Anda di halaman 1dari 12

Aesthic

M e n g h a d a p i p e n o l a k a n 2020
p a s i e n t e r h a d a p
T i n d a k a n k e p e r a w a t a n

Creative
Clear
Colorful
Nama kelompok

Cindy liani wulandari 3021041024


M fajar nugraha 3021041072
Melda putri rahmania 3021041075
Rully Khairul Tamimi 3021041117

Hello
pembahasan
Informed Concent
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti
informasi atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau
memberi izin. Jadi pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan
yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed
Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah
mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan
kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang
cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan
tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya
unsur pemaksaan
Istilah Bahasa Indonesia Informed Consent diterjemahkan
sebagai persetujuan tindakan medik yang terdiri dari dua suku
kata Bahasa Inggris yaitu Inform yang bermakna Informasi dan
consent berarti persetujuan. Sehingga secara umum Informed

HEI
Consent dapat diartikan sebagai persetujuan yang diberikan
oleh seorang pasien kepada dokter atas suatu tindakan medik
yang akan dilakukan, setelah mendapatkan informasi yang jelas
akan tindakan tersebut.

Bentuk – bentuk Informed Consent
Ada dua macam bentuk imformed consent yaitu :
a. Dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan dan secara tertulis.
Expression consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan
dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa.
b. Dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan
gawat darurat.
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas.

Fungsi Informed Consent


a. Promosi dan hak otonomi perorangan.
b. Proteksi dari pasien dan subjek.
c. Mencegah terjadinya penipuan dan paksaan.
d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk.
e. Mengadakan instropeksi terhadap diri sendiri (self secrunity)
f. Promosi dari keputusan-keputusan rasional.
g. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan
mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik (Alexander Capron).

Waktu yang tepat dalam membuat informed consent
Keharusan adanya informed consent secara tertulis yang ditandatangani oleh pasien
sebelum dilakukannya tindakan medik dilakukan di sarana kesehatan seperti rumah
sakit atau klinik karena erat kaitannya dengan pendokumentasiannya ke dalam catatan
medik (medical record).

Format Isian Informed Consent


Format isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent), dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat
bertindak sebagai salah satu sak-si
b. Materai tidak diperlukan
c. Formulir asli harus disimpan dalam berkas re-kam medis pasien
d. Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum
tindakan medis dilakukan.
e. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa
telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
f. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang
buta huruf harus membubuh-kan cap jempol ibu jari tangan kanan.

Hak pasien dalam informed consent
a. Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang
hendak dilakukan oelh dokter terhadap dirinya.
b. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.
c. Hak untuk memilih alternatif lain, jika ada
d. Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan.
Peraturan yang mengatur informed consent di Indonesia
Sebagai berikut :
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang Penyelanggaraan Praktik
Kedokteran.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
f. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88
Etika dan hukum
a. Aspek Etika:
b. Berdasar pada prinsip etika, yaitu otonomi pasien, dan hak asasi dasar manusia
c. Pasien memiliki kebebasan mutlak, untuk:
d. Memutuskan apa yang terjadi pada dirinya
e. Mengumpulkan informasi sebelum menjalani suatu prosedur tindak medis
f. Tidak seorangpun berhak untuk memaksa seorang pasien untuk menjalani suatu tindak medis tertentu

Aspek Hukum:
• Secara umum, menyentuh, atau melakukan suatu intervensi secara fisik kepada seseorang, tanpa ada
“persetujuan” daripadanya, dianggap sebagai penganiayaan
• Karenanya, memperoleh “consent” adalah suatu keharusan dalam suatu tindakan medis/penelitian,
selain daripada pemeriksaan fisik rutin pada pasien yang datang untuk berobat ke dokter
• Dalam hal pemeriksaan fisik dan investigasi medis yang rutin dan umum dilakukan, tidak diperlukan
consent tertulis, karena pasien yang datang ke tempat praktik dokter untuk berobat, adalah suatu consent
dari pasien tersebut secara implisit

Informed Refusal
Pengertian Informed Refusal
Dalam dunia medis Penolakan Tindakan Medis biasa disebut Informed Refusal. Penolakan yang
diinformasikan adalah antitesis dari informed consent, perpanjangan alami dari doktrin. Informed
consent dibahas dengan sangat rinci dalam literatur medis, hukum, dan manajemen risiko; sedangkan
penolakan berdasarkan informasi kurang mendapat perhatian. Tentu saja, informed consent sangat
penting untuk mengenali otonomi pasien, melindungi status pasien sebagai manusia, dan
menyediakan sarana untuk pengambilan keputusan yang rasional sambil melindungi penyedia
layanan kesehatan dari risiko yang terkait dengan harapan yang tidak selaras. Proses informed
consent berkaitan dengan ketentuan pengungkapan risiko dan manfaat dari pengobatan yang
diusulkan, sering pada pasien yang relatif cenderung menerima pengobatan yang diusulkan

Tujuan Informed Refusal
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa Pasien memiliki hak untuk menolak dilakukannya
tindakan kedokteran. Hal ini didasarkan pada adanya transaksi terapeutik antara dokter dan
pasien yang erat kaitannya dengan pelaksanaan hak dasar pasien atas pelayanan kesehatan
(the right to health care), dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self
determination) yang harus diakui dan dihormati, Inti dari adanya penolakan tindakan
kedokteran oleh pasien adalah pasien akan menanggung segala akibat dari penolakan
tindakan kedokteran tersebut, Akibat hukum dari adanya penolakan tindakan kedokteran oleh
pasien adalah pasien akan menanggung sendiri risiko yang terjadi atas dampak penolakan
tindakan kedokteran tersebut.

