SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
i
GAMBARAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PETUGAS
PERTOLONGAN KECELAKAAN PENERBANGAN DAN
PEMADAM KEBAKARAAN (PKP-PK) LANDASAN
PACU BANDARA SOEKARNO HATTA
BERDASARKAN LAMA KERJA DAN
TINJAUANNYA MENURUT ISLAM
ABSTRAK
Gangguan fungsi pendengaran akibat bising banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya
ialah lama berada dalam lingkungan bising. Gangguan fungsi pendengaran akibat bising mulai
berlangsung antara 6 sampai 10 tahun lamanya setelah terpajan bunyi yang keras. Kondisi ini akan
memengaruhi produktivitas kerja dan menurunkan derajat kesehatan tenaga kerja. Petugas unit kerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK), terpapar bising dari
banyak mesin-mesin yang menghasilkan bunyi dengan intensitas tinggi. Mereka sangat berisiko
mengalami gangguan fungsi pendengaran akibat bising. Dari sudut pandang Islam, pendengaran
telah disebutkan sebanyak 22 kali dalam Al-Quran dan sering didahulukan penyebutannya dari
indera lainnya yaitu penglihatan. Hal ini dimaknai sebagai bukti pentingnya indera pendengaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran fungsi pendengaran pada petugas
PKP-PK Bandara Internasional Soekarno Hatta dan tinjauannya menurut Islam. Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel
dalam penelitian dipilih secara simple random sampling. Jenis data yang akan digunakan adalah data
primer yang bersifat kuantitatif. Analisis data dilakukan setelah pengumpulan data primer yang
diolah dengan menggunakan program aplikasi software Microsoft Excel 2013. Hasil penelitian
menunjukkan semua responden mendapatkan hasil yang normal, namun dapat dikatakan terjadi
kecenderungan pergeseran ambang dengar ke arah yang lebih tinggi seiring dengan bertambahnya
lama masa kerja. Masa kerja mempengaruhi fungsi pendengaran, tetapi secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara masa kerja dan gangguan fungsi pendengaran. Tinjauan Islam
terhadap fungsi pendengaran petugas PKP-PK berdasarkan lama kerja adalah menjaga fungsi
pendengaran dengan cara ruhiyah.
1
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
2
Dosen, Departemen THT, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
3
Dosen Pengajar Bagian Agama Islam Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini, yang saya kutip
dari karya orang lain, telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,
kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari, ditemukan adanya plagiat dalam skripsi ini, saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
1102015119
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Dekan
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
NPM : 1102015119
Yang menyatakan,
v
KATA PENGANTAR
Penulisan skripsi ini diajukan dan disusun dalam rangka memenuhi salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Pendidikan
Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Atas dukungan yang
diberikan dalam penyusunan skripsi ini dan sebagai suatu bentuk penghormatan dan
penghargaan penulis atas segala bantuan yang telah diberikan maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
4. dr. Hastuti Rahmi, Sp. THT-KL, selaku Dosen Pembimbing Klinis yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
pengarahan, mengoreksi, dan memberikan semangat dalam penulisan
skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada beliau.
5. dr. Arroyan Wardhana, Sp. THT – KL, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan dan saran mulai dari rencana penelitian hingga
laporan skripsi.
vi
6. Dr. Zuhroni, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Agama yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan pengarahan,
mengoreksi, dan memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.
Semoga kebaikan dan kesabaran beliau dalam membimbing penulis dibalas
oleh Allah SWT.
10. Kedua orangtua tercinta, Sutiyono, SH, MH dan Fitri Wahyuni, SH, MH,
adik kandung penulis Citranda Yofi Putri, terima kasih atas doa, semangat,
dampingan, dan dukungan yang selalu mengiringi, sehingga begitu besar
rezeki, kemudahan, dan perlindungan yang Allah berikan kepada penulis.
Semoga keluargaku senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
vii
karena itu untuk perbaikan selanjutnya, penulis dengan hati terbuka menerima
semua kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 6
ix
2.1.1. Anatomi Telinga ...................................................................... 6
x
BAB IV ................................................................................................................. 28
BAB V................................................................................................................... 36
BAB VI ................................................................................................................. 43
LAMPIRAN 1 ....................................................................................................... 51
LAMPIRAN 2 ....................................................................................................... 53
LAMPIRAN 3 ....................................................................................................... 54
LAMPIRAN 4 ....................................................................................................... 55
LAMPIRAN 5 ....................................................................................................... 60
xi
LAMPIRAN 6 ....................................................................................................... 61
LAMPIRAN 7 ....................................................................................................... 62
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3. Batas Pajanan Bising yang Diperkenankan (Keputusan Menteri Tenaga
Kerja, 1999)....................................................................................................... 1818
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR SKEMA
xv
DAFTAR SINGKATAN
AD : Ambang Dengar
dB HL : Hearing Level
db SL : Sensation Level
dB : Desibel
Hz : Hertz
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Telinga adalah salah satu organ penginderaan yang memiliki fungsi penting
dalam mendengar dan menjaga keseimbangan. Gangguan fungsi pendengaran
dapat menimbulkan masalah dalam memahami pembicaraan, mengurangi
kemampuan untuk mendeteksi, mengenali, dan melokalisasi bunyi secara cepat
dan tepat. Sebuah studi menunjukkan kehilangan daya pendengaran dapat
menurunkan kualitas hidup, membuat rasa terisolasi, mengurangi aktivitas sosial,
dan menimbulkan perasaan terasingkan, yang menyebabkan meningkatnya
prevalensi gejala depresi (Chadamabuka et al, 2013).
Gangguan fungsi pendengaran atau tuli secara klinis dapat disebabkan oleh
gangguan penyaluran suara di telinga luar atau tengah yang disebut sebagai tuli
konduktif dan kerusakan sel rambut atau jalur saraf yang disebut sebagai tuli
sensorineural (Ganong, 1993). Gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh
kebisingan adalah bentuk yang paling umum dari tuli sensorineural (Le et al,
2017). Menurut Harmadji, yang dikutip dari Marlina, tuli sensorineural merupakan
gangguan penurunan pendengaran sensorineural yang dimulai pada frekuensi yang
lebih tinggi (3000 Hz sampai 6000 Hz) dan bertambah parah secara berangsur-
angsur yang diakibatkan oleh paparan kronis dari intensitas bising yang berlebihan
dalam jangka waktu yang lama (Marlina et al, 2010; Win et al, 2015).
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan pada tingkat dan waktu tertentu
(Gubatta et al, 2009). Publikasi terbaru menyatakan paparan bising yang
berlebihan menyebabkan gangguan pendengaran sebesar 37% dari semua
penyebab gangguan pendengaran (Kurmis et al, 2007). Wahyu yang dikutip dari
Putra menyatakan terjadinya gangguan pendengaran akibat bising banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas bising, frekuensi bising, lama
berada dalam lingkungan bising, sifat bising, kepekaan individu, umur, sifat
perorangan, spektrum suara dan waktu diluar dari lingkungan bising (Putra, 2010).
