PROPOSAL PENELITIAN
Pembimbing :
Dr. dr. Yefta Moenadjat, SpB, SpBP
Kol. Kes. DR. dr. Wawan Mulyawan, SpBS, SpKP
2
Semakin bertambahnya jumlah pajanan dengan hipobarik intermiten pada gaster
hewan coba tikus Wistar pada ketinggian 25.000 kaki dalam waktu lima menit
dalam interval tujuh hari, dapat meyebabkan terjadinya perubahaan gaster pada
hewan coba tikus Wistar yang mengalami hipoksia pada perlakuan hipobarik
intermiten. Sehingga gaster yang sering terpapar mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi lebih baik dalam kondisi hipoksia.
Apakah terjadi perubahan fisiologis gaster pada kondisi hipoksia pada ketinggian
25.000 kaki selama lima menit dalam interval tujuh hari?
1.4 Hipotesis
Terjadi perubahan fisiologis gaster pada kondisi hipoksia pada ketinggian 25.000
kaki selama lima menit dalam interval tujuh hari.
Perubahaan fisiologis gaster pada hewan coba tikus Wistar yang mengalami
hipoksia pada perlakuan hipobarik intermiten pada penelitiaan ini diharapkan
memperjelas perubahan fisiologis gaster akibat efek hipoksia.
3
1.6.3 Bidang Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipoksia
2.1.1 Definisi Hipoksia
5
2.1.2 Mekanisme Hipoksia
Tabel 2. Mekanisme
terjadinya hipoksia
1. Hipoventilasi alveolus
6
3. Right-to-left- shunt
Right-to-left shunt muncul akibat aliran darah dari sisi kanan jantung ke sisi
kiri jantung tanpa terjadi oksigenasi yang adekuat. Ada dua penyebab dari
right-to-left shunt ini yaitu shunting anatomis yang terjadi pada saat alveoli
dilewati dan shunting fisiologis yang terjadi apabila alveoli yang tidak
diventilasikan ini mengalami perfusi. 3,4
Tabel 3.
Perubahan fisiologis pada keadaan hipoksia
Acute mountain sickness adalah penyakit yang sering terlihat dalam kondisi
hipobarik. Didapatkan bahwa pada kondisi hipobarik, terdapat peningkatan dari
7
insidensi AMS serta keparahan dari AMS ini. Stabilitas postural juga sangat
dipengaruhi kondisi hipobarik ini. Kontras visual terhadap warna-warna juga
berkurang pada kondisi hipobarik dibandingkan dengan kondisi normobarik dan
ini juga berpengaruh terhadap kestabilan postur.4,5
Acute Mountain Sickness (AMS) umum terjadi pada pendaki yang mendaki
dengan cepat di ketinggian lebih dari 3000 meter. Gejala terjadi dalam beberapa
jam sampai 2 hari setelah mendaki dan berkurang pada hari ke tiga.Gejalanya
antara lain sakit kepala terutama pagi hari, sesak napas, kelelahan, hilangnya
nafsu makan, muntah serta insomnia. Kejadian AMS tergantung dari ketinggian
yang dicapai, kecepatan pendakian dan kerentanan individu. Laki-laki dan
perempuan dapat menderita AMS walaupun perempuan lebih cenderung terkena
AMS. Penyakit infeksi pernapasan dapat menjadi faktor risiko. Penduduk yang
mempunyai respons pernapasan tumpul terhadap hipoksia lebih berisiko untuk
terkena AMS dibandingkan pendatang. Begitu pula individu yang mempunyai
respons cepat pada tekanan arteri pulmoner terhadap hipoksia.7,8
Patofisiologi
8
Acute mountain sickness mungkin berhubungan dengan kemampuan individu
untuk mengkompensasi edema otak. Individu yang mempunyai rasio cairan
serebrospinal kranial lebih besar, akan lebih baik dalam mengkompensasi edema
melalui pemindahan cairan serebrospinal sehingga lebih jarang menderita AMS.
Faktor lain yang dianggap mempengaruhi kejadian AMS adalah perubahan
pernapasan saat sampai di ketinggian. Individu dengan PCO2 tinggi saat sampai
di ketinggian lebih mudah terkena AMS. Latihan lama yang dilakukan pendaki
juga dapat menyebabkan retensi natrium dan air melalui aktivasi sistem renin-
aldosteron yang akan meningkatkan risiko untuk terkena AMS. Penatalaksanaan
dan Pencegahan Penatalaksanaan AMS tergantung dari cepatnya diagnosis. Gejala
AMS ringan dapat berkurang dengan istirahat, pemberian analgetik dan tinggal di
ketinggian yang sama selama observasi. Pada keadaan berat, penderita harus turun
secepat mungkin dan diberi suplemen oksigen atau masuk ke ruang hipobarik.
