Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MIKROBIOLOGI TERAPAN
“Bioteknologi Bidang Peternakan”

DISUSUN OLEH :
NAMA : UMMI CHAERA
NIM : H041171507
KELAS : MIKROBIOLOGI TERAPAN

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bioteknologi adalah bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut
penerapan praktis organisme hidup atau komponen subsellulernya pada industri jasa dan
manufaktur serta pengelolaan lingkungan. Ataudapat pula di definisikan sebagai
teknologi yang menggunakan sistem hayati (proses-proses biologi)untuk mendapatkan
barang dan jasa yang berguna bagi kesejahteraan manusia. Bioteknologi memanfaatkan:
bakteri, ragi, kapang, alga, sel tumbuhan atau sel hewan yang dibiakkan sebagai
konstituen berbagai proses industry (Sutarno, 2014).
Kemajuan-kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi yang telah ada baik di
bidang fisika, kimia, matematika dan biologi telah memicu majunya bioteknologi.
Selain itu, banyak hal yang juga ikut berperan dalam memicu lahirnya bioteknologi,
diantaranya adalah karena semakin besar tuntutan untuk mencapai target yang
diinginkan dengan proses yang lebih cepat dan terobosan yang inovatif yang bisa
menguntungkan bagi umat manusia. Bioteknologi juga memiliki peran penting dalam
ilmu pengetahuan dewasa ini, bioteknologi sendiri mengalami berbagai pembaruan dari
bioteknologi yang bersifat tradisional kearah bioteknologi yang modern. Manfaat
bioteknologi bagi kehidupan manusia dalam meningkatkan kesejahteraan dan perbaikan
hidup telah terbukti, antara lain penerapannya untuk memerangi kelaparan, mengatasi
kelangkaan sumber daya energi, mengurangi pencemaran lingkungan dan masih banyak
lagi.
Bioteknologi dapat digunakan untuk meningkatkan produksi peternakan, melaui:
1). teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi
embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan splitting. 2).
rekayasa genetika, seperti genome maps, marker assisted selection (MAS), transgenic,
identifikasi gen, konservasi molekuler, dan 3). peningkatan efisiensi dan kualitas pakan,
seperti manipulasi mikroba rumen, dan bioteknologi yang berkaitan dengan bidang
veteriner (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa saja bioteknologi dalam bidang peternakan?
2. Apa itu transplantasi nukleus (kloning)?
3. Apa itu teknik inseminasi buatan?
4. Bagaimana teknik transfer embrio pada hewan?
5. Apa itu teknin genetic engineering (rekayasa genetik)?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja bioteknologi dalam bidang peternakan
2. Untuk mengetahui apa itu transplantasi Nukleus (Kloning)
3. Untuk mengetahui teknik inseminasi buatan
4. Untuk mengetahui teknik transfer embrio pada hewan
5. Untuk mengetahui teknik genetic engineering (rekayasa genetik)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transplantasi Nukleus (Kloning)

Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu teknologi yang
digunakan untuk menghasilkan individu duplikasi (mirip dengan induknya). Teknologi
kloning telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis hewan. Salah satunya adalah
pengkloningan domba yang dikenal dengan domba Dolly. Melalui kloning hewan,
beberapa organ manusia untuk keperluan transplantasi penyembuhan suatu penyakit
berhasil dibentuk (Sutarno,2016)
Pada hakekatnya secara alamiah kloning organisme unisel sampai ke yang
multisel telah berlangsung selama ribuan tahun. Sebagai contoh, bakteri menghasilkan
turunannya melalui proses reproduksi aseksual, sel kanker yang beranak pinak dalam
tubuh manusia, tumbuhan dalam hutan sejenis, bahkan sampai organisme multisel yang
lebih tinggi yaitu mamalia, termasuk manusia. Kembar identik pada manusia dan
mamalia terjadi bila sel telur yang telah difertilisasi membelah dan menghasilkan dua
atau lebih embrio yang menyandang DNA yang hampir identic (Wangko dan Erwin,
2010)
Pemanfaatan kloning dapat sebagai terapeutik, reproduktif, dan replacement.
Kloning gen yang menghasilkan salinan gen atau segmen DNA dan kloning sel punca
ataupun sel dewasa dapat diaplikasikan dalam pengobatan; kloning reproduktif
menghasilkan salinan hewan seutuhnya (termasuk manusia); dan sebagai replacement
yaitu berfungsi untuk penggantian bagian tubuh individu (yang dilakukan kloning) yang
mengalami kerusakan, atau gagal organ. Salah satu isu yang cukup menggemparkan
adalah menghasilkan klon manusia sebagai replacement children dengan menggunakan
sel somatik dari individu itu sendiri (Wangko dan Erwin, 2010)
Teknik Kloning Hewan Secara umum, kloning dapat dilakukan dengan teknik
embryo splitting, blastomere dispersal, dan nuclear transfer atau somatic cell nuclear
transfer (Tenriawaru, 2013)
a. Embryo splitting Pada teknik ini, kumpulan totipoten praembrio sebelum
diletakkan ke dalam resipien, dipilah menjadi dua, yang kemudian menghasilkan dua
embrio identik. Cara ini sering terjadi secara alamiah, yaitu dalam proses yang
menghasilkan kembar identik.
b. Blastomere dispersal Teknik ini dimulai dengan pemisahan secara mekanik
sel-sel individual sebelum pembentukan blastosit (sel-sel awal membentuk bola yang
berisi cairan).
c. Nuclear transfer atau Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT) Pada teknik ini
dibutuhkan dua sel, yaitu sel donor dan sel telur. Teknik ini melibatkan beberapa tahap
penting, termasuk: (1) penyediaan ovum yang sudah matang, (2) pengeluaran
kromosom yang terdapat dalam ovum (enucleation), (3) transfer inti sel hewan yang
dikloning ke dalam ovum enucleasi, (4) aktivasi embrio yang baru terbentuk sehingga
menginisiasi perkembangan embrionik, (5) kultur embrio in vitro, dan (6) transfer
embrio yang dikloning ke induk resipien (Hine, 2004). Proses enukleasi sel telur dapat
dilakukan secara mekanik dengan menggunakan teknik mikromanipulasi. Sedangkan
proses introduksi sel donor dapat dilakukan dengan teknik mikroinjeksi (Setiawan,
2008).
Sementara itu, Hangbao (2004) mengemukakan bahwa sel donor dan sel
penerima transfer nucleus difusikan oleh getaran listrik tunggal secara langsung melalui
elektroda tipe jarum. Teknik-teknik yang diperlukan untuk menyempurnakan tahapan-
tahapan ini agak berbeda antar spesies. Demikian halnya dengan efisiensi setiap tahap
juga bervariasi bagi spesies hewan (Setiawan, 2008). Teknik SCNT ini merupakan
teknik yang paling sering digunakan dalam penelitian kloning hewan. Aplikasi dari
teknik SCNT ini adalah pada penelitian kloning reproduktif dan kloning terapeutik.
Pada kloning reproduktif, setelah sel klon mengalami pembelahan hingga tahap
blastosit, embrio selanjutnya ditransfer ke induk resipien (surrogate mother) untuk
dilahirkan secara normal. Sedangkan pada kloning terapeutik, setelah embrio mencapai
tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro dalam medium spesifik untuk
ideferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik. Manipulasi
kondisi kultur dengan menggunakan medium selektif merupakan metode standar untuk
seleksi organisme (Freshney, 2000).
2.2. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu bentuk bioteknologi dalam bidang
reproduksi yang memungkinkan manusia untuk mengawinkan hewan betina tanpa perlu
seekor pejantan utuh, dengan cara memasukan semen kedalam saluran kelamin betina
dengan menggunakan alat yang disebut artificial insemination gun (AI Gun). Inseminasi
buatan sebagai teknologi merupakan suatu rangkaian proses yang terencana dan
terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik ternak dan meningkatkan populasi
sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik di masa yang akan
datang. (Kartasudjana, 2001).
Prinsip dari pelaksanaan inseminasi buatan (IB) yaitu pencurahan semen ke
dalam saluran reproduksi hewan betina pada saat estrus dengan tujuan agar sel telur
yang diovulasikan hewan betina dapat dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina
menjadi bunting dan melahirkan anak. Dilihat dari segi manfaat yang akan diperoleh,
keunggulan dari teknologi IB adalah memperpendek jarak antar kelahiran (calving
interval), meningkatkan pemanfaatan pejantan unggul, mengatasi kendala jarak dan
waktu, mencegah penularan penyakit hewan menular melalui saluran kelamin,
Menghemat dana karena tidak perlu memelihara pejantan, memperbaiki mutu genetik
ternak melalui pejantan unggul (Widjaja dkk, 2017)
Inseminasi buatan pada dasarnya adalah mendeposisikan semen ke dalam
saluran kelamin betina pada tempat dan waktu yang terbaik sehingga memungkinkan
terjadinya pertemuan antara spermatozoa dan ovum supaya terjadi pembuahan. Untuk
dapat diinseminasi buatan, ternak betina harus dalam keadaan estrus atau birahi. Estrus
ternak betina dapat ditandai dengan ternak gelisah dan menguak, alat kelamin betina
bengkak, merah, dan hangat, keluar lendir jernih dan transparan, menaiki ternak lain
atau diam apabila dinaiki ternak lain, kurang nafsu makan (Widjaja dkk, 2017)
Bagi peternak, IB sangat menguntungkan karena tanpa memelihara pejantan
unggul dapat memperoleh bibit (sprema beku) yang unggul, sehingga menghasilkan
keturunan yang unggul. Di samping itu mencegah meluasnya penyakit kelamin yang
sering ditularkan melalui perkawinan alami. Peternak memperoleh keturunan yang cepat
besar di samping tinggi produksinya (kenaikan berat badan dan produksi susu). Untuk
kekurangan sendiri, apabila jumlah pejantan sedikit atau terbatas maka dimungkinkan
dalam suatu daerah bibit sprema beku yang dan juga terbatas. Bila ini terjadi dalam
waktu lama, dapat menyebabkan terjadinya perkawinan keluarga atau inbreeding,
sehingga menyebabkan produktivitas ternaknya menurun (Ismaya, 2014)
Teknik atau metode Inseminasi Buatan ada 2 macam yaitu Rektovaginal dan
transservikal. Pada sapi adalah dengan metode rektovaginal yaitu tangan dimasukkan
kedalam rektum kemudian memegang bagian servik yang paling mudah diidentifikasi
karena mempunyai anatomi keras, kemudian insemination gun dimasukkan melalui
vulva,ke vagina hingga ke bagian servik. Sedangkan pada Babi, kambing dan domba
adalah dengan metode transervikal. Pada kambing dan domba dapat menggunakan
spikulum untuk melihat posisi servik, kemudian insemination gun dimasukkan hingga
mencapai servik, sedangkan pada babi menggunakan cattether dan dimasukkan hingga
kedalam uterus (Kusumawati dan Leondro, 2014)
2.3. Transfer Embrio
Teknologi transfer embrio (TE) sudah mulai diperkenalkan di Indonesia pada
tahun 1987 (Toelihere, 1993). Puslitbang Bioteknologi LIPI (sekarang: Puslit
Bioteknologi LIPI) mulai mengembangkan teknologi ini pada tahun 1991 dengan
lahirnya anak-anak sapi Brangus hasil transfer embrio pada tahun 1992 (Tappa et al.,
1992). Selain itu, kelahiran pertama anak sapi perah Hongarian hasil transfer embrio
yang dititipkan pada induk resipien sapi potong Brangus (Tappa et al., 1994) merupakan
langkah awal diaplikasikannya TE di beberapa daerah di Indonesia melalui kegiatan
kerjasama oleh Puslit Bioteknologi LIPI dengan Dinas Peternakan Daerah. Pemanfaatan
teknologi ini pada mulanya dipergunakan dalam perdagangan ternak, terutama yang
pada waktu itu dilindungi, misalnya ekspor embrio sapi yang disimpan dalam alat
reproduksi kelinci dari Eropa ke Afrika Selatan. Saat ini perdagangan embrio sudah
sangat meluas, melalui penjualan embrio beku yang disimpan dalam nitrogen cair
(Situmorang dan Endang, 2004)
Program transfer embrio terdapat beberapa tahapan seperti melakukan seleksi
sapi donor, dan resipien pada sapi betina, sinkronisasi estrus, superovulasi, inseminasi
buatan (IB), panen embrio dan evaluasi embrio serta transfer embrio (Situmorang dan
Triwulaningsih 2004).
Apabila kawin suntik memfokuskan pada sperma jantan, maka transfer embrio
tidak hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina
berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Teknik TE ini, betina
unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk
selanjutnya bisa ditransfer pada induk titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus
tetapi memiliki kemampuan untuk bunting. Embrio yang didapat dapat langsung di
transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada
waktu lain (Sutarno,2016)
Keberhasilan teknologi TE dengan menggunakan embrio baik secara in vivo maupun in
vitro ditunjukkan dengan keberhasilan menghasilkan anak yang dilahirkan dengan
kualitas yang di inginkan. Kesiapan ternak resipien sangat memegang peranan penting.
Koleksi dan TE saat ini sudah dapat dilakukan dengan cara non-operasi, sehingga akan
memudahkan pelaksanaannya disamping biayanya relatif lebih ekonomis. Keberhasilan
transfer embrio segar dapat mencapai 55−65%, sedangkan embrio beku sekitar 50−60%
(HASLER, 1995). Teknik ini akan mampu meningkatkan kualitas genetik ternak sampai
10% (LOHUIS, 1995) yang jauh diatas metoda konvensional yang hanya sekitar 2−5%
(Situmorang dan Triwulaningsih 2004).
2.4. Genetic Engineering (Rekayasa Genetik)
