Anda di halaman 1dari 23

PERSEBARAN JENTIK NYAMUK DI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Parasitologi
yang dibina oleh Ibu Dr. Endang Suarsini, M.Ked dan Ibu Sofia Ery Rahayu, S.Pd, M.Si

Oleh:
Kelompok 3 (GK-HK)
Arifa Fikriya Zaharol Muna 130342615339
Maulidiana Finansa Yusuf 130342615303
Yuniar Indra Pramana 110342406475

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2015
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu
Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia
kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat
merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga
sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas. Adapun dari
penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum
diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu
phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan
penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus sebagai
pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan umah (hospes), pinjal Xenopsylla
cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai
vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi
sebagai vektor dan binatang pengganggu.
Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.
Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang.
Antar spesies berbeda-beda tetapi jarang sekali panjangnya melebihi 15 mm. (Levine,
1994)
Nyamuk mengalami empat tahap dalam siklus hidup yaitu telur, larva, pupa
dan dewasa. Nyamuk menghisap darah bukan untuk mendapatkan makanan
melainkan untuk mendapatkan protein yang terdapat dalam darah sebagai nutrisi
telurnya. Nyamuk jantan dan betina hanya memakan cairan nektar bunga, sedangkan
nyamuk menghisap darah demi kelangsungan spesiesnya. Pada nyamuk betina, bagian
mulutnya membentuk probosis panjang untuk menembus kulit manusia maupun
binatang untuk menghisap darah. Nyamuk betina menghisap darah untuk
mendapatkan protein untuk pembentukan telur yang diperlukan (Spielman. 2001).
Fase perkembangan nyamuk dari telur hingga dewasa sangat menakjubkan.
Telur nyamuk biasanya diletakan di atas daun lembab atau kolam kering selama
musim panas atau musim gugur. Sebelumnya si induk memeriksa permukaan tanah
secara menyeluruh dengan reseptor halus di bawah perutnya reseptor ini berfungsi
sebagai sensor suhu dan kelembaban. Setelah menemukan tempat yang cocok nyamuk
mulai bertelur. Telur-telur tersebut panjangnya kurang dari 1mm,tersusun dalam satu
baris secara berkelompok atau satu-satu. Beberapa spesies nyamuk meletakan
telurnya saling bergabung membentuk suatu rakit yang bisa terdiri dari 300 telur
(Spielman. 2001). Waktu yang diperlukan nyamuk untuk pertumbuhan dari telur
sampai menjadi dewasa lebih pendek (1-2 minggu) tempat perindukan nyamuk dapat
di air jernih dan air keruh. Ada beberapa ntyamuk yang mempunyai kebiasaan
menggigit pada malam hari saja (culex) ada yang pada siang hari (Aedes) dan ada
yang pada siang dan malam hari (Mansonia). Umur nyamuk dapat bertahan selama
lebih dari dua minggu (Gandahusada,2001)
Universitas Negeri Malang memiliki luas area 453.860 m2 dan
memiliki delapan fakultas. Tidak dapat dipungkiri meskipun dalam area pendidikan
sekalipun, lingkungan universitas dapat menjadi sarang vektor penyakit seperti
nyamuk dapat ada di dalam area universitas. Maka dari itu dilaksanakan perhitungan
indeks larva nyamuk di area Universitas Negeri Malang.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah indeks larva nyamuk di area Universitas Negeri Malang?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui indeks larva nyamuk di area Universitas Negeri Malang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Klasifikasi nyamuk
Jumlah jenis nyamuk yang pernah dilaporkan dari Indonesia lebih dari 457 jenis nyamuk
dari 18 marga. Jenis-jenis tersebut terutama didominasi oleh marga dari Aedes, Anopheles an
Culex yang mencapai 287 jenis (Suwito,2009).

Marga Aedes
1. Ae. (Stegomyia) albopictus (Skuse), 1894
Jenis albopictus termasuk dalam group scutellaris (subgroup albopictus), merupakan
salah satu jenis yang paling umum dijumpai di Asia Tenggara. Nyamuk dewasa dibedakan
dari jenis lain karena memiliki ciri garis putih memanjang di tengah skutum dan bercabang di
daerah preskutelar; bagian samping skutum sebelum pangkal sayap terdapat sekelompok sisik
putih yang tebal. Larva terutama dapat dijumpai di pohon berlubang, tunggul bambu, tempat
penampungan air buatan mirip dengan Ae. aegypti. Nyamuk betina menyerang manusia pada
siang hari.
Penyebaran:
Filipina, Kep. Ryukyu, Hongkong, Cina, Viet Nam, Kamboja, Thailand, Burma,
Malaysia, India, Ceylon, Singapura, Nepal, Jepang, Kep. Hawai, Madagaskar, Indonesia
(Sumatera, Kalimantan, Kep. Sunda Kecil (Bali, NTT, NTB), Sulawesi, Maluku & Irian).
2. Ae. (Stegomyia) annandalei (Theobald), 1910
Ae. ananndalei termasuk dalam group w-albus dan subgroup ananndalei. Jenis ini
dibedakan dari jenis lain karena memiliki tanda bercak putih sampai pertengahan skutum dan
cuping tengah skutelum bersisik hitam yang lebar, sedangkan dua cuping disampingnya
bersisik putih.Larva terutama ditemukan di tanggul bambu. Nyamuk betina menyerang
manusia pada siang hari di hutan sekunder
Penyebaran:
Vietnam, Thailand, Burma, India, Taiwan, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kep. Sunda Kecil
(Bali, NTT, NTB), Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya).

