Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu kasus penyakit
paling umum di negara Indonesia dengan angka kematian dan kesakitan tetap
tinggi. Banyak program yang dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD,
namun jumlah kasus DBD semakin meningkat setiap tahun. Kelompok usia
yang terkena penyakit ini berusia <15 tahun. Namun, bisa juga menginfeksi
usia dewasa. Demam berdarah tetap menyebabkan permasalah kesehatan
yang serius di dunia. (Electric 2021).
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes ini merupakan hantu
menakutkan karena proses penularannya dapat terjadi dengan cepat di
daerah tersebut. Bahkan dalam sebulan, kasus DBD di daerah endemis
mencapai belasan orang yang terinfeksi virus dengue.(Suryowati, et.al.,
2018).
Kasus DBD tetap menjadi permasalahan kesehatan pada
masyarakat, dan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk,
jumlah pasien meningkat, dan dengan meningkatnya prevalensi, penyakit
cenderung meningkat. Penyakit ini terjadi baik endemik maupun epidemik
di hampir setiap belahan dunia, terutama negar tropis. semakin tinggi
kepadatan penduduk maka semakin mudah untuk menyebarkan penyakit
demam berdarah. Suhu dan kelembaban juga merupakan salah satu kondisi
lingkungan yang mempengaruhi terjadinya nyamuk Aedes. (Kaunang and
Ottay 2015).
Kelembapan udara adalah Ini adalah 81,5 sampai 89,5% yaitu
kelembaban berfungsi sebagai proses embrio dan kelangsungan hidup
embrio nyamuk Aedes sp. Selama ini DBD yaitu salah satu faktor penyakit
menular yang dapat menyebabkan anomali dan kelompok umur. Hasil
epidemiologis terutama disebabkan oleh penyakit DBD terlihat pada usia
anak-anak tidak berpengaruh jenis kelamin. DBD biasanya ditularkan di
daerah perkotaan karena kepadatan penduduk yang tinggi dan transportasi

1
yang lancar. Artinya, masyarakat pedesaan juga akan memiliki lebih
banyak kasus demam berdarah dari kota-kota besar. (Kaunang and Ottay
2015).
World Health Organization menyebutkan Indonesia memiliki 50
sampai 100 juta kasus DBD. Kematian perkiraan 24.000 setiap tahun,
termasuk 250.000 dan 500.000 kasus DBD di seluruh dunia pada setiap
tahun. Sekitar sejumlah 2,5 miliar jiwa di seluruh dunia berisiko terinfeksi
oleh virus dengue. (Kaunang and Ottay 2015).

B. Vektor Penular Penyakit


1. Aedes sp.
Aedes sp yaitu vektor utama kasus demam berdarah, spesies Aedes
sp ini sebenarnya tersebar di daerah tropis.dan subtropis. Jenis nyamuk di
negara Indonesia adalah Aedes albopictus dan Aedes aegypti terjadi di
hampirisemua wilayah. Kedua Aedes sp hidup di air jernih dari reservoir
buatan dan alami. Studi skala laboratorium menunjukkan bahwa
Aedesaaegypti dapat bertelur di dalam air yang terkontaminasi sabun dan
ada penelitian yang menunjukkan bahwa larva Aedes Albopictus ditemukan
di air limbah. (Hendri et.al., 2015).
Aedes albopictus merupakan pembawa virus dengue, meskipun
tidak begitu penting Aedes aegypti. Kedua dari spesies tersebut dapat
membawa virus dengue kepada keturunannya oleh nyamuk betina melalui
telur. Aedes albopictus merupakan spesies makhluk hutan yang
menyesuaikan dengan lingkungan hidup manusia (WHO 2002).
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi suhu dan kelembapan
tempat serta mempengaruhi berjangkitnya vektor nyamuk dan virus dengue.
Aedes aegypti dapat tumbuh di ketinggian 0-1500 meter dari permukaan laut
(Hendri, Santya, and Prasetyowati 2015). Penemuan Lozano-Fuentes, S.,
Hayden, M. H. et al., (2012) melaporkan Aedes sp di Mexico masih dapat
dijumpai pada ketinggian 2.130 meter pada permukaan laut.

