Anda di halaman 1dari 13

RANCANGAN PENELITIAN KLINIS

CLINICAL TRIAL DESIGNS

Garry Rian Rumasoreng

2010 83 026

Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Adapun
terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, yaitu orang tua,
kakak tingkat, teman teman.
Akhirnya penulis sadar akan segala kekurangan pada tugas ini. Karena
seperti kata pepatah Tak ada gading yang tak retak maka demikian juga dengan

tugas ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnai tugas ini.

Ambon, 1 Desember 2012

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
II. Pembahasan
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Defenisi Rancangan Penelitian


Perkembangan Penelitian Klinik
Prosedur Pengujian Obat
Tahap Tahap Penelitian Klinik
Komponen Komponen Penelitian Klinis
Rancangan Penelitian Klinis
Dasar Penilaian Penelitian Klinis

III. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
IV. Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang[1]

Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu
proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian
meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam rancangan
perencanaan dimulai dengan mengadakan observasi dan evaluasi terhadap penelitian
yang sudah dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan
hipotesis penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut.
Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan
ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan teknik
sampling, instrumen, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan
hasil penelitian.
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka tujuan rancangan penelitian
adalah untuk memberikan suatu rencana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Konsideran utamanya dalam rancangan perencanaan adalah untuk
mengkhususkan mekanisme kontrol yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga
jawaban atas pertanyaan akan menjadi jelas dan sahih. Selanjutnya rancangan
penelitian dalam makna pelaksanaan, sangat terkait dengan pembuktian hipotesis,
menyatakan suatu kejelasan hubungan sebab akibat dan setiap variabel yang terlibat,
dan dari penentuan instrumen pengumpulan data akan jelas terukur tingkat validitas
internal dan validitas eksternal.
Rancangan penelitian lebih menekankan pada aspek baik atau tidak baik dan
sangat tergantung pada derajat akurasi yang diinginkan oleh peneliti, derajat
pembuktian hipotesis, dan tingkat perkembangan dan ilmu pengetahuan yang menjadi
perhatian. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa rancangan
penelitian tidak ada yang tepat sekali, satu sama lain memiliki titik lebih dan titik
kurang. Penentuan rancangan penelitian seringkali didasarkan pada pertimbangan
praktis dan kompromi peneliti terhadap cakupan area penelitiannya.
Oleh karena itu, rancangan penelitian banyak sekali ragamnya. Para ahli
belum ada kesepakatan diam penggolongan rancangan penelitian. Namun demikian,
secara umum rancangan penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu: rancangan

penelitian tanpa perlakuan (kelompok deskriptif) dan rancangan penelitian dengan


perlakuan (kelompok eksperimen).

B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa
masalah yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa itu rancangan penelitian?
2. Bagaimana perkembangan penelitian klinis?
3. Bagaimana prosedur pengujian obat?
4. Bagaimana tahap tahap penelitian klinis?
5. Apa saja komponen komponen penelitian klinis?
6. Bagaimana rancangan atau desain penelitian klinis?
7. Apa dasar dari penelitian klinis?
C. Tujuan
Dari perumusan masalah diatas maka tujuan yang akan dicapai pada akhir
pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi rancangan penelitian
2. Mengetahui perkembangan penelitian klinis
3. Mengetahui prosedur pengujian obat
4. Mengetahui tahap tahap penelitian klinis
5. Mengetahui komponen komponen penelitian klinis
6. Mengetahui rancangan atau desain penelitian klinis
7. Mengetahui dasar penelitian klinis
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Defenisi Rancangan Penelitian[2]