1
Gangguan fungsi pendengaran akibat bising terjadi secara perlahan, dalam
waktu hitungan bulan sampai tahun. Gangguan pendengaran akibat bising mulai
berlangsung antara 6 sampai 10 tahun lamanya setelah terpajan bunyi yang keras
(Ibrahim et al, 2016).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2014
ada 360 juta orang di dunia (328 juta dewasa dan 32 juta anak-anak) yang memiliki
gangguan fungsi pendengaran yang diakibatkan oleh beberapa faktor termasuk
akibat pajanan kebisingan yang berlebihan (Marlina et al, 2016). Di Indonesia
jumlah penderita gangguan pendengaran termasuk tinggi di Asia Tenggara, yaitu
4,6 % dari populasi (Ibrahim et al, 2016). World Health Organization (WHO)
tahun 2007 menyatakan bahwa prevalensi ketulian mencapai 4,2% di Indonesia
(Marlina et al, 2016).
Ketika tuli akibat bising telah terjadi, maka daya pendengaran tidak bisa
kembali normal (Smith, 2014). Kondisi ini akan memengaruhi produktivitas kerja
dan menurunkan derajat kesehatan tenaga kerja (Ibrahim et al, 2016). Padahal tuli
akibat bising dapat dicegah (Kujawa, 2009).
Di era industrial ini, penggunaan mesin-mesin adalah hal yang lumrah.
Tidak terkecuali di industri penerbangan seperti bandar udara. Sebagai
konsekuensinya, petugas-petugas yang bekerja di bandar udara, termasuk petugas
unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-
PK), terpapar bising dari banyak mesin-mesin yang menghasilkan bunyi dengan
intensitas tinggi.
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
adalah unit bagian dari penanggulangan keadaan darurat (Dirjen Perhubungan
Udara, 2015). Petugas PKP-PK bandar udara bekerja di antara mesin-mesin dan
terpapar bising dalam durasi yang lama di tempat kerja. Mereka sangat berisiko
mengalami gangguan fungsi pendengaran akibat bising.
Dari sudut pandang Islam, pendengaran telah disebutkan sebanyak 22 kali
dalam Al-Quran dan sering didahulukan penyebutannya dari indera lainnya yaitu
penglihatan (Novita, 2013). Hal ini dimaknai sebagai bukti pentingnya indera
pendengaran. Hal ini juga sesuai dengan embriologi manusia dimana indera
pendengaran adalah panca indera manusia yang pertama kali berfungsi, yaitu sejak
2
janin berusia 16 minggu dalam kandungan (Irianto, 2004). Seorang Muslim tidak
pantas baginya mendengarkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT. seperti
perkataan kotor, musik-musik, siulan-siulan, perkataan yang sia-sia. Umat muslim
dianjurkan menjaga telinga dan pendengaran dengan senantiasa mendengarkan
ayat-ayat Alquran, nasihat-nasihat atau ceramah yang baik, atau berita-berita
tentang kabar dan keadaan kaum Muslimin (Izzatullah, 2016).
Penelitian mengenai gambaran fungsi pendengaran pada petugas PKP-PK
Bandara Internasional Soekarno-Hatta belum pernah dilakukan sehingga membuat
peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran fungsi pendengaran pada petugas
PKP-PK Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan tinjauannya menurut Islam.
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data untuk
penelitian selanjutnya.
1.2.Perumusan Masalah
Gangguan fungsi pendengaran akibat bising adalah gangguan pendengaran
yang didapat akibat akumulasi paparan bunyi dengan intensitas tinggi yang terjadi
secara bertahap maupun tiba-tiba. Paparan bunyi dengan intensitas tinggi tersebut
mengakibatkan cedera hingga kematian sel-sel sensorik di telinga dalam. Jika telah
terjadi ketulian, maka keadaan ini tidak dapat disembuhkan.
Gangguan pendengaran akibat bising dapat dicegah. Untuk itu, diperlukan
kesadaran dari masyarakat khususnya pekerja yang terpapar bising di tempat kerja
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gangguan fungsi pendengaran akibat
bising. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengkaji pengaruh masa kerja
dengan gangguan fungsi pendengaran akibat bising. Populasi yang dipilih ialah
petugas PKP-PK Bandara Internasional Soekarno-Hatta karena lingkungan kerja
yang terpapar bunyi dengan intensitas tinggi dan durasi kerja yang bervariasi.
1.3.Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran fungsi pendengaran petugas PKP-PK Bandara
Internasional Soekarno Hatta berdasarkan masa kerja?
3
2. Bagaimana tinjauan Islam mengenai gambaran fungsi pendengaran pada
petugas PKP-PK Bandara Internasional Soekarno Hatta berdasarkan masa
kerja?
1.4.Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran fungsi pendengaran berdasarkan masa kerja.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran fungsi pendengaran pada petugas PKP-PK
Bandara Internasional Soekarno Hatta berdasarkan masa kerja.
2. Mengetahui tinjauan Islam mengenai gambaran fungsi
pendengaran pada petugas PKP-PK Bandara Internasional
Soekarno Hatta berdasarkan masa kerja.
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor
lama paparan bising yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pendengaran.
1.5.2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Petugas PKP-PK Bandara Internasional
Soekarno-Hatta
1. Meningkatkan kewaspadaan petugas PKP-PK Bandara
Internasional Soekarno-Hatta mengenai faktor lama paparan
bising yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pendengaran.
4
c. Manfaat bagi Universitas YARSI
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
dan menjadi bahan masukan untuk civitas akademika Fakultas
Kedokteran Universitas YARSI, serta dapat memperbanyak
perbendaharaan penelitian di Universitas YARSI.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.2. Membran Timpani (Paulsen, 2015)
Membran timpani, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. berbentuk
bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap
sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu di bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga, dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.
Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan
sirkuler di bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa
kerucut itu. Secara klinis, reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya
mendatar, berarti ada gangguan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkann bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, bawah-
7
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. (Hendarmin, et al,
2017)
b.Telinga Tengah
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di
dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan
antrum mastoid. Di bawahnya ada saraf fasialis. Otot-otot stapedius timbul pada
daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui piramid tulang menuju ke
leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan
berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi ke medial maleus, untuk keluar dari
telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung
dengan saraf lingualis. (Adams, 1997)
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah. Bagian lateral tuba eustachius adalah yang
bertulang sementara dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Tuba
eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani (Adams, 1997).
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa
8
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luas dan canalis Corti, yang membentuk organ Corti.
(Hendarmin, et al, 2017)
9
eksterna sirkumskripta, dan osteoma liang telinga, sedangkan pada telinga tengah
ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,
hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.
Gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural (perseptif),
yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Tuli sensorineural koklea
disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus),
intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau
aklohol, selain itu juga bisa disebabkan tuli mendadak (sudden deafness), trauma
kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli sensorineural retrokoklea
disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebellum, myeloma multipel,
cedera otak, dan kelainan otak lainnya.
Selain kedua gangguan pendengaran di atas, dapat pula dijumpai tuli
campur yag dapat disebabkan oleh radang telinga tengah dengan komplikasi ke
telinga dalam, atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus
cranialis VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
(Hendarmin, et al, 2017)
10
penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi ceri, atau di dagu). Apabila bunyi
penala terdengar lebih keras pada salah saatu telinga disebut Weber lateralisasi ke
telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar
lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Tes Schwabach membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangkai penala
diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi.kemudian
tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan
diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus
pemeriksa terlebih dahulu, bila pasien masih bisa mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, dipakai tes Rinne, tes
Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan. Berikut adalah tabel interpretasi tes
penala.
Tabel 2.1. Interpretasi Tes Penala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis telinga
yang diperiksa
Positif Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negatif Lateraisasi ke Memanjang Tuli konduktif
arah telinga yang
sakit
Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli
arah telinga yang sensorineural
sehat
Catatan : pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif
11
b.Audiometri Nada Murni
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Audiometer
memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk
menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi
(umumnya dengan peningkatan 5 dB), dan suatu transduser (earphone atau
penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik
menjadi energi akustik. Ada dua sumber bunyi. Yang pertama adalah dari earphone
yang ditempelkan ke telinga, masing-masing telinga diperiksa secara terpisah dan
hasilnya digambarkan sebagai audiogram hantaran udara (AC). Sumber bunyi
kedua adalah suatu osilayor atau vibrator hantaran tulang (BC) yang ditempelkan
pada mastoid (atau dahi) melalui suatu head band. (Adams, 1997)
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti
nada murni, bising, frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, dan nilai nol
audiometrik.
Nada murni (pure tone) merupakan bunyi yang hanya memiliki satu
frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.
Bising merupaka bunyi yang mempunya banyak frekuensi, terdiri dari
narrow band (spektrum terbatas), dan white noise (spektrum luas).
Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda
yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per
detik dinyatakan dalam Hertz (Hz). Bunyi suara yang dapat didengar manusia
mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hz. Bunyi yang mempunyai frekuensi di
bawah 20 disebut infrasonic, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas 18.000
disebut ultrasonik.
Intensitas bunyi dinyatakan dalam desibel (dB). Dikenal dB HL
(hearing level), dB SL (sensation level), dan dB SPL (sound pressure level). Pada
audiometri biasanya digunakan dB HL dan dB SL yang dasarnya adalah subyektif.
Untuk mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika, maka
digunakan dB SPL.
Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
12
Nilai nol audiometrik dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada
murni yang terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh
telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi
intensitas nol audiometrik tidak sama.
Telinga manusia paling sensitif terhadap bunyi dengan frekuensi 1000
Hz yang besra nilai nol audiometriknya kira-kira 0,0002 dyne/cm2. Jadi pada
frekuensi 2000 Hz lebih besar daro 0,0002 dyne/cm2. Standar yang dipakai yaitu
standar ISO (International Standar Organization) dan ASA (American Standar
Association).
0 dB ISO = -10 dB ASA atau
10 dB ISO = 0 dB ASA
Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan
kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan.
Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik
AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (Intensitas yang diperiksa antara 125-
4000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (Intensitas yang
diperiksa 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, dan untuk telinga
kanan dipakai warna merah.
13
>70-90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat
Dari hasil audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat
perbedaan ≥10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
Pada pemeriksaan audiometri, kadang perlu diberi masking apabila
telinga yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari
telinga yang satu lagi, oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan
melalui tengkorak ke telinga kontralateral. Suara masking diberikan berupa suara
seperti angin (bising) pada headphone telinga yang tidak diperiksa supaya telinga
yang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang
diperiksa (Hendarmin, et al, 2017).
14
5-10 dB. Penelitian yang dilakukan Marisdayana pada tahun 2016 mengatakan, dari
101 pekerja di PT.X, proporsi pekerja yang bekerja di tempat bising lebih dari 14
tahun dan menderita gangguan pendengaran sebesar 66,7%, sedangkan proporsi
responden yang bekerja kurang dari 14 tahun dan menderita gangguan pendengaran
sebesar 19,6%. (Marisdayana, 2016)
a. Gejala
Kurang pendengaran dapat disertai tinnitus (telinga berdenging) atau
tidak. Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan
reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift)
dan peningktan ambang dengar menetap (permanent threshold shift).
Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh
bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang. Keadaan ini merupakan fenomena
fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.
Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan terdapatnya
peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup
tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam.
Peningkatan ambang dengar menetap merupakan keadaan dimana
terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bisisng dengan
intensitas sangat tinggi berlangsung singkat (eksplosif) atau berlangsung lama yang
menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea.
Pengaruh bising pada pekerja secara umum dibedakan menjadi 2, yaitu
pengaruh auditorial dan pengaruh non auditorial. Pengaruh auditorial berupa tuli
akibat bising (Noise-Induced Hearing Loss/NIHL) dan umumnya terjadi dalam
lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Pengaruh non auditorial
dapat bermacam-macam misalnya gangguan komunikasi, gelisah, rasa tidak
nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, dan sebagainya.
b. Patologi
Bising menimbulkan kerusakan pada telinga dalam. Lesinya sangat
bervariasi dari disosiasi organ Corti, ruptur membran, perubahan stereosilia dan
15
organel subseluler. Bising juga menimblkan efek pada sel ganglion, saraf, membran
tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis.
Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan
tergantung pada intensitas, lama pajanan, dan frekuensi bising. Stimulasi bising
dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan ringan pada silia dan badan
Hensen, sedangkan stimulasi dengan intensitas yang lebih keras dengan waktu
pajanan lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada sel rambut lain seperti
mitokondria, granula lisosom, lisis sel, dan robekan di membran Reissner.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
otoskopi, serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.
Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka
waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan
otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala
didapatkan hasil Rinne positif, Weber, lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik, dan Schwabach memendek.
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik
(notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian sensorineural. Pemeriksaan
audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate
Binaural Loudness Balance), MLB (Monoaural Loudness Balance), audiometri
Bekesy, audiometri tutur (speech audiometry), hasil menunjukkan adanya
fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk tuli sensorineural, dimana telinga
yang tuli menjadi lebih sensitif terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada
frekuensi tertentu setelah terlampaui ambang dengarnya.
d. Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat dipergunakan alat
pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga
(ear muff), dan pelindung kepala (helmet).