2
Faktanya yang disebut sebagai vektor DBD yaitu Aedes aegypti
betina. Suatu yang menjadi perbedaan yaitu pada bentuk nyamuk Aedes
aegypti betina dan jantan Perbedaannya terdapat pada antena, bentuk
nyamuk Aedes jantanamemilikiaantena berbulu, tetapi wanita sedikit
berbulu Jarang/tidak sulit. Orang yang mengandung darah virusadengue
adalah sumber penyakit DBD. Virusadengue ada dalamadarah selama 12
hingga 47 hari (Kementerian Kesehatan 2017).
a. Morfologi
Tahapan morfologi nyamuk Aedes aegypti yaitu:
1) Telur
Telur adalah telur berwarna hitam berukuran ± 0,80 mm, lonjong,
mengambang sendiri-sendiri dipasang di permukaan air jernih atau
dinding kolam, Telurabisaabertahan hingga ± 6 bulan berada tempat
yangakering.
2) Jentik
Empat tahap larva (umur), tergantung pada pertumbuhan larva.
a) Instar I: Ukuran minimum 12 mm
Pada fase larva berukuran kurang lebih 1-2 mm, badannya
transparan, duri - duri dibagian dada masih belum terlihat dan
bentuk corong pernafasan belum berwana hitam.
b) Instar.II: 2.53,8 mm.
Larva pada fase memiliki ukuran kurang lebih 2,5 - 3,8 mm
duri dibagian dada belum tampak terlihat dan
corongapernafasan yang telah mulai berubah menjadi
menghitam.
c) Instar.III: Sedikit lebih besar dari larva Instar II
Perubahan terjadi saat fase ini larvaahanya berukuran jentik
semakin besar dari pada instaraII.

3
d) Instar IV: Ukuran maksimum adalah 5mm
Pada fase saat ini sudah tampak terlihat jelas bahwa anatomi
dari larva nyamuk sampai sudah dapat dibedakan bagian
kepala (chepal), perut (abdomen) dan dadaa(thorax).

Gambar II.1 Jentik Aedes


Sumber: http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/mosquit/
photos/aedes_aegypti_larvae2.jpg

3) Pupa
Pupa yang berbentuk seperti tanda koma. Bentuknya akan
lebih besar dari larva , tetapi lebih tipis. Pupa Aedes lebih kecil dari
rata-rata pupa nyamuk lainnya.

Gambar II.2 Pupa Aedes


Sumber: https://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/
aedes_aegypti12.jpg

PupaaAedes memiliki tubuh melengkung, dan cephalothorax


lebih besar dari perut dan terlihat seperti tanda baca "koma". Di
belakang dada (punggung) adalah respirator seperti terompet .
Segmen perut kedelapan memiliki pasang dayung yang berguna

4
untuk berenang. Alat dayung memiliki tepi yang panjang dan sayap
ke-7 dari segmen perut ke-8 tidak bercabang. Kepompong tidak
dapat dimakan dan tampak lebih gesit daripada larva . Ketika diam,
posisi pupa yang berbentuk setara dengan permukaan dasar air.
Kepompong juga membutuhkan lingkungan air. Kepompong yaitu
fase tidak aktif dan tidakaperlu makan, tetapi juga membutuhkan
oksigen agar bernafas. Untuk bernafas pupa yang terletak di dekat
permukaan air. Panjang tahap kepompong tergantung pada suhu
airadan jenisanyamuk, dan panjangnya dapat diperkirakan dari
sehari hingga beberapaaminggu. (Haditomo 2010)
4) NyamukaDewasa
Nyamuk dewasa mempunyai ukuran lebih kecil dan
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih di tubuh
dan kakinya.

Gambar II.3 Nyamuk dewasa Aedes sp


Sumber : https://www.alodokter.com/mengenali-ciri-ciri-
nyamuk-aedes-aegypti-penyebab-dbd

Aedes dewasa yang berukuran kecil dan hitam dengan


bintik-bintik putih pada tubuh dan pita putih pada sendi kaki.
Tubuh nyamuk dibagi menjadi tiga macam bagian yaitu kepala,
dada dan perut. Ciri khas dari nyamuk Aedes adalah gambar bagian
punggung dada (mesothelium). Aedes betina dapat bertahanahidup
dari dua minggu hingga selama rata-rata 1 bulan, tergantung pada
suhu dan kelembaban sekitar. 4.444 nyamuk jantan bertahan hidup
hanya 67 hari, sedangkan nyamuk mati tak lama setelah kawin.
Dibutuhkan 710 hari dari pupa hingga dewasa.

5
Nyamuk betina saja yang menghisap darah manusia dan
memiliki Anthropofilic, yang digunakan memenuhi materi putih
telur. Nyamuk jantan, di sisi lain, tidak dapat menghisap darah,
tetapi hidup di sari bunga tanaman. Kepala berisi satu pasang mata
majemuk dan antena yang berbulu. Alat oral nyamuk betina adalah
type pengisap dan diperkirakan lebih menyukai manusia (human
affinity). Nyamuk jantan, sebaliknya, memiliki mulut yang lemah
dan tergolong menyukai cairan tanaman, sehingga tidak dapat
menyerang kulit manusia. Nyamuk betina memiliki tipe pilose
antena berbentuk rambut, dan nyamuk jantan berbentuk pulmose.
(Elviani et,al,. 2019).
5) Siklus Hidup Aedes
Nyamuk Aedes, seperti spesies nyamuk lainnya, mengalami
metamorfosis sempurna yaitu telur – larva – pupa - nyamuk.
Telur, larva dan pupa hidup di air. Telur biasanya menetas
menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah direndam dalam air.
Tahap jentik biasanya selama sekitar 6 sampai 8 hari sedangkan
tahap pupa berlangsung selama 2 sampai 4 hari. Total
diibutuhkan 9-10 hari untuk berubah dari telur menjadi nyamuk
dewasa. (Kementerian Kesehatan 2017) Berikut gambar siklus
nyamuk Aedes dimulai dari telur hingga menjadi nyamuk.