Marga Culex
Nyamuk Culex biasanya memilih genangan air tanah sebagai tempat perindukannya,
seperti pada pohon berlubang, ruas dan tunggul bambu dan tempat-tempat penampungan air
lainnya. Bentuk larva ada yang bersifat predator bagi larva jenis lain (anak marga Lutzia)
atau arthropoda kecil yang hidup dalam habitat yang sama. Perilaku makan nyamuk dewasa
sangat bervariasi, Anak marga Culex biasanya sebagai penghisap darah mamalia dan
burung, sedangkan Lophoceraomyia dan Lutzia umumnya sebagai penghisap darah unggas,
dan Neoculex terutama sebagai penghisap darah reptilia dan ampibi.
1. Cx.(Culex) gelidus Theobald, 1901
Marga Culex dikenal dengan adanya sekelompok sisik pada pleuron dan di tengah
probosis terdapat cincin sisik putih. Dua per tiga skutum bagian depan nyamuk betina
ditutupi sisik putih yang rapat dan pada skutelum tidak ada sisik perak. Sepintas nyamuk ini
mirip dengan Cx. whitmori, perbedaannya terletak pada sisik putih pada skutum tidak
mencapai ke bagian posterior preskutelum dan skutelum. Nyamuk betina dikoleksi pada
siang hari waktu menyerang manusia di Muara Mainakum dan juga diperoleh dari perangkap
cahaya di Gn. Pakinya. Menurut Bram (1967) stadium larva gelidus dapat dijumpai di
berbagai habitat genangan air tanah, baik yang bersifat sementara maupun semi-permanen,
seperti kolam, genangan. Nyamuk betina hanya akan menyerang manusia bila tidak terdapat
inang utamanya.
Penyebaran :
Thailand, India, Ceylon,Nepal, Malaya, Singapura, Filipina,Burma, Pakistan, New
Guinea, Cina,Jepang, Taiwan(?), Indonesia(Sumatera, Jawa, Kalimantan, Kep.Sunda Kecil
(Bali, NTT, NTB), Maluku,Irian Jaya, Sulawesi).
2. Cx.(Culiciomyia) nigropunctatus Edwards, 1926
Nyamuk Anak marga Culiciomyia mempunyai ciri ruas III palpus jantan bagian
ventrolateral dilengkapi dengan sisik lanelat. Jenis ini dibedakan dari jenis lainnya karena
baik jantan maupun betina pada bagian intyegumen mesepimeron bagian atas terdapat bercak
hitam. Bagian ventral tengah probosis jantan terdapat seta. Bentuk dewasa diperoleh dengan
perangkap cahaya di Gn. Pakinya. Daerah pesawahan dan daerah rerumputan yang tergenang
air di sekitar Gn. Pakinya diduga sebagai tempat perindukannya. Tempat lain yang pernah
dilaporkan adalah genangan air, kolam dengan rerumputan di sekitar pinggirannya, rawa,
lubang batu, kolam kecil, genangan, sawah, jejak gajah, dan ruas bambu (Bram 1967 dalam
Suwito,2009). Menurut Colless (1959) nyamuk betina diketahui suka menyerang burung,
tetapi dapat pula menyerang kambing sebagai inang sekundernya. Sampai saat ini belum
pernah dilaporkan menyerang manusia.
Penyebaran:
Thailand, India, Ceylon, Malaya, Singapura, Filipina, Kep. Palau, P. Hainan, Ryukyu
Retto, Kep. Caroline, Taiwan, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi).
3. Cx.(Lophoceraomyia) rubithoracics (Leicester), 1908
Nyamuk dari anak marga Lophoceraomyia dibedakan dari anak marga lainnya terutama
berdasarkan bentuk antena nyamuk jantannya, pada flagelomer V-IX (selalu ada pada ruas
VII VIII) bersisik dan mempunyai seta yang berbentuk spesifik. Flagelomer V nyamuk
jantan rubithoracis terdapat sejumlah sisik sempit dan runcing pada bagian ujungnya. Jenis
ini dikatagorikan sebagai nyamuk hutan (Macdonald & Traub 1960). Bentuk dewasa
ditangkap di Gn. Pakinya-Dususn Pusian dengan perangkap cahaya. Bram (1967)
melaporkan nyamuk dewasa jenis ini banyak dikoleksi dengan light trap di Bangkok. Tempat
perindukannya kemungkinan di pesawahan sekitar Gn. Pakinya. Bentuk dewasa biasanya
menyerang mamalia dan burung (Colless 1965 dalam Suwito,2009).
Penyebaran:
Thailand, Singapura, India, Malaya, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia: Kalimantan,
Sumatera, Jawa, Sulawesi.