16
Tuli sensorineural bersifat menetap. Bila gangguan pendengaran sudah
mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat
dibantu dengan pemasangan Alat Bantu Dengar (ABD) atau hearing aid.
Apabila dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan
adekuat, perlu dilakukan psikoterapi agar pasien dapat menerima keadaannya.
Lakukan latihan pendengaran agar dapat menggunakan ABD secara efisien dibantu
dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan,
serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Selain itu, karena pasien
mendengar suaranya sendiri sangat lemah, perlu dilakukan rehabilitasi suara agar
pasien dapat mengendalikan volume suara, tinggi rendah, dan irama percakapan.
Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan untuk implan koklea.
e. Prognosis
Prognosisnya kurang baik karena jenis tuli akibat bising adalah tuli
sensorineural dan tuli jenis ini sifatnya menetap.
f. Pencegahan
Pekerja harus dilindungi dengan alat pelindung bising seperti sumbat
telinga, tutup telinga, dan pelindung kepala. Tutup telinga memberika proteksi lebih
baik dari sumbat telinga. Pemakaian helmet selain dapat melindungi telinga dari
paparan bising, juga dapat melindungi kepala. Kombinasi antara sumbat telinga dan
tutup telinga memberikan proteksi terbaik.
Selain itu perlu juga untuk menerapkan Program Konservasi
Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi tenaga kerja
dari kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat bising di tempat kerja serta
mengetahui status kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpapar bising
berdasarkan data. Aktivitas Program Konservasi Pendengaran antara lain
melakukan identifikasi sumber bising melalui survey kebisingan di tempat kerja,
melakukan analisis kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan Sound
Level Meter (SLM), melakukan control kebisingan dengan berbagai cara peredam
bising, melakukan tes audiometri secara berkala pada pekerja yang berisiko,
menerapkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi, serta menerapkan
17
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) secara ketat dan melakukan pencatatan dan
pelaporan data. (Bashiruddin dan Alviandi, 2011)
Berikut adalah tabel daftar skala kebisingan.
Tabel 2.2. Skala Intensitas Kebisingan (Gabriel, 1996)
Tingkat Kebisingan Intensitas (dB) Batas dengar Tertinggi
Menulikan 100-120 Mesin uap, Meriam,
halilintar.
Sangat Kuat 80-100 Pluit polisi, perusahaan
sangat gaduh, jalan
hiruk pikuk.
Kuat 60-80 Perusahaan, radio, jalan
pada umumnya, kantor
gaduh.
Sedang 40-60 Radio perlahahn,
percakapan kuat, kantor
umumnya, rumah
gaduh.
Tenang 20-40 Percakapan, auditorium,
kantor perorangan,
rumah tenang.
Sangat Tenang 0-20 Batas dengar terendah,
berbisik, bunyi daun.
18
2 91
1 94
Menit 30 97
15 100
7,50 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
Detik 28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walau sesaat.
19
2.2.Kerangka Teori
Paparan Bising
Faktor Risiko
Lama Masa
Kerja
Kerusakan Sel
Rambut di
Organ Corti
Gangguan
Fungsi
Pendengaran
Akibat Bising
20
2.3.Kerangka Konsep
Lama Masa
Kerja
Paparan Bising
Otoskopi
Tes Audiometri
Gangguan Pendengaran
Akibat Bising
Ya Tidak
21
2.4.Definisi Operasional
Tabel 2.4. Definisi Operasional
Definisi
No. Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala
Operasional
1. Lama Masa Suatu kurun Dengan cara Dikelompokkan Lembar Interval
Kerja waktu atau mengisi lembar menjadi: kuesioner
lamanya tenaga kuesioner. 1. ≤ 5 Tahun
kerja itu bekerja 2. 6-10 Tahun
disuatu tempat 3. >10 Tahun
(Tarwaka,2010)
.
2. Gangguan Perubahan Dengan 1. Tuli ringan Audiometri Nominal
Pendengaran sebesar 10 dB pemeriksaan >25 – 40
terhadap audiometri dBA
baseline rata- dengan 2. Tuli sedang
rata ambang membandingkan >40 – 55
dengar pada hantara udara dBA
frekuensi 2, 3, dan hantaran 3. Tuli sedang
dan 4 kHz. tulang (dB). berat >55 –
(OSHA, 1983) 70 dBA
4. Tuli berat
>70 – 90
dBA
5. Tuli sangat
berat >90
dBA
(Soepardi, et al,
2012)
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan variabel secara statistik mengenai angka terjadinya gangguan
fungsi pendengaran terhadap petugas PKP-PK Bandara Internasional Soekarno-
Hatta berdasarkan lama kerja.
3.2.Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional karena faktor
risiko dan dampak dapat diteliti dalam waktu yang sama.
3.3.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah petugas PKP-PK Bandara Internasional
Soekarno-Hatta.
3.4.Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi
tersebut.
3.4.1. Kriteria Inklusi :
a. Petugas PKP-PK yang bersedia untuk menjadi responden setelah
melalui informed consent.
3.4.2. Kriteria Eksklusi :
a. Petugas PKP-PK yang memiliki kelainan pada liang telinga dan
membran timpani berdasarkan pemeriksaan otoskopi.
23
3.6.Penetapan Besar Sampel
Rumus untuk menentukan jumlah sampel secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑒)2
Dimana:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = error level (tingkat kesalahan) (ditetapkan sebesar 10%)
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑒)2
251
=
1 + 251(0,1)2
251
=
1 + 2,51
= 71 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
3.7.Jenis Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
bersifat kuantitatif. Data diperoleh dari kuisioner dan pemeriksaan audiometri.
24
- Lembar informed concent untuk responden dengan penjelasan ringkas
mengenai penelitian yang dilakukan.
- Lembar kuisioner.
- Perangkat audiometri untuk mengetahui ambang batas pendengaran.
25
3.11. Alur Penelitian
26
3.12. Jadwal Penelitian
Tempat : Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten.
Waktu : Tahun Akademik 2017/2018
WAKTU
KEGIATAN
2017 2018
Bulan ke- 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bimbingan proposal
dengan dosen
pembimbing
Pendaftaran judul
penelitian
Pembuatan proposal
skripsi
Pendaftaran ujian
proposal skripsi
Ujian proposal
skripsi
Revisi proposal
skripsi
Persiapan penelitian
Pengambilan data
penelitian
Analisa data
Penyusunan laporan
hasil penelitian
Pendaftaran ujian
skripsi
Ujian skripsi
Revisi skripsi
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden adalah sifat-sifat yang menunjukkan keragaman
responden. Berikut adalah distribusi karakteristik responden berdasarkan lama
kerja.
