempercayai informasi yang telah diberikan.
3. Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu
menganalisisnya dan menggunakannya untuk membuat keputusan secara bebas.

I. Pemberlakukan Pernyataan Persetujuan Tindakan


Tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu persetujuan tindakan
kedokteran. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi
persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila informasi baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping
atau alternatif tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi.
Apabila terdapat jeda waktu antara saat pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka
alangkah lebih baik apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut
pasti juga akan membantu pasien, terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih
memiliki pertanyaan.

J. Pembatalan Persetujuan Yang Telah Diberikan


Pada prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau
pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan
sebelum tindakan dimulai. Selain itu, pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari
pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan
persetujuan. Pembatalan oleh orang tua terhadap persetujuan anaknya :
Usia 16-17 tahun : pembatalan dapat dibatalkan oleh orang tuanya
Usia 18-20 tahun : tindakan hanya dapat dibatalkan oleh pasien itu sendiri

K. Penolakan Pemeriksaan/Tindakan
Rumah sakit memberitahukan pasien dan keluarganya tentang hak mereka untuk menolak atau tidak
melanjutkan pengobatan, maka meski pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan
mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu pemeriksaan atau tindakan
kedokteran, meskipun keputusan pasien tersebut terkesan tidak logis.
Rumah sakit memberitahukan pasien dan keluarganya tentang konsekuensi dari keputusan mereka, kalau
hal seperti ini terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan tersebut harus
didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi
situasinya.
Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau
pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya karena RS harus memberitahukan pasien dan
keluarganya tentang tanggung jawab mereka berkaitan dengan keputusan tersebut sehingga tidak akan terjadi
salahnya pengambilan keputusan. Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang
terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan kompetensi pasien. Meskipun
demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan dokter meneliti kembali kapasitasnya, apabila terdapat
keganjilan keputusan tersebut dibandingkan dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap masalah
seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik serta rumah sakit
memberitahukan pasien dan keluarganya tentang tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan, jika
keputusan menolak masih tetap dipilih.

Panduan Informed Consent Halaman 4


L. Dasar
Sebagai dasar ditetapkannya Panduan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran ini adalah peraturan
perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang menyangkut persetujuan tindakan kedokteran, yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
4. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan buku Manual ini sebagai petunjuk ringkas pelaksanaan
Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, yang untuk selanjutnya dalam buku ini akan disebut
sebagai “Persetujuan Tindakan Kedokteran”. Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan
kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah :
 Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai
“penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan dokter ke
penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi.
 Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat
menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan
dimaksud - padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau
menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan (perbuatan
melanggar hukum).
 Pendisiplinan oleh MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia)
Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut,
maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat
berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi

M. Jenis Tindakan Yang Memerlukan Persetujuan Tindakan Medis atau Informed Consent
Secara garis besar, hal-hal berikut harus dimintakan persetujuan khusus atau Informed Consent :
1. Prosedur bedah atau Invasit
2. Anastesi termasuk sedasi
3. Pemakaian darah dan produk darah
4. Tindakan serta prosedur lain serta pengobatan dengan resiko tinggi, termasuk, tapi tidak terbatas pada :

No. Spesialisasi JenisTindakan Keterangan

Bedah Orthopedi 1. Repair Tendon Penyulit


1. 2. Multiple Fraktur
3. Fraktur Penyulit + Bone graf
4. Wilm Tumor
5. Cimino
6. Debridemen Spondilitis
7. Koreksi Spondilitis TBS

