Anda di halaman 1dari 16

PAPER

ANALISIS STUDI KASUS


DINKES JEMBER KLAIM KASUS DBD MENURUN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan
Kelas A

Oleh :
Kelompok 3

Rizki Afriliana 142110101018


Anis Yulianti 142110101094
Ashri Rofita Hadi 142110101059
Sekar Rachmi Anindya 142110101178

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2017
STUDI KASUS

DINKES JEMBER KLAIM KASUS DBD MENURUN

JEMBER (HN) – Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Jawa Timur mengklaim


jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah setempat mengalami
penurunan selama tiga bulan terakhir.

Pada Januari 2017 tercatat sebanyak 70 kasus DBD, kemudian Februari menurun
menjadi 64 kasus, dan pertengahan Maret ini tercatat sekitar 20 kasus.

Pada periode yang sama Januari-Maret tahun lalu tercatat Januari sebanyak 79
kasus, Februari 65 kasus dan Maret sebanyak 54 kasus. Total 198 kasus DBD dari
901 pasien terduga yang dirawat di sejumlah rumah sakit dan puskesmas yang
dilaporkan kepada Dinkes Jember.

“Tren menurunnya kasus DBD di Jember karena kesadaran masyarakat tentang


gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) meningkat dan gerakan satu rumah
satu juru pemantau jentik (jumantik),”tutur” ,”kata Humas Dinas Kesehatan
(Dinkes) Jember Yumarlis di Jember, Senin (20/3).

Kecamatan yang menjadi endemis penyakit DBD di Jember masih kawasan kota
yakni Kecamatan Sumbersari, Patrang, dan Kaliwates karena kawasan padat
penduduk.

1
“Biasanya kasus DBD meningkat pada bulan Januari, namun selama dua tahun
terakhir (2016-2017) jumlah penderita DBD pada Januari berkisar 70-80 kasus aja.
Padahal pada Januari 2015 sempat mencapai 228 orang dan lima penderita di
antaranya meninggal dunia,” kata Yumarlis.

Menyangkut rumah warga yang bebas jentik nyamuk juga meningkat dari 75
persen, kata dia, kini menjadi 95 persen efek dari gerakan satu rumah satu jumantik.
“Gerakan tersebut sangat berpengaruh signifikan untuk menekan penyebaran virus
nyamuk Aedes Aegypti selama musim hujan, sehingga kasus DBD di Jember juga
dapat ditekan. Meskipun masih ada satu hingga dua rumah yang belum bebas dari
jentik nyamuk,” ujarnya.

Tren penurunannya kasus itu juga diikuti dengan penurunan angka kematian pasien
DBD karena sejak Januari hingga pertengahan Maret 2017 tercatat sebanyak satu
penderita anak-anak yang meninggal dunia, sedangkan periode yang sama tahun
lalu tercatat sebanyak tiga pasien DBD yang meninggal.

“Biasanya kasus meninggalnya penderita DBD karena pihak keluarga terlambat


membawa pasien ke puskesmas atau rumah sakit terdekat, sehingga kondisinya
sudah sangat parah dan dokter sudah tidak bisa menyelamatkan nyawa pasien
tersebut,” katanya.

Reportase: Antara

Editor: Andi Nugroho

Sumber: http://m.harnas.co/2017/03/20/dinkes-jember-klaim-kasus-dbd-menurun

2
ANALISIS STUDI KASUS

A. Pejamu (Host)
Pejamu (Host) adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent
dalam penelitian ini yang di teliti dari faktor pejamu adalah kebiasan keluarga
(kebiasaan tidur siang, menggantung pakaian, menggunakan anti nyamuk di siang
hari, menggunakan kelambu, kebiasaan dalam PSN).
Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian
menunjukan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula
terinfeksi virus Dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika
nyamuk menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama
periode sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi
darah manusia di sebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum
terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke
dalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap
di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang di perlukan untuk
inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur
sekitar.
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor
yang mempengaruhi manusia adalah:

a. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue,
meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi
epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun.
Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi
epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut
menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama
tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di
bawah 15 tahun.
b. Jenis kelamin

3
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap
serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di
Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di
Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang
lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak
signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki
lebih besar dari pada anak perempuan.
c. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
d. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan
jumlah insiden kasus DBD tersebut.
e. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942
adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur
transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran
virus dengue (Sutaryo, 2005).
B. Agen (Nyamuk Aedes Aegypti)
1. Karakteristik agen
a) Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti disebut black-white mosquito, karena
tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas
dasar hitam. Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik
hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring
putih pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat

4
bentuk bercak yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan
dua garis lengkung di tepinya. Bentuk abdomen nyamuk betinanya
lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci
pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih
besar dibandingkan nyamuk jantan.
b) Siklus hidup
Menurut (Aradilla, 2009) siklus hidup Aedes Aegypti sebagai berikut:
a. Telur
Pada waktu dikeluarkan, telur aedes berwarna putih, dan
berubah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telur diletakkan satu
demi satu dipermukaan air, atau sedikit dibawah permukaan air
dalam jarak lebih kurang 2,5 cm dari tempat perindukan. Telur dapat
bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 20C – 40C, namun akan
menetas dalam waktu 1 – 2 hari pada kelembaban rendah. Dari
penelitian Brown (1962) telur yang diletakkan di dalam air kan
menetas dalam waktu 1 – 3 hari pada suhu 300C, tetapi
membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 160C. Pada kondisi normal,
telur Aedes aegypti yang direndam di dalam air akan menetas
sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Telur
Aedes aegypti berukuran kecil (50μ),sepintas lalu tampak bulat
panjang dan berbentuk lonjong (oval) mempunyai torpedo. Di
bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini,
tampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang
lebah. Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas
lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih cepat menjadi
dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah
suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping
fertilitas telur itu sendiri.
b. Larva
Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva (jentik-
jentik). Pada stadium ini, kelangsungan hidup larva dipengaruhi
suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan

5
larva, lingkungan hidup, serta adanya predator. Adapun ciri-ciri
larva Aedes aegypti adalah:
1) Adanya corong udara pada segmen terakhir.
2) Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-
rambut berbentuk kipas (Palmate hairs).
3) Pada corong udara terdapat pecten.
4) Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara (siphon).
5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale
sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3.
6) Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
7) Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk
kurva dan adanya sepasang rambut di kepala.
8) Corong udara (siphon) dilengkapi pecten.
Larva Aedes aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif,
dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan
turun kedasar wadah secara berulang. Larva mengambil makanan di
dasar wadah, oleh karena itu larva Aedes aegypti disebut pemakan
makanan di dasar (bottom feeder). Pada saat larva mengambil
oksigen dari udara, larva menempatkan corong udara (siphon) pada
permukaan aair seolah-olah badan larva berada pada posisi
membentuk sudut dengan permukaan air.
Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 250C-
300C. Larva berubah menjadi pupa memerlukan waktu 4-9 hari dan
melewati 4 fase atau biasa disebut instar. Perubahan instar tersebut
disebabkan larva mengalami pengelupadan kulit atau biasa disebut
ecdisi/moulting. Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung
dalam 2-3 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2
hari, dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2-3 hari.
c. Pupa
Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat
gemuk menyerupai tanda koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa

6
diperlukan waktu 2-3 hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang
optimal adalah sekitar 270C-320C.
Pada pupa terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal
sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang
saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam
cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi
terhadap rangsang. Stadium pupa tidak memerlukan makanan.
Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah sobeknya selongsong pupa
oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa.
d. Dewasa
Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk akan diam
beberapa saat di selongsong pupa untuk mengeringkan sayapnya.
Nyamuk betina dewasa menghisap darah sebagai makanannya,
sedangkan nyamuk jantan hanya makan cairan buah-buahan dan
bunga. Setelah berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan
tiga hari kemudian akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir.
Nyamuk akan menghisap darah lagi.
Nyamuk dapat hidup dengan baik pada suhu 240C-390C dan
akan mati bila berada pada suhu 60C dalam 24 jam. Nyamuk dapat
hidup pada suhu 70C-90C. Rata-rata lama hidup nyamuk betina
Aedes aegypti selama 10 hari.
c) Tempat perindukan atau berkembang biak
Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah
tempat-tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah,
berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti
bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas
yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air.
Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah
d) Perilaku menghisap darah
Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya.
Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk

7
pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah
manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada
pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00
WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering
menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes
aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk
Aedes aegypti sekitar 100 meter.
e) Perilaku istirahat
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai menghisap
darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk
mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya
lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat
beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang
lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di
dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung,
kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat
pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah.
2. Cara menginfeksi host
Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Selanjutnya, virus
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari sebelum dapat ditularkan kembali
kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Setelah seseorang digigit nyamuk ini, virus dengue yang telah masuk ke
tubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut kemudia
menyebabkan pengaktifan komplemen sehingga terjadi kompleks imun
antibodi-virus dan pelepasan zat C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,
dan histamin yang akan merangsang PGE2 di hipotalamus. Akibatnya,
terjadi termoregulasi yang tidak stabil, yaitu hipertermia yang akan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemia. Adanya
kompleks imun antibodi virus juga menimbulkan agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit seperti trombositopenia dan

8
koagulopati. Ketiga hal itulah yang menyebabkan perdarahan berlebihan,
yang jika berkelanjutan akan terjadi syok. Jika syok tidak teratasi, maka
akan terjadi hipoksia jaringan dan pada akhirnya terjadi asidosis metabolik
(Mumpuni, 2015).
C. Environment/ Lingkungan
Menurut Syahrul dan Atik (2009:12) Lingkungan adalah agregat dari seluruh
kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan suatu organisme.
Lingkungan dibagi menjadi:
a. Lingkungan fisik. Misalnya cuaca, musim, keadaan geografis
b. Lingkungan biologis. Yaitu semua makhluk hidup disekitar manusia
c. Lingkungan sosial ekonomi. Lingkungan dapat memengaruhi host dan agent
serta dapat juga memengaruhi route of transmission dari agen tersebut yang
berasal dari sebuah sumber kepada manusia (Swarjana, 2017:126).
D. Pengaruh Lingkungan Pada Kasus DBD
Curah hujan merupakan salah satu faktor penentu kejadian infeksi dengue
[demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)] selain faktor penentu
lainnya, diantaranya iklim (suhu, kelembaban, dan lain-lain), densitas virus, serta
herd immunity (Halstead, 2008). Di sebagian besar negara, epidemi dengue
dilaporkan terjadi selama musim hujan, lembab dan hangat, yang mendukung
pertumbuhan nyamuk serta mempersingkat masa inkubasi ekstrinsik.
Transmisi dengue berkorelasi dengan curah hujan, temperatur serta
kelembaban. Efek curah hujan terhadap prevalensi dengue sangat penting untuk
diteliti karena diperlukan sebagai alat untuk meramalkan variasi insidens dan risiko
yang berhubungan dengan dampak perubahan iklim. Peningkatan kasus akan mulai
terjadi satu bulan sebelum puncak curah hujan terjadi, menjadi semakin nyata pada
bulan berikutnya, dan menetap sampai satu bulan setelah puncak curah hujan
terjadi, kemudian menyusut kembali setelah bulan kedua, dan dampaknya akan
menghilang setelah bulan ketiga. Curah hujan dapat meningkatkan transmisi
penyakit yang ditularkan oleh vektor dengan cara memacu proliferasi tempat
berkembang biak, tetapi juga dapat mengeliminasi tempat berkembang biak dengan
cara menghanyutkan vektor (Iriani, 2012).

