Anda di halaman 1dari 18

Informed Consent

Oleh
Kelompok 2
Nama Anggota :

Yulis Ekaningrum 142110101129


Rizqi Nurcahya A.J 142110101145
Faik Hotul Hikmah 142110101152
Dina Tri Susanti 142110101164
Fathiya Salsabila 142110101166
Elsa Sofice Pombos 142110101206
Nur Aini Fimbay 142110101207
Herlina Novi K. 172110101015
Febby Febriananda 172110101017
Itsnatur Rizkiyah A. 172110101024
Adinda Cindy N. 172110101040
Pengertian

 Informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien seperti yang dijelaskan dalam
Permenkes Nomor 290/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Medik Pasal 2 ayat (3) yang
berbunyi Persetujuan tindakan medis sebagaimana dimaksud antara dokter dan pasien
diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan yang diperlukan tentang perlunyatindakan
dokter yang dilakukan.

 Dalam pelaksanaan informed consent menurut UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran ialah Dokter diwajibkan memberi penjelasan yang sejelas jelasnya agar pasien
dapat mempertimbangkan apa yang akan terjadi terhadap dirinya untuk memperoleh
persetujuan dari pasien dan menghindari adanya salah satu pihak yang dirugikan.
Penjelasan yang harus diberikan langsung kepada pasien dan atau
keluarga terdekat baik diminta maupun tidak diminta, penjelasan tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud sekurang-kurangnya mencakup; (a)
diagnosa dan tatacara tindakan kedokteran ; (b) Tujuan tindakan kedokteran
yang dilakukan; (c) Alternatif tindakan lain dan resikonya; (d) Riskiko dan
konmpilkasi yang mungkin Trejadi; (e) Prognosisi atas tindakan yang
dilakukan; (f) perkirann pembiayaan.
Dasar Hukum

 PerMenKes RI No. 585/Menkes/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan


Medik/Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan
terhadap pasien tersebut.

 PerMenKes RI No. 290/MENKES/PER/2008 tentang Persetujuan Tindakan


Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
 UU NO. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pada pasal 53 menjelaskan tentang hak-hak pasien diantaranya adalah hak memberikan
persetujuan tindakan medik.
 Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88. tentang “informed consent”
 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Pada pasal 45 ayat (1): setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gig iyang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005
tentang Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
 PP No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
Fungsi dan Tujuan

Fungsi dari Informed Consent adalah :


1. Promosi dari hak otonomi perorangan;
2. Proteksi dari pasien dan subyek;
3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;
4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi
terhadap diri sendiri;
5. Promosi dari keputusan - keputusan rasional;
6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai
social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.
Tujuan dari Informed consent menurut J. Guwandi adalah :

1. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien;

2. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat


yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang
tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan dengan cara
semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti. Guwandi (II),
Rahasia Medis, (Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran UI, 2005), hal. 32
Bentuk persetujuan

Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :


1. Implied Consent (dianggap diberikan)
Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat
menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan
pasien. Demikian pula pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan tindakan
segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya
tidak ada ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.
2. Expressed Consent (dinyatakan)
Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasive
dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau
yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.
Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan

Pemberi informasi dan penerima persetujuan merupakan tanggung


jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk
memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak.
Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan
penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada dokter
pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar
dan layak.
Pemberi Persetujuan

Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia, maka seseorang
dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah.
Alasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun
atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat
memberikan persetujuan.
2. Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang
berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak - anak. Dengan
demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh
karenanya dapat memberikan persetujuan.
3. Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih tergolong
anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak individu untuk berpendapat
sebagaimana juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
maka mereka dapat diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat memberikan
persetujuan tindakan kedokteran tertentu, khususnya yang tidak berrisiko tinggi. Untuk
itu mereka harus dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi dan
membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan atau penolakan mereka dapat
dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetapan pengadilan.
Penolakan Pemeriksaan/ Tindakan

 Kalangan dokter maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau
keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan, disebut sebagai
informed refusal.

 Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang diperlukan untuk
keamanan di kemuadian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarga
menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang diperlukan.

 Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, peryataan penolakan pasieen atau
keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Denagn demikian, apa yang
terjadi di belakang hari tidak menjadi tanggung jawab dokter atau rumah sakit lagi.
Penundaan Persetujuan

Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh


pasien atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya
terdapat anggota keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau
masalah waktu pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka
perlu di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.
Pembatalan Persetujuan yang Telah Diberikan

 Pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat pernyataan tertulis


pembatalan persetujuan tindakan kedokteran.
 Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai.
 Pasien harus kompeten untuk membatalkan persetujuannya, sehingga dokter harus
menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya.
 Apabila pembatalan terjadi pada saat tindakan sedang berlangsung menimbulkan teriakan atau
tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan.
 Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus
menghentikan tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan
akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan
Lama Persetujuan Berlaku

 Suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi
persetujuan atau pasien.

 Namun apabila informasi baru muncul, misalnya tentang adanya efek


samping atau alternatif tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu
dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi.
Sekian dan Terimakasih
Referensi :
• Peraturan menteri kesehatan nomor 209 tahun 2008 tentang PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

(http://www.ibi.or.id/media/PMK%20No.%20290%20Th%202008%20ttg%20Persetujuan%20Tindakan%20Kedokteran.

pdf diaskes pada 10 september 2017)

• Andhika muhammad nugraha A. 2015. Hubungan pelaksanaan etika profesi deokter dalam persetujuan tinfakan medis

(informend consent) ditinjau dari konsep hospital blyaw dan undang-undang nomor 209 tahun 2004 tentang praktik

kedokteran di RSUD kudus. fakultas hukum universitas Negeri Semarang. (http://lib.unnes.ac.id/20404/1/8111410067-

s.pdf diaskesminggu 10 september 2017)

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Tenaga Kesehatan.

• http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PP%20No.%2032%20Th%201996%20ttg%20Tenaga%20Kesehatan.p

df (diakses pada 10 september 2017)

• Soelistyowatie, Titiek. 2011. Penerapan Hukum Informed Consent Terhadap Pelayanan Keluarga Berencana di Rumah

Sakit Tugurejo Semarang. http://jurnal.abdihusada.ac.id/index.php/jurabdi/article/view/3/3 (diakses pada 11 september

2017)

• Tohari, Hamim. Informed Consent. http://eprints.undip.ac.id/44650/3/Hamim_Tohari_22010110110013_Bab2KTI.pdf

(diakses pada 10 september 2017)

Anda mungkin juga menyukai