Tabel 4. 1. Karateristik Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja
Lama Kerja Frekuensi Presentase
≤5 47 46%
6-10 21 20%
>10 35 34%
Total 103 100%
28
Berdasarkan tabel di atas, dari total sampel 103 orang, 46 di antaranya
(45%) sudah bekerja kurang dari 6 tahun, 21 lainnya (20%) sudah bekerja selama
6-10 tahun, dan 36 sisanya (35%) sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun. Dengan
demikian petugas PKP-PK mayoritas sudah bekerja selama kurang dari 6 tahun.
Berikut adalah sajian data karakteristik responden berdasarkan lama kerja
dalam diagram pie.
<=5
>=6,<=10
>10
35%
45%
20%
29
Tabel 4. 2. Hasil Pemeriksaan Audiometri Seluruh Responden
Kategori Frekuensi Presentase
Normal 103 100%
Tuli Ringan 0 0%
Tuli Sedang 0 0%
Tuli Sedang Berat 0 0%
Tuli Berat 0 0%
Tuli Sangat Berat 0 0%
TOTAL 103 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa keseluruhan responden, baik yang
telah bekerja selama kurang dari 6 tahun, antara 6-10 tahun, maupun lebih dari 10
tahun, semuanya mempunyai fungsi pendengaran normal dengan ambang dengar
≤25 dB baik pada telinga kanan maupun telinga kiri.
30
Berdasarkan kategori lama kerja, peneliti menghitung jumlah reponden
yang memiliki hasil audiometri >10-15 dB, >15-20 dB, dan >20-25 dB. Hasilnya
seperti yang ditampilkan pada tabel di atas. Responden yang memiliki hasil
audiometri >10-15 dB paling banyak adalah kategori lama kerja ≤5 tahun dengan
jumlah 28 orang (54,9%). Angka ini terus menurun pada kategori 6-10 tahun
dengan jumlah 13 orang (25,49%) dan pada kategori >10 tahun dengan jumlah 10
orang (19,6%).
Hasil audiometri >15-20 dB pada setiap kategori lama kerja jumlahnya naik
turun. Pada kategori lama kerja ≤5 tahun ada 18 orang (47,36%), pada kategori 6-
10 tahun ada 7 orang (18,42%), dan pada kategori >10 tahun ada 13 orang (34,21%).
Responden yang mendapatkan nilai audiometri >20-25 dB hanya ada 1
orang (7,69%) pada kategori ≤5 tahun, 1 orang (7,69%) pada kategori 6-10 tahun,
dan meningkat drastis pada kategori >10 tahun dengan jumlah 12 orang responden
(84,61%) dimana pada kategori inilah terdapat responden yang mendapatkan nilai
audiometri 21,25 dB.
Jika dilihat nilai rata-ratanya, pada responden dengan masa kerja ≤5 tahun
didapatkan nilai rata-rata ambang dengar 17,12766 dB, pada responden dengan
masa kerja 6-10 tahun didapatkan kenaikan rata-rata ambang dengar menjadi
17,14286 dB, dan meningkat lagi pada kategori masa kerja >10 tahun dengan angka
20,17857 dB. Dengan demikian, walaupun semua responden mendapatkan hasil
yang normal, dapat dikatakan terjadi kecenderungan pergeseran ambang dengar ke
arah yang lebih tinggi seiring dengan bertambahnya lama masa kerja.
Untuk lebih jelasnya, gambaran hasil audiometri pada petugas PKP-PK
berdasarkan lama kerja dapat dilihat pada diagram batang berikut.
31
Gambaran hasil audiometri pada petugas PKP-PK berdasarkan
lama kerja
30
25
20
15
10
0
≤5 tahun >5 - 10 tahun >10 tahun
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Responden
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
adalah unit bagian dari penanggulangan keadaan darurat (Dirjen Perhubungan
Udara, 2015). Personel PKP-PK dalam menjalankan tugasnya harus siap siaga di
Fire Station. Fire Station adalah bangunan/gedung yang terletak di sisi udara yang
lokasi dan penempatannya strategis berdasarkan perhitungan waktu bereaksi
(response time) yang berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pelaksanaan
kegiatan operasi PKP-PK. Jarak masing-masing fire station dengan landasan pacu
bervariasi yaitu ±300m. Hal ini menyebabkan personel PKP-PK rentan terpapar
bising dari mesin pesawat. Dari 103 responden, 77 (74,75%) di antaranya mengaku
mendapat paparan bising dari mesin pesawat. Menurut Kurmis (2007) dan OSHA
intensitas bunyi dari sebuah pesawat yang lepas landas adalah 140 dB yang
dikategorikan sebagai bising yang sangat keras (painfully loud). Sementara nilai
ambang batas kebisingan adalah 85 dBA dalam durasi 8 jam.
32
4.2.2. Deskripsi Variabel
Petugas PKP-PK bekerja dengan durasi 12 jam per hari, dengan masa kerja
bervariasi antara 2 bulan hingga 34 Tahun. Masa Kerja adalah masa terhitung mulai
pertama bekerja sebagai personel PKP-PK di Bandara Soekarno-Hatta sampai
tanggal pengambilan sampel. Peneliti mengkategorikan masa kerja menjadi 3
kategori yaitu ≤5 tahun, 6-10 tahun, dan >10 tahun. Pembagian ini berdasarkan
pernyataan Ibrahim (2016) yang menyatakan bahwa gangguan fungsi pendengaran
akibat bising mulai berlangsung antara 6 sampai 10 tahun lamanya setelah terpajan
bunyi yang keras yang diperkuat oleh Soetirto dalam Prayogo (2015) bahwa
masalah pendengaran pada pekerja yang terpajan bising biasanya terjadi setelah
masa kerja 5 tahun dengan tidak menutup kemungkinan terjadi sebelum kurun
waktu 5 tahun tersebut. Sedangkan John May (2002) mengatakan bahwa gangguan
pendengaran akibat bising biasanya berlangsung setelah 10-15 tahun terpapar
bising secara intensif. Data masa kerja masing-masing responden didapatkan
melalui lembar kuesioner.
Dari lembar kuesioner didapatkan juga informasi yang berhubungan dengan
risiko terjadinya gangguan fungsi pendengaran di antaranya yaitu riwayat trauma
telinga, sakit telinga, riwayat keluarga yang mengalami gangguan pendengaran,
riwayat trauma kepala, vertigo, konsumsi obat ototoksik, riwayat mendengarkan
suara tembakan/ledakan, hobi yang berhubungan dengan kebisingan, riwayat
otorea, serta informasi terkait keluhan pendengaran seperti tinnitus dan apakah
pendengaran mereka memburuk pada keadaan bising.