Rancangan penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi penelitian
yang dimasuksudkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi, dengan
mengupayakan optimasi yang berimbang antara validitas dalam dan validitas luar,
dengan melakukan pengendalian varians.
Rancangan penelitian digunakan sebagai dasar atau patokan dalam melakukan
penelitian agar pelaksanaannya dapat berjalan secara benar, baik, dan lancar. Oleh
karenanya, rancangan penelitian mempunyai manfaat yang besar bagi kelancaran

sebuah penelitian. Adapun manfaat yaitu, Rancangan penelitian memberi pegangan


yang jelas kepada peneliti dalam melakukan penelitian, Rancangan penelitian
menentukan batas-batas penelitian yang berhubungan dengan tujuan penilitian.
Dalam rancangan penelitian dijelaskan pula tentang Tujuan penilitian.
Dengan tujuan penelitian maka peniliti mempunyai arah dan petunjuk yang
tepat dalam penelitian sehingga kegiatan penelitian menjadi terpusat kepada objek
yang benar. Rancangan penelitian memberikan gambaran tentang apa yang harus
dilakukan dan kesulitan kesulitan yang akan dihadapi saat penilitian. Dengan
rancangan penilitian,seorang peneliti mampu sikap dan keputusan yang tepat dalam
mengatasi masalah penelitian.
B. Perkembangan Penelitian Klinik[3]
Perkembangan penilitian klinik adalah sejalan dengan perkembangan ilmu
kedekteran. Ilmu kedokteran sebagai ilmu alamiah berkembang melalui dua cara,
yaitu melalui observasi dan eksperimen. Cara observasi ini dilakukan dengan
mencatat sifat sifat dan gejala-gejala yang terjadi secara alamiah, dan dengan cara
ini kemudian diperoleh informasi tenatng perjalanan alamiah penyakit dan factorfaktor yang mempengaruhinya. Sedangkan cara eksperimen, dilakukan dengan
mengatur kondisi tertentu terhadap objek, kemudian mengamati terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada objek tersebut. Di dalam ilmu kedoteran/kesehatan,
kedua cara ini saling menunjang dan saling melengkapi.
Metode observasi dalam penelitian kedokteran ini umumnya sudah sangat tua,
sama dengan ilmu luhur kedokteran itu sendiri. Meskipun mempunyai banyak
kelemahan tetapi metode ini masih digunakan sampai saat ini. Kelemahan
kelemahan metode observasi dalam ilmu kedokteran ini antara lain faktor faktor
yang terlibat dalam menimbulkan dan mengubah riwayat atau perjalanan penyakit
itusangat kompleks sehingga dengan cara observasi saja mungkin sama sekali tidak
dapat ditemukan apa yang sesungguhnya merupakan urutan sebab dan akibat dalam
riwayat penyakit. Untuk mengatasi kekurangan ini maka para ahli bersepakat untuk
menganjurkan penggunaan metode eksperimen. Dengan menggunakan metode

eksperimen ini setuap gagasan yang baik dalam mengatasi masalah kesehatan atau
kedokteran, harus diuji terlebih dahulu sebelum diterima kebenarannya.
Perkembangan di bidang pengobatan sampai abad ke 18 pada umumnya
masih bersifat empiris, berdasarkan asumsi subjektif pada beberapa orang penderita.
Asumsi asumsi ini kemudian ditambah dengan tradisi kepercayaan dan tahayul,
diteruskan ke generasi berikutnya. Kemudian kira kira pada abad ke 19 Claude
Bernhard menyatakan perlunya eksperimen dalam pengembangan ilmu kedokteran.
Sejak saat itu pengobatan mulai diuji secara eksperimen melalui binatang percobaan,
sebelum dilakukan kepada manusia. Dalam perkembangan selanjutnya, meski obat
obat tersebut telah memperlihatkan manfaatnya pada binatang percobaan, tetapi
ternyata diragukan manfaatnya pada manusia. Bahkan beberapa obat diantaranya
menimbulkan efek yang mengerikan, walaupun pada percobaan binatang telah
dinyatakan aman. Hal ini juga disadari bahwa antara binatang dan manusia terdapat
perbedaan spesies yang akan dengan sendirinya akan membawa perbedaan dalam
respon.
Dengan adanya kenyataan kenyataan tersebut maka dalam rangka
pengembangan ilmu kedokteran, khususnya dibidang pengobatan diputuskan bahwa
penelitian yang bersifat eksperimen harus dilakukan pada manusia. Tetapi
penggunaan kata eksperimen ini dihindari karena menimbulkan kesan penyiksaan
terhadap manusia dan tidak etis. Oleh sebab itu penelitian obat yang dilakukan pada
manusia ini selanjutnya disebut penelitian klinis atau clinical trial.
Sampai saat ini istilah clinical trial mencakup dua pengertian, yakni clinical
trial sebagai rangkaian penelitian obat pada manusia dan clinical trial sebagai metode
penelitian yang bersifat eksperimen. Oleh karena penelitian klinis ini sasarannya
manusia dan menyangkut masalah etisk, hokum, sosial, budaya, dan sebagainya maka
diperlukan undang undang tersendiri. Tetapi di Indonesia sejauh ini belum
mempunyai undang undang untuk hal tersebut. Di negara negara yang sudah maju
pada umumnya sudah mempunyai undang undang tentang penelitian klinis ini.
C. Prosedur pengujian Obat[3]

