Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Nyamuk (Diptera: Culicidae)


Penelitian yang dilakukan oleh Suwito (2008) menyatakan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang cocok
untuk perkembangan berbagai jenis nyamuk. Masyarakat mengenal
nyamuk sebagai serangga penggangu yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Hal tersebut disebabkan karena beberapa
nyamuk yang memiliki kemampuan menjadi vektor dari suatu
penyakit. Contohnya pada nyamuk Aedes sp. yang diketahui sebagai
vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Chikungunya,
nyamuk Anopeles sp. sebagai vektor penyakit Malaria, nyamuk
Culex sp. sebagai vektor penyakit Kaki Gajah, dan lain sebagainya
(Ferry & Makhfudli, 2009).
Nyamuk tergolong dalam ordo Diptera dan Famili Culicidae
dengan ukuran tubuh kecil dan kakinya yang langsing. Proboscis
panjang, sisik pada bagian tepi vena sayapnya (Michigan Mosquito
Control Association, 2002). Nyamuk jantan memiliki tubuh yang
berukuran lebih kecil dibandingkan tubuh nyamuk betina (Getachew
dkk., 2015). Antena yang dimiliki nyamuk jantan dan betina juga
berbeda. Nyamuk jantan memiliki antena yang lebih besar
dibandingkan nyamuk betina. Antena nyamuk berbentuk filiform
yang panjang dan langsing serta memiliki 15 segmen. Fili pada
antena nyamuk jantan yang lebat biasa disebut plumose sedangkan
pada nyamuk betina disebut pilose (Subekti, 2005).
Mulut nyamuk termasuk tipe menusuk dan menghisap (rasping-
sucking), mempunyai enam stilet yaitu gabungan antara mandibula,
maxilla yang bergerak naik turun menusuk jaringan sampai
menemukan pembuluh darah kapiler dan mengeluarkan ludah yang
berfungsi sebagai cairan racun dan antikoagulan (Sembel, 2009).
Tubuh nyamuk yang terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, dada
dan perut. Bagian dada didukung dengan adanya satu pasang sayap
dan tiga pasang kaki (hind leg, mid leg dan fore leg). Setiap spesies
nyamuk memiliki bentuk kepala, dada dan perut yang berbeda-beda.
Struktur seta, posisi/letak dan warna pada kepala, dada, sayap, kaki
dan perut (Gambar 1) merupakan kunci identifikasi nyamuk
(Michigan Mosquito Control Association, 2002).

4
(Cambridge University Press, 2009)
Gambar 1. Morfologi nyamuk secara umum

2.1.1 Aedes sp.


Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti menurut Djakaria (2004)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes sp.

