TINJAUAN PUSTAKA
4
(Cambridge University Press, 2009)
Gambar 1. Morfologi nyamuk secara umum
5
Vektor penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk betina Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Dalam perkembangannya, fase telur,
larva dan pupa hidup di dalam air, sedangkan imago (fase nyamuk
dewasa) hidup di udara (Rosa, 2007). Aedes aegypti dan Aedes
albopictus meletakkan telur dan berkembangbiak pada tempat
penampungan air bersih seperti bak mandi, tangki penampungan air,
vas bunga, kaleng-kaleng atau kantung plastik bekas yang biasanya
ditemukan di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar,
ban bekas, dan semua bentuk tempat penampungan air yang dapat
menampung air bersih. Aedes albopictus meletakkan telur dan
berkembangbiak pada tempat penampungan air alami seperti kulit
buah rambutan dan kulit buah tempurung kelapa (Tim Pencegahan
DBD Departemen Kesehatan RI, 2004). Larva nyamuk dapat terlihat
berenang naik turun atau berdiam di permukaan air pada tempat
penampungan air tersebut. Kedua jenis nyamuk Aedes albocpictus
dan Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit demam
berdarah (Sembel, 2009).
Nyamuk Ae. aegypti memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil
dibandingkan dengan nyamuk lainnya seperti Culex sp., Anopheles
sp. dan lain sebagainya. Ae. aegypti jantan memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga agar
dapat bertahan hidup. Ae. aegypti betina cenderung menghisap darah.
Hal tersebut dikarenakan nyamuk bentina membutuhkan darah
sebagai kandungan protein untuk pematangan telur. Nyamuk betina
ini lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang, karena
apabila nyamuk tersebut menghisap darah binatang maka
perkembangbiakannya akan melambat. Nyamuk ini melakukan
gigitan terhadap manusia umumnya pagi pada pukul 09.00-10.00
WIB dan petang pada pukul 16.00-17.00 WIB. Jarak terbang nyamuk
Aedes sp. adalah 200 m. Hanya nyamuk betina yang menghisap
darah. Kebiasaan menghisap darah pada Ae. aegypti umumnya pada
waktu siang hari sampai sore hari. Berdasarkan kebiasaan tersebut,
maka nyamuk Ae. aegypti betina lebih sering ditemukan pada
lingkungan rumah yang terdapat manusia seperti perkampungan
maupun perumahan. Nyamuk betina tidak dapat membuat telur yang
dibuahi tanpa adanya darah sebagai pemicu pembentukan hormon
gonadotropik yang diperlukan untuk ovulasi. Hormon ini berasal dari
corpora allata yaitu pituitary pada otak insekta dan dapat dirangsang
oleh serotonin dan adrenalin dari darah korbannya (Getachew dkk.,
2015).
6
2.1.2 Culex sp.
Klasifikasi nyamuk Culex sp. menurut Romoser & Stoffolano
(1998), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicianae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.
Culex sp. merupakan vektor dari penyakit Filariasis, Japanese
Encephalitis, West Nile virus dan lain sebagainya. Telurnya akan
bergerombol di permukaan air membentuk seperti rakit. Telur akan
menetas menjadi larva setelah dua sampai tiga hari tanpa ada
pergantian air. Selanjutnya akan memasuki fase larva dimana fase ini
terdapat empat instar dan akan menjadi pupa setalah delapan sampai
14 hari. Pupa akan berubah menjadi nyamuk dewasa setelah satu
sampai dua hari. Nyamuk dewasa dapat berukuran 4-10 mm. Secara
umum, nyamuk memiliki tiga bagian tubuh, yaitu kepala, dada, dan
perut. Di Indonesia spesies Culex sp. yang paling banyak ditemukan
adalah jenis Culex quinquefasciatus. Setelah menjadi nyamuk
dewasa, nyamuk betina dalam waktu 2 x 24 jam akan melakukan
perkawinan yang biasanya dilakukan pada saat sore menjelang senja
dan kemudian akan mencari sumber protein dari darah untuk proses
pematangan telur (Soekirno dkk, 2006).