Dari 103 responden hanya 3 (2,3%) yang mengaku pernah mengalami
trauma telinga. Sebanyak 6 (5,8%) responden mengaku pernah mengalami sakit
telinga. Hanya 1 (0,97%) responden yang memiliki riwayat keluarga yang
mengalami gangguan pendengaran. Ada 9 (8,73%) responden yang memiliki
riwayat vertigo. Sebanyak 23 (22,33%) responden memiliki riwayat mendengarkan
suara tembakan/ledakan. Sebanyak 19 (18,44%) responden memiliki hobi yang
berhubungan dengan kebisingan seperti mendengarkan musik dengan earphone, 26
(25,24%) responden memiliki riwayat otorea. Tidak ada yang memiliki riwayat
trauma kepala maupun sedang mengkonsumsi obat ototoksik. Sebanyak 29
33
(28,15%) responden mengaku mengalami tinnitus dan 25 (24,27%) responden
mengaku pendengarannya memburuk pada keadaan bising.
Sebanyak 15 responden mengaku sebelumnya pernah bekerja di tempat
bising. Hal ini dapat menjadi perancu hasil penelitian karena kemungkinan paparan
bising telah berlangsung sebelum masa kerja sebagai personel PKP-PK terhitung.
Namun demikian, peneliti tidak mendapatkan data terperinci mengenai gambaran
pekerjaan dan lingkungan kerja sebelumnya dari 15 responden tersebut. Sehingga
peneliti tetap menyertakan kelimabelas responden tersebut dengan mengabaikan
paparan bising di tempat kerja sebelumnya.
34
dilakukan Febriana dan Nasri (2014) juga mengatakan bahwa masa kerja
mempengaruhi fungsi pendengaran, tetapi secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dan gangguan fungsi pendengaran.
Terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti tidak
menganalisis hubungan antara kedua variabel lebih jauh. Selain itu, peneliti juga
tidak meninjau lebih dalam mengenai faktor risiko lainnya yang berhubungan
dengan gangguan fungsi pendengaran akibat bising yang mungkin dimiliki oleh
responden. Terjadinya peningkatan rata-rata ambang dengar yang terlihat pada hasil
penelitian ini mungkin saja dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, kedisiplinan
penggunaan alat pelindung telinga, hipertensi, diabetes mellitus, dan
hiperkolesterol (Marlina, 2016). Maka dari itu, diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui seberapa besar faktor lama kerja dan faktor risiko lainnya
masing-masing mempengaruhi fungsi pendengaran.
35
BAB V
GAMBARAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PETUGAS PKP
-PK (PERTOLONGAN KECELAKAAN PENERBANGAN DAN
PEMADAM KEBAKARAAN) LANDASAN PACU BANDARA
SOEKARNO HATTA BERDASARKAN LAMA KERJA DAN
TINJAUANNYA MENURUT ISLAM
“Kemudian Dia sempurnakan kejadian (fisiknya) dan Dia tiupkan Ruh-Nya, dan
Dia jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati (akal fikiran ), namun
sedikit sekali kamu yang bersyukur.” (QS. Al-Sajdah [32]:9)
Seperti juga pada ayat lainnya tentang penciptaan manusia, Allah berfirman:
36
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl[16]:78)
Pada kedua ayat tersebut, ketika disebut indra pendengaran (as-sam’u) dan
indra penglihatan (al-basharu), Allah mendahulukan penyebutan indra pendengaran
mendahului penyebutan indra penglihatan. Hal yang sama dapat ditemukan di ayat-
ayat lainnya, seperti: QS. Al-Baqarah (7), At-Tahaa, Al-An’am (46), Yunus (31),
Hud (20), An-Nahl(108), Al-Israa (36), Al-Kahfi (38), Al-Mu’minun (78), Fussilat
(20 dan 22), Al-Jatsiyah (23) dan Al-Mulk (23). Jadi seluruhnya ada 15 ayat
(Saguni, 2017).
Menurut Ir. Muhammad Qasim Saguni, MA (Ketua DPP Wahdah Islamiyah),
Allah yang memiliki sifat Al-‘Aliem (Maha Mengetahui) dan Al-Hakim (Maha
Bijaksana) tidaklah mungkin meletakkan kata-kata dalam ayat-ayat-Nya secara
“sembarangan”. Syekh Jabir Abubakar Al-Jazaairy dalam kitabnya Aysarut
Tafaasiir Li Kalaamil ‘Aly al-Kabiir menjelaskan bahwa didahulukannya
penyebutan indra pendengaran dari indra penglihatan dalam beberapa ayat Al-
Qur’an mengandung hikmah bahwa indra pendengaran lebih banyak manfaatnya
(dan lebih utama) dari pada indra penglihatan (Wahdah Islamiyah, 2017).
Telinga adalah organ yang memegang fungsi pendengaran. Telinga adalah
salah satu anggota tubuh (al-jawarih) yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Jika fungsi dari organ tersebut hilang, maka dianggap cacat. Al-jawarih merupakan
amanah Allah yang harus dipelihara, tidak boleh dikhianati, tidak digunakan untuk
melakukan kemaksiatan, dan harus dipelihara dari dosa. Apabila melanggar,
dianggap telah melakukan kezhaliman terhadap jawarih-nya. Setiap al-
jawarih akan menjadi saksi di hari kiamat kelak terhadap apa yang telah diperbuat
oleh pemiliknya (Bugi, 2007).
Maka dari itu, sebagai manusia yang diberikan nikmat dan anugerah berupa
pendengaran yang masih berfungsi hendaknya menjaganya. Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan fungsi pendengaran,
misalnya menghindari suasana bising yang berlebihan. Dalam Islam juga telah
dianjurkan untuk menjaga pendengaran secara ruhiyah, yaitu dengan menjaga
kebersihan telinga, berwudhu, mendengarkan kalam Allah, sunnah Rasulullah saw,
dan ceramah-ceramah yang dapat memberikan faedah mengenal Allah SWT. Serta
37
dipelihara dari mendengar sesuatu yang bid’ah, ghibah, maksiat, batil, dari
menceritakan aib orang lain, dan tidak menggunakan pendengaran untuk
mendengar hal-hal yang dilarang Allah SWT (Bugi, 2007; Panjimas, 2017).
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah[9]:105)
Perintah untuk bekerja juga disebutkan dalam hadist berikut:
“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah”.
(HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
38
Bekerja adalah cara untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga
seperti istri, anak dan orangtua. Tujuan bekerja dalam ajaran Islam tidak sekedar
bersifat duniawi, namun lebih kepada bekerja untuk ibadah. Bekerja akan
membuahkan hasil yang bisa memberikan makan, tempat tinggal, pakaian,
menafkahi keluarga sekaligus menjalani bentuk ibadah lain dengan baik.
Islam memberikan penghargaan untuk setiap umatnya yang bekerja dengan
ikhlas dan mengharapkan keridhaan Allah SWT (Maulan, 2009). Orang yang
bekerja akan diampuni dosanya oleh Allah SWT, seperti yang dikatakan dalam
hadist berikut.