Gambar II.4 Siklus hidup nyamuk Aedes


Sumber: http://jauhar.my/wp-content/uploads/2014/06/daur-

6
hidup-aedes aegypti.jpg

b. Habitat Perkembangbiakan
Tempat berkembang biak Aedes Tempat dimana air dapat
ditempatkan didalam, diluar, ataupun di sekitar rumah, dan tempat
umum. Tempat berkembang biak Aedes dapat diklasifikasikan seperti
berikut. (Kementerian Kesehatan 2017)
1) Tempat Penampungan Air untuk memenuhi keperluan sehari-hari
seperti tong, kontainer penyimpanan, gelas, toilet, dll.
2) Tempat PenampunganaAir seperti tempat mandi burung, vas,
perangkap semut, panci pengolahan air,atempat pengolahan air
pendingin, talang, barang bekas (misalnya Botol, ban, plastik dan
ban)
3) Tempat Penampungan Air mineral seperti goa, lubang di batu, iga
tengah daun, batok kelapa, iga tengah pisang, batok coklat atau
karet.
c. Perilaku Nyamuk Dewasa
Nyamuk tinggal di permukaan air selama Kunjantara setelah
meninggalkan Kepompong. Setelah beberapa saat, bulu akan
membengkak dan nyamuk akan dapat terbang mencariamakanan. Aedes
jantan menghisap seperti cairan sayur dan sari bunga karena
kebutuhannya yang penting, dan nyamuk betina menghisap darah.
Nyamuk betina lebih menyukai darahnmanusia dibandingkan darah
hewan (human affinity). Agar telur menetas, ia membutuhkan darah
untuk matang. Durasi yang dibutuhkan agar menyelesaikan perkembang
biakan telur dari nyamuk vampir hingga pelepasan telur bermacam-
macam antara 34 hari. Periode ini dikenal sebagai siklusagonotropik.
kegiatan nyamuk Aedesabiasanya dimulai pada pagi dan sore hari,
dengan dua puncak aktivitas antara jam 09.00 - 10.00 dan 16.00 -17.00.
Aedes mempunyai kebiasaan menghisap darah terus berulangakali
dalam siklus gonotropik untuk mengisi perut dengan darah. Sesudah
istirahat dan dewasa, nyamuk betina bertelur di permukaannair, lalu
telur-telur itu lewat dan menempel pada dinding tempat

7
perkembangbiakan. Biasanya telur menetas menjadi jentik dalam
jangka waktu kurang lebih selama 2 hari. Setiap kalinnyamuk betina
bertelur, dapat bertelur hingga ± 100 butir. Telur ditaruh pada tempat
yang kering tidak ada air bisa bertahan kurang lebih 6 bulan. Kemudian,
jika daerah tersebut tergenangaair atau lembab, telur dapat menetas
lebih cepat. (Puspitaningtyas, Wahono, and Poernomo 2013)
d. Penyebaran.
Kelebihan nyamuk Aedes betinaarata-rata 40 meter, tetapi dapat
bergerak secara pasif. Aedes tersebar luas di daerah tropis dan subtropis,
dan Indonesia nyamuk tersebar luas baik di dalam rumah. Aedes dapat
bertahan dan berkembang biak hingga ketinggian ± 1.000 m di atas
permukaan laut. ketinggian yang mencapai ± 1.000 meter di atas
permukaan laut, suhu terlalu rendah bagi nyamuk untuk berkembang
biak. (Puspitaningtyas, Wahono, and Poernomo 2013)
2. Aedes albopictus
Aedes albopictus sebagai vektor DBD, jenis nyamuk tersebut dapat
menularkan virus Dengue melalui nyamuk betina dari telur sampai
keturunannya . Aedes albopictus dasarnya yaitu jenis spesies hutan yang
beraptasi dengan lingkungan manusia di pedasaan dan perkotaan (WHO
2002). Aedes albopictus hanya memiliki satu strip putih di mesonotium
(MR 2004).
Aedes gypti dan Aedes albopictus sekilas terlihat sama, namun jika
diamati secara detail secara mikroskopis Aedes mempunyai punngung
Bentuknya seperti kecapi dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus
putih. Mesepimeron Aedes aegypti dengan dua bintik putih terpisah di
depan tulang paha tengah dengan garis putih memanjang. Aedes
albopictus memiliki satu garis putih pada bagian tengah dada,
mesepimeron membentuk bercak putih berbentuk V di depan garis tengah
tulang paha, dan tidak ada garis putih memanjang. (Rahayu 2013).