Marga Anopheles
1. An.(Anopheles) albotaeniatus (Theobald), 1903
Nyamuk ini termasuk ke dalam speciesgroup albotaeniatus yang beranggotakan enam
jenis dan semuanya terdapat di Asia Tenggara (Harrison & Scanlon 1975). Tempat
perindukan jenis ini terutama di hutan primer, hutan rawa, dan betinanya jarang menyerang
manusia. Penyebaran: Peninsular Malaysia, Indonesia: Sumatera, Jawa, Borneo, Sulawesi.
2. An. (Anopheles) barbumbrosus Strickland & Chowdhury, 1927
Nyamuk ini termasuk salah satu nyamuk hutan dan diduga air bersih yang sejuk
merupakan tempat yang cocok untuk tempat perindukannya (Harrison & Scanlon 1975).
Penyebaran:
Thailand, Malaysia, Kamboja, Srilangka, Taiwan, India, Nepal, Vietnam Selatan,
Indonesia(Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku).
3. An.(Cellia) kochi Doenitz, 1901
Larva kemungkinan mengambil tempat perindukan di sawah atau genangan air tanah
yang berlumpur, terlindung atau terbuka dengan atau tanpa rerumputan. Tempat istirahat
nyamuk dewasa umumnya di tanaman sekitar pemukiman, tetapi pernah dijumpai di dalam
rumah. Nyamuk betinan lebih bersifat zoofilik.
Penyebaran:
Filipina, Assam, Burma, Siam, Indo-China, South China, Malaya, Indonesia (Borneo,
Sumatera, Sulawesi dan Maluku).
4. An.(Cellia) tesselatus Theobald, 1901
Tempat perindukan nyamuk ini dapat dijumpaidi berbagai tipe habitat, dari air tawar
sampai payau. Nyamuk dewasa kadang-kadang masuk ke dalam rumah untuk menyerang
manusia, namun sebenarnya jenis ini lebih tertarik kepada hewan ternak.
Penyebaran:
Filipina, Ceylon, Andaman, Maldives, Burma, Thailand, Indo-china, China Selatan,
Hongkong, Taiwan, Malaya, Viet Nam, New Guinea, Indonesia (Borneo, Sumatera, Sulawesi,
Maluku).

Marga Mansonia
Larva dari maraga Mansonia sangat mudah dikenali karena memiliki sifon khusus
yang telah teradaptasi untuk menusuk akar tanaman air untuk memperoleh oksigen. Oleh
sebab itu syarat mutlak untuk tempat peridukan nyamuk ini adalah sistem perairan yang
banyak ditumbuhi tanaman air (rumput, kiambang, eceng gondok dan sebagainya) seperti
saluran irigasi, sungai, danau, rawa, kolam atau lahan persawahan. Bentuk dewasa jenis
Mansonia diperoleh di Mainakum dan Gn. Pakinya dan secara morfologi berbeda jenisnya.
Penyebaran:
Terutama daerah Oriental, Australia dan Afrika, Indonesia (Sumatera, Kalimantan,
Jawa, Sulawesi, Irian Jaya, Maluku).

Marga Tripteroides
Pada umumnya nyamuk dewasa jarang menghisap darah manusia atau hewan dan
hanya dijumpai di lingkungan hutan, terutama dari jenis kompleks Tr. aranoides (MacDonald
& Traubi 1960 dalam Suwito,2009). Tempat peridukan utamanya adalah bambu (berlubang,
bercelah atau pecah), tetapi dapat pula memanfaatkan lubang pohon, batang tumbang, ketiak
daun, kantung semar, genangan air tanah atau tempat penampungan air seperti batok kelapa
(Mattingly,1981 dalam Suwito,2009). Larva diperoleh dari pohon berlubang dan genangan
air pada ceruk batu di sungai Mauk-Molotong.
Penyebaran:
Asia Tenggara, Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, TT,NTB, Sulawesi,
Irian Jaya, Maluku).
Marga Toxorhynchites
Larva Toxorhynchites umumnya merupakan predator bagi larva nyamuk lainnya
dengan ukuran jauh lebih besar dari nyamuk biasa. Pada satu tempat perindukan biasanya
induk nyamuk hanya meletakkan satu telur, sehingga akan menjamin kelangsungan hidup
larvanya. Nyamuk jantan dan betina tidak menghisap darah, melainkan cairan tumbuhan atau
nectar. Status vektor: Belum diketahui, kemungkinan bukan vektor suatu penyakit.
Penyebaran:
Asia Tenggara, Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, NTT,NTB, Sulawesi,
Irian Jaya, Maluku).