Panduan Informed Consent Halaman 5


8. Scoliosis
9. Total
10. Hip/Protesa/Knee/Shoulder/Elbow
11. Pemasanngan ORIF
12. Bonegraft
2. Kebidanan & A. Tindakan / operasipervaginam
Penyakit 1. Insisi
Kandungan 2. Eksisi
3. Biopsi
4. Ekstirpasi
5. Marsupialisasi
6. Dilatasi&Kuretase
7. Kuldosintesis / Douglas Punctie
8. Hecting/repai perineum grade IV
9. Persalinan abnormal (letak sungsang, vacuum
ekstraksi, gemeli)
B. Tindakan / operasi perabdominal
1. KET
2. Sectio Caesarea
3. Histerostomi
4. Kisterektomi
5. Miomektomi
6. Salpingektomi
7. Laparotomi eksplorasi
3. Bedah Umum 1. Apendiktomi
2. Biopsi
3. Circumsisi
4. Cimino
5. Debridement
6. ExtervasiLipom
7. Extervasi TU mamaeabaran
8. EktervasiHemangiom
9. Extervasi Ganglion
10. Extervasi kuku
11. Ektervasinervus
12. Extervasiveruca
13. ExtervasiClavus
14. ExtervasiMucocel
15. Ektervasi Granuloma
16. Extervasi Bursitis
17. ExtervasiKistaatherom
18. Insisiabses
19. Herniotomi
20. Hemoroidektomi
21. Lapartomi
22. Eksplorasi FAM
23. Strumektomi
24. Extervasi tumor kepala

Panduan Informed Consent Halaman 6


25. Extervasi tumor lidah
26. Extervasi tumor sub mandibula
27. Extervasitomorparotis
28. Extervasikistadermoid
29. Explorasilukainvasif.
30. Amputasijariinvasif.
31. Mastektomi
32. Cholecystektomie
33. Labyoplasty
34. Extervasifistule anal closed colostomie
35. Repair tendon
4. Mata 1. Fekomulsifikasi + IOL
2. Small incision Catarak surgery +IOL
3. Eksrtsikatarak + IOL
4. Heactingcorne
5. Repair palpebra
6. ExtervasiPetrigium
7. Extervasi tumor palpebra
8. ExtervasiKistakonjungtiva
9. Extervasi tumor konjungtiva
10. Repair rupture sclera
11. Rekonstruksi palpebra
12. Repair IOL
13. Repair konjungtiva
14.Tindakan bedah kecil (Kalasion dan hordeolum)
5. Anak 1. Pemasangan kateter umbilikal
2. Pemasangan C-pad
3. Pemasangan endotrakheal tube
4. Lumba pungsi
5. Biopsis sumsum tulang
6. Kardioversi
6. Penyakit Dalam A. Sub bagian Reumatologi
1. Penyuntikan Intra-artikuler
2. Aspirasi cairan sendi / artrosentesis
B. Sub bagian Hepatologi

1. Biopsi aspirasi jarum halus.


2. Parasentesis abdomen
C. Sub bagian Kardiologi
1. Kardioversi
2. Kateterisasi jantung dan angio grafikoronaria.
3. Pacu jantung sementara
4. Perikardosentesis (pungsi perikard)
5. PTCA
D. Sub bagian Alergi imunologi
1. Skin PRICK test (test tusuk )
2. Test provokasibronkus
3. Test provokasiobat

Panduan Informed Consent Halaman 7


E. Sub bagian Gastroenterologi
1. Sklero terapi dan ligasi varices esophagus
2. Esofago-gastro-duodenoskopi
F. Sub bagian Ginjal Hipertensi
1. Biopsiginjal.
2. Peritoneal dialisisakut
G. Sub bagian Hematologi onkologimedik.
1. Pungsi sumsum tulang.
2. Biopsi sumsum tulang
3. Pemasangan Nutricath
4. Flebotomi
5. Kemoteraphi
H. Sub bagian Pulmonologi
1. Bronkoskopi
2. Pungsicairan pleura
3. Biopsia spirasi jarum halus
4. Pleurodesis
5. Biopsi pleura
7. Saraf 1. Pemeriksaan LCS (liquor cerebrospinalis).
2. Electro myelography.
3. Electro encephalography menggunakan
kontras.
4. Pain intervention.

