Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG

PENGGANGGU – A

SURVEILANS VEKTOR

Disusun oleh:

Ahmad Fauzan Dainiza (P2.31.33.117.002)

Arina Da Selva (P2.31.33.117.007)

Hasti Amalia (P2.31.33.117.016)

Wahyu Komala Dewi (P2.31.33.117.039)

KELOMPOK 7

2 D-IV A

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


A. Surveilans

Menurut WHO (2004), surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis


dan interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit
yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat
diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan secara
terus menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhi nya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan penanggulangan untuk dapat
mengambil tindakan efektif.

B. Definisi Nyamuk
Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda orde Diptera. Pada
umumnya nyamuk mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya (metamorfosis), yaitu telur, larva,
pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes Aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – larva
– pupa – dewasa.Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa
hidup diluar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1-2 hari setelah terendam dalam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5-15 hari, dalam keadaan normal berlangsung 9-10
hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2 hari, kemudian menjadi
nyamuk dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung kembali. Dalam kondisi yang optimal,
perkembangan dari stadium telur sampai menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu sedikitnya
9 hari.

Nyamuk
Betina
Dewasa

Nyamuk Telur
Muda (1-2 hari)

Pupa (2-4 Jentik


hari) (7-9 hari)

Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti


Sumber: Quinn 2012

Induk nyamuk biasanya meletakkan telur nyamuk pada tempat yang berair dan tidak
mengalir. Pada tempat kering, telur nyamuk akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur
dari nyamuk berbeda-beda tergantung dari jenisnya.
1. Nyamuk Anopheles akan meletakkan telurnya di permukaan air satu persatu atau
bergerombol tetapi saling lepas, telur Anopeles mempunyai alat pengapung.
2. Nyamuk Culex akan meletakkan telur di permukaan air secara bergerombolan dan bersatu
berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
3. Nyamuk Aedes meletakkan telur yang mana menempel pada dinding kontainer dan
mengapung di permukaan air.

Gambar 2.3 Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes dan Culex


Sumber :Yudhastuti 2011
C. Nyamuk Aedes Aegypti
 Ciri Morfologi
1. Telur Aedes spp. mempunyai dinding bergaris-garis berbentuk
bangunan yang menyerupai gambaran kain kasa, lonjong seperti torpedo dengan kedua
ujungnya membentuk sudut sedikit lancip, panjang ± 0,6 mm dan beratnya ± 0,0013 mg.
Pada waktu di letakkan telur berwarna putih, 15 menit kemudian menjadi abu-abu dan
setelah 40 menit menjadi hitam.Nyamuk betina meletakkan telurnya dalam keadaan
menempel dekat permukaan air pada tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat
meletakkan telur sebanyak rata-rata100 butir telur tiap kali bertelur. Telur tersebut dapat
berubah menjadi larva dalam 2 hari,tahan terhadap kekeringan dan suhu -2⁰C sampai
dengan 4⁰C (Anggraeni, 2011).

Gambar 2.4 Telur Nyamuk Aedes Aegypti


Sumber: Catherine & Philip, 2008

2. Larva
Larva Aedes spp.terdiri atas kepala, torak, abdomen, yang berjumlah 8
segmen.Pada ujung abdomen terdapat segmen anal dan sifon. Larva Aedes
albopictus hampir sama dengan Aedes Aegypti, namun Aedes albopictus tidakmemiliki
gigi sisir lateral. Larva Aedes Aegypti sangat lincah dan sensitif terhadap rangsangan
getaran maupun cahaya. Bila ada semacam rangsangan maka larva segera akan
menyelam, lalu dalam beberapa detik akan muncul lagi di permukaan. Larva mengambil
makanan dari dasar tempat perindukan, sehingga disebut bottomfeeder. Pada saat larva
mengambil oksigen dari udara maka larva meletakkan sifonnya di atas permukaan air
sehingga abdomen terlihat menggantung dengan posisi yang hampir tegak lurus dengan
permukaan air (Catherine & Philip, 2008).

Gambar 2.5 Larva Nyamuk Aedes Aegypti


Sumber: Catherine & Philip, 2008
3. Pupa
Pupa terdiri atas sefalothorax, abdomen dan kail pengayuh. Sefalothorax
memiliki semacam corong pernafasan yang berbentuk segitiga untuk
pengambilanoksigen.Pada bagian distal abdomen terdapat sepasang kaki pengayuh yang
lurus dan runcing. Seperti larva, bila pupa diganggu maka ia akan menyelam dan
dalambeberapa detik ia akan muncul lagi ke permukaan (Catherine & Philip, 2008).