5
Vektor penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk betina Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Dalam perkembangannya, fase telur,
larva dan pupa hidup di dalam air, sedangkan imago (fase nyamuk
dewasa) hidup di udara (Rosa, 2007). Aedes aegypti dan Aedes
albopictus meletakkan telur dan berkembangbiak pada tempat
penampungan air bersih seperti bak mandi, tangki penampungan air,
vas bunga, kaleng-kaleng atau kantung plastik bekas yang biasanya
ditemukan di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar,
ban bekas, dan semua bentuk tempat penampungan air yang dapat
menampung air bersih. Aedes albopictus meletakkan telur dan
berkembangbiak pada tempat penampungan air alami seperti kulit
buah rambutan dan kulit buah tempurung kelapa (Tim Pencegahan
DBD Departemen Kesehatan RI, 2004). Larva nyamuk dapat terlihat
berenang naik turun atau berdiam di permukaan air pada tempat
penampungan air tersebut. Kedua jenis nyamuk Aedes albocpictus
dan Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit demam
berdarah (Sembel, 2009).
Nyamuk Ae. aegypti memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil
dibandingkan dengan nyamuk lainnya seperti Culex sp., Anopheles
sp. dan lain sebagainya. Ae. aegypti jantan memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga agar
dapat bertahan hidup. Ae. aegypti betina cenderung menghisap darah.
Hal tersebut dikarenakan nyamuk bentina membutuhkan darah
sebagai kandungan protein untuk pematangan telur. Nyamuk betina
ini lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang, karena
apabila nyamuk tersebut menghisap darah binatang maka
perkembangbiakannya akan melambat. Nyamuk ini melakukan
gigitan terhadap manusia umumnya pagi pada pukul 09.00-10.00
WIB dan petang pada pukul 16.00-17.00 WIB. Jarak terbang nyamuk
Aedes sp. adalah 200 m. Hanya nyamuk betina yang menghisap
darah. Kebiasaan menghisap darah pada Ae. aegypti umumnya pada
waktu siang hari sampai sore hari. Berdasarkan kebiasaan tersebut,
maka nyamuk Ae. aegypti betina lebih sering ditemukan pada
lingkungan rumah yang terdapat manusia seperti perkampungan
maupun perumahan. Nyamuk betina tidak dapat membuat telur yang
dibuahi tanpa adanya darah sebagai pemicu pembentukan hormon
gonadotropik yang diperlukan untuk ovulasi. Hormon ini berasal dari
corpora allata yaitu pituitary pada otak insekta dan dapat dirangsang
oleh serotonin dan adrenalin dari darah korbannya (Getachew dkk.,
2015).
6
2.1.2 Culex sp.
Klasifikasi nyamuk Culex sp. menurut Romoser & Stoffolano
(1998), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicianae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.
Culex sp. merupakan vektor dari penyakit Filariasis, Japanese
Encephalitis, West Nile virus dan lain sebagainya. Telurnya akan
bergerombol di permukaan air membentuk seperti rakit. Telur akan
menetas menjadi larva setelah dua sampai tiga hari tanpa ada
pergantian air. Selanjutnya akan memasuki fase larva dimana fase ini
terdapat empat instar dan akan menjadi pupa setalah delapan sampai
14 hari. Pupa akan berubah menjadi nyamuk dewasa setelah satu
sampai dua hari. Nyamuk dewasa dapat berukuran 4-10 mm. Secara
umum, nyamuk memiliki tiga bagian tubuh, yaitu kepala, dada, dan
perut. Di Indonesia spesies Culex sp. yang paling banyak ditemukan
adalah jenis Culex quinquefasciatus. Setelah menjadi nyamuk
dewasa, nyamuk betina dalam waktu 2 x 24 jam akan melakukan
perkawinan yang biasanya dilakukan pada saat sore menjelang senja
dan kemudian akan mencari sumber protein dari darah untuk proses
pematangan telur (Soekirno dkk, 2006).
Nyamuk Culex sp. memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan
nyamuk Aedes sp. Masa hidup Cx. quinquefasciatus jantan lebih
pendek dibandingkan betinanya. Nyamuk jantan mampu bertahan
selama satu sampai dua minggu, sedangkan nyamuk betina mampu
bertahan sampai dia bulan. Nyamuk Culex sp. banyak ditemukan di
sembarang tempat, baik di air bersih maupun air yang kotor. Tempat
penampungan air tersebut antara lain genangan air, got yang terbuka
dan empang atau kolam ikan (Sholichah, 2009).
Nyamuk membutuhkan energi untuk terbang yang dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi nektar bunga. Selain itu, nyamuk betina
membutuhkan sumber protein untuk proses pematangan telur yang
dapat dipenuhi pada darah. Nyamuk Culex sp. lebih suka menggigit

7
manusia dan hewan terutama pada malam hari, sedangkan pagi
sampai menjelang sore merupakan fase istirahatnya. Nyamuk Culex
sp. suka menggigit binatang peliharaan, unggas, kambing, kerbau
dan sapi. Nyamuk Culex sp. suka beristirahat dalam rumah. Nyamuk
ini sering berada dalam rumah sehingga dikenal dengan nyamuk
rumahan. Nyamuk Culex sp. merupakan nyamuk nokturnal yang
memiliki perilaku suka menggigit manusia dan hewan terutama pada
malam hari. Nyamuk Culex sp. menggigit pada beberapa jam setelah
matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit, dengan puncak
menggigit nyamuk ini adalah pada pukul 01.00-02.00 WIB. Nyamuk
betina menggigit dengan posisi abdomennya terletak sejajar dengan
permukaan induk yang sedang digigit tersebut (Sholichah, 2009).