8. Tindakan life saving 1. Pemasangan Endotracheal tube (ETT).


2. Needle Cricothyroidectomy.
3. Tracheostomy.
4. Pemasangan Chest tube dengan WSD.
5. Venaseksi.
6. Pemasangan cateter sentral dan double lumen.
5. Penggunaan ventilator.
9. Tindakan 1. Pemasangan WSD
Kedokteran 2. Hemodialisa.
lainnya 3. Kemoterapi.
4. Imunisasi.
5. Explorasi luka invasif.
6. Amputasi jari invasif.
7. Pemasangan Restrain.
7. Pemeriksaan HIV
10. Pemberian obat – 1. Streptokinase
obatan khusus 2. Natriumbikarbonat
3. KCL

11. Tindakan Anestesi A. Tindakananestesi


dan Sedasi 1. AnestesiUmum
2. Anestesi Regional
a. Anestesi Spinal
b. Anestesi Epidural/ Caudal

Panduan Informed Consent Halaman 8


c. Anestesi Blok Perifer
d. Anestesi Infiltrasi
e. Anestesi Intravena
B. Tindakansedasi
1. Sedasi sedang
a. Mengunakan midazolam 0,1 mg/kbgg
b. Mengunakan ketamin 0,5 mg/kgbb
c. Mengunakan propofol 0,5 mg/kgbb
2. Sedasi dalam
a. Mengunakan ketamin 3-8 mg/kgbb
intramuskuler
b. Mengunakan ketamin 1 mg/kgbb intravena
c. Mengunakan midazolam oral 10 mg/kgbb
d. Mengunakan flunitrazepam 0,1 mg/kgbb
e. Mengunakan fentanil 0,5 – 1 ug/kgbb
f. Mengunakana fentanil 3-5 ug/kgbb
8. Mengunakan remifentanil 0,1 mg/kg/min
12. Pemberian Darah 1. Whole blood
dan Produk Darah 2. Wash erytrocite
3. Pack red cell
4. Fresh frozen plasma
5. Liquid plasma
6. Trombosit
7. Trombopheresis
8. Human albumin :
a. Plasbumin
b. Octalbin
9. Albuminar

Panduan Informed Consent Halaman 9


BAB II
RUANG LINGKUP

Dalam menetapkan Persetujuan Tindakan Kedokteran harus memperhatikan ketentuan-ketentuan


sebagai berikut :
1. Memperoleh Informasi dan penjelasan merupakan hak pasien
2. Memberikan informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter atau dokter gigi.
3. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dianggap benar jika memenuhi persyaratan dibawah ini :
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan kedokteran yang dinyatakan
secara spesifik (The Consent must be for what will be actually performied)
b. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan (Voluntary).
c. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan
yang memang berhak memberikannya dari segi hukum.
d. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan
penjelasan yangdiperlukantentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
4. Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
b. Tujuan atau manfaat tindakan kedokteran yang akan dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya (alternative medical procedures and risk);
d. Besarnya risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and without medical procedures;
f. Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak dilakukan;

Panduan Informed Consent Halaman 10


g. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan kedokteran yang
dilakukan (purpose of medical procedure);

BAB III
KEBIJAKAN

1. Untuk dapat memberikan persetujuan, pasien atau keluarga pasien menerima


penjelasan tentang factor-faktor terkait dengan rencana asuhan yang pelaksanaannya harus ada persetujuan
khusus (Informed Consent )
2. Persetujuan khusus (Informed Consent ) harus diperoleh sebelum dilakukan prosedur
atau tindakan tertentu yang beresiko tinggi.
3. Proses pemberian persetujuan khusus (Informed Consent ) diatur oleh Rumah Sakit
melalui regulasi yang jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.