8
C. Faktor Resiko Lingkungan
Beberapa faktor membahayakan penularan penyakit demam berdarah
adalah perkembangan penduduk yang tidak mengikuti pola tertentu, serta
semakin canggihnya mobilisasi penduduk menjadi sangat mudah. Air bersih,
meningkatnya wabah dan kepadatan nyamuk sehingga kurangnyaasistem
pengendalian nyamuk Aedes yang efektifadan masyarakat. Strukturnsanitasi
melemah, Selain faktor dari lingkungan yaitu status imunologis seseorang,
serotipe virus infeksius, usia, dan riwayat genetik juga mempengaruhi proses
penularan penyakit. perubahan pola musim (hujan dan kemarau) dianggap
dapat menimbulkan risiko penularan virus dengue dan bahkan perkembangan
demam berdarah. (Kementerian Kesehatan 2017).
Batasan bagi keluarga-keluarga yang tinggal dalam satu rumah secara
logis diberikan ketika sebuah keluarga dalam satu rumah standar terdiri dari
seorang ayah, ibu, dan 2 anak. Saat di rumah Dari batasan tersebut, dianggap
pasti. Tidak ada hasil uji statistik chi-kuadrat. Hubungan antara jumlah
keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian penyakit demam
berdarah di kota salatiga. Hasil penelitian dengan uji statistik chi-square
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tipe perumahan di kota
Salatiga dengan kejadian penyakit demam berdarah dengue, tidak ada
hubungan antara kepadatan rumah dengan perkembangan penyakit demam
berdarah, beberapa penelitian menunjukkan Jarak antar rumah
mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lainnya.
Semakin pendek jarak antar rumah, semakin mudah nyamuk menyebar ke
rumah lain. (Prihartantie, Sulistyani, and Nurjazuli 2017).
Faktor lingkungan fisik mempengaruhi peningkatan radius
penyebaran kasus DBD. Berdasarkan beberapa penelitian faktor lingkungan
fisik misalnya curah hujan dan kepadatan penduduk merupakan faktor risiko
yang berkontribusi signifikan terhadap prevalensi DBD. Faktor lain yang
berkontribusi terhadap prevalensi demam berdarah adalah kebiasaan nyamuk
Aedes berkembang biak di air yang jernih dan bersih di lingkungan rumah
tangga. Tempat yang disukai nyamuk Aedes aegypti adalah lingkungan

9
dalam ruangan, terutama kamar mandi. (Syamsir, & Pangestuty 2020).
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah
suatu kesatuan ruang yang memuat segala benda, kekuatan, keadaan dan
organisme, termasuk manusia dan perbuatannya, yang mempengaruhi
kehidupan dan kesejahteraan manusia. dan makhluk lainnya. Beberapa unsur
yang memengaruhi iklim adalah , curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan angin dan hari hujan.
1. Suhu Udara
Nyamuk bisa hidup dalam suhu dingin, sedangkan metabolismenya
melambat atau bahkan berhenti ketika suhu turun di bawah 10°C. Suhu
sebagai salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes. Suhu di atas suhu optimum
(32 -35 oC) memperpendek siklus hidup nyamuk Aedes rata-rata 7 hari.
Potensi frekuensi makan meningkat dan ukuran tubuh nyamuk menjadi
lebih kecil dari ukuran normalnya, yang membuat pergerakan nyamuk
kan menyebabkan lebih agresif. Perubahan ini meningkatkan risiko
infeksi.
2. Kelembaban Udara
Kelembapan yang tinggi merupakan tempat disenangi nyamuk untuk
beristirahat batas maksimum kelembapan sebesar 70%. Sedangkan pada
kelembapan udara yang rendah adalah dibawah 60% sehinggga terjadi
penguapan air yang terdapat dari tubuh nyamuk sehingga dapat
memperpendek umur nyamuk (Anwar, A., & Rahmat 2015).
3. Curah Hujan (CH)
Curah hujan adalah salah satu unsur meteorologi, dan datanya
diperoleh dengan mengukurnya dengan alat pengukur hujan, sehingga
Anda dapat mengetahui jumlahnya dalam milimeter. (Chandra 2016).
Beberapa aktor yang mempengaruhi terjadinya curah hujan di negara
Indonesia yaitu:
1) Arah lereng medan
2) Bentuk medan atau topografi..