“Barang siapa yang merasakan keletihan pada sore hari, karena pekerjaan yang
dilakukan oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan dosanya diampuni oleh Allah
SWT pada sore hari tersebut.” (HR. Ath-Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath
VII/ 289)
Selain itu, beberapa dosa tertentu yang tidak bisa dihapuskan dengan
melaksanakan shalat, puasa dan juga shadaqah juga akan dihapuskan dengan
bekerja.
“Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat
diampuni dengan shalat, puasa, haji dan juga umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa
yang bisa menghapuskannya wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab, ‘Semangat
dalam mencari rizki’”. (HR. Ath-Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath I/38)
Orang yang bekerja keras diserupakan dengan mujahid di jalan Allah.
Apalagi bekerja sebagai petugas PKP-PK sebagai penolong pada keadaan genting
seperti kecelakaan atau kebakaran dan melibatkan bahaya. Allah SWT juga
mencintai umatnya yang bekerja dan giat seperti dikatakan dalam hadist berikut:
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat”.
(HR. Ath-Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Aushth VII/380)
39
5.3.Tinjauan Fungsi Pendengaran Berdasarkan Lama Kerja Menurut Islam
Responden dalam penelitian ini memiliki masa kerja yang bervariasi. Semua
responden berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri memiliki fungsi pendengaran
yang normal meskipun dalam pekerjaannya mereka terpapar bising. Hal itu karena
perusahaan Angkasa Pura II telah mengupayakan berbagai tindak pencegahan
seperti pengadaan alat pelindung telinga, pemeriksaan kesehatan setiap satu tahun
sekali, dan sebagainya. Namun upaya pencegahan tidak akan membuahkan hasil
apabila tidak diikuti dengan kedisiplinan dari petugas PKP-PK sebagai individu
yang memiliki risiko.
Pekerjaan yang dilakukan unit PKP-PK adalah pekerjaan yang sangat mulia.
Mereka harus siap siaga setiap waktu untuk mengamankan dan mengevakuasi
apabila terjadi kecelakaan penerbangan atau kebarakaran. Dengan risiko tinggi
terpapar bising di lingkungan kerja, bukan berarti petugas unit PKP-PK harus
menghindari tugasnya. Walaupun lama kerja turut andil dalam mempercepat
terjadinya gangguan fungsi pendengaran, penelitian ini menunjukkan bahwa lama
kerja tidak serta merta menyebabkan penurunan fungsi pendengaran secara
signifikan. Ada faktor-faktor lain yang lebih bisa mempengaruhi terjadinya
gangguan fungsi pendengaran misalnya faktor usia, kedisiplinan penggunaan alat
pelindung telinga, hipertensi, diabetes mellitus, dan hiperkolesterol (Marlina,
2016).
Risiko dimaknai sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian. Umat muslim diwajibkan untuk menjaga jiwa, harta benda,
dan lingkungannya dari cedera, kerusakan, dan kebinasaan (Munsah, 2017). Allah
SWT memerintahkan umatnya untuk menghindari risiko, seperti dijelaskan pada
ayat berikut. Allah berfirman:
40
Risiko juga dapat timbul apabila dalam melakukan tugas kita berlebih-
lebihan. Misalnya terpapar kebisingan yang mencapai 85 dBA dalam durasi 8 jam
atau lebih. Allah SWT melarang umatnya untuk berlebih-lebihan dalam setiap hal,
seperti dijelaskan pada ayat berikut. Allah berfirman:
41
mendengar sesuatu yang bid’ah, ghibah, maksiat, batil, dari menceritakan aib orang
lain, dan tidak menggunakan pendengaran untuk mendengar hal-hal yang dilarang
Allah SWT. Dengan demikian, diharapkan risiko penurunan ambang batas dengar
akibat bising di tempat kerja unit PKP-PK dapat semakin diminimalisir.
42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diuraikan beberapa kesimpulan dalam penelitian ini yaitu:
1. Dari total sampel 103 orang, 46 di antaranya (45%) sudah bekerja
kurang dari 6 tahun, 21 lainnya (20%) sudah bekerja selama 6-10 tahun,
dan 36 sisanya (35%) sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun.
Berdasarkan hasil audiometri, seluruh responden memiliki nilai ambang
dengar yang normal (< 25 dB). Tidak ada gangguan fungsi pendengaran
pada seluruh responden berdasarkan hasil audiometri. Berdasarkan nilai
rata-rata hasil audiometri, terlihat adanya kecenderungan pergeseran
ambang dengar ke arah yang lebih tinggi seiring dengan bertambahnya
lama masa kerja.
2. Petugas PKP-PK berisiko mengalami gangguan fungsi pendengaran
akibat bising. Namun bukan berarti mereka harus mengabaikan
pekerjaan mereka sebagai petugas PKP-PK. Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan fungsi
pendengaran yaitu mengistirahatkan pendengaran, penggunaan alat
pelindung telinga, dan pemeriksaan kesehatan pendengaran. Islam telah
menganjurkan untuk menjaga pendengaran secara ruhiyah, yaitu dengan
menjaga kebersihan telinga, berwudhu, mendengarkan kalam Allah,
sunnah Rasulullah saw, dan ceramah-ceramah yang dapat memberikan
faedah mengenal Allah SWT. Serta dipelihara dari mendengar sesuatu
yang bid’ah, ghibah, maksiat, batil, dari menceritakan aib orang lain,
dan tidak menggunakan pendengaran untuk mendengar hal-hal yang
dilarang Allah SWT.
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, dapat diambil beberapa saran yang
dapat dipertimbangkan. Berikut saran yang dapat peneliti uraikan:
43
1. Hasil penelitian dapat menjadi bahan evaluasi dan skrining fungsi
pendengaran bagi perusahaan, serta meningkatkan kesadaran akan
fungsi pendengaran bagi petugas unit PKP-PK.
2. Peneliti selanjutnya dapat menganalisa lebih lanjut mengenai gambaran
fungsi pendengaran berdasarkan masa kerja.
3. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang
berhubungan dengan faktor risiko penurunan fungsi pendengaran.
44
DAFTAR PUSTAKA
Adams GL, Boeis LR, Higler PA. 1997. Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bashiruddin J, et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher Ed. 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Febriana GE, Nasri SM. Analisis hubungan antara dosis kebisingan dengan
penurunan fungsi pendengaran pada pekerja terkait kebisingan di sebuah
pertambangan minyak dan gas bumi di Jawa Timur Tahun 2014. FKM UI
2014.
Ganong WF, 1993. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Gubata ME, Packnett ER, Feng X, Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.
Irianto. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta: Yrama Widya.
45
Kujawa SG. 2009. Noise-Induced Hearing Loss dalam Ballenger’s
Otorhinolaryngo- logy Head and Neck Surgery. USA: People’s Medical
Publishing House.
Paulsen F, Waschke J. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Kepala, Leher, dan
Neuroanatomi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Putra HA, Rahim MR, Saleh LM. Faktor Risiko Kejadian Penurunan Ambang
Dengar pada Karyawan Bagian Process Plant PT. Inco Soroako. Jurnal
MKMI 2010;6[2]:96-101.