2.1.3 Mansonia sp.


Klasifikasi nyamuk Mansonia sp. menurut Romoser & Stoffolano
(1998), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicianae
Genus : Mansonia
Spesies : Mansonia sp.
Nyamuk Genus Mansonia memiliki peranan sebagai vektor utama
penularan penyakit Filariasis dari spesies Brugia malayi pada
kawasan Asia Tenggara (India Selatan, Indonesia dan Malaysia).
Nyamuk ini banyak ditemukan pada tumbuhan air di sekitar rawa-
rawa. Tumbuhan air yang biasa menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Mansonia sp. adalah selada air, eceng gondok, kangkung
dan lain sebagainya. Nyamuk ini aktif pada sore hari menjelang
malam dengan puncaknya pada 18.00-19.00 WIB (Supranelfy dkk,
2012).
Fase telur Mansonia sp. terletak berdekatan seperti rakit dengan
bentuk telur yang lancip seperti duri. Telur-telur ini biasa ditemukan
dibalik permukaan tumbuhan air mengingat nyamuk ini banyak
ditemukan pada rawa-rawa. Telur akan menetas setelah dua sampai
empat hari yang kemudian menjadi larva. Larva Mansonia sp.

8
memiliki siphon yang berujung lancip dan berwarna gelap. Fase
larva berlangsung selama tiga minggu yang selanjutnya akan
memasuki fase pupa. Pada saat fase pupa, nyamuk ini memiliki
corong pernafasan seperti duri dan memiliki sepuluh segmen yang
berbentuk duri. Diperlukan waktu satu sampai tiga hari untuk fase
pupa menjadi fase nyamuk dewasa. Pada fase nyamuk dewasa,
nyamuk betina memiliki ciri pada palpus yang lebih pendek dari
betina, sedangkan nyamuk jantan memiliki palpus yang lebih
panjang dari proboscis. Sisik sayapnya yang lebar dan asimetris.
Ujung abdomen nyamuk memiliki bentuk tumpul (Gandahusada dkk,
1998).
Nyamuk Mansonia sp. memiliki aktifitas menggigit pada malam
hari. Faktor abiotik seperti kelembaban udara dan suhu udara sangat
berpengaruh terhadap aktifitas nyamuk. Jarak terbang dari nyamuk
Anopheles sekitar 0,5 sampai 3 km (Gandahusada dkk, 1998).

2.1.4 Anopheles sp.


Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Menurut Borror, dkk (1992)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classiss : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sub familia : Anophelini
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles sp.
Nyamuk Anopheles sp. merupakan vektor dari penyakit Malaria.
Nyamuk ini banyak ditemukan pada rawa yang bagian tepinya
ditumbuhi bakau, kobakan, parit, sumur, waduk, muara, bekas
pelepah kelapa dan parit. Habitat ini umumnya diteduhi oleh
tanaman peneduh yaitu pohon kelapa, waru dan nipah (Shinta dkk,
2012).
Telur nyamuk Anopheles sp. berbentuk bundar lonjong dan
runcing di kedua ujungnya. Pada bagian bawahnya berbentuk
konveks dan bagian atasnya konkaf serta memiliki sepasang
pelampung yang terletak di tengah lateral. Larva nyamuk Anopheles
sp. akan mengapung sejajar dengan permukaan air tidak ada siphon,

9
memiliki spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada
bagian tengah bagiang dorsal abdomen dan bulu plasma pada bagian
lateral abdomen. Nyamuk jantan memiliki ujung palpus yang
membesar. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi seperti sisik yang
bergerombol membentuk gradasi hitam dan putih. Nyamuk betina
memiliki venesi sayap kosta dan subkosta. Nyamuk ini
membutuhkan waktu dua sampai lima minggu untuk melakukan
sekali siklus hidupnya (Prianto dkk, 2006).
Nyamuk Anopheles sp. memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
dibandingkan dengan jenis nyamuk lainnya. Nyamuk ini memiliki
urat sayap yang bersisik, proboscis panjang, tubuh ditutupi oleh
sisik, sisik pada pinggir sayap berubah menjadi jumbai, dan sayap
terdiri dari enam urat sayap yaitu urat sayap dua, empat dan lima
bercabang (Achmadi, 2012).