Masalah kesehatan atau kedokteran tidak terlepas dari masalah obat dan
penggunaannya pada manusia. Oleh sebab itu,penelitian kesehatan mencakup pula
penelitian penggunaan obat. Obat, disamping berguna untuk menyembuhkan
penyakit, juga mempunyai berbagai efek negative terhadap kehidupan manusia,
bahkan penggunaan yang salah terhadap obat dapat menimbulkan kematian pada
manusia
Untuk itu maka sebelum obat dipasarkan obat harus dievaluasi terlebih dahulu
melalui penelitian. Dalam usaha dan evaluasi obat ini harus melalui berbagai tahap
penelitian yang pada umumnya terbagi dalam tiga tahap, yakni a) penelitian
farmakologi preklinik; b) penelitian farmasi; dan c) penelitian klinik. Penelitian
farmakologi preklinik dan farmasi adalah percobaan obat pada binatang dan
penelitian klinis adalah percobaan obat pada manusia.
D. Tahap Tahap Penelitian Klinik[3]
Tujuan penilitian klinik adalah untuk menguji efektivitas obat pada manusia.
Dengan sendirinya sebelum obat tersebut dicobakan pada manusia terlebih dahulu
harus dicobakan pada binatang percobaan. Berdasarkan tujuannya, penelitian klinik
ini dibagi dalam 4 tahap, yakni :
1. Tahap pertama
Tahap pertama klinik ini merupakan pemberian obat untuk pertama kali
pada manusia, setelah obat yang bersangkutan telah lolos dari penilitian
farmakologi dan teksiologi pada binatang percobaan. Tujuan penilitian klinis
tahap ini untuk memperlihatkan efek farmakologi klinik suatu obat pada
sekelompok kecil penderita atau sukarelawan sehat. Pengukuran dalam penilitian
ini menyangkut khasiat obat, dengan data yang dikumpulkan adalah : jenis obat,
hubungan antara dosis dengan respons, lama keja obat pada dosis tunggal,
metabolisme, dan interaksi.
2. Tahap kedua
Tujuan penilitian tahap ini adalah untuk menentukan apakah kerja
farmakologi yang telah dibuktiakan pada tahap pertama tersebut berguna untuk
pengobatan. Indicator dari pengukuran penilitian tahap ini adalah penyembuhan

penyakit. Tetapi karena kesembuhan tersebut biasanya terjadi pada waktu yang
panjang, maka efek farmakologilah yang dijadikan indicator, misalnya kadar gula
darah, penurunan tekanan darah, dan sebagainya. Selain itu perlu dikumpulkan
data tentang efek samping yang cukup untuk memperkirakan secara dini rasio
antara risiko dan keuntungan. Dari penilitian pada tahap ini dapat ditentukan
manfaat obat yang bersangkutan dibanding dengan obat atau cara pengobatan
yang lain yang telah ada.Dalam tahap ini pula dapat ditentukan hubungan antara
dosis dan kadar obat