Asetazolamid 125 – 250 mg/12 jam dapat diberikan bila tidak mungkin untuk
segera turun. Untuk pencegahan, asetazolamid diberikan 125 mg/12 jam mulai
sejak 24 jam sebelum pendakian. Deksametason 4 mg/6 jam diberikan untuk
kasus sedang sampai berat. 1 Deksametason dengan dosis 4 mg/6-12 jam, mulai 6
jam sebelum pendakian dapat dipakai untuk pencegahan. Ginkgo biloba 80 – 120
mg/12 jam dapat mencegah terjadinya AMS. Diet tinggi karbohidrat dapat
meningkatkan PO2 alveolar sehingga dapat mengurangi gejala AMS.7,8
Chronic mountain sickness (CMS) terjadi pada individu yang lahir dan tinggal di
ketinggian atau pendatang yang pindah dan tinggal di ketinggian untuk jangka
waktu lama. Kelainan ini lebih sering diderita laki-laki setengah baya
dibandingkan perempuan. Terdapat perbedaan etnik dan geografik dalam
prevalensi CMS. Orang Andes dan Han lebih sering menderita CMS
dibandingkan orang Tibet. Gejala dan tanda CMS sama dengan penderita
polisitemia, yaitu sakit kepala, pusing, lemah, gangguan memori dan tingkah laku,
sianosis serta sulit tidur. Pada pemeriksaan penunjang didapat peningkatan nilai
hematokrit dan hemoglobin, penurunan saturasi O2 dan PaO2 serta peningkatan
PaCO2. Patofisiologi Hipoksemia merupakan faktor penting dalam perkembangan
CMS. Hipoksemia berat selama tidur dapat menjadi penyebab meningkatnya nilai
9
hematokrit. Hipoventilasi yang berhubungan dengan tumpulnya kemosensitivitas
terhadap hipoksia menyebabkan hipoksemia sehingga merangsang respons
hemopoetik. Faktor lain yaitu ketinggian (makin tinggi, makin besar insidens
CMS), fungsi paru (dipengaruhi riwayat merokok, polusi udara dan infeksi), umur
(insidens meningkat dengan umur, mungkin karena fungsi paru dan respons
ventilasi menurun sesuai perkembangan usia), gender (perempuan jarang terkena,
mungkin akibat efek perangsangan pernapasan oleh hormon).8-10
Untuk memastikan bahwa kondisi hewan tikus wistar ini tetap ideal, kami
memastikan bahwa kendang tikus selalu kering dalam penelitian ini. Kami juga
memastikan bahwa lingkungan dari tikus tetap baik, menjaga suhu dari kendang
antara 18-27 derajat celcius dengan kelembapan yang ideal antara 40-70%.
Cahaya diusahakan 12 jam terang dan selebihnya gelap. Kualitas makanan tikus
juga harus dijaga tetap baik agar tidak menjadi faktor perancu dalam penelitian
ini.
Coppel et al meneliti tentang berada pada ketinggian yang cukup tinggi dan
lingkungan yang hipoksia. Tim penelitian ini mencoba melihat beberapa
10
penelitian yang mereplikasikan bagaimana kondisi pada ketinggian yang rendah
baik dan efeknya pada berbagai parameter fisiologis dari tubuh:9-10
11
2. Perubahan sistem kardiovaskular
Acute mountain sickness adalah penyakit yang sering terlihat dalam kondisi
hipobarik. Didapatkan bahwa pada kondisi ini terdapat peningkatan dari
insidensi AMS serta keparahan dari AMS ini. Stabilitas postural juga sangat
dipengaruhi kondisi hipobarik ini. Kontras visual terhadap warna-warna juga
berkurang pada kondisi hipobarik dibandingkan dengan kondisi normobarik
dan ini juga berpengaruh terhadap kestabilan postur.
12
2.6 Kerangka Teori
Perubahan
ketinggian
Pajanan hipobarik
intermiten pada Hipoksia
ketinggian 25000 kaki
Perubahan
fisiologi gaster
Mual
13
2.7 Kerangka Konsep
Non-hipobarik
chamber
Dua kelompok
tikus
Hipobarik
Chamber
Pemeriksaan histopatologi
14
BAB 3
METODE PENELITIAN
15
ketinggian 25.000 kaki dalam interval tujuh hari (dibagi menjadi empat sesuai
frekuensi pajanan: 1 kali, 2 kali, 3 kali, dan 4 kali), kemudian tikus yang terpajan
dilakukan penilaian hipoksia berdasarkan AGD tikus Wistar, selanjutnya tiap
minggu tikus yang kelompok kedua yang terpajan dikorbankan dan diambil organ
gasternya untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi di laboratorium Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
16
a. Hewan tikus Wistar (Rattus norvegicus)
b. Jenis kelamin jantan
c. Usia sekitar 40-60 hari
d. Berat tikus 150-200 gram
e. Mendapat perlakuan yang sama dalam tujuh hari (semua tikus sehat dan tidak
terdapat infeksi pernapasan)
(5-1)(n-1) ≥15
4n-4 ≥15
4n ≥19
n ≥4,75-5
Keterangan :
Besar sampel ideal menurut hitungan rumus Federer diatas adalah lima ekor tikus
putih atau lebih. Dengan demikian jumlah tikus jantan semua kelompok uji secara
keseluruhan adalah dua puluh lima ekor.
17
3.7 Identifikasi variabel
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tikus yang dimasukkan hypobaric
chamber 1 kali, 2 kali, 3 kali, 4 kali
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah terdapat perubahan pada gaster
secara patologi anatomi
18
3.11 Alur penelitian
19
3.12 Jadwal penelitian
Nominal
No Rencana Pengeluaran dalam
rupiah
1 Pembuatan proposal (cetak dan fotokopi) 300.000
2 Pengurusan etik dan izin penelitian 250.000
3 Pembelian tikus Wistar 25x@50.000 1.500.000
4 Perawatan dan makanan tikus 1000.000
Bahan habis pakai (heparin, disposable syring,
5
aquadest) 500.000
6 Sewa tempat penelitian 1.000.000
Pemeriksaan histopatologi
7
25x@500.000 12.500.000
8 Pembuatan laporan penelitian (cetak dan fotokopi) 400.000
9 Publikasi 3.000.000
Jumlah 20.450.000
20
Daftar pustaka
21