Marga Uranotaenia
Larva diperoleh dari ruas bamboo, pohon berlubang di S. Mauk-Molotong. Nyamuk
dewasa tidak menghisap darah manusia (Delfinado, 1966).
Penyebaran:
Daerah tropis, Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, NTT, NTB, Sulawesi, Irian
Jaya, Maluku)(Suwito,2009).

B. Peran nyamuk dalam kehidupan Manusia


Jumlah jenis nyamuk yang pernah dilaporkan dari Indonesia lebih dari 457 jenis nyamuk
dari 18 marga. Jenis-jenis tersebut terutama didominasi oleh marga dari Aedes, Anopheles an
Culex yang mencapai 287 jenis. Ketiga marga tersebut lebih mendapat perhatian karena
umumnya bersifat zoofilik atau anthrofilik, yang akhirnya dapat berpotensi sebagai vektor
penyakit. Berbagai jenis virus, plasmodia atau filaria pernah dilaporkan ditularkan oleh jenis-
jenis dari ketiga marga tersebut. Tetapi bukan berarti jenis lain menjadi tidak penting,
misalnya jenis- jenis yang bersifat fitofilik (menghisap cairan tumbuhan).
Jenis nyamuk fitofilik jarang dijumpai karena tidak menyerang manusia, sehingga untuk
mengkoleksinya perlu dipelihara dari bentuk larvanya. Edward (dalam Barraud, 1934)
menganjurkan untuk memeriksa genangan air pada tempat-tempat spesifik, seperti ketiak
(axil) daun, ruas bambu atau kantung semar, karena tempat-tempat ini biasanya diperoleh
jenis-jenis yang jarang dijumpai atau belum teridentifikasi. Oleh sebab itu, kemungkinan
mendapatkan jenis baru atau catatan baru (new record) untuk jenis tertentu cukup terbuka
(Suwito,2009) .

Marga Aedes
Ae. (Stegomyia) albopictus (Skuse), 1894
Jenis ini sangat penting dalam menularkan virus demam berdarah, virus Japanese
encephalitis, Plasmodium spp., Dirofilaria spp., Wucheria bancrofti (Basio 1971; Huang
1972).

Marga Culex
Beberapa jenis Culex diketahui sebagai penular sejumlah organisme patogen di Asia
Tenggara, tetapi kemungkinan ini hanyalah infeksi insiden saja. Dua jenis dari Anak marga
Culex, yaitu Cx. gellidus dan Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor penting bagi
penyakit Japanese encephalitis di Asia Tenggara dan Cx. pipiens quinquefasciatus sebagai
vektor penting untuk penularan penyakit urban filariasis yang ditimbulkan oleh Wuchereria
bancrofti.

Cx.(Culex) gelidus Theobald, 1901


Virus Japanese B encephalitis pernah diisolasi dari nyamuk betina di Malaya.
Berpotensi sebagai vektor penyakit.

Marga Anopheles
1. An.(Anopheles) albotaeniatus (Theobald), 1903
Speces-group albotaeniatus diketahui bukan sebagai vektor penyakit malaria. Laporan
Iyengar (1953) tentang perannya sebagai vektor cacing Brugia malayi masih perlu
dibuktikan lebih lanjut.
2. An. (Anopheles) barbumbrosus Strickland & Chowdhury, 1927
Betina dewasa menyerang manusia pada tempat dengan ketinggian 760-1.370 m dari
permukaan laut. Belum ada informasi yang menyatakan bahwa jenis tersebut terlibat dalam
penularan suatu penyakit bagi manusia. Namun, hasil penelitian Harinasuta et al. (1970
dalam Harrison & Scanlon 1975) melaporkan bahwa satu dari sembilan nyamuk betina
terinfeksi oleh larva Dirofilaria, sehingga keberadaannya perlu kita waspadai.
3. An.(Cellia) kochi Doenitz, 1901
Belum diketahui sebgai vektor malaria, walaupun secara eksperimen jenis ini mudah
diinfeksi dengan plasmodia. Kemungkinan di alam jenis ini terinfeksi oleh plasmodia yang
menyerang hewan, sehingga diduga bukan vektor penyakit bagi manusia atau hewan (Basio
1971).
4. An.(Cellia) tesselatus Theobald, 1901
Belum diketahui sebagai vektor suatu penyakit, walaupun di Maldives dianggap sebagai
vektor sekunder Wucheria bancrofti dan dilaporkan berperan sebagai vektor penyakit
malaria di Thailand dan Viet Nam.

Marga Mansonia
Beberapa jenis seperti Mansonia uniformis, Ma. dives, Ma. annulifera, Ma. indiana,
Ma.bonneae, dan Ma. annulata dapat berperan sebagai vector penyakit filariasis (Wuchereria
bancrofti dan Brugya malayi) atau virus ensefalitis (Suwito,2009).