Rekayasa genetik atau rekombinan DNA merupakan kumpulan teknik-teknik
eksperimental yang memungkinkan peneliti untuk mengisolasi, mengidentifikasi, dan
melipatgandakan suatu fragmen dari materi genetika (DNA) dalam bentuk murninya.
Pemanfaatan teknik genetika di dalam bidang pertanian maupun peternakan diharapkan
dapat memberikan sumbangan, baik dalam membantu memahami mekanisme-
mekanisme dasar proses metabolisme maupun dalam penerapan praktisnya seperti
misalnya untuk pengembangan tanaman-tanaman pertanian maupun hewan-hewan
ternak dengan sifat unggul. Untuk tujuan ini dapat dilakukan melalui pengklonan atau
pemindahan gengen penyandi sifat-sifat ekonomis penting pada hewan maupun
tumbuhan, pemanfaatan klon-klon DNA sebagai marker (penanda) di dalam membantu
meningkatkan efisiensi seleksi dalam program pemuliaan (Sutarno, 2002).
Rekayasa genetika merupakan dasar dari bioteknologi yang di dalamnya
meliputi manipulasi gen, kloning gen, DNA rekombinan, teknologi modifikasi genetik,
dan genetika modern dengan menggunakan prosedur identifikasi, replikasi, modifikasi
dan transfer materi genetik dari sel, jaringan, maupun organ. Sebagian besar teknik yang
dilakukan adalah memanipulasi langsung DNA dengan orientasi pada ekspresi gen
tertentu. Dalam skala yang lebih luas, rekayasa genetik melibatkan penanda atau marker
yang sering disebut sebagai Marker-Assisted Selection (MAS) yang bertujuan
meningkatkan efisiensi suatu organisme berdasarkan informasi fenotipnya .Salah satu
aplikasi dari rekayasa genetik adalah berupa manipulasi genom hewan. Hewan yang
sering digunakan menjadi uji coba adalah mamalia. Mamalia memiliki ukuran genom
yang lebih besar dan kompleks dibandingkan dengan virus, bakteri, dan tanaman.
Sebagai konsekuensinya, untuk memodifikasi genetik dari hewan mamalia harus
menggunakan teknik genetika molekular dan teknologi rekombinan DNA. Keunggulan
rekayasa genetik adalah mampu memindahkan materi genetik dari sumber yang sangat
beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat.
Melalui proses rekayasa genetika ini, telah berhasil dikembangkan berbagai organisme
maupun produk yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Teknologi khusus yang
digunakan dalam rekayasa genetik meliputi teknologi DNA Rekombinan yaitu
pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul
DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan
mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel
inang. Manfaat yang didapatkan dari metode rekayasa genetik, antara lain:
1. Mengurangi biaya dan meningkatkan penyediaan sejumlah besar bahan yang
sekarang di gunakan di dalam pengobatan, pertanian dan industri.
2. Menggembangkan tanaman – tanaman pertanian yang bersifat unggul
3. Menukar gen dari satu organisme kepada organisme lainnya sesuai dengan keinginan
manusia, menginduksi sel untuk membuat bahan-bahan yang sebelumnya tidak pernah
dibuat dll
Beberapa metode yang sering digunakan dalam teknik rekayasa genetika
meliputi pengunaan vektor, kloning, PCR (Polymerase Chain Reaction), dan seleksi,
screening, serta analisis rekombinan. Adapun langkah-langkah dari rekombinasi genetik
meliputi (1) Identifikasi gen yang diharapkan; (2) Pengenalan kode DNA terhadap gen
yang diharapkan; (3) Pengaturan ekpresi gen yang sudah direkayasa; dan (4)
Pemantauan transmisi gen terhadap keturunannya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bioteknologi dapat digunakan untuk meningkatkan produksi peternakan, melalui
beberapa teknologi seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kloning dan rekayasa
genetika. Pemanfaatan kloning dapat sebagai terapeutik, reproduktif, dan replacement.
Kloning gen yang menghasilkan salinan gen atau segmen DNA dan kloning sel punca
ataupun sel dewasa dapat diaplikasikan dalam pengobatan; kloning reproduktif
menghasilkan salinan hewan seutuhnya (termasuk manusia); dan sebagai replacement
yaitu berfungsi untuk penggantian bagian tubuh individu (yang dilakukan kloning) yang
mengalami kerusakan, atau gagal organ.
Inseminasi buatan pada dasarnya adalah mendeposisikan semen ke dalam
saluran kelamin betina pada tempat dan waktu yang terbaik sehingga memungkinkan
terjadinya pertemuan antara spermatozoa dan ovum supaya terjadi pembuahan. IB
sangat menguntungkan karena tanpa memelihara pejantan unggul dapat memperoleh
bibit (sprema beku) yang unggul, sehingga menghasilkan keturunan yang unggul.
Teknik Transfer embrio ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya
berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer pada induk
titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi memiliki kemampuan untuk
bunting.
Pemanfaatan teknik genetika di dalam bidang pertanian maupun peternakan
diharapkan dapat memberikan sumbangan, baik dalam membantu memahami
mekanisme-mekanisme dasar proses metabolisme maupun dalam penerapan praktisnya
seperti misalnya untuk pengembangan tanaman-tanaman pertanian maupun hewan-
hewan ternak dengan sifat unggul.