10
3) Arah angin yang sejajar dengan garis pantai.
Ketika hujan lebat menyebabkan banjir, demam berdarah terjadi pada
setiap banjir. Curah hujan yang rendah dan panjang meningkatkan tempat
berkembang biak nyamuk, populasi nyamuk dan penyakit berbasis vektor
lainnya. DBD menunjukkan pola yang berhubungan dengan iklim,
khususnya hujan. Hal ini disebabkan yang mempengaruhi penyebaran
vektor nyamuk dan kemungkinan penularan virus dari dalam tubuh
manusia ke manusia sehat yang lain. (Yussanti, N., Salamah, M., &
Kuswanto 2010).
4. Hari Hujan (HH)
Berdasarkan segitiga epidemiologi, penyakit dipengaruhi karena host,
patogen dan lingkungan. Tingginya kejadian penyakit dapat disebabkan
karena berkurangnya daya dukung dari lingkungan, sehingga membuat
inang lebih kuat untuk menularkan penyakit dari patogen. Terkait wabah
DBD, kondisi lingkungan yang memburuk akibat curah hujan dan
banyaknya hari hujan, memudahkan Aedes aegypti (inang) yang
menularkan virus dengue dari orang yang terinfeksi.
5. Kecepatan Angin
Kecepatan angin merupakan kecepatan udara yang bergerak secara
horizontal yang dipengaruhi oleh gradien tekanan lokasi, elevasi lokasi,
dan topografi lokasi. Satuan dari kecepatan angin dalam bentuk meter atau
detik, kilometer atau jam, atau knot (Suwarti et al., 2017).
Dini et al., (2010) menyimpulkan bahwa kecepatan angin
mempengaruhi penyebaran keberadaan nyamuk Aedes. Selain itu
kecepatan angin mempengaruhi jarak terbang nyamuk Aedes aegypti.
Semakin besar jangkauan nyamuk, semakin besar kesempatan untuk
kontak langsung dengan manusia, sehingga memperpanjang umur dan
musim kawin. Semakin cepat kecepatan angin, semakin kecil
kemungkinan vektor akan terbang. Hal ini membuat nyamuk sulit untuk
melakukan perjalanan jarak jauh.
6. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan ruangan rumah menyebabkan nyamuk tertarik

11
untuk hinggap di tempat yang pencahayaannya kurang. Hasil penelitian
Nugroho yaitu adanya hubungan bermakna antara intensitas pencahayaan
alam kurang dar 50 lux dengan infeksi dengue.
Secara umum, larva Aedes aegypti bertahan dalam wadah gelap dan
mampu menarik nyamuk betina untuk bertelur. Rata-rata larva di akuarium
dengan intensitas cahaya rendah lebih banyak daripada di akuarium
dengan intensitas cahaya tinggi. (Anwar, A., & Rahmat 2015).

D. Indeks Kepadatan Larva Nyamuk Aedes Ae.


Indeks jentik nyamuk demam berdarah diwakili oleh tiga indeks
ditetapkan WHO: House Indexa(HI), Container Index.(CI), dan Bruto Index.
(BI). Indeks larva dengan rumus sebagai berikut (WHO 2011).
1. House Indeks
House Index adalah ukuran seberapa sering jentik ada di setiap
rumah yang diperiksa. Indeks rumah digunakan untuk mengetahui
penyebaran nyamuk di suatu daerah.
jumlah rumah positif
HI = x 100
jumlah rumah diperik sa
2. Countainer Indeks
Countainer Indeks adalah ukuran kepadatan larva berdasarkan
seberapa sering larva hadir dalam satu set bin yang diamati.
jumlah kontainer positif
CI = x 100
jumlah kontainer diperiks a
3. Breteau Indeks adalah
jumlah kontainer positif
BI= x 100
jumlah rumahdipriksa
Breteau Index Pengukuran kepadatan jentik Aedes sp., dianalisis
berdasarkan frekuensi rumah yang diperiksa dan frekuensi total wadah
positif jentik dari semua rumah yang diperiksa. Indeks Breteau adalah
indikator terbaik untuk menentukan kepadatan larva. BI memberikan nilai
yang dapat digunakan lebih akurat untuk memperkirakan potensi luasan
sebaran vektor di daerah penelitian. Angka BI membantu memperkirakan
kemungkinan dan prevalensi penularan dengue menggunakan nyamuk

12
Aedes aegypti borne. Kepadatan larva (angka kepadatan) dihitung
berdasarkan skor HI, CI, dan BI yang diklasifikasikan sebagai kepadatan
rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan kriteria pemerintah
Queensland. (Maria et al.,2018)
Angka densitas (DF) adalah densitas jentik Aedes aegypti dan
merupakan kombinasi dari HI, CI dan BI yang dinyatakan dalam skala 1
sampai dengan 9 seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel II.1 Density Figure
Density figure House index Container index Breteau index
(DF) (HI) (CI) (BI)
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-22 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-67 32-40 100-199
9 >77 > 41 > 200
Sumber: WHO (1972) ; Fock (2003)
Setelah menghitung hasil HI, CI, dan BI, bandingkan dengan tabel
densitas. Angka DF kurang dari 1 menunjukkan risiko infeksi yang
rendah, angka antara 1 dan 5 menunjukkan risiko infeksi sedang, dan
angka DF lebih dari 5 menunjukkan risiko infeksi yang tinggi.

E. Angka Bebas Jentik


Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ukuran yang digunakan untuk
menentukan kepadatan larva dengan menghitung jumlah rumah atau
bangunan yang tidak ditemukan larva dibagi dengan jumlah total rumah atau
bangunan. Oleh karena itu, keadaan bebas larva adalah keadaan dengan ABJ
lebih besar dari 95%. Situasi dimana parameter ini diketahui dapat
mengurangi atau menghilangkan jumlah telur, jentik dan kepompong nyamuk
Aedes. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai ABJ di suatu wilayah maka
semakin rendah risiko penyakit demam berdarah dengue, dan sebaliknya
semakin rendah nilai ABJ maka semakin tinggi risiko DBD.