Gambar 2.6 Pupa Nyamuk Aedes Aegypti


Sumber: Catherine & Philip, 2008

4. Nyamuk dewasa
Nyamuk Aedes spp. dewasa berukuran kecil (4-13 mm), lebih kecil dari
nyamuk rumah, terdiri atas kepala, torak, dan abdomen.Nyamuk tersebut
mempunyai dasar warna hitam dan belang-belang putih pada badan dan kaki.Pada kepala
terdapat probosis yang halus, panjangnya melebihi kepala dan berwarna hitam.Bagi
nyamuk betina, probosis berguna sebagai alat penusuk dan penghisap darah, sedangkan
pada nyamuk jantan, probosis berguna untuk menghisap atau cairan dari tumbuhan
bahkan keringat.Di kiri dan kanan probosis terdapat palpi yang terdiri dari dua pasang
antena.Palpi jantan lebih panjang dari probosisnya, sedangkan betina, palpinya lebih
pendek. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) sedangkan betina
rambutnya jarang (pylose) (Catherine & Philip, 2008).

Gambar 2.7 Nyamuk Aedes Aegypti


Sumber: Catherine & Philip, 2008

 Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti


Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti yaitu : Telur – Jentik – Kepompong – Nyamuk.
Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari.
1. Setiap kali bertelur , nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.
2. Telur nyamuk Aedes Aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm,
3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan,
4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah terendam
air.
5. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0.5-1 cm.
6. Jentik Aedes Aegypti akan selalu begerak aktif dalam air. Geraknya berulangulang dari
bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali
ke bawah dan seterusnya.
7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya
berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.
9. Kepompong berbentuk koma.
10. Gerakannya lamban.
11. Sering berada di permukaan air.
12. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa (Anggraeni, 2011).

Nyamuk Aedes Aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna


hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar
yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul
09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Demam berdarah sering menyerang anak-anak
karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi sampai siang hari (Anggraeni,
2011).
Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untuk
keperluan sehari-hari dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak
beralaskan tanah, misalnya bak mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum burung, vas
bunga/pot tanaman air, kaleng bekas dan ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-
lain yang dibuang sembarang tempat (Depkes RI, 2014).

Gambar 2.8 Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti


Sumber : CDC 2015
D. Nyamuk Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit.
Nyamuk Aedes Aegypti dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti, Demam Berdarah
Dengue (DBD), Yellow Fever (demam kuning), Zika, dan Chikungunya. Berikut penjelasan
tentang penyakit tersebut (ECDC, 2014).
1. Demam Kuning (Yellow Fever)
Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam ini
dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh belas, namun baru pada
tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya menemukan hubungan antara
virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi
pengendalian penularan penyakit demam kuning ini. Penyakit yang berkembang sempurna
terdiri dari tiga periode klinis yaitu : infeksi (viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot,
demam, mual, dan muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan intoksikasi (suhu mulai naik
lagi, pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria, dan
penyakit kuning akibat dari kerusakan hati).
2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yangditandai
dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau
lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tandaperdarahan di kulit berupa bintik
perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun.Hal yangdianggap serius pada demam berdarah dengue adalah
jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/ renjatan (Mubin, 2009).
3. Chikungunya
Demam Chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan melalui
nyamuk dan dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun 1952.Nama
chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa Makonde yang bermaksud
“membungkuk”, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi
hebat (arthralgia). Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui
gigitan nyamuk Aedes spp yang terinfeksi.Transmisi melalui darah berkemungkinan
bisaterjadi dengan satu kasus pernah dilaporkan. CHIKV dikatakan tidak bisa di tularkan
malalui ASI (Staples, J.E dkk , 2009).
4. Zika
Virus Zika adalah anggota dari keluarga Flaviviridae dan ditularkan ke manusia oleh
nyamuk. Orang yang terjangkit virus zika akan merasakan gejala seperti sakit kepala, ruam
di wajah, leher, lengan atas, mungkin juga menyebar ke telapak tangan dan kaki, demam
dan nyeri punggung. Virus Zika memang tidak menyebabkan kelainan berat seperti demam
berdarah, meski Zika merupakan flavivirus yang berhubungan dengan demam kuning,
demam berdarah, West Nile dan virus ensefalitis Jepang. Akan tetapi, virus ini dapat
menimbulkan risiko terhadap janin pada wanita hamil. Virus telah dikaitkan dengan
mikrosefali, sebuah kondisi dimana bayi memiliki kepala kecil dan perkembangan otak
yang tidak lengkap. Menurut sumber dari salah satu harian Australia, sampai saat ini sudah
ada sebanyak 4000 bayi yang dilahirkan mengalami mikrosefali/ microcephaly (pengecilan
tengkorak kepala dan juga penciutan otak) akibat serangan virus Zika di Brazil (CDC,
2015).

E. Pengaruh Lingkungan Terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes Aegypti.


Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh pada tingkat kepadatan nyamuk Aedes
Aegypti, yaitu:
1. Suhu
Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25°-27°C. Pertumbuhan
nyamuk akan terhenti sama sekali kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Temperatur yang
meningkat dapat memperpendek masa harapan hidup nyamuk dan mengganggu
perkembangan pathogen.
2. Kelembapan
Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi lebih pendek sehingga
nyamuk tersebut tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpindahan
virus dari lambung ke kelenjar ludahnya.
3. Angin
Kecepatan angin 11-14 m/detik atau 25-31 mil/jam dapat menghambat
penerbangan nyamuk. Angin berpengaruh pada penerbangan nyamuk
dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia, dan juga
mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau
diperpanjang tergantung dari arah angin. Angin yang kencang dapat membawa nyamuk
terbang sejauh 30 km atau lebih (Harijanto, 2010).

F. Angka Kepadatan Jentik


Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat, diperlukan survei yang
meliputi survei nyamuk, survei jentik serta survei perangkap telur (ovitrap). Data-data yang
diperoleh, nantinya dapat digunakan untuk menunjang perencanaan program pemberantasan
vektor. Dalam pelaksanaannya, survei dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode (Depkes
RI, 2014), yakni :
1. Metode Single Larva
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik di setiap tempat-tempat yang
menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk selanjutnya dilakukan identifikasi
lebih lanjut mengenai jenis jentiknya.
2. Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat genangan air
tanpa mengambil larvanya.
Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk Aedes Aegypti akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran sebagai berikut:
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang diperiksa.

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = Jumlah rumah yang diperiksa X 100 %

2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari seluruh
kontainer yang diperiksa.

Jumlah kontainer yang positif jentik


CI = Jumlah kontainer yang diperiksa X 100 %

3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus rumah.

Jumlah kontainer yang positif jentik


BI = Jumlah rumah yang diperiksa X 100 %
HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Density figure (DF) adalah
kepadatan jentik Aedes Aegypti yang merupakan gabungan dari HI, CI dan BI yang
dinyatakan dengan skala 1-9.

Tabel 2.1 Larva Index


House Index Container Index Breteau Index
Density figure
(%) (%) (%)
1 1–3 1-2 1–4
2 4–7 3-5 5–9
3 8 – 17 6-9 10 – 19
4 18 – 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 -49
6 38 – 49 21 - 27 50 – 74
7 50 -59 28 - 31 75 – 99
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200
Sumber: WHO, 2007

Keterangan Tabel :
DF = 1 = kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang
DF = 6-9 = kepadatan tinggi.
Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan Density Figure. Density Figure ditentukan
setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian dibandingkan dengan tabel Larva Index. Apabila
angka DF kurang dari 1 menunjukan risiko penularan rendah, 1-5 risiko penularan sedang dan
diatas 5 risiko penularan tinggi (WHO, 2007).

G. Pemberantasan Habitat Jentik dan Nyamuk


Angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang cenderung sulit turun menyebabkan
berbagai upaya pemberantasan terus dilakukan. Sebagaimana kita kenal, metode pemberantasan
habitat nyamuk ini, misalnya dengan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN), masih
dianggap cara paling efektif. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memiliki program kajian
yaitu dengan melakukan survei jentik pada rumah-rumah warga (Anggraeni, 2011).
Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang petugas khusus yang secara
sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan upaya pemantauan jentik nyamuk DBD
Aedes Aegypti di wilayah-wilayah dengan sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau
puskesmas terdekat. Tugas dari Jumantik pada saat memantau wilayah-wilayah diantaranya :
1. Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
2. Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih apakah ada
jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk tempat air yang sulit dikuras diberi
bubuk larvasida (abate).
3. Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar bebas dari keberadaan jentik nyamuk.
4. Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu, pada waktu pagi hari,apabila
diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk memberi peringatan kepada pemilik
rumah untuk membersihkan atau menguras agar bersih dari jentik-jentik nyamuk.
Selanjutnya jumantik wajib membuat catatan atau laporan untuk dilaporkan ke kelurahan atau
puskesmas terdekat dan kemudian dari Puskesmas atau kelurahan dilaporkan ke instansi terkait
atau vertikal. Selain petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik), tiap-tiap masyarakat juga wajib
melakukan pengawasan/pemantauan jentik di wilayahnya dengan minimal tekhnik dasar 3M
Plus, yaitu;
1. Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat-tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember air, tempat air minum,
penampungan air , lemari es ,dll
2. Menutup
Menutup adalah memberi tutup secara rapat pada tempat air yang ditampung seperti bak
mandi, botol air minum, kendi, dll

3. Mengubur
Mengubur adalah menimbun dalam tanah bagi sampah-sampah atau benda yang sudah
tidak dipakai lagi yang berpotensi untuk tempat perkembangbiakan dan bertelur nyamuk di
dalam rumah.
Plus Kegiatan-kegiatan Pencegahan, seperti :
a. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
b. Menaburkan bubuk Larvasida di tempat-tempat air yang sulit dibersihkan
c. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan korden yang
berpotensi menjadi sarang nyamuk
d. Menggunakan obat nyamuk / anti nyamuk.
e. Membersihkan lingkungan sekitar,terutama pada musim penghujan.
Dengan melakukan tindakan-tindakan positif seperti yang telah disebutkan di atas akan dapat
menekan atau mengurangi penyebaran dan perkembangbiakan vektor nyamuk sehingga
meminimalisasi ancaman tertular penyakit DBD, Chikungunya, ataupun Malaria.

H. Pengendalian Secara Kimiawi


Pemberantasan secara kimia yaitu pengendalian DBD dengan menggunakan
bahan kimia, menurut Depkes RI (2014) dapat ditempuh dengan 3 teknik untuk
pengendalian secara kimiawi, yaitu:
1. Pengasapan (fogging)
Yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengendalikan DBD dengan menggunakan
senyawa kimia malathion dan fenthion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai
batas waktu tertentu.
2. Pemberantasan Larva Nyamuk dengan Zat Kimia.
Tempat perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan airyang
airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum danmasak, maka
larvasida (kimia pemberantas larva) yang digunakan harusmempunyai sifat-sifat, efektif
pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagimanusia/mamalia, tidak menyebabkan
perubahan rasa, warna dan bau, danefektivitasnya lama Larvasidasi dengan kriteria seperti
tersebut di atas diantaranya adalah temephos yang lebih dikenal dengan sebutan abate.
Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes Aegyptidan daya racunnya
rendahterhadap mamalia. Beberapa contoh bahan larvarisasi : Menggunakan bubuk Abate
1 g (bahan aktif : Temephos 1), Altosid 1,3 g (bahan aktif: Metopren1,3%), dan Sumilary
0,5 (Anggraeni, 2011).
3. Pemberantasan Secara Kimia yang Berupa Bahan Insektisida
Yang digunakan oleh masyarakat seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, aerosol,
dan obat nyamuk yang dioleskan ke bagian tubuh, merupakan cara pengendalian nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA

Sofia, dkk. 2014. Status Kerentanan Nyamuk Aedes Sp. (Diptera:Culicidae) Terhadap Malation
Dan Aktivitas Enzim Esterase Non Spesifik di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan Bandar Udara Sam Ratulangi Manado. Jurusan Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Manado

Staples, J.E., Fischer M. and Powers, A.M. 2009. The Relation Of Environmental Condition And
Container To The Existance Of The Aedes Aegypti Larvae In Dengue Haemorrhagic
Fever Endemic Areas In Banjarbaru. Epidemiology And Zoonosis Journal. Vol. 4, No.
3, Juni 2013.

Vinnayagam. 2008. Kepadatan Larva Nyamuk Vektor Sebagai Indikator Penularan Demam
Berdarah Dengue Di Daerah Endemis di Jawa Timur. Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8
No. 2, 2014 : 33 – 40.

WHO.2007. International Health Regulation.2005 Edisi 1. Swiss : WHO Gnewa.

Yayan A. 2009. Upaya Peningkatan Angka Bebas Jentik Demam Berdarah Dengue (Abj-Dbd)
Melalui Penggerakan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di RW I Kelurahan Danyang
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun 2012. Skripsi, Jurusan Kesehatan
Masyarakat Universitas Semarang.

Anda mungkin juga menyukai