C. Faktor keberadaan jentik


Keberadaan jentik di suatu wilayah diketahui dengan indikator ABJ. ABJ merupakan
persentase rumah atau tempat-tempat umum yang tidak ditemukan jentik (Depkes RI, 1992a).
Masih rendahnya ABJ di Desa Ketitang sebesar 78% dari indikator nasional yaitu sebesar
95% merupakan hal yang sangat perlu diwaspadai,
hal ini dikarenakan rendahnya ABJ memungkinkan banyak peluang untuk proses transmisi
virus (Hasyimi et.al, 2005).
ABJ yang rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perilaku penduduk dalam hal
menampung air untuk keperluan sehari-hari tidak hanya pada satu tempat dan jarang
membersihkan bak penampungan air memungkinkan nyamuk Aedes aegypti memiliki
peluang lebih banyak untuk bertelur (Sitorus dan Ambarita, 2004). Menurut Dumai et.al,
(2007) faktor pengetahuan, kebiasaan menggantung pakaian, kondisi TPA dan kebersihan
lingkungan berhubungan dengan kejadian DBD, sedangkanmenurut Hasyimi dan Soekino
(2004) TPA rumah tangga yang paling banyak ditemukan jentik atau pupa Aedes aegypti
adalah TPA rumah tangga yang berasal dari bahan dasar logam. Jenis TPA rumah tangga yang
paling banyak ditemukan jentik atau pupa Aedes aegypti adalah TPA jenis tempayan. Jenis
TPA yang ditemukan positif jentik Aedes aegypti yang berada di dalam atau di luar rumah
ada 3 yaitu drum, bak mandi, dan ember plastik (Sitorus dan Ambarita, 2004).
Survey jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan cara sebagai berikut (Depkes
RI, 1992):
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya
jentik.
b. Untuk memeriksa TPA yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan, drum,
dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak
menemukan jentik, tunggu kira-kira 1 menit unutk memastikan bahwa benar jentik
tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga
atau pot tanaman air atau botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan
ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya
digunakan senter.

Metode Survey Jentik


Metode survey jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005 dalam
Nugroho,2009): 13 adalah sebagai berikut.
a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat
genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b. Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap
tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya(Nugroho,2009).

D. Universitas Negeri Malang


Universitas Negeri Malang, disingkat UM, merupakan perguruan tinggi negeri yang
terletak di Malang dan Blitar, Jawa Timur, Indonesia. Universitas yang didirikan pada
tanggal 18 Oktober1954 ini sebelumnya bernama PTPG Malang, lalu IKIP Malang yang
membuatnya menjadi salah satu IKIP tertua di Indonesia. Rektor UM saat ini dijabat oleh
Prof. Dr. H. Ah. Rofiuddin, M.Pd (um.ac.id).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jumlah indeks jentik-jentik nyamuk di kawasan Universitas
Negeri Malang.
2. Untuk mengetahui jumlah kontainer yang terdapat jentik-jentik nyamuk di
kawasan Universitas Negeri Malang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Universitas Negeri Malang di kota Malang, Propinsi Jawa


Timur. Adapun kawasan yang akan menjadi tempat penelitian dapat dilihat berikut ini:

1. Waktu pelaksanaan : Hari Kamis, tanggal 19 November pukul 13.00 wib

2. Tempat pelaksanaan : Kontainer yang berada di kawasan Fmipa, Sasana Krida,


FIK, LP2M, Pasca Sarjana, Asrama Putri, Sasana Budaya, UKM, Rektorat, FIS,
PTIK, FT, Masjid UM, Perpustakaan UM dan di masing-masing bak mandi di setiap
gedung.

2. Alat dan Bahan


1. Senter
2. Alat tulis
3. Kamera

3. Cara Kerja
1. Memeriksa setiap kontainer yang dijadikan sebagai tempat pengamatan yaitu bak
air kamar mandi, kolam, selokan, dan ember berisi genangan air pada setiap
gedung di kawasan Universitas Negeri Malang.
2. Mengamati setiap kontainer yang berisi genangan air dengan alat bantu senter,
apakah di dalam kontainer tersebut terdapat jentik nyamuk.
3. Hitung dan catat hasil pengamatan jumlah jentik nyamuk yang ada di dalam
kontainer.
4. Setelah semua kontainer sudah diamati dan dicatat, lakukan perhitungan Container
Index (CI) untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk yang ada di kontainer bak
air kamar mandi kolam, selokan, dan ember berisi genangan air pada setiap gedung
di kawasan Universitas Negeri Malang.
Cara menghitung Conteiner Index (CI) adalah :
4. Tabel Pengamatan

Kontainer Persentase
No Gedung/ Fakultas
- + Total - +
G1 Fakultas 14 - 14 100 % -
G2 T. Mesin 3 2 5 60 % 40 %
G3 T. Sipil 1 2 3 33,3 % 66,7 %
G4 T. Elektro 4 1 5 80 % 20 %
Fakultas
1 G5 T. Mesin 3 - 3 100 % -
Teknik G6 Tata Busana dan
5 7 12 41,7 % 58,3 %
Tata Boga
Teknik Informatika 3 1 4 75 % 25 %
E9 T. Sipil 2 4 6 33,3 % 66,7 %
Suzuki 1 - 1 100 % -
Daerah Laki-laki 4 5 9 44,4 % 55,6 %
2 Masjid
Daerah Perempuan 6 - 6 100 % -
3 Perpustakaan 12 - 12 100 % -

Kontainer Persentase
No Gedung/ Fakultas
- + Total - +

4 LP2M LT 1 5 - 5 100% -

LT 2 - - - - -

LT3 2 - 2 100% -
Depan LP2M 1 - 1 100% -

Got Belakang LP2M - 1 1 - 100%

Got belakang pasca 2 1 3 66,67% 33,33%

Got depan pasca 1 - 1 100% -


5 Pasca Sarjana UM
LT 1 5 - 5 100% -

LT2 6 - 6 100% -

6 Asrama Putri LT1 6 - 6 100% -

Kontainer Persentase
No Gedung/ Fakultas
- + Total - +
A1 4 - 4 100 % -
7 Rektorat A2 8 - 6 100 % -
A3 8 - 8 100 % -
8 FIS 22 - 22 100 % -
9 PTIK 4 - 4 100 % -
10 Sasana Budaya - 4 8 - 50%
11 UKM - 3 9 - 33,33%
12 FIK - 3 10
13 Fmipa - 1 1
14 Sasana Krida - 4 7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
INDEKS LARVA NYAMUK DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI
MALANG = 30 %

B. PEMBAHASAN
Container yang banyak ditemukan di lingkungan Universitas Negeri Malang berupa
ember bekas, kaleng bekas dan genangan air. Pada penelitian ini Tempat penampungan air
(TPA) yang di survei dicatat sebagal indikator tempat perkembangbiakan larva nyamuk.
Terdapat dua jenis tempat penampungan air yaitu controllable site (CS) dan disposable site
(DS). Controllable site adalah tempat yang dapat dikontrol atau dikendalikan oleh manusia
seperti ember, pot bunga, talang air, drum minyak, sumur, bak mandi, tempat minum burung,
tower, bak air. Disposable sites adalah sampah atau tempat yang sudah dipakai seperti botol
bekas, kaleng bekas, ban bekas, ember bekas, lubang pada bambu, pohon berlubang,
tempurung kelapa, genangan air, toples bekas. Ketiga adalah tempat yang selalu terkontrol
(undercontrol sites) seperti kolam yang berisi ikan.
Penelitian di Thailand (Purnama, 2012), jenis kontainer yang banyak ditemukan pupa
adalah bak mandi, kendi dari tanah liat dan ember. Penelitian di Yogyakarta, menemukan
bahwa bak mandi merupakan tempat berkembang biak nyamuk paling dominan. Penelitian di
Lampung, menemukan faktor lingkungan yang berhubungan dengan keberadaan jentik adalah
tempat penampungan air. Sedangkan faktor perilaku adalah pengetahuan dan perilaku.
Menurut Purnama (2012), Maya index dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebuah
lingkungan berisiko tinggi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, yakni
ketersediaan tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk dan
status kebersihan lingkungan. Penelitian di Thailand, menunjukkan lebih banyak nyamuk
Aedes pada kontainer buatan daripada alam, lebih banyak pada tanpa penutup daripada yang
tertutup, lebih senang pada tempat gelap daripada terang. Ada hubungan antara Jenis Bahan
TPA, keberadaan tutup dan kebersihan TPA dengan keberadaan jentik.
Pemeriksaan jentik di lingkungan Universitas Negeri malang adalah untuk mengetahui
indeks larva nyamuk. Pemeriksaan tersebut menganut pada metode survei entomologi dengan
indikator house index (HI), container index (CI), Breteau index (BI) dan pupa index (PI). HI
di dapat dengan menghitung jumlah rumah positif jentik dibagi dengan rata-rata jumlah
rumah yang diperiksa dikalikan 100%. CI diperoleh dengan menghitung jumlah kontainer
yang positif jentik dibagi dengan kontainer yang diperiksa dikalikan 100%. BI didapat
dengan jumlah kontainer yang positif jentik dibagi dengan 100 rumah yang diperiksa
dikalikan 100%. PI diperoleh dengan menghitung jumlah kontainer positif larva dibagi
dengan jumlah yang diperiksa dikalikan 100%. Hasil perhitungan tersebut kemudian
dibandingkan dengan larva index dari WHO untuk mengetahui tingkat risiko yang dimiliki
(Purnama, 2012).
Metode yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini konsisten pada nilai CI
atau container index. Nilai container index biasa disebut juga dengan indeks larva yang
ditemukan pada container atau tempat penampungan air. Indeks larva yang ditemukan di
lingkungan Universitas Negeri Malang mencapai 30 % dengan indeks larva tertinggi pada
Fakultas Ekonomi yaitu sebesar 76 %. Menurut Jesha(2015), angka 5-50 % merupakan angka
yang cukup signifikan untuk menunjukkan bahwa lekasi tersebut sangat beresiko dalam
penyebaran berbagai jenis nyamuk. Angka tersebut berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja
menunjukkan bahwa data melebihi batas maksimal indeks larva vector penyakit yang

disebabkan oleh Aedes sp. sebesar Hal ini dikarenakan kondisis geografis kota

Malang yang berbukit-bukit, sehingga pemukiman cenderung mengumpul kelokasi tertentu.