Shiddieq UMD. 2008. Indera Pendengaran dalam Informasi Al-Quran dan Al-
Sunnah. https://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/indera-pendengaran
-dalam-informasi-al-quran-dan-al-sunnah/. Diakses pada tanggal 26
November 2018.
Sintorini MM, Hutapea PH, Vicaksono AA. 2007. Hubungan tingkat kebisingan
pesawat udara terhadap kesehatan pekerja di sekitar landasan pacu 1 dan 2
bandar udara internasional Soekarno-Hatta Banten. Fakultas Arsitektur
Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti 2007;4[1]:9-13.
Smith ST. Affects of Occupational Noise Exposure and Hearing Loss. University
of Arkansas Rehabilitation, Human Resources and Communication Dis-
orders Undergraduate Honors Theses 2014;18.
Snow JB, Wackym PA. 2009. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. Shelton: People’s Medical Publishing House.
46
ngaran-didahulukan-dari-indra-penglihatan/. Diakses pada tanggal 26
November 2018.
Win KN, Balalla NBP, Lwin MZ, Lai A. Noise-Induced Hearing Loss in the Police
Officer. Elsevier Safety and Health at Work 2015;6:134-138.
47
ANGGARAN PENELITIAN
A. PROPOSAL PENELITIAN
B. PELAKSANAAN PENELITIAN
C. PENGOLAHAN DATA
48
A. TOTAL ANGGARAN DANA
TOTAL Rp 8.250.000
49
BIODATA PENELITI
A. Identitas Diri
Nama Lengkap : Larasati Yofi Putri
Nomor Induk Mahasiswa : 1102015119
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 21 Juli 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Kedokteran Umum
Alamat Rumah :Vila Nusa Indah 2 Blok BB1 No. 12, Gunung Putri,
Kab. Bogor
E-mail : larasati1338@yahoo.co.id
Nomor Telepon : 082187055594
B. Riwayat Pendidikan
Nama Institusi Jurusan Tahun Masuk-Lulus
Perguruan Kedokteran
Universitas Yarsi 2015 - sekarang
Tinggi Umum
50
LAMPIRAN 1
PENGANTAR
Kepada Yth.
Calon Responden
51
5. Khanza Isdiharana 1102015117 Gambaran Gangguan Pendengaran Akibat Bising
pada Petugas PKP-PK (Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemdam Kebakaran) Landasan
Pacu Bandara Soekarno Hatta Berdasarkan
Kebiasaan Memakai Alat Pelindung Telinga
Kami memohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner yang terlampir. Dalam
kuesioner ini tidak ada jawaban benar atau salah. Anda diminta untuk memilih
sesuai dengan jawaban Anda, secara menyeluruh, dan tidak ada hal-hal yang
terlewatkan. Seluruh data yang didapatkan melalui kuesioner ini akan dijaga
kerahasiaannya dan hanya dipakai untuk kepentingan penelitian ini saja.
Bila saudara ingin mengklarifikasi berbagai hal tentang penelitian ini lebih lanjut,
Saudara dapat menghubungi ketua tim peneliti Larasati Yofi Putri di 082187055594
atau Larasati1338@yahoo.co.id
52
LAMPIRAN 2
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Lama Kerja :
Setelah mendapat penjelasan yang cukup, dengan ini saya menyatakan bersedia
untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Saya akan memberikan jawaban
dengan jujur apa adanya untuk membantu penelitian ini. Demikian surat pernyataan
ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
53
LAMPIRAN 3
PROFIL RESPONDEN
Silahkan menjawab keterangan di bawah ini. Tanda bintang (*) diisi oleh peneliti.
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
Usia : ________________________________________
54
LAMPIRAN 4
BAGIAN I
Hasil Otoskopi :
A. RIWAYAT KESEHATAN
55
TELINGA KIRI Baik / Cukup / Buruk
Ya Tidak
Apakah Anda pernah mengalami trauma/luka pada telinga ?
Alasan :
Ya Tidak
Apakah Anda pernah mengalami sakit telinga atau riwayat
penyakit telinga lainnya sewaktu kecil atau dewasa ?
Alasan :
Ya Tidak
Apakah dalam keluarga ada riwayat gangguan pendengaran atau
tuli?
Jika YA, siapa?
Ya Tidak
Apakah Anda pernah mengalami trauma kepala, gegar otak dan
tidak sadarkan diri ?
Jika YA, jelaskan:
Ya Tidak
Apakah Anda pernah mendengar atau mengalami telinga atau
kepala Anda berdengung/berdenging/bising (tinnitus)?
Jika YA, jelaskan:
Ya Tidak
Apakah Anda menderita vertigo atau pusing berputar?
Alasan:
Ya Tidak
Apakah Anda pernah meminum obat-obatan yang bersifat
menganggu fungsi telinga ? (obat TB, otosporin, kina/obat
malaria)
Jika YA, sebutkan:
56
Ya Tidak
Apakah Anda atau pernah terpaparan suara tembakan atau
ledakan?
Jika YA, jelaskan:
Ya Tidak
Apakah Anda mempunyai hobi yang berhubungan dengan suara
keras ?
(Mendengarkan musik dengan keras, pergi ke konser, motor
balap,kendaraan balap)
Jika YA,seberapa sering/durasi?
Ya Tidak
Apakah Anda pernah mengeluarkan cairan/kotoran telinga
Anda? Kapan terakhir kali?
Ya Tidak
Apakah pendengaran Anda membaik/memburuk pada suasana
bising ?
Ya Tidak
Apakah pekerjaan Anda sekarang berhubungan dengan
tingkat kebisingan yang tinggi ?
Mohon tuliskan alat/mesin yang menyebabkan Anda terpapar suara keras/ bising.
Tuliskan level dB jika anda mengetahuinya.
57
Ya Tidak
Apakah Anda harus berteriak untuk membuat suara Anda
terdengar dari jarak 3 meter ?
Selama jam kerja Anda apakah alat pelindung pendengaran WAJIB / PILIHAN
(mohon dilingkari)
Ya Tidak
Apakah Anda menggunakan alat pelindung pendengaran?
Jika YA, apa yang Anda gunakan? Mohon tuliskan
Apakah Anda tepapar bising dalam 48 jam terakhir ? (Jika YA, beri penjelasan)
Perusahaan: Tanggal/Tahun :
Pekerjaan :
58
Pelindung telinga Rincian :
YA Tidak
disediakan ?
Perusahaan: Tanggal/Tahun :
Pekerjaan
Perusahaan: Tanggal/Tahun :
Pekerjaan
59
LAMPIRAN 5
HASIL AUDIOMETRI
60
LAMPIRAN 6
61
LAMPIRAN 7
DOKUMENTASI
62
63
64
65
66