Persyaratan Informed Refusal


a) Perawatan atau pengujian yang diusulkan
b) Risiko dan manfaat penolakan
c) Hasil yang diharapkan dengan dan tanpa pengobatan dan
d) Terapi alternatif, jika tersedia.

Hal yang harus di sampaikan
a) Situasi dan kondisi yang sedang dihadapi pasien
b) Deskripsi mengenai bentuk prosedur yang akan dilakukan
c) Deskripsi mengenai kelebihan dan resiko prosedur yang di rekomendasikan
d) Alternatif prosedur lain yang ada di sertai keuntungan dan resiko
e) Hasil yang dicapai disertai prognosis keberhasilan ( termasuk penjelasan apa yang di
maksud dengan berhasil )
f) Kemungkinan yang anda hadapi apabila tidak di lakukan prosedur tindakan
g) Siapa saja orang yang terlibat dalam melakukan tindakan
h) Informasi lain yang di tanyakan atau di perlukan pasien atau orang yang mewakilinya

Pertanggung Jawaban Hukum Mengenai Informed Consent dan Refusal


Penyampaian informasi untuk melakukan tindakan medis lazim dikenal dengan istilah ‘informed
consent’. Pelaksanaan informed consent dan informed refusal tidak hanya mengikuti protap
(prosedur tetap) tetapi sesungguhnya mempunyai pertanggung jawaban hukum. Sebagai berikut :
• Undang-Undang Kesehatan yang lama (UUK No 23 Tahun 1992), Informed consent tidak
tercantum secara khusus. Kita hanya dapat melihat dan disinggung sedikit bahwa dalam keadaan
darurat dimana dibutuhkan tindakan medis maka hanya dapat dilakukan dengan persetujuan ibu
hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya (pasal 15 ayat 2 huruf c).

Sikap Perawat Terhadap Pasien Yang Menolak Tindakan
Keperawatan
• Menyampaikan informasi yang dibutuhkan dengan cara penuh perhatian kepada pasien
Dokter harus membuat pasien merasa benar-benar diperhatikan, didengarkan dan
mendukungnya. Jika pasien menolak untuk makan atau minum obat, pendekatan yang lembut
dan persuasif biasanya lebih bisa diterima daripada dengan pemaksaan.
• Perawat memiliki bagian penting dari keseluruhan cara penyembuhan pasien
Perawat memiliki posisi terbaik untuk mencoba dan berinteraksi dengan pasien. Misalnya
memotivasi, membantu pasien yang enggan bangun dari tempat tidur atau membujuk pasien
untuk meminum obat. Jika motivasi dan perhatian tersebut diberikan secara personal, intens dan
hangat, dapat dipastikan pasien akan luluh.
•Menentukan sebuah cara melalui evaluasi dan konsultasi dengan keluarga pasien
Bila tidak ada metode yang memberikan hasil memuaskan kepada pasien, dokter haruslah
melakukan evaluasi kondisi psikiatrik dan rekomendasi serta konsultasi dengan keluarga pasien
untuk kasus yang berat atau tergolong ekstrem. Melalui diskusi bersama, hal tersebut dapat
memunculkan pilihan lain dan menentukan rehabilitasi, namun diperlukan kewaspadaan.
Aesthic
KESIMPULAN

Hak pasien yang pertama adalah hak atas informasi. Dalam UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
pasal 53 dengan jelas dikatakan bahwa hak pasien adalah hak atas informasi dan hak memberikan
persetujuan tindakan medik atas dasar informasi (informed consent). Jadi, informed consent
merupakan implementasi dari kedua hak pasien tersebut. Hak pasien tersebut merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang dilindungi Undang-Undang.
Dalam dunia medis Penolakan Tindakan Medis biasa disebut Informed Refusal. Penolakan yang
diinformasikan adalah antitesis dari informed consent, perpanjangan alami dari doktrin. Informed
consent dibahas dengan sangat rinci dalam literatur medis, hukum, dan manajemen risiko; sedangkan
penolakan berdasarkan informasi kurang mendapat perhatian. Tentu saja, informed consent sangat
penting untuk mengenali otonomi pasien, melindungi status pasien sebagai manusia, dan
menyediakan sarana untuk pengambilan keputusan yang rasional sambil melindungi penyedia layanan
kesehatan dari risiko yang terkait dengan harapan yang tidak selaras.
“KALAU ADA
KESALAHAN MOHON
DIMAAFKAN, KALAU ADA
YANG SAYANG MOHON
DIUNGKAPKAN,SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai