KELOMPOK 7
NAMA KELOMPOK : AYU NOVITA SARI PO.62.20.1.17.320
RISKY
Page 1
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah yang disebabkan oleh virus Dengue (WHO, 2004). Di Indonesia,
vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti. Prevalensi Demam Berdarah
Dengue di Indonesia termasuk nomer dua terbesar di Asia setelah Thailand. DBD juga
termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah. Kejadian Luar
Biasa (KLB) DBD secara nasional terjadi pada tahun 1998 dan tidak mengalami penurunan
yang berarti pada tahun- tahun selanjutnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penanganan
yang ditujukan bagi pemberantasan DBD masih belum berhasil. Selain itu kurangnya dana
untuk supervisi dari Departemen Kesehatan, sistem surveillance yang belum optimal dan
perilaku masyarakat yang tidak sehat merupakan faktor penghambat keberhasilan
program. (Depkes, 2004). Pemberdayaan partisipasi masyarakat khususnya siswa
sekolah dalam upaya pemberantasan DBD di Indonesia masih belum optimal. Beberapa
tahun belakangan ini DBD merupakan salah satu Emerging Disease di Indonesia
dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini sering muncul sebagai
KLB sehingga angka kesakitan dan kematian yang terjadi dianggap merupakan gambaran
penyakit di masyarakat. Angka insidens DBD secara nasional sangat berfluktuasi
dengan siklus puncak 4-5 tahunan. Pada tahun 2000 insiden rate sebesar 15,75 per
100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2001 insiden rate meningkat sebesar 17,2 per
100.000 penduduk. Angka bebas jentik (ABJ) pada tahun 1998 adalah 83,71% dan pada
tahun 1999 menjadi 83,74%. Angka yang diharapkan untuk membatasi
penyebaran DBD adalah ≥ 95%. Sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2004, secara
kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus,
dengan kematian mencapai 389 (CFR = 1,53%). Departemen Kesehatan menyatakan
telah terjadi KLB DBD Nasional pada tanggal 16 Pebruari 2004, dengan pernyataan ini
diharapkan Pemerintah dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan komponen yang ada
di masyarakat untuk menanggulangi KLB DBD secara cepat dan tepat (Depkes, 2004).
Berbagai upaya Pemerintah telah dilakukan untuk menanggulangi KLB DBD ini
diantaranya melalui penyediaan dan peningkatan sarana pelayanan kesehatan,
melakukan pengasapan dan menggalakkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) melalui 3 M (menguras bak mandi, menutup tandon air dan mengubur barang bekas
yang dapat menampung air hujan). Di DKI Jakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah,
PSN ini diintensifkan melalui Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dengan
Page 2
merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jumantik yang direkrut bertugas
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik
dan penyuluhan kesehatan. Selain itu pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan
kembali (revitalisasi) Pokjanal DBD di Desa/Kecamatanmaupun Kecamatan dengan fokus
pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala juga
ditingkatkan (Kompas, 2005). Mengingat kasus DBD yang menimbulkan KLB dari tahun ke
tahun maka pemberdayaan siswa sekolah terutama di tingkat SD perlu segera
dilakukan. Siswa yang telah memperoleh pendidikan kesehatan mengenai
pemberantasan jentik nyamuk diharapkan dapat melakukan pemantauan jentik atau
wamantik (siswa pemantau jentik) yang dimulai dari lingkungan sekolahnya. Dari
lingkungan sekolah inilah diharapkan terbentuk perilaku hidup bersih dan sehat serta
meningkatkan kewaspadaan dini terhadap KLB DBD yang akan diaplikasikan di lingkungan
sekitar siswa tersebut.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Meneliti pemberdayaan siswa pemantau jentik berbasis sekolah sebagai upaya pencegahan
KLB DBD di Indonesia.
Tujuan Khusus
1. Meneliti pengaruh pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk
terhadap tingkat pengetahuan siswa,
2. Meneliti peran Siswa Pemantau Jentik Berbasis Sekolah terhadap peningkatan angka
bebas jentik.
C. Manfaat
1. Sebagai upaya pencegahan KLB DBD di Indonesia,
2. Meningkatkan peran serta masyarakat khususnya siswa sekolah dalam penanggulangan
DBD,
3. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
4. Mengurangi dampak ekonomi akibat Demam Berdarah Dengue,
5. Mendukung upaya tercapainya Indonesia sehat 2018.
Page 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk jenis ini lebih banyak hidup di air bersih dan menghisap darah pada pagi dan sore
hari .
Page 4
permukaan laut, di atas ketinggian 1.000 meter dengan suhu udara terlalu rendah nyamuk
tidak dapat berkembang biak sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.
3. Tempat Perkembangbiakan Jentik Nyamuk
Ada dua jenis tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu:
a. Alamiah
Tempat perkembangbiakan alamiah adalah segala sesuatu yang telah tersedia di lingkungan
permungkiman berupa tanaman yang dapat menampung air jernih sebagai tempat
perindukan nyamuk seperti ketiak daun, tempurung kelapa, lubang bamboo, ataupun
pelapah daun.
b. Buatan
Tempat perkembangbiakan jentik buatan adalah segala sesuatu yang dibuat oleh manusia
dan berfungsi menampung air dan jernih, yang kemudian digunakan oleh nyamuk aedes
untuk tempat berkembang biak, seperti bak mandi,kaleng,plastik, dan lain-lain. Tempat
penampungan air tersebut berada di sekitar permungkiman penduduk. Tempat nyamuk
berkembang biak yang dibuat/disediakan oleh manusia,seperti tempat penampungan air
bersih (bak mandi,ember,dispenser,kulkas,dan lain-lain), maupun tempat air lainnya yang
ada di sekitar pemungkiman penduduk.
4. Perilaku Nyamuk
a. Perilaku Menghisap Darah
Nyamuk Aedes betina menghisap darah manusia pada waktu siang hari, dengan puncak
kepadatan nyamuk pada jam 08.00-10.00 dan jam 15.00-17.00. Nyamuk betina menghisap
darah untuk pematangan.
b. Perilaku Istirahat
Nyamuk Aedes setelah menghisap darah akan beristirahat untuk proses pematangan telur,
setelah bertelur nyamuk istirahat untuk kemudian menghisap darah kembali. Nyamuk Aedes
aegypti lebih menyukai beristirahat di tempat yang gelap, lembab, tempat bersembunyi di
dalam rumah atau bangunan. Termasuk kolong tempat tidur,kloset,kamar mandi, dan
dapur. Selain itu, juga bersembunyi pada benda-benda yang ditemukan di luar rumah,
ditanaman, atau tempat berlindung lainnya. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus jarang
ditemukan beristirahat di dalam rumah. Kebiasan istirahat nyamuk Aedes albopictus adalah
di luar rumah, seperti di tanaman,rerumputan,tanaman kering,dan lain-lain.
Pemeriksaan jentik berkala dilakukan oleh masyarakat yang menjadi kader yang ditunjuk oleh
puskesmas atau mengajukan diri yang bertujuan untuk memantau jentik nyamuk penular DBD serta
memberikan penyuluhan dan motivasi untuk melaksanakan PSN-DBD. Kader tersebut memeriksa
tempat-tempat penampungan air yang memungkinkan untuk menjadi tempat perkembangan jentik
nyamuk, kemudian mencatat apakah terdapat jentik ditempat penampungan air tersebut. Jika
ditemukan jentik, pemilik rumah tersebut diminta untuk melihatnya sendiri, kemudian diberikan
motivasi dan penyuluhan terkait gerakan 3M. Kader kemudian melapor pada pihak Puskesmas dan
kemudian melapor pada pihak Puskesmas melakukan analisa dengan menghitung kepadatan jentik
nyamuk . Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk adalah sebagai
berikut.
Page 5
a. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Semakin tinggi ABJ di suatu daerah, maka factor risiko penularannya semakin rendah. Target
nasional untuk ABJ ini adalah ≥ 95%. Rumus yang digunakan untuk perhitungan ABJ yaitu:
rumah
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
bangunan
ABJ= rumah 𝑥100%
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
bangunan
rumah
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
bangunan
HI= rumah 𝑥100%
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
bangunan
Dari rumus tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai HI di suatu daerah, maka
risiko penularan penyakit DBD di daerah tersebut semakin besar. Untuk mengetahui risiko berdasarkan
nilai HI dapat dilihat dari Density Figure. Berikut ini merupakan karegorisasi risiko dari house index;
Semakin besar angka CI di suatu daerah,maka risiko penularan penyakit DBD di daerah tersebut
juga semakin besar.
Untuk menanggulangi penyakit DBD, juga perlu dilakukan pemberantasan vekto secara
intensif. Berikut ini adalah beberapa cara dalam pemeberantasan vector intensif.
a. Fongging focus
Fongging merupakan penyemprotan dengan insektisida terutama di daerah rawan terjadi
wabah DBD di musim penghujan. Dengan keterbatasan dana, kegiatan fogging hanya
dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis betul-betul memenuhi kriteria yaitu di
daerah tersebut telah ada 3 penderita DBD.
b. Abatisasi
Abatisasi adalah membunuh jentik-jentik nyamuk dengan bubuk abate atau penaburan
bubuk abate di tempat-tempat penampungan air. Kegiatan ini dilaksanakan di
desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-tempat umum. Semua tempat
penampungan air dirumah dan bangunan yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti
Page 6
ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan (10 gram) abate untuk 100 liter
air.
c. Penyuluhan dan pergerakan masyarakat dalam PSN DBD (Gerakan 3M)
Pergerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan dengan kerja sama lintas sector yang
dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah setempat melalui wabah pokjanal/pokja DBD.
Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat sebelum perkiraan peningkatan jumlah
kasus yang ditentukan berdasarkan data kasus bulanan demam berdarah (DBD) dalam 3-5
tahun terakhir.
a. Cara fisik
Pemberantasan sarang nyamuk dengan cara fisik dikenal dengan istilah 3M plus. Kegiatan 3M
plus merupakan singkatan dari menguras,menutup,mengubur, dan menghindar gigitan nyamuk,
menggunakan obat anti nyamuk dan menggunakan kelambu berinteksida. Kegiatan menguras
dilakukan dengan cara menguras dan menyikat kamar mandi,bak,wc, dan tempat-tempat
penampungan air sekurang-kurangnya dilakukan seminggu sekali. Kegiatan menutup dilakukan
dengan cara menutup tempat penampungan air seperti tempayan,drum, dan lain-lain.
Sedangkan kegiatan mengubur dilakukan dengan mengubur,menyingkirkan,atau memusnahkan
barang-barang bekas seperti kaleng,ban, dan lain-lain.
b. Cara Kimia
Pemberantasan jentik nyamuk dengan cara kimia dikenal dengan istilah larvasidasi, yaitu
dilakukan dengan mengunakan insektisida pembasmi jentik.
c. Cara Biologi
Cara biologi untuk membasmi jentik nyamuk adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik di
tempat penampungan air. Misalnya ikan kepala timah,ikan gupi,dan ikan cupang.
Selain itu dapat pula menggunakan bakteri seperti Bacillus thuringiensis var, Israeliensis (Bti).
Page 7
BAB III METODOLOGI KEGIATAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi prospektif. Penelitian ini
menggunakan siswa SD di wilayah desa Petuk Tatimpun yang duduk di kelas 5 dan 6. Siswa
yang terpilih diberikan pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk
kemudian dibandingkan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudahnya (pre post test non
randomized design) artinya peneliti ingin membandingkan tujuan pengaruh pre post pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan siswa dalam melakukan pemantauan jentik. Begitu
juga dengan angka bebas jentik dihitung sebelum dan sesudah mereka memperoleh pendidikan
kesehatan. Siswa yang telah mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik
nyamuk diharapkan dapat melakukan surveilans aktif di lingkungannya baik di dalam maupun
luar rumah. Siswa juga berkewajiban melakukan gerakan 3M dan upaya-upaya promotif
lainnya. Kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini.
Pendidikan kesehatan
mengenai
pemberantasan jentik
nyamuk (2 minggu)
Siswa kelas 5-6
Siswa pemantau
jentik
(wamantik
Surveilans
Promotif
Preventif
Angka Bebas
Jentik (ABJ)
Page 8
Gambar. Kerangka kerja Penelitian
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilakukan di SD wilayah kerja di Petuk Katimpun. Pemilihan Kecamatan
Jekan Raya, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya.
Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan PKMM ini dibagi dalam beberapa tahap diantaranya :
- Klasifikasi daerah KLB di Petuk Katimpun. sebagai data dasar. Penentuan daerah KLB
didapatkan dari Dinkes Kota Palangka Raya.
- Perizinan ke berbagai institusi terkait
- Pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk dan pengukuran angka
bebas jentik (pre post test).
Instrumen Pelaksanaan
Peralatan yang dibutuhkan dalam memberikan pendidikan kesehatan diantaranya leaflet,
pamflet, audio visual dan modul tentang jentik nyamuk. Proses pendidikan berlangsung di
ruang sekolah. Kuesioner dibutuhkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pre-post test
pendidikan yang diberikan. Siswa mendapatkan lembar observasi (kartu wamantik) dan alat tulis
yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dasar. Kartu wamantik dikumpulkan untuk
dihitung ABJ oleh peneliti.
Page 9
Lampiran
Lampirkan daftar hadir peserta, dokumentasi serta media yang digunakan dalam kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/asus/Downloads/AINIA%20NURUL%20AQIDA%20-%20FKIK.pdf
file:///C:/Users/asus/Downloads/PROPOSAL_PENELITIAN_DBD.pdf
https://www.researchgate.net/publication/277850276_PEMBERDAYAAN_SISWA_PEMANTAU_JENTIK_
WAMANTIK_SEBAGAI_UPAYA_PENCEGAHAN_KEJADIAN_LUAR_BIASA_KLB_DEMAM_BERDARAH_DENG
UE
Page 10