Anda di halaman 1dari 3

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN BAB 6

INFORMED CONSENT

A. Pengertian

Pada awal mula, dikenal hak atas Persetujuan/Consent, baru kemudian dikenal hak atas
informasi kemudian menjadi Informed Consent. Kasus slater vs baker Menurut Appelaum
merupakan kasus yang pertama diinggris di mana di putuskan bahwa dokter harus
memperoleh izin pasien dahulu sebelum melakukan tindakannya. Saat ini, telah mulai diatur
mengenai informed consent, yaitu suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien dan
keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

Persetujuan (Informed Consent) ini sangat penting mengingat tindakan medis tidak dapat
dipastikan karena tidak ada yang tahu pasti hasil akhir dari pelayanan kedokteran tersebut.
Pentingnya Informed consent ini juga dikaitkan dengan adanya pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan, yang bisa saja dituduhkan kepada pihak dokter atau rumah sakit, terkait
tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Meskipun yang melakukan tindakan tersebut
seorang dokter, tetap dapat dianggap sebagai penganiayaan, kecuali jika:

1. Orang yang dilukai tersebut memberikan persetujuannya.


2. Tindakan tersebut berdasarkan indikasi medik, dan ditujukan pada suatu tujuan yang
konkret.
3. Tindakan medik tersebut dilakukan sesuai ilmu kedokteran

Informasi dan penjelasan dianggap cukup, apabila telah mencakup beberapa hal dibawah
ini, yaitu:

1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan.


2. Tata cara tindakan medik yang akan dilakukan.
3. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
4. Alternatif tindakan medik lain yang tersedia serta risikonya masing-masing
5. Prognosis penyakit apabila tindakan medik tersebut dilakukan
6. Diagnosis

Di Indonesia terdapat sejarah beberapa paraturan yang khusus mengatur mengenai


Informed Consent ini, di antaranya:

1. Keputusan Jendral Pelayanan Medik No. HK.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman


Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).
2. Surat Keputusan PB IDI No. 319/PB/A4/88

Pernyataan IDI tentang Informed Consent tersebut adalah:

a. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang
hendak dilakukan terhadap tubuhnya.
b. Semua tindakan medis (diagnostik, terapeutik, maupun paliatif) memerlukan
Informed Consent secara lisan maupun tertulis.
c. Setiap tindakan medis yag mempunyai resiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN BAB 6

memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang


bersangkutan serta risikonya.
d. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan
lisan atau sikap diam.
e. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila
dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan
pasien.
f. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan baik diagnostik terapeutik, maupun paliatif.
3. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/Menkes/PER/III/2008 tentang
persetujuan Tindakan Kedokteran telah mencabut Keputusan Menteri kesehatan Nomor
585 tahun 1989 tentang Persetujuan Medik. Dari segi judul diubah menjadi persetujuan
Tindakan Kedokteran.

Pada peraturan nomor 290 tahun 2008 ini juga dijelaskan, setiap tindakan kedokteran
yang mengandung risiko tinggi harus persetujuan tertulis yang ditandatangani oeh yang
berhak memberikan persetujuan. Sedangkan tindakan yang berisiko tinggi dapat diberikan
secara lisan dalam bentuk ucapan setuju.

Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan /atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan yang diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat dalam
rekam medik.

Permenkes 290 tahun 2008, mengatur tentang ketentuan pada situasi khusus seperti yang
dituangkan dalam pasal 14, berupa tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup
(withdrawing/withholding life support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien.

Menurut Guwandi J (2005), Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah suatu pernyataan


izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional sesudah
mendapat informasi dari dokter dan yang sudah dimengertinya.

Samil RS (2001) mengatakan persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang


diberikan oleh pasien atau walinya yang berhak kepada dokternya untuk melakuakan suatu
tindakan medis terhadap pasien sesudah pasien atau walinya memperoleh informasi lengkap
dan memahami tindakan itu.

Veronika K (1989) mengatakan persetujuan tindakan kedokteran adalah suatu


kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan tarhadap dirinya.

B. Aspek Hukum Informed Consent


1. Aspek Hukum Pidana
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN BAB 6

Pasien harus memberikan persetujuan lebih dulu terhadap tindakan medis dokter,
misalnya operasi. Sebab apabila dikaitkan dengan pasal 351 KUHP, mengenai penganiayaan,
maka operasi dari dokter, misalnya dengan menusukkan pisau bedah ketubuh pasien tanpa
persetujuan terlebih dahulu dulu, dapat dikenai sanksi pidana karena dikategorikan
penganiayaan.

2. Aspek hukum perdata

Berkaitan dengan hukum perikatan yaitu dalam pasal 1320 BW yang intinya harus ada
kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu dokter dan pasien. Ini berarti harus ada informasi
yang cukup dari kedua belah pihak tersebut. Fungsi informasi:

a. Bagi pasien:
Sebagai dasar atas persetujuan/ penolakan yang ia putuskan
Sebagai perlindungan atas hak pasien untuk menentukan diri sendiri
b. Bagi tenaga kesehatan:
Dapat membantu lancarkan tindakan
Dapat mengurangi timbulnya efek sampingan
Dapat mempercepat proses penyembuhan
Dapat meningkatkan mutu layanan
3. Aspek Hukum Administrasi

Sudah merupakan kebiasaan pada setiap rumah sakit untuk menyodorkan formulir
persetujuan operasi, hal tersebut untuk keperluan administrasi rumah sakit sehingga wajid
dilakukan. Menyadari bahwa tidak semua pasien dapat memahami informasi dari dokter,
maka ada empat kelompok pasien yang tidak perlu mendapat informasi, yaitu:

a. Pasien yang belum dewasa.


b. Pasien yang sakit tidak sehat akalnya
c. Pasien yang akan dirugikan jika mendengar informasi tersebut, misalnya karena:
lemah jantung sehingga membahayakan kesehatannya.
d. Pasien yang akan menjalani pengobatan dengan placebo (obat palsu).

PERTANYAAN:

1. Sebutkan beberapa perturan di Indonesia yang khusus mengatur mengenai informen


consen.
2. Jelaskan dengan singkat beberapa aspek hukum Informen consen!!

Anda mungkin juga menyukai