9
Tempat potensial untuk perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat
Penampungan Air (TPA) yang digunakan sehari-hari, yaitu drum, bak mandi, bak
WC, gentong, ember dan lain-lain. Tempat perindukan lainnya yang non TPA
adalah vas bunga, ban bekas, botol bekas, tempat minum burung, tempat sampah
dan lain-lain, serta TPA alamiah, yaitu lubang pohon, daun pisang, pelepah daun
keladi, lubang batu, dan lain-lain. Adanya kontainer di tempat ibadah, pasar dan
saluran air hujan yang tidak lancar di sekitar rumah juga merupakan tempat
perkembangbiakan yang baik (Soegijanto, 2004).
Menurut Sari (2005) kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu
fisik dan biologi.
Lingkungan fisik yang terkait adalah :
1). Macam tempat penampungan air, sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes
aegypti. Macam tempat penampungan air ini dibedakan lagi berdasarkan lahan
TPA (logam, palstik, porselin, fiberglass, semen, tembikar, dll), warna TPA
(putih, hijau, coklat dll); volume TPA (kurang dari 50 lt, 101-200 lt dll); letak
TPA ( didalam rumah atau di luar rumah); penutup TPA (ada atau tidak ada );
pencahayaan pada TPA ( terang atau gelap) dan sebagainya.
2). Ketinggian tempat di daerah pantai kelembaban udara mempengaruhi umur
nyamuk, di dataran tinggi suhu udara mempengaruhi pertumbuhan virus di
tubuh nyamuk, ditempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas
permukaan laut tidak ditemukan nyamuk aedes aegypti.
3). Curah hujan, menambah genangan air sebagai tempat perindukan, menambah
kelembaban udara terutama daerah pantai, kelembaban udara menambah jarak
terbang nyamuk dan umur nyamuk didaerah pantai.
4). Hari hujan, banyaknya hari hujan akan mempengaruhi kelembaban udara
didaerah pantai dan mempengaruhi suhu di daerah pegunungan.
5). Kecepatan angin, mempengaruhi juga suhu udara dan pelaksanaan fogging.
6). Suhu udara, mempengaruhi perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk.
7). Tata guna tanah, menentukan jarak dari rumah ke rumah. Rumah sempit,
pencahayaan kurang lebih di senangi nyamuk
8). Pestisida yang digunakan, mempengaruhi kerentanan nyamuk.
9). Kelembaban udara, mempengaruhi umur nyamuk.

10
Lingkungan Biologi yang mempengaruhi penularan penyakit DBD terutama
adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi
kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halamannya. Bila banyak
tanaman hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang
disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk. Pada
tempat-tempat yang demikian di daerah pantai akan memperpanjang umut nyamuk
dan penularan mungkin terjadi sepanjang tahun di tempat tersebut. Merupakan juga
fokus penularan untuk tempat- tempat sekitarnya. Pada waktu musim hujan
menyebar ke tempat lain dari pada saat bukan musin hujan kembali lagi ke pusat
penularan. Tempat-tempat yang menjadi pusat penularan perlu diperhatikan pada
saat pemberantasan dilakukan.

E. Hubungan Host, Agent, Environment


Dari keseluruhan unsur di atas, di mana hubungan interaksi antara satu dengan
yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik
pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian maka terjadinya
suatu penyakit tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang
utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi
oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh karena itu, dalam setiap proses
terjadinya penyakit, selalu memikirkan adanya penyebab jamak (multiple
causational). Hal ini sangat mempengaruhi dalam menetapkan program pencegahan
maupun penanggulangan penyakit tertentu. Usaha tersebut akan memberikan hasil
yang di harapkan bila dalam perencanaannya memperhitungkan berbagai unsur di
atas (Noor, 2008).
Keterangan : A = Agen/penyebab penyakit,
H = Host/penjamu/populasi beresiko tinggi, dan
E = Environment/Lingkungan.
Keadaan pertama merupakan kondisi Sehat, keadaan seimbang H, A & E.
Interaksi antara ketiga unsur tersebut harus dipertahankan keadaan
keseimbangannya. Apabila terjadi gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan
menyebabkan timbulnya penyakit tertentu. Pada keadaan normal, kondisi
keseimbangan proses interaksi tersebut dapat dipertahankan.