13
Angka bebas jentik (ABJ) adalah Persentaserrumah atauubangunan
tanpa jentik dihitung dengan membagi jumlah rumah yang tidak ditemukan
jentik dengannjumlah rumah yang diperiksa dan dikalikan 100%. Bangunan
gedung adalah kantor, pabrik, rumah susun, dannfasilitas umum, dan dihitung
dalam satuan luas bangunan dan satuan administrasi.(Kementerian Kesehatan
2017).
jumlah rumah bebas jentik
ABJ= x 100
jumlah rumahdiperiksa

F. Bionomik Nyamuk
Bionomik adalah kesukaan memilih tempat untuk perindukan
kesenangan istirahat, kesenangan menghisap dan jarak terbang.
1. Tempat perindukan nyamuk
Tempat berkembang biak utama nyamuk adalah reservoir, yang
disebut wadah, di dalam dan di sekitar rumah. Biasanya dalam jarak 500
meter dari rumah. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembang biak di
genangan air yang bersentuhan langsung dengan tanah. (Soegijanto,
2004).
Terdapat beberapa jenis tempat perindukan nyamuk Aedes sp
seperti berikut (Kemenkes RI, 2010):
a. Tempat Penampungan Air (TPA) Tempat perindukan yang
digunakan nyamuk untuk berkembang biak yaitu dispenser, bak
mandi, WC, drum, gentong, penampungan air, ember, tempat
wudhu, penampungan air dispenser dan kulkas.
b. Bukan Jenis Penampungan Air (non TPA) Kontainer yang dapat
menyebabkan terdapatnya tampungan air, tetapi untuk keperluan
setiap hari, contohnya barang-barang bekas (ban, pecahan
piring/gelas kaleng bekas, botol), vas atau pot bunga dan lain-lain.
c. Tempat penampungan air alami yang bukan tempat sebagai
penampungan air tetapi secara alami seperti tempurung kelapa, ,
pelepah daun, lobang pohon dan lain-lain.

14
2. Kesenangan menghisap
Nyamuk Aedes bersifat antropogenik dan lebih menyukai darah
manusia daripada darah hewan. Nyamuk Aedes aegypti mulai makan
sekitar pukul 09.00 - 10.00 WIB dan 16.00 - 17.00 WIB. Aktivitas
mengisap puncak bervariasi menurut lokasi dan musim. Nyamuk Aedes
aegypti kebiasaan mencari makan hampir setiap hari terjadi pada pukul
07:30-17:30 dan 18:30, dengan aktivitas mengisap dua kali lebih banyak
pada sore hari dibandingkan pada pagi hari.
3. Kesenangan istirahat
Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat untuk istirahat yang lebih
cenderung berada di dalam ruangan atau di luar ruangan di dekat tempat
perkembangbiakan mereka, yang cukup gelap dan lembab. Di tempat-
tempat tersebut nyamuk menunggu hingga proses pematangan telur.
Sesudah beristirahat dan menyelesaikan proses pematangan telur,
nyamuk betina bertelur di dinding wadah.
Nyamuk Aedes aegypti bertelur di wadah terbuka, berair, gelap
yang terlindung dari sinar matahari. Telur-telur tersebut diletakkan pada
dinding wadah di atas permukaan air dan menetas menjadi larva atau
jentik bila terkena air. Larva menjadi kepompong setelah 5-10 hari, dan
kepompong menetas menjadi pengusir hama setelah 2 hari. Dalam
kondisi optimal, perkembangan telur menjadi nyamuk dewasa
membutuhkan waktu sekitar 10 hari.
Kebiasaan waktu menggigit nyamuk Aedes sp di pagi dan sore,
pada pukul 08.00 – 12.00 dan pukul 15.00 – 17.00. Lebih banyak
menggigit di dalam rumah dibandingkan di luar rumah. Nyamuk Aedes
sp sangat suka darah manusia dan dapat menggigit. Nyamuk Aedes sp
memiliki kebiasaan hinggap untuk beristirahat di dalam rumah, seperti
pada benda-benda yang bergantungan, warnanya gelap, dan tempat-
tempat lain sehingga merasa terlindung, bahkan di dalam sepatu juga

15
ditemukan. Jarak terbang nyamuk diperkirakan sekitar 50-100 meter
(Kemenkes RI, 2017)