Selain ditinjau dari segi geografis, cuaca dan perubahan iklim dari musim hujan dan
kemarau ikut mempengaruhi indeks larva. Perubahan iklim makro dan mikro dapat
mempengaruhi penyebaran penyakit menular, termasuk penyakit tular vektor nyamuk.
Peningkatan kelembaban dan curah hujan berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan
nyamuk, sedangkan suhumempunyai batas optimum bagi perkembangbiakan nyamuk antara
25-27oC (Idram-Idris,2009). Peningkatan kelembaban udara dan curah hujan berbanding
lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk. kepadatan nyamuk Anopheles mempunyai
hubungan positif dengan curah hujan. semakin tinggi curah hujan akan menaikan kepadatan
nyamuk, demikian juga sebaliknya rendahnya curah hujan mengurangi kepadatan nyamuk.
Adanya hujan akan menambah jumlah dan jenis genangan air, yang sebelumnya hanya sedikit
atau tidak ada pada musim kemarau. Keberadaan, kobakan dan kubangan menjadi lebih
banyak, bak benur (terbengkalai) yang kering menjadi berisikan air, kondisi air lagun dan
rawa-rawa menjadi lebih payau. Kondisi perairan ini merupakan habitat yang disenangi oleh
A. sundaicus untuk perkembangan larva (Melidiana,2009).

Bahan kontainer merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah larva
nyamuk. Salah satunya yang terdapat pada lingkungan Universitas Negeri Malang. Banyak
kontainer yang berasal dari kaleng bekas dengan permukaan kasar dan dalam kondisi yang
kotor. Aupaty (2013) mengatakan bahwa Hasil tabulasi silang memperlihatkan bahwa jenis
TPA sehari-hari yang paling banyak ditemukan larva yaitu bak mandi sebanyak 48 (55,8%)
dan yang paling sedikit ditemukan larva yaitu baskom ada 1 (2,1%). Hal ini disebabkan
karena bahan dari semen mudah berlumut, permukaannya kasar dan berpori-pori pada
dindingnya. Permukaan kasar memiliki kesan sulit dibersihkan, mudah ditumbuhi lumut, dan
mempunyai refleksi cahaya yang rendah. Refleksi cahaya yang rendah dan permukaan
dinding yang berpori-pori mengakibatkan suhu dalam air menjadi rendah, sehingga jenis
bahan TPA yang demikian akan disukai oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat
perkembangbiakannya. Sedangkan bahan TPA yang terbuat dari plastik paling banyak tidak
terdapat larva Aedes aegypti, karena bahan ini tidak mudah berlumut, mempunyai permukaan
yang halus dan licin serta tidak berpori sehingga lebih mudah untuk dibersihkan.

Perlu diadakan tindakan preventif dan pemusnahan daur hidup nyamuk untuk
mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk sebagai vektor atau organisme
pembawa penyakit tersebut. Melihat dari indeks larva 30% yang cukup tinggi, maka dapat
dikatakan bahwa lingkungan Universitas Negeri Malang memiliki resiko tinggi dalam
persebaran berbagai jenis nyamuk sehingga perlu dilakukan tindakan preventif untuk
menjegah dan memutus daur hidup nyamuk terutama bagi nyamuk pembawa penyakit.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Container yang banyak ditemukan di lingkungan Universitas Negeri Malang berupa
ember bekas, kaleng bekas dan genangan air.
2. Adapun indeks larva yang ditemukan di lingkungan Universitas Negeri Malang
mencapai 30 % dengan indeks larva tertinggi pada Fakultas Ekonomi yaitu sebesar 76
%.

B. SARAN
1. Adanya tindakan preventif dan pemusnahan daur hidup nyamuk untuk mencegah
terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk sebagai vektor atau organisme
pembawa penyakit tersebut.

2. Sebaiknya bak-bak, kaleng bekas dan ember bekas tidak dibiarkan dalam keadaan
terbuka, atau sebaiknya dilakukan penguburan terhadap barang bekas agar tidak
menjadi container untuk jentik nyamuk jika didalamnya terdapat genangan air.
DAFTAR PUSTAKA
Alupaty, Suzan Meydel, Hasanuddin Ishak dan Agus Bintara Birawida. 2013. The Mapping
Of Density Distribution Aedes Aegypti And 3m Implementation With The Incidence
Of Dengue Fever At Kalukuang Village Tallo Subdistrict Makassar City Year 2012.
Jurnal Pemetaan Distribusi Densitas Larva Aedes Aegypti Dan Pelaksanaan 3m
Dengan Kejadian Dbd Di Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota Makassar
Tahun 2012.