11
Dalam interaksinya, terdapat empat keadaan yang memungkinkan terjadinya
keadaan sakit, yaitu:
1. Keadaan ke-2
Sakit, karena adanya peningkatan Agent (contoh : peningkatan Nyamuk
Aedes aegypti). Kasus pada keadaan pertama merupakan adanya pemberatan
agen terhadap keseimbangan segitiga epidemiologi sehingga diartikan sebagai
agen/penyebab penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada
host. Perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat
penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air
yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan,
tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan
yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak
di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.
Ini dapat terjadi apabila tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti
seperti tempat penampungan air bersih dalam satu rumah berupa bak mandi dll
tidak dibersihkan secara rutin , sehingga menimbulkan banyak jentik nyamuk
Aedes aegypti apabila terinfeksi maka kemungkinan besar sebagian besar
masyarakat dapat tertular dan akan sakit, atau keseimbangan akan terganggu.
2. Keadaan ke-3
Pada kasus ini, host menjadi pemberat dalam keseimbangan segitiga
epidemiologi. Keadaan seperti ini menyebabkan host menjadi lebih peka
terhadap suatu penyakit. Misalnya apabila jumlah kepadatan penduduk yang
tinggi disuatu daerah di Jember akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
insiden kasus DBD tersebut.
3. Keadaan ke-4
Sakit, karena perubahan lingkungan yang menguntungkan Agent (contoh :
bencana tsunami). Pada kasus ini terjadi pergeseran kualitas lingkungan
sedemikian rupa sehingga memudahkan agen memasuki tubuh host dan
menimbulkan penyakit. Contohnya Curah hujan merupakan salah satu faktor
penentu kejadian infeksi dengue (demam berdarah dengue (DBD)). Transmisi
dengue berkorelasi dengan curah hujan, temperatur serta kelembaban. Curah

12
hujan dapat meningkatkan transmisi penyakit yang ditularkan oleh vektor
dengan cara memacu proliferasi tempat berkembang biak, tetapi juga dapat
mengeliminasi tempat berkembang biak dengan cara menghanyutkan vektor.
4. Keadaan ke-5
Sakit, karena perubahan lingkungan yang menyebabkan turunnya daya
tahan tubuh host (contoh : polusi udara). Sama dengan keadaan ke-4, ketidak
seimbangan terjadi karena pergerseran kualitas lingkungan, hanya sekarang
mengakibatkan host menjadi lebih peka terhadap agen. Contohnya ketika curah
hujan meningkat dan banyak penampungan air yang tidak dibersihkan maka
akan menimbulkan perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti. Dengan
meningkatnya curah hujan dapat menurunkan daya tahan tubuh host sehingga
agent (nyamuk Aedes aegypti) mudah menyerang tubuh host. Kemudian
terjadilah penularan infeksi DBD.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sutaryo. 2005. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM


Kristina, Isminah, dan Wulandari L. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI
Aradilla, A. S. (2009). Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Etanol Daun Mimba
(Azadirachta Indica) Terhadap Larva Aedes Aegypti. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro .

Mumpuni, Y. (2015). Cekal Sampai Tuntas Demam Berdarah. Yogyakarta: Rapha.

Halstead SB. Epidemiology. Dalam: Halstead SB, penyunting. Dengue. London:


Imperial College Press;2008. 2. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an
escalating problem. BMJ 2002;324:1563-6.

Iriani, Sari. 2012. Hubungan antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam
Berdarah Dengue Anak di Kota Palembang. Jurnal Sari Pediatri. Vol. 13
(6).

Sari, Cut Irsanya Nilam. 2005. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan


Penyakit Malaria dan Demam Berdarah Dengue. Makalah Pribadi Falsafah
Sains (PPS 702).Bogor: Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.

Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University


Press.

Swarjana, I Ketut. 2017. Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep, Strategi Dan


Praktik. Denpasar: Penerbit Andi.

Syahrul, Fahriani dan Atik C.H. 2009. Bahan Ajar Dasar Epidemiologi. Surabaya:
Departemen Epidemilogi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.

14
15

Anda mungkin juga menyukai