2.1.5 Armigeres sp.


Klasifikasi nyamuk Armigeres sp. menurut Astuti & Marina
(2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Armigeres
Spesies : Armigeres sp.
Nyamuk Armigeres sp. banyak ditemukan pada tempat
penampungan air alami yang di dalamnya terdapat air kotor atau
dengan kandungan bahan organik yang tinggi, seperti balok
berlubang, lubang batu, lubang pohon, lubang tunggul, bambu, kapak
pandan, sagu dan tunggangan pisang, kulit buah dan sekam, daun
tumbang, dan pot bunga. Larva nyamuk bersifat karnivora. Nyamuk
Armigeres sp. aktif di siang hari dan sering ditemukan di hutan dan
di perkebunan (Kirti & Kaur, 2015).
Nyamuk Armigeres sp. mempunyai peranan sebagai vektor
penyakit menular yaitu Filariasis dan Japanese Encephalitis (JE).
Salah satu spesies yang sudah menjadi vektor adalah Armigeres
subalbatus yang dapat menularkan cacing Wuchereria bancrofti ke
manusia. Selain itu, spesies ini juga membawa mikrofilaria Brugia

10
malayi ke manusia sehingga menyebabkan Filariasis. Di Asia,
termasuk Indonesia juga telah dilakukan isolasi JEV dari Anopheles
kochi dan Anopheles subalbatus. Nyamuk ini juga mampu membawa
oocyt dan sporozoit Plasmodium gallinaceum dan menularkan
infeksinya terhadap ayam. Armigeres flavus mempunyai perilaku
oviposisi yang khas, nyamuk ini menahan telurnya dengan
menggunakan tungkai kaki belakang (Astuti & Marina, 2009).

2.2 Siklus Hidup Nyamuk


Nyamuk merupakan serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna (Holometabola) yang terdiri dari fase telur, fase larva, fase
pupa dan fase nyamuk dewasa. Nyamuk membutuhkan waktu
sembilan sampai sepuluh hari untuk metamorfosis dari telur menjadi
nyamuk. Telur nyamuk menetas menjadi larva membutuhkan waktu
satu sampai dua hari dengan suhu udara 20-40 ºC. Perkembangan
larva menjadi pupa membutuhkan waktu empat sampai sembilan hari
dengan kisaran suhu udara, tempat, keadaan air dan ketersediaan
makanan yang sesuai. Fase pupa menjadi nyamuk berlangsung
selama dua sampai tiga hari. Fase pupa merupakan fase tidak aktif,
sehingga tidak memerlukan makanan untuk selanjutnya menjadi
nyamuk dewasa. Keseluruhan nyamuk memerlukan waktu tujuh
sampai 14 hari untuk sekali siklus hidup. Gambaran siklus hidup
nyamuk dapat dilihat pada Gambar 2 (Soegijanto, 2006).
1. Telur
Telur nyamuk umunya memiliki ukuran sekitar 0,5-2 mm dengan
bagian luar dari telur nyamuk (exochorion) terdapat garis-garis yang
membentuk kain kasa. Umumnya nyamuk betina dapat menghasilkan
telur hingga 100 butir setelah cukup menghisap darah manusia. Telur
nyamuk dapat bertahan sampai enam bulan pada kondisi tempat yang
kering. Telur-telur tersebut dapat menetas menjadi larva sekitar satu
sampai dua hari setelah telur tersebut terendam air (Sutanto, dkk,
2008).
Telur Culex sp. akan berkumpul menjadi satu koloni dan
mengapung di permukaan air, sedangkan pada telur nyamuk Aedes
sp. merekat pada dinding kontainer atau tempat penampungan air.
Kemampuan merekatnya telur nyamuk terhadap dinding tersebut
seperti lem. Telur nyamuk Aedes sp. memiliki exochorion berbentuk

1
(Hopp & Foley, 2001)
Gambar 2. Siklus hidup nyamuk Aedes sp.