Basio, R.B. 1971. The mosquito fauna of the Philippines (Diptera:Culicidae). National
Museum of the Philippines. Monograph No. 4: 1-190.
Delfinado, M.D. 1966. The culicine mosquitoes of the Philippines, tribe Culicini
(Diptera:Culicidae). Mem.Amer.Ent. Inst. 7, 252 pp.
Depkes RI.1992a. Petunjuk Teknis Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) Demam Berdarah Dengue.Jakarta.Ditjen P2M & PLP.
Dumai N, Darmawansyah, A.Arsunan Arsin.2007. Analisis Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan
Baruga Kota Kendari 2007. Ekologi Kesehatan.Vol.4.2.September 2007: 91-
100.
Gandahusada S, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran. FKUI: Jakarta

Harrison, B.A. & J.E. Scanlon. 1975, Medical entomology studies - II. The Anak marga
Anopheles in Thailand (Diptera:Culicidae). Contributions of the American
Entomological Institute 12(1): 1-307.
Hasyimi M & Soekino M.2004.Pengamatan Tempat Perindukan Aedes aegypti Pada
tempat Penampungan Air Rumah Tangga Pada Masyarakat Pengguna Air
Olahan.Ekologi Kesehatan.Vol.3.1.April 2004:37-42.
Huang, Y.M. 1972. Contributions to the mosquito fauna of Southeast Asia. XIV. The Anak
marga Stegomyia of Aedes in Southeast Asia. I. The scutellaris group of species.
Contributions of the American Entomological Institute 12(1):71- 296.
Idram-Idris NS, Sudomo M, Sujitno. 2009. Keanekargaman nyamuk aedes di daerah pantai
hutan mangrove Kecamatan Padang Cermin Lampung Selatan. Bul Penel Kes 32 (2) :
49-61.
Jesha, Sebastian, Sheela P Haveri, Mohamed Ishaac Shabeer, dan Manu Ay . 2015. Mosquito
Density In Urban Kerala: A Study To Calculate Larval Indices In Municipal Area Of
Perinthalmanna. Indian Journal Of Forensic And Community Medicine Vol. 2(1):7-12.
Levine, D. Norman.1994. Pelajaran Parasitologi Veterniter Yogyakarta: UGM.

Melidiana, Munif A. 2009. Hubungan antara kepadatan vektor Anopheles aconitus dan
insiden Suwito et al.,: Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk 53 malaria di daerah
endemik di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jur Ekol Kes 8 (1) : 901-914.

Nugroho, Farid Setyo. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik
Aedes Aegypti Di Rw Iv Desa Ketitang Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.
Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Profil Universitas Negeri Malang (Online), www.um.ac.id diakses 27 November 2015.
Purnama, Sang G. Dan Tri Baskoro. 2012. Maya Index Dan Kepadatan Larva Aedes
Aegypti Terhadap Infeksi Dengue. Makara, Kesehatan, Vol. 16(2),: 57-64
Sitorus, H & Ambarita, LP.2004.Pengamatan Larva Aedes di Desa Sukaraya
Kabupaten Oku dan di Dusun Martapura Kabupaten Oku Timur Tahun
2004.Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.Vol.XVII.Februari
2007:28-33.

Spielman, A.,and M. DAntonino.2001. Mosquito: A Natural History of Our Most Persistent


and Deadly Foe. Hyperion Press: New York

Suwito, Awit. 2009. Nyamuk (Diptera:Culicidae) Taman Nasional Boganinani Wartabone,


Sulawesi Utara: Keragaman, Status Dan Habitatnya. Zoo Indonesia 17(1):27-34.

Lampiran
DOKUMENTASI

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3.


Salah satu saluran air di gedung Bak Mandi di Gedung Biologi Bak kamar mandau gedung
LP2M Fakultas FMIPA

Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.


Kamar mandi musholla SPA Salah satu genangan air di Genangan air pada selokan
lingkungan FMIPA FMIPA

Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.


Air dalam tong di area Fakultas Kolam di samping gedung Air yang tergenang di selokan
Psikologi yang tidak dibersihkan Fakultas Psikologi menjadi sekitar Sasana Budaya
berkala menjadi tempat tumbuhnya tempat tumbuhnya jentik menjadi tempat tumbuhnya
jentik nyamuk nyamuk jentik nyamuk
Gambar 10. Parit yang tergenang di Gambar 11. Kolam yang Gambar 12. Bekas kaleng
area FIK terabaikan dan menjadi sarang bekas yang menjadi sarang
jentik di area FIK jentik

Gambar 13. Kamar mandi di Sasana


Krida

Anda mungkin juga menyukai