G. Pemetaan
Pemetaan merupakan ilmu yang mempelajari permukaan bumi
dengan alat dan memberikan informasi akurat. Dengan kata lain, pemetaan
dan geografi adalah hal yang sama, karena keduanya berhubungan dengan
sesuatu di bumi sejauh mempengaruhi di permukaan bumi. Peta adalah
gambar yang diperkecil dari sebagian permukaan bumi dan terdapat informasi
tentang sisi bumi tersebut. Bidang ilmu yang mempelajari tentang pembuatan
peta yaitu disebut kartografi. Kumpulan beberapa peta yaitu disebut atlas.
Tujuan pembuatan peta yaitu navigasi, analisis data, desain, perencanaan dan
informasi. Peta umumnya didefinisikan sebagai gambar konvensional pola
Bumi, ditampilkan seolah-olah sebuah pesawat melewati bidang proyeksi,
dilihat dari atas, dan diberi label dengan huruf pengenal. (Rahayu Basuki
2020).
Pada dasarnya, peta adalah data yang digunakan untuk membuat informasi
geografis dengan menghubungkan dan mengatur data lain tentang bumi untuk
dianalisis, diekstrapolasi, dan dibuat gambar peta. (Rahayu Basuki 2020).

H. Geografi Wilayah
Situbondo yaitu salah satu provinsi di Jawa Timur yang terkenal
dengan pantai pasir putihnya. Situbondo mempunyai luas 1.638,50 km2 atau
163.850 ha dan bentuk wilayahnya memanjang dari barat ke timur sepanjang
pantai Selat Madura dengan lebar rata-rata ± 11 km. Provinsi Situbondo
berada di garis lintang paling timur Pulau Jawa bagian utara. 7°35'S 7°44'LS
dan bujur 113°30'M 114°42'BT (Peraturan Bupati Situbondo 2019).
Sebagaimana tersaji pada gambar II.5

16
Gambar II.5 Peta Wilayah Kabupaten Situbondo
Sumber : Peraturan Bupati Situbondo

Kecamatan yang memiliki wilayah yang luas di kabupaten


Situbondo yaitu kecamatan Banyuputih 481,67 km2 dikarenakan di
kecamatan Banyuputih memiliki hutan yang luas yang berada di antara
daerah Banyuputih dengan Banyuwangi, selain itu terdapat wilayah yang
memiliki daerah terkecil yaitu KecamatanaBesuki dengan luas 26,41 km.
dibawah ini adalah batasan administrasi di Kabupaten Situbondo sebagai
berikut :
1. Bagian Utara yaitu Selat.Madura.
2. Bagian Timur yaitu Selat.Bali.
3. Bagian Selatan yaitu Kabupaten Bondowoso dan.Kabupaten Banyuwangi.
4. Bagian Barat yaitu Kabupaten Probolinggo.
Tabel II.1 menunjukkan pembagian administrasi dan wilayahnya.
Tabel II.1 Pembagian Wilayah Administrasi
Kabupaten Situbondo
Jumlah Luas
No Kecamatan
Desa Kelurahan Dusun RW RT (Ha)
1. Sumbermalang 9 - 32 55 162 12.947
2. Jatibanteng 8 - 35 87 192 6.608
3. Banyuglugur 7 - 28 39 107 7.266
4. Besuki 10 - 45 116 308 2.641
5. Suboh 8 - 29 60 170 3.084
6. Mlandingan 7 - 28 58 128 3.961
7. Bungatan 7 - 34 59 141 6.607
8. Kendit 7 - 36 94 192 11.414
9. Panarukan 8 - 51 81 235 5.438

17
Jumlah Luas
No Kecamatan
Desa Kelurahan Dusun RW RT (Ha)
10. Situbondo 4 4 17 66 237 2.781
11. Panji 10 2 40 90 270 3.570
12. Mangaran 6 - 44 78 170 4.699
13. Kapongan 10 - 55 98 253 4.455
14. Arjasa 8 - 48 90 215 21.638
15. Jangkar 8 - 44 70 179 6.700
16. Asembagus 10 - 35 68 195 11.874
17. Banyuputih 5 - 26 56 174 48.167
Jumlah 132 4 627 1.265 3.328 163.850
Sumber : Kabupaten Situbondo Dalam Angka (2016)

I. Topografi
Situbondo mempunyai ketinggian 0-1.250 meter di atas permukaan laut
dengan rata-rata ketinggian di bagian selatan barat misalnya Kecamatan
Sumber malang dan Jatibanteng. Dan wilayah bagian utara terdapat
kecamatan Bungatan yang memiliki wilayah bagian ketinggian 1.250 m.
dapat kita ketahui bahwa rata-rata ketinggian kecamatan pada setiap
Kabupaten Situbondo. (Profil Kabupaten Situbondo 2019). Secara detail
rata-rata ketinggian atempat berdasarkan kecamatan, tersaji pada tabel II.2

Tabel II.2
Topografi Kabupaten Situbondo Menurut Kecamatan
No KECAMATAN LUAS (KM²) RATA-RATA
KETINGGIAN
1 Sumbermalang 129.47 100-1223
2 Jatibanteng 66.08 100-1223
3 Banyuglugur 72.66 0-500
4 Besuki 26.41 0-500
5 Suboh 30.84 0-500
6 Mlandingan 39.61 0-1000
7 Bungatan 66.07 0-1250
8 Kendit 114.14 0-1000
9 Panarukan 54.38 0-500
10 Situbondo 27.81 0-500
11 Mangaran 46.99 0-50
12 Panji 35.70 0-500
13 Kapongan 44.55 0-100
14 Arjasa 216.38 0-1000
15 Jangkar 67.00 0-500