(Sivanathan, 2006)
Gambar 3. Perbedaan larva nyamuk Culex sp., Aedes sp., dan
Anopheles sp.

12
garis-garis seperti sarang lebah (Soekirno dkk, 2006). Telur nyamuk
Mansonia sp. terletak berdekatan seperti rakit dengan bentuk telur
yang lancip seperti duri. Telur akan menetas setelah 2 sampai 4 hari
yang kemudian menjadi larva (Gandahusada dkk, 1998). Pada telur
Anopheles sp. memiliki bentuk yang bundar lonjong dengan runcing
di kedua ujungnya, sedangkan pada bagian bawahnya berbentuk
konveks dan bagian atasnya konkaf serta memiliki sepasang
pelampung yang terletak di tengah lateral (Prianto dkk, 2006).
2. Larva
Larva nyamuk mengalami empat instar, dimana setiap instar akan
mengalami pergantian kulit yang berlangsung setiap dua hari.
Keempat instar tersebut yaitu larva instar I berukuran sangat kecil
sekitar 1-2 mm, larva instar II berukuran 2,5-3,5 mm, larva instar III
berukuran 4-5 mm, dan larva instar IV berwarna gelap yang sudah
siap menjadi pupa (Sutanto dkk., 2008). Setiap spesies memiliki ciri
yang berbeda. Ciri umum yang dapat membedakan adalah bentuk
siphon larva. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
3. Pupa
Larva nyamuk akan berubah bentuk menjadi bentuk menyerupai
tanda baca koma (,). Pada fase ini dikenal sebagai fase puasa dimana
nyamuk tidak membutuhkan makanan lagi, namun masih
membutuhkan oksigen untuk bernafas, sehingga masih terdapat
siphon yang berada pada bagian thoraknya. Pupa akan berenang naik
turun dari bagian dasar ke permukaan air untuk memperoleh oksigen
dengan bantuan alat pernapasannya yang disebut trumpets (American
Mousquito Control Assosiation, 2014 dan Sembel, 2009). Perbedaan
jantan dan betina juga belum dapat dilihat dari fase ini. Fase ini akan
berakhir dan menetas menjadi nyamuk dewasa setelah satu sampai
dua hari. Secara umum, nyamuk jantan akan menetas terlebih dahulu
dibandingkan dengan nyamuk betina (Natadisastra & Agoes, 2009).
4. Nyamuk Dewasa (Imago)
Fase nyamuk dewasa muncul ke permukaan air dalam waktu yang
singkat untuk beradaptasi dan memastikan tubuhnya dalam keadaan
yang kering dan semua bagian tubuhnya akan mengeras. Sayapnya
harus menyebar dan benar-benar kering sebelum bisa terbang
(American Mousquito Control Assosiation, 2014).

1
Tabel 1. Perbedaan jenis larva nyamuk Culex sp., Aedes sp.,
Mansonia sp., Anopheles sp., dan Armigeres sp. (Suwito,
2008)

Aedes Anopheles Culex Mansonia Armigeres


Berenang Bebas di Bebas di air Bebas di Bebas di Bebas di
air air air air
Bentuk Besar dan Tidak Langsing Berujung Sangat
Siphon pendek mempunyai dan kecil lancip, pendek,
serta siphon tanpa bergigi dan tanpa
terdapat pectern berpigmen pectern
pectern teeth gelap teeth
teeth pada
siphon
Pada Membentu Sejajar Membentu - -
waktu k sudut 45 permukaan k sudut
istirahat º pada air dengan
bidang permukaan
permukaan air
air
Habitat Drum, Genangan Genangan Tumbuhan Tempat
tempayan, air di rawa, air kotor air dekat penampu-
kaleng sawah, seperti air dengan ngan air
bekas, ladang, dan comberan, rawa-rawa alami
pelepah lain-lain got, parit, seperti
pohon, dan dan lain- tanah liat
lain-lain lain

Nyamuk akan kawin dan mencari makan selama 24-36 jam.


