Anda di halaman 1dari 10

RESUME

dosen pengampu : Putu Monna Frisca Widiastini, S.Tr.Keb.,M.Keb

Disusun oleh :

Isfiyantasi syafii
( 23089151007 )

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BULELENG
TAHUN AJARAN 2023/2024
selasa, 14 Novemberr 2023

TEORI CONCENT DAN REFUSAL

Pengertian Informed Concent


Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. Maka Informed Consent adalah
persetujuan atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. MenurutLampiran SKB IDI
No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989tentang Persetujuan Tindakan
Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya,
kehadiran seorang perawat / paramedic lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang
ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari
tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan
pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap suatu
tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai sifat serta
konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan prinsip autonomi,
beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia di mana otonomi dan
integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka persetujuan
diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak kompeten juga, maka
tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan medis tertentu sesuai
keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam kasus-kasus luar biasa
(exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau darurat yang harus segera diambil
tindakan medis untuk menyelamatkannya, proxy consent tidak dibutuhkan.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan
adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Suatu persetujuan dianggap sah apabila:
1. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi
2. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten)
untuk memberikan keputusan/persetujuan
3. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.

Tujuan perlunya informed concent


Di Indonesia informed consent tentu memiliki maksud tujuan diatur terlihat dari arti
pentingnya perlindungan terhadap hak-hak azasi pasien untuk menentukan nasib sendiri (hak
informasi tentang penyakitnya, hak untuk menerima/menolak rencana perawatan). Juga
merupakan suatu tindakan konkrit atas penghormatan kalangan kesehatan terhadap hak
perorangan. mengingat perlu dan pentinya pembatasan Otorisasi Tenaga kesehatan terhadap
pasien juga merupakan hal yang bisa dilepaskan.
Menurut Appelbaum (Veronica K,1999) untuk menjadi doktrin informed consent harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Adanya kewajiban dari tenaga kesehatan untuk menjelaskan informasi kepada pasien
2. Adanya kewajiban dari tenaga kesehatan untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari
pasien, sebelum dilaksanakan perawatan/pengobatan.
Penetapan syarat informed consent justru bertujuan agar tenaga kesehatan dapat
menghindarkan risiko sekecil apapun demi kepentingan pasiennya. Untuk menghindari tuntutan
pasien terhadap tenaga kesehatan, di dalam informed consent secara tertulis dicantumkan syarat
bahwa tenaga kesehatan tidak dituntut dikemudian hari.
Syarat yang dimaksudkan antara lain menyatakan bahwa, “ Pasien menyadari sepenuhnya
atas segala resiko tindakan medis yang akan dilakukan tenaga kesehatan dan jika dalam tindakan
medis itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka pasien tidak akan mengadakan tuntutan
apapun di kemudian hari”. Akan tetapi rumusan tersebut jika ditinjau dari segi hukum tidak
mempunyai arti atau kekuatan hukum.
Dalam khazanah hukum, izin seperti ini disebut dengan blanket consent yang sama sekali
tidak mempunyai kekuatan atau arti dalam hal legalitas. Maksudnya, izin seperti ini tidak dapat
digunakan sebagai dasat pembelaan terhadap tenaga kesehatan/dokter, apabila terjadi sesuatu
pada pasien. Dengan demikian, semuanya harus dikembalikan kepeada pemenuhan standar
profesi medis. Di samping itu, seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggungjawabnya
atas kesalahan yang belum dilakukan(bertentangan dalam pasal 1335-1337 KUH Perdata).

Fungsi informed concent


1. Proteksi dari pasien dan subyek;
2. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;
3. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap
diri sendiri;
4. Promosi dari keputusan-keputusan rasional;
5. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai social
dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.

Bentuk Informed Consent


Ada 2 bentuk persetujuan tindakan medik (informed consent) yaitu :
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied Consent), yaitu bisa dalam keadaan
normal (biasa) atau darurat, umumnya tindakan yang biasa dilakukan atau sudah
diketahui umum misal menyuntik pasien. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat
”Emergency” memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa
memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, maka dokter dapat
melakukan tindakan edik terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal
11).
2. Dinyatakan (Expressed Consent), yaitu persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis.
Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung resiko
tinggi seperti pencabutan kuku, sedangkan persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan
pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan perlu
surat pernyataan dari pasien/keluarga. (Amri, 1999).
Tata Laksana Informed Consent
Rumah sakit atau klinik tempat dilakukannya tindakan medik tersebut, selain harus memenuhi
standar pelayanan rumah sakit juga harus memenuhi standar pelayanan medik sesuai dengan
yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan No. 436/MENKES/SK/VI/1993 Tentang
Berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit. Dengan demikian, Rumah Sakit turut
bertanggung jawab apabila tidak dipenuhinya persyaratan Informed Consent. Apabila tindakan
medik yang dilakukan tanpa adanya Informed Consent, maka dokter yang bersangkutan dapat
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin praktik, berarti, keharusan adanya
Informed Consent secara tertulis dimaksudkan guna kelengkapan administrasi Rumah Sakit yang
bersangkutan. Oleh karena itu, dengan ditandatanganinya Informed Consent secara tertulis
tersebut, maka dapat diartikan bahwa pemberi tanda tangan bertanggung jawab dalam
menyerahkan sebagian tanggung jawab pasien atas dirinya sendiri kepada dokter yang
bersangkutan, beserta resiko yang mungkin akan dihadapinya. Untuk itu, tindakan medik yang
ditentukan oleh dokter harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesinya.
(Guwandi, 2004).
Aspek – aspek penting dalam informed concent
Beberapa aspek-aspek penting terkait pelaksanaan informed consent ialah sebagai berikut:
a. Informasi
Menurut Kerbala (1993), fungsi informasi dokter kepada pasien sebelum pasien
memberikan consent-nya, dapat dibedakan atas :
1. Fungsi Informasi bagi pasien Berfungsi sebagai perlindungan atas hak pasien
untuk menentukan diri sendiri.
2. Fungsi Informasi bagi dokter Azwar (1991) mengemukan ada 5 hal pentingnya
fungsi informasi terlebih dokter:  Dapat membantu lancarnya tindakan
kedokteran
 Dapat mengurangi timbulnya akibat sampingan dan komplikasi
 Dapat mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit
 Dapat meningkatkan mutu pelayanan
 Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum
Menurut Guwandi (2004), informasi yang harus diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi oleh dokter kepada pasien atau keluarga adalah yang berkenaan dengan :
1) Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan.
2) Manfaat dilakukan operasi tersebut.
3) Resiko yang terjadi pada operasi tersebut.
4) Alternatif lain apa yang ada (ini kalau memang ada dan juga kalau mungkin dilakukan).
5) Apa akibatnya jika operasi tidak dilakukan.
b. Persetujuan Persetujuan dalam tindakan medik terdiri dari dua bentuk, yaitu : persetujuan
Tertulis dan persetujuan lisan
c. Penolakan (Informed Refusal)
1) Penolakan Pemeriksaan/Tindakan
2) Penundaan Persetujuan
3) Pembatalan Persetujuan Yang Telah Diberikan
4) Lama Persetujuan Berlaku
d. Tindakan Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan
nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata
atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).
Pengertian Informed RefusalDefinisi