18
No KECAMATAN LUAS (KM²) RATA-RATA
KETINGGIAN
16 Asembagus 118.74 0-1000
27 Banyuputih 481.67 0-1227
Sumber : Profil Kabupaten Situbondo 2019

J. Tinjauan Tentang Sistem Informasi Geografis


SistemaInformasi Geografisx(SIG) merupakah sebuah perangkat lunak
yang difungsikan guna memanipulasi informasi geografis dan menyimpan.
SIG dibuat untuk menyimpan, mengumpulkan, dan menganalisis objek-objek
seta kejadian baru terjadi. SIG yaitu sebuah sistem kompoter yang dirancang
untuk mendukung keputusan secara spasial. yang mampu mengintregasikan
deskripsi lokasi terkait karakteristik fenomena yang telah ditemukan di lokasi
tersebut (Cusnul Islamiyah 2016).
SIG adalah sistem yang pada umumnya terintregasi menggunakan sistem
computer pada tingkat jaringan dan fungsional. SIG mempunyai beberapa
komponen antara lain (Prahasta 2014):
1. Perangkat Keras
Perangkat keras yang digunakan untuk mendukung kebutuhan
analis spasial dan pemetaan kurang lebih sama dengan perangkat keras
lainnya. Perangkat keras SIG dengan perangkat keras lainnya dapat
dibedakan dari perangkat pendukung priesentasi Ini memberikan resolusi
tinggi, grafis berkecepatan tinggi untuk mempercepat operasi manajemen
database yang melibatkan data dalam jumlah besar. Perangkat keras
tersebut mencangkup: Input Device , RAM Storage, Output Device. CPU
2. PerangkatxLunak
Perangkat lunak untuk menggunakan GIS secara teori terdiri dari
inti untuk pemetaan manajemen data dan digital dasar, dan paket aplikasi
untuk melakukan guna pemetaan digital khusus dan analisis spasial.
5. Data dan informasi geografis
Sistem Informasi Geografis mempunyai kemampuan untuk
menyimpan sebuah informasi yang dibutuhkan secara langsung ataupun
tidak langsung dengan menggunakan data spasial dari peta kemudian
memasukkan data atribut dari tabel yang menggunakanskeyboard.

19
6. Manajemen
Keberhasilan SIG dapat dicapai apabila dilakukan dengan baik dan
dikerjakan oleh orang yang ahli pada bidangnya yang dalam membuat
sebuah gambaran pemetaan suatu tempat.
7. Sub Sistem InformasisGeografis
SIG dapat diuraikan menjadi beberapa sub sistem seperti berikut
ini (.Prahasta 2014):
a. DatasInput
Pengumpulan dan menyimpan data atributnya dan spasial. Sub
pada sistem ini bertugas dalam mengkonversikan ormat data ke
bagian SIG.
b. DataaOutput
Data Outout menyajikan, menghasilakan keluaran yang
berbasis data spasial hardcopy dan softcopy, seperti contoh peta
report, tabel grafik, dll
c. DataaManagement
Bertujan mengumpulkan data tabel dan spasial atribut ke
dalam basis data sampai mudal untuk di-recal, di-update..dan
dirubah.
d. Data Manipulasi dan Analisis
Data manupulasi digunakan untuk menentukan sebuah
informasi dari SIG dan juga merubah dan memodelkan data dengan
mengasilkan informasi yang diinginkan.

20
K. Keranka Konsep

Peta Topografi Peta Wilayah Distribusi Kasus DBD


Wilayah Kab. Kab. Situbondo per-Kecamatan
Situbondo

Pemetaan Kasus
DBD

Monitoring Pencegahan Kasus DBD


Evaluasi Kasus DBD

Pemetaan ABJ Pengendalian Tatalaksana


Kabupaten Situbondo Vektor DBD Penderita DBD
per-Kecamatan

Survei Entomologi
Distribusi ABJ
per-Kecamatan

Pradewasa Dewasa

ABJ
HI

CI

BI

Gambar II.2 Kerangka Konsep

21
Keterangan :

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Sebelum melakukan pencegahan kasus DBD langkah pertama yaitu melakukan


monitoring evaluasi untuk perencanaan yang dilakukan adalah membua peta ABJ dan DBD
sehingga dapat dilakukanya beberapa pencegahan yaitu pengendalian vektor DBD dan
tatalaksana penderita DBD, pengendalian vektor DBD yaitu dengan melakukan survei
entomologi yang terdapat 2 fase nyamuk yaitu pradewasa dan dewasa, agar dapat mengetahui
perhitungan kepadatan pradewasa nyamuk Aedes sp. yaitu dengan perhitungan nilai ABJ,
kemudian dapat melakukan pemetaan kasus DBD dan ABJ.

Anda mungkin juga menyukai