Nyamuk betina membutuhkan darah sebagai sumber protein untuk
ppematangan telur, sedangkan nyamuk jantan akan mencari makanan
berupa nektar bunga atau tumbuhan sebagai sumber energi yang
diperlukan oleh nyamuk tersebut. Nyamuk membutuhkan waktu
sekitar tujuh sampai 14 hari untuk berkembang dari telur menjadi
nyamuk dewasa (Natadisastra & Agoes, 2009). Kondisi istirahat
pada nyamuk Culex sp. dan Aedes sp. akan hinggap dalam keadaan
yang sejajar dengan permukaan, sedangkan nyamuk Anopheles sp.

14
akan hinggap dan membentuk sudut dengan permukaan (Sembel,
2009).

2.3 Perilaku dan Habitat Nyamuk


Nyamuk betina membutuhkan darah untuk sumber protein pada
saat proses pematangan telurn. Hal tersebut yang menyebabkan
nyamuk memiliki kemampuan sebagai vektor penyakit (Supartha,
2008). Nyamuk jantan akan menghisap nektar sebagai sumber
glukosa dalam proses pembentukan energi (Natadisastra & Agoes,
2009). Nyamuk umumnya ditemukan pada tempat gelap yang
terlindung dari sinar matahari, dan di air jernih yang tenang. Nyamuk
memiliki tempat perindukan di dalam rumah maupun di luar rumah.
Di dalam rumah, nyamuk dapat meletakkan telur di bak mandi,
tempayan, gentong air, ember, dan lain-lain. Apabila di luar rumah,
nyamuk dapat meletakkan telur di pot tanaman hias, kaleng bekas,
tempurung kelapa, dan lain-lain. Perkembangbiakan dari telur
menuju larva berlangsung selama dua hari setelah terendam air
(Siregar, 2004 & Soegijanto, 2006).
Beberapa nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD antara lain
Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Penyakit kaki gajah (Filariasis)
ditularkan melalui nyamuk Aedes sp., Anopheles sp., Culex sp., dan
Mansonia sp. Penyakit Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Ae.
aegypti, Ae. albopictus, Cx. fatigans dan Mansonia sp. Nyamuk Ae.
aegypti banyak ditemukan di rumah dan di bangunan. Tempat
perindukan nyamuk Ae. aegypti terdapat di dalam rumah (Cahyati &
Suharyo, 2006).

2.4 Penyakit yang Disebabkan oleh Vektor Nyamuk


Berdasarkan perilaku nyamuk yang menghisap darah, berikut ini
merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektor:
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus dengue masuk dalam Famili Flaviviridae
Genus Flavivirus. Virus ini terdiri dari empat serotip, antara lain
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat serotip tersbut
memiliki sifat antigen yang saling berkaitan dan persebarannya
sudah ditemukan di Indonesia. DEN-3 diketahui merupakan salah
satu serotip yang paling banyak ditemukan dalam kasus DBD di