Informed : telah diberi informasi atau telah dijelaskan


Refusal : penolakan
Informed refusal : adalah penolakan pasien/orang yang sah mewakilinya terhadap rencana
tindakan yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi setelah mendapatkan informasi yang benar
dan layak cukup untuk dapat membuat penolakan.
Suatu penolakan dianggap sah apabila :
1. Pasien/orang yang sah mewakilinya telah menerima informasi yang benar dan layak
2. Pasien/orang yang sah mewakilinya dalam keadaan kompeten untuk memberikan
persetujuan atau penolakan
3. Persetujuan atau penolakan diberikan secara sukarela

Tujuan
Informed refusal bertujuan untuk memungkinkan pasien dapat mempertimbangkan
kelebihan dan kekurangan rencana tindakan medis dengan tujuan akhir adanya pilihan rasional
untuk menerima atau menolak tindakan tersebut.

Bentuk
1. Persetujuan atau penolakan tersirat adalah persetujuan atau penolakan tanpa disertai
pernyataan yang tegas, tetapi isyarat ini dapat ditangkap oleh dokter dari sikap atau
tindakan pasien/orang yang sah mewakilinya
a. Pada keadaan normal
b. Pada keadaan darurat
2. Persetujuan atau penolakan yang dinyatakan
a. Lisan
b. Tulisan

Kapan diperlukan informed conset atau refusal


Informed consent dan informed refusal harus dilakukan untuk :
1. Tindakan medis sesederhana apapun tindakan tersebut
2. Kerahasiaan dan pengungkapan informasi
3. Pemeriksaan skrining
4. Kepentingan pendidikan
5. Kepentingan penelitian

Apa yang perlu disampaikan


1. Situasi dan kondisi yang sedang dihadapi pasien
2. Deskripsi mengenai bentuk prosedur yang akan dilakukan
3. Deskripsi mengenai kelebihan dan resiko prosedur yang direkomendasikan
4. Alternatif prosedur lain yang ada disertai keuntungan dan resiko
5. Hasil yang ingin dicapai disertai prognosis keberhasilan (termasuk penjelasan apa yang
dimaksud dengan ‘berhasil’)
6. Kemungkinan yang akan dihadapi apabila tidak dilakukan prosedur tindakan
7. Siapa saja orang yang terlibat dalam melakukan tindakan
8. Informasi lain yang ditanyakan/diperlukan pasien/yang sah mewakili

atau membantu kita.


Berikut ini beberapa teori etika:
1. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.
Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan
manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang bolah
saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan
yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada
kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada
tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang lain
atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan.
2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam
mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah
kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang
memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan
paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang
banyak).
3. Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme,
yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah
untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka
tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau
sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang
menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut
teori teleologi
Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan
berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan,
konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi
pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri,
bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban
moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus berpusat
pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti
kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.
Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan
tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat kritikan
tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun teorinya hanya berlandaskan
pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa karena manusia bermartabat, maka
setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral
universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.
Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai
dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari deontologi (teori
kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan
hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain.
Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua
manusia mempunyai martabat yang sama.
Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak
menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi
mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau
karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-
sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama dapat didefinisikan
sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia
untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan
tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat
keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku
bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan
dan keuletan.
Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin
dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan
surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter
moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah.
Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku
manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan
dalam kitab suci.

Dilemma etika
Etik Dilema etik merupakan situasi yang di hadapi oleh seseorang dimana ia harus
membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Dilema etik adalah suatu masalah yang
melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya.
Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada
dilema etik ini, sukar untuk menentukan mana yang benar atau salah serta dapat menimbulkan
stress pada perawat karena perawat tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya.
Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi
menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etik terdapat juga dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan
takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat. Menurut Thompson
(1985) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Dalam dilema etik tidak ada yang benar ataupun yang salah. Untuk membuat keputusan yang
etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

Anda mungkin juga menyukai