Panduan Informed Consent Halaman 11


BAB IV
TATA LAKSANA

A. Tata Cara Informed Consent


Permenkes RI NO 585/MenKesh/Per/IX/1989
1. Penjelasan langsung dari dokter yang melakukan tindakan medis dan dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh pasien
2. Tidak ada unsur dipengaruhi/ mengarahkan pasien pada tindakan tertentu, semua putusan diserahkan
pasien dan dokter hanya menyarankan dan menjelaskannya
3. Menyakan ulang kembali apakah sudah mengerti
4. Lembar informed consent diisi oleh pasien/keluarga/ wali

B. Persetujuan atau kesepakatan antara tenaga kesehatan dan  klien harus mencakup:
1. Pemberi penjelasan, yaitu tenaga kesehatan.
2. Penjelasan yang akan disampaikan yang memuat lima hal yaitu:
Berdasarkan Pasal 45 UU Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya
diberikan kepada pasien, yaitu :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis.
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan.
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

Panduan Informed Consent Halaman 12


e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
3. Cara menyampaikan penjelasan .
4. Pihak yang berhak menyatakan persetujuan yaitu pasien, tanpa paksaan dari pihak manapun.
5. Cara menyatakan persetujuan (tertulis atau lisan). Dalam praktiknya, consent dapat diberikan oleh pasien
secara langsung atau oleh keluarga/ pihak yang mewakili pasien dalam keadaan darurat.

C. Unsur-Unsur Informed Consent


Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :
1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

D. Tindakan yang memerlukan persetujuan secara tertulis yaitu :


1. Tindakan operasi
2. Tindakan anastesi general dan regional
3. Tranfusi darah dan produk darah
4. Pengobatan beresiko tinggi

E. Alur :
1. Pasien dinyatakan harus dilakukan tindakan medis.
2. Dokter menuliskan dan menjelaskan informasi apa yang harus disampaikan kepada pasien dan atau
keluarga pasien terkait tentang tindakan medis yang akan dilakukan pada Lembar Pemberian Informasi,
meliputi :
3. Dokter menandatangani Lembar Pemberian Informasi sebagai pemberi informasi.
a. Kondisi pasien
b. Nama individu yang memberikan informasi (pasien atau keluarga paaien mengenal nama dokter dan
praktisi yang memberikan pelayanan kesehatan)
c. Diagnosis dan tata cara tindakan medis.
d. Tujuan tindakan medis yang dilakukan.
e. Alternatif tindakan lain dan risikonya.
f. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
g. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Pasien dan atau keluarga menandatangani Lembar Pemberian Informasi sebagai penerima informasi.
5. Setelah Dokter dan pasien/keluarga menandatangani lembar informasi, maka berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarganya untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan.
6. Keputusan pasiendan atau keluarga pasien :
a. Jika pasien dan atau keluarga tidak setuju atau menolak atas tindakan yang akan
diberikan maka pasien menandatangani Lembar Penolakan Tindakan Medis.
b. Jika pasien dan atau setuju atas tindakan yang akan diberikan maka pasien
menandatangani Lembar Persetujuan Tindakan Medis.
7. Petugas menyimpan lembar Informed Consent tersebut pada berkas rekam medis.

Panduan Informed Consent Halaman 13


BAB V
DOKUMENTASI.

Form Persetujuan dan Penolakan Informed Consent.

Panduan Informed Consent Halaman 14


DAFTAR PUSTAKA

1. Undang – Undang RI 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


2. Kementrian kesehatan RI. Standard akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2011.
3. Republik Indonesia, Undang – Undang nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431)
4. Repblik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktikkedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431)
5. Departemen Kesehatan, Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 585 / menkes /
per / IX / 1989 tentang persetujuan Tindakan Medik.
6. Konsil Kedokteran Indonesia, Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang baik, Jakarta, 2006.
7. Konsil Kedokteran Indonesia, Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-pasien, Jakarta, 2006.
8. Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2006 Tentang Persetujuan Tindakan Medis
9. Peraturan Menteri Kesehatan No 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis
10. Peraturan Menteri Kesehatan No 290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Dokter

Panduan Informed Consent Halaman 15

Anda mungkin juga menyukai