1
berbagai daerah yang tersebar di Indonesia sampai menjadi kejadian
luar biasa (KLB). Serotip ini paling dominan dan berhubungan
dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis
berat dan penyebab penderita banyak yang meninggal (Soegijanto,
2004). Persebaran virus ini melalui gigitan nyamuk betina dari
spesies Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Kedua spesies nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia dengan kondisi tropis
maupun subtropis maksimal di ketinggian 1000 meter di atas
permukaan air laut (Kristina dkk, 2004), tapi di India ditemukan
nyamuk dengan ketinggian 2121 meter, bahkan di Kolombia juga
ditemukan nyamuk pada ketinggian 2200 meter (Chandra, 2010).
Penyakit DBD umumnya dijumpai pada anak berumur di bawah
15 tahun, namun tidak sedikit pula menyerang orang dewasa disertai
dengan manifestasi perdarahan, menimbulkan syok yang dapat
menyebabkan kematian (Zulkoni, 2011). Penyakit ini paling banyak
ditemukan pada musim penghujan dan kemarau. Sejak ditemukan
pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD
dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai
seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali
menimbulkan KLB di beberapa daerah yang memiliki potensi tinggi
terjadinya penyakit DBD (KEMENKES RI, 2011).
2. Malaria
Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang
menular kembali secara massal. Vektor penyakit malaria adalah
nyamuk (mosquito borne diseases). Penyakit infeksi ini banyak
dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala seperti demam
dengan fluktuasi suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran
limpa dan adanya pigmen dalam jaringan. Malaria diinfeksikan oleh
parasit bersel satu dari kelas Sporozoa, Genus Plasmodium.
Penyebabnya oleh satu atau lebih dari empat Plasmodium yang
menginfeksi manusia: P. falciparum, P. malariae, P. vivax, dan P.
ovale. P. falciparum ditemukan terutama di daerah tropis dengan
resiko kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar imunitas
rendah (Arsin, 2012).
3. Chikungunya
Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya. Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang
ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji
hemaglutinasi inhibisi dan uji komplemen fiksasi, virus ini termasuk
16
Genus Alphavirus (“Group A” Arthropod-borne viruses) dan Famili
Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B”
arthrophodborne viruses (flavivirus) (Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).
4. Kaki gajah (Filariasis)
Filariasis adalah penyakit rnenular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,
Culex, dan Armigeres. Filariasis disebabkan oleh cacing Filaria
yaitu Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Di daerah Asia,
penyakit Filariasis kebanyakan disebabkan oleh cacing Brugia
malayi dan Brugia timori (Becker dkk, 2010). Cacing Filaria ini
hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik
akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran
kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin
(Natadisastra & Agoes, 2009). Pada daerah tropis dan subtropis di
lingkungan pemukiman dan perkotaan, nyamuk Cx. quinquefasciatus
dan Cx. fatigans merupakan vektor utama dari penyakit Filariasis.
Sedangkan di beberapa Kepulauan Pasifik Selatan penyakit
Filariasis disebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti yang
ditularkan oleh nyamuk Ae. polynesiensis (Becker dkk, 2010).
5. Radang Otak (Encephalitis)
Encephalitis adalah penyakit peradangan pada otak yang
menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh infeksi virus
Japenese encephalitis. Japanese encephalitis adalah infeksi
neurologik yang berkaitan erat dengan St. Louis encephalitis dan
West Nile encephalitis. Virus JE menyebar terutama di daerah
pedesaan (rural) di Asia. Virus tersebut disebarkan oleh nyamuk
Culicine. Nyamuk yang paling sering ditemukan sebagai vektor
adalah Cx. tritaeniorhynchus yang dapat menularkan virus JE baik ke
manusia maupun ke hewan peliharaan lainnya (Halstead & Jacobson,
2003). Penyebaran penyakit ini tergantung musim, terutama pada
musim hujan saat populasi nyamuk Culex meningkat, kecuali di
Malaysia, Singapura, dan Indonesia (sporadik terutama di daerah
pertanian) (Endy & Nisalak, 2002).

1
2.5 Persepsi Masyarakat Terhadap DBD
Persepsi adalah proses seseorang mendapatkan informasi dari
lingkungan sekitar. Persepsi membutuhkan kontak langsung dengan
objek yang terkait dan juga proses kognisi dan afeksi untuk
mendapatkannya. Persepsi dapat membantu individu untuk
menggambarkan dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh individu
lain. Penafsiran persepsi melibatkan sensasi, atensi, ekspetasi,
motivasi dan memori (Robbins, 2001).
Robbins (2001) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu:
1. Pelaku persepsi
Perilaku persepsi terjadi saat seseorang melihat suatu objek
dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya. Penafsiran
tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari
pelaku persepsi.
2. Target atau objek
Karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi
hasil persepsi. Target tidak diamati dalam keadaan terisolasi,
hubungan target dengan latar belakangnya mempengaruhi
persepsi seperti kecenderungan untuk mengelompokan benda-
benda yang berdekatan atau yang mirip.
3. Situasi
Situasi lingkungan sekitar sangat mempengaruhi persepsi
kita terhadap objek atau target yang diamati.