3.2 Saran
Diharapkan agar makalah ini dapat digunakan sebagai mana mestinya, dan
apabila terdapat kesalaan atau kekeliruan, dimohon agar memberikan kritikan dan
masukan untuk pengembangan makalah yang lebih baik kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Islamiah, D. N., & Rahmawati, R. L. 2017. Jenis-jenis Bakteri Rizosfer Kawasan Tanah
         Mangrove Avicennia di Kelurahan Terusan, Kecamatan Mempawah Hilir,
         Kalimantan Barat. Protobiont, 6(3)

Ismaya, I. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau (Biotechnology
            Of Artificial Insemination On Cattle And Buffalo). Gajah Mada University
Press,
            Yogyakarta.

Kusumawati, E. D., & Leondro, H. 2014. Inseminasi Buatan.

Setiawan, M., Sardjono, CT., Sandra, F. 2008. Menuju Kloning Terapeutik dengan
Teknik SCNT. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, 161/ Vol. 35 No. 2 Maret-
April 2008: 72-76.

Situmorang, P., & Triwulaningsih, E. 2004. Aplikasi dan Inovasi Teknologi Transfer
   Embrio (TE) untuk Pengembangan Sapi Potong. Lokakarya Nasional Sapi
                Potong, 96-105.

Sutarno, S. 2016. Rekayasa Genetik dan Perkembangan Bioteknologi di Bidang


Peternakan. In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science,
Enviromental, and Learning (Vol. 13, No. 1, pp. 23-27).

Tappa, B., E.T. Margawati, N. Mulyaningsih, A. Soeksmanto & M. Suecha. 1992.


Sinkronisasi, superovulasi, dan transfer embrio segar dan embrio beku pada sapi
pedaging. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi.
Bogor. Hlm. 376 -386.

Tenriawaru, E. P. 2015. Kloning Hewan. Dinamika, 4(1).

Widjaja, N., Akhdiat, T., & Purwasih, D. Pengaruh Deposisi Semen Terhadap
Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Sapi Peranakan Ongole. Sains
Peternakan:
Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 15(2), 49-51.

Anda mungkin juga menyukai