Nyamuk Culex sp. memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan
nyamuk Aedes sp. Masa hidup Cx. quinquefasciatus jantan lebih
pendek dibandingkan betinanya. Nyamuk jantan mampu bertahan
selama satu sampai dua minggu, sedangkan nyamuk betina mampu
bertahan sampai dia bulan. Nyamuk Culex sp. banyak ditemukan di
sembarang tempat, baik di air bersih maupun air yang kotor. Tempat
penampungan air tersebut antara lain genangan air, got yang terbuka
dan empang atau kolam ikan (Sholichah, 2009).
Nyamuk membutuhkan energi untuk terbang yang dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi nektar bunga. Selain itu, nyamuk betina
membutuhkan sumber protein untuk proses pematangan telur yang
dapat dipenuhi pada darah. Nyamuk Culex sp. lebih suka menggigit
7
manusia dan hewan terutama pada malam hari, sedangkan pagi
sampai menjelang sore merupakan fase istirahatnya. Nyamuk Culex
sp. suka menggigit binatang peliharaan, unggas, kambing, kerbau
dan sapi. Nyamuk Culex sp. suka beristirahat dalam rumah. Nyamuk
ini sering berada dalam rumah sehingga dikenal dengan nyamuk
rumahan. Nyamuk Culex sp. merupakan nyamuk nokturnal yang
memiliki perilaku suka menggigit manusia dan hewan terutama pada
malam hari. Nyamuk Culex sp. menggigit pada beberapa jam setelah
matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit, dengan puncak
menggigit nyamuk ini adalah pada pukul 01.00-02.00 WIB. Nyamuk
betina menggigit dengan posisi abdomennya terletak sejajar dengan
permukaan induk yang sedang digigit tersebut (Sholichah, 2009).
8
memiliki siphon yang berujung lancip dan berwarna gelap. Fase
larva berlangsung selama tiga minggu yang selanjutnya akan
memasuki fase pupa. Pada saat fase pupa, nyamuk ini memiliki
corong pernafasan seperti duri dan memiliki sepuluh segmen yang
berbentuk duri. Diperlukan waktu satu sampai tiga hari untuk fase
pupa menjadi fase nyamuk dewasa. Pada fase nyamuk dewasa,
nyamuk betina memiliki ciri pada palpus yang lebih pendek dari
betina, sedangkan nyamuk jantan memiliki palpus yang lebih
panjang dari proboscis. Sisik sayapnya yang lebar dan asimetris.
Ujung abdomen nyamuk memiliki bentuk tumpul (Gandahusada dkk,
1998).
Nyamuk Mansonia sp. memiliki aktifitas menggigit pada malam
hari. Faktor abiotik seperti kelembaban udara dan suhu udara sangat
berpengaruh terhadap aktifitas nyamuk. Jarak terbang dari nyamuk
Anopheles sekitar 0,5 sampai 3 km (Gandahusada dkk, 1998).
9
memiliki spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada
bagian tengah bagiang dorsal abdomen dan bulu plasma pada bagian
lateral abdomen. Nyamuk jantan memiliki ujung palpus yang
membesar. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi seperti sisik yang
bergerombol membentuk gradasi hitam dan putih. Nyamuk betina
memiliki venesi sayap kosta dan subkosta. Nyamuk ini
membutuhkan waktu dua sampai lima minggu untuk melakukan
sekali siklus hidupnya (Prianto dkk, 2006).
Nyamuk Anopheles sp. memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
dibandingkan dengan jenis nyamuk lainnya. Nyamuk ini memiliki
urat sayap yang bersisik, proboscis panjang, tubuh ditutupi oleh
sisik, sisik pada pinggir sayap berubah menjadi jumbai, dan sayap
terdiri dari enam urat sayap yaitu urat sayap dua, empat dan lima
bercabang (Achmadi, 2012).
10
malayi ke manusia sehingga menyebabkan Filariasis. Di Asia,
termasuk Indonesia juga telah dilakukan isolasi JEV dari Anopheles
kochi dan Anopheles subalbatus. Nyamuk ini juga mampu membawa
oocyt dan sporozoit Plasmodium gallinaceum dan menularkan
infeksinya terhadap ayam. Armigeres flavus mempunyai perilaku
oviposisi yang khas, nyamuk ini menahan telurnya dengan
menggunakan tungkai kaki belakang (Astuti & Marina, 2009).
1
(Hopp & Foley, 2001)
Gambar 2. Siklus hidup nyamuk Aedes sp.
(Sivanathan, 2006)
Gambar 3. Perbedaan larva nyamuk Culex sp., Aedes sp., dan
Anopheles sp.
12
garis-garis seperti sarang lebah (Soekirno dkk, 2006). Telur nyamuk
Mansonia sp. terletak berdekatan seperti rakit dengan bentuk telur
yang lancip seperti duri. Telur akan menetas setelah 2 sampai 4 hari
yang kemudian menjadi larva (Gandahusada dkk, 1998). Pada telur
Anopheles sp. memiliki bentuk yang bundar lonjong dengan runcing
di kedua ujungnya, sedangkan pada bagian bawahnya berbentuk
konveks dan bagian atasnya konkaf serta memiliki sepasang
pelampung yang terletak di tengah lateral (Prianto dkk, 2006).
2. Larva
Larva nyamuk mengalami empat instar, dimana setiap instar akan
mengalami pergantian kulit yang berlangsung setiap dua hari.
Keempat instar tersebut yaitu larva instar I berukuran sangat kecil
sekitar 1-2 mm, larva instar II berukuran 2,5-3,5 mm, larva instar III
berukuran 4-5 mm, dan larva instar IV berwarna gelap yang sudah
siap menjadi pupa (Sutanto dkk., 2008). Setiap spesies memiliki ciri
yang berbeda. Ciri umum yang dapat membedakan adalah bentuk
siphon larva. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
3. Pupa
Larva nyamuk akan berubah bentuk menjadi bentuk menyerupai
tanda baca koma (,). Pada fase ini dikenal sebagai fase puasa dimana
nyamuk tidak membutuhkan makanan lagi, namun masih
membutuhkan oksigen untuk bernafas, sehingga masih terdapat
siphon yang berada pada bagian thoraknya. Pupa akan berenang naik
turun dari bagian dasar ke permukaan air untuk memperoleh oksigen
dengan bantuan alat pernapasannya yang disebut trumpets (American
Mousquito Control Assosiation, 2014 dan Sembel, 2009). Perbedaan
jantan dan betina juga belum dapat dilihat dari fase ini. Fase ini akan
berakhir dan menetas menjadi nyamuk dewasa setelah satu sampai
dua hari. Secara umum, nyamuk jantan akan menetas terlebih dahulu
dibandingkan dengan nyamuk betina (Natadisastra & Agoes, 2009).
4. Nyamuk Dewasa (Imago)
Fase nyamuk dewasa muncul ke permukaan air dalam waktu yang
singkat untuk beradaptasi dan memastikan tubuhnya dalam keadaan
yang kering dan semua bagian tubuhnya akan mengeras. Sayapnya
harus menyebar dan benar-benar kering sebelum bisa terbang
(American Mousquito Control Assosiation, 2014).
1
Tabel 1. Perbedaan jenis larva nyamuk Culex sp., Aedes sp.,
Mansonia sp., Anopheles sp., dan Armigeres sp. (Suwito,
2008)
14
akan hinggap dan membentuk sudut dengan permukaan (Sembel,
2009).
1
berbagai daerah yang tersebar di Indonesia sampai menjadi kejadian
luar biasa (KLB). Serotip ini paling dominan dan berhubungan
dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis
berat dan penyebab penderita banyak yang meninggal (Soegijanto,
2004). Persebaran virus ini melalui gigitan nyamuk betina dari
spesies Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Kedua spesies nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia dengan kondisi tropis
maupun subtropis maksimal di ketinggian 1000 meter di atas
permukaan air laut (Kristina dkk, 2004), tapi di India ditemukan
nyamuk dengan ketinggian 2121 meter, bahkan di Kolombia juga
ditemukan nyamuk pada ketinggian 2200 meter (Chandra, 2010).
Penyakit DBD umumnya dijumpai pada anak berumur di bawah
15 tahun, namun tidak sedikit pula menyerang orang dewasa disertai
dengan manifestasi perdarahan, menimbulkan syok yang dapat
menyebabkan kematian (Zulkoni, 2011). Penyakit ini paling banyak
ditemukan pada musim penghujan dan kemarau. Sejak ditemukan
pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD
dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai
seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali
menimbulkan KLB di beberapa daerah yang memiliki potensi tinggi
terjadinya penyakit DBD (KEMENKES RI, 2011).
2. Malaria
Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang
menular kembali secara massal. Vektor penyakit malaria adalah
nyamuk (mosquito borne diseases). Penyakit infeksi ini banyak
dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala seperti demam
dengan fluktuasi suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran
limpa dan adanya pigmen dalam jaringan. Malaria diinfeksikan oleh
parasit bersel satu dari kelas Sporozoa, Genus Plasmodium.
Penyebabnya oleh satu atau lebih dari empat Plasmodium yang
menginfeksi manusia: P. falciparum, P. malariae, P. vivax, dan P.
ovale. P. falciparum ditemukan terutama di daerah tropis dengan
resiko kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar imunitas
rendah (Arsin, 2012).
3. Chikungunya
Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya. Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang
ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji
hemaglutinasi inhibisi dan uji komplemen fiksasi, virus ini termasuk
16
Genus Alphavirus (“Group A” Arthropod-borne viruses) dan Famili
Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B”
arthrophodborne viruses (flavivirus) (Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).
4. Kaki gajah (Filariasis)
Filariasis adalah penyakit rnenular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,
Culex, dan Armigeres. Filariasis disebabkan oleh cacing Filaria
yaitu Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Di daerah Asia,
penyakit Filariasis kebanyakan disebabkan oleh cacing Brugia
malayi dan Brugia timori (Becker dkk, 2010). Cacing Filaria ini
hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik
akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran
kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin
(Natadisastra & Agoes, 2009). Pada daerah tropis dan subtropis di
lingkungan pemukiman dan perkotaan, nyamuk Cx. quinquefasciatus
dan Cx. fatigans merupakan vektor utama dari penyakit Filariasis.
Sedangkan di beberapa Kepulauan Pasifik Selatan penyakit
Filariasis disebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti yang
ditularkan oleh nyamuk Ae. polynesiensis (Becker dkk, 2010).
5. Radang Otak (Encephalitis)
Encephalitis adalah penyakit peradangan pada otak yang
menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh infeksi virus
Japenese encephalitis. Japanese encephalitis adalah infeksi
neurologik yang berkaitan erat dengan St. Louis encephalitis dan
West Nile encephalitis. Virus JE menyebar terutama di daerah
pedesaan (rural) di Asia. Virus tersebut disebarkan oleh nyamuk
Culicine. Nyamuk yang paling sering ditemukan sebagai vektor
adalah Cx. tritaeniorhynchus yang dapat menularkan virus JE baik ke
manusia maupun ke hewan peliharaan lainnya (Halstead & Jacobson,
2003). Penyebaran penyakit ini tergantung musim, terutama pada
musim hujan saat populasi nyamuk Culex meningkat, kecuali di
Malaysia, Singapura, dan Indonesia (sporadik terutama di daerah
pertanian) (Endy & Nisalak, 2002).
1
2.5 Persepsi Masyarakat Terhadap DBD
Persepsi adalah proses seseorang mendapatkan informasi dari
lingkungan sekitar. Persepsi membutuhkan kontak langsung dengan
objek yang terkait dan juga proses kognisi dan afeksi untuk
mendapatkannya. Persepsi dapat membantu individu untuk
menggambarkan dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh individu
lain. Penafsiran persepsi melibatkan sensasi, atensi, ekspetasi,
motivasi dan memori (Robbins, 2001).
Robbins (2001) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu:
1. Pelaku persepsi
Perilaku persepsi terjadi saat seseorang melihat suatu objek
dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya. Penafsiran
tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari
pelaku persepsi.
2. Target atau objek
Karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi
hasil persepsi. Target tidak diamati dalam keadaan terisolasi,
hubungan target dengan latar belakangnya mempengaruhi
persepsi seperti kecenderungan untuk mengelompokan benda-
benda yang berdekatan atau yang mirip.
3. Situasi
Situasi lingkungan sekitar sangat mempengaruhi persepsi
kita terhadap objek atau target yang diamati.
18
2. Involuntary Behaviour
Metode ini dilakukan jika memang diinginkan atau dapat
dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi
pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden.
1
jumlah penderita di Kelurahan lain. gambaran tersebut dapat dilihat
pada Gambar 5 (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2016).