Persepsi masyarakat merupakan tanggapan seseorang terhadap


kumpulan orang yang mendiami suatu tempat dalam kurun waktu
yang lama. Persepsi masyarakat tersebut didapatkan dari kontak
langsung dengan masyarakat. Pengukuran persepsi masyarakat
hampir sama dengan pengukuran sikap. Secara ilmiah sikap dan
persepsi dapat diukur dengan angka. Menurut Fikriyah (2016),
terdapat dua metode yang dapat mengukur sikap dan persepsi, yaitu :
1. Self Report
Metode yang menjadikan jawaban seseorang menjadi
indikator sikap seseorang tersebut. Seluruh pertanyaan yang
diajukan harus terjawab, jika seseorang tidak menjawab
pertanyaan yang diajukan, maka tidak dapat diketahui pendapat
atau sikapnya.

18
2. Involuntary Behaviour
Metode ini dilakukan jika memang diinginkan atau dapat
dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi
pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden.

Penelitian ini menggunakan metode Self report, dimana peneliti


berinteraksi langsung dengan responden dengan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan tentang DBD. Pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti harus terjawab semua oleh responden,
karena apabila responden tidak memberikan jawaban, maka peneliti
tdak akan mengetahui bagaimana pendapat maupun sikap dari
responden yang bersangkutan.

2.6 Kasus DBD di Kelurahan Bareng Tenes


Kasus DBD di Kelurahan Bareng Tenes mengalami fluktuasi dari
tahun 2010 sampai 2015. Kota Malang merupakan salah satu daerah
endemik DBD di Jawa Timur. Pada tahun 2010 diketahui jumlah
kasus DBD mencapai 879 penderita. Pada tahun 2011 diketahui
jumlah kasus DBD menurun menjadi 163 penderitaa. Pada tahun
2012 kasus DBD menurun lagi menjadi 136 penderita. Peningkatan
kasus DBD terjadi pada tahun 2013 dengan 409 penderita. Pada
tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 160 penderita. Pada tahun
2015 terjadi peningkatan kasus DBD dari sebelumnya dengan 298
penderita. Pada bulan Agustus 2016 penderita DBD sudah mencapai
442. Gambaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 (Dinas
Kesehatan Kota Malang, 2016).
Kelurahan Bareng Tenes merupakan salah satu kelurahan dengan
jumlah penderita DBD yang tinggi untuk setiap tahunnya. Pada tahun
2010 terdapat 83 penderita DBD yang tercatat di Puskesmas
Kelurahan Bareng Tenes. Jumlah penderita DBD di Kelurahan
Bareng Tenes terus mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun
2011 jumlah kasus DBD sebanyak 10 penderita. Peningkatan jumlah
kasus DBD pada tahun 2012 menjadi 18 penderita dan peningkatan
kembali pada tahun 2013 menjadi 34 penderita. Pada tahun 2014
kasus DBD di puskesmas Kelurahan Bareng menurun menjadi 10
penderita. Pada tahun 2015 mengalami peningkatan jumlah kasus
DBD dengan total 23 penderita. Pada bulan Agustus 2016 sudah
terdapat 35 penderita yang tercatat oleh Dinas Kesehatan Kota
Malang. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan

1
jumlah penderita di Kelurahan lain. gambaran tersebut dapat dilihat
pada Gambar 5 (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2016).

(Dinas Kesehatan Kota Malang, 2016)


Gambar 4. Jumlah kasus DBD di Kota Malang

(Dinas Kesehatan Kota Malang, 2016)


Gambar 5. Jumlah kasus DBD di Kelurahan Bareng TenesRW 02
Malang
20

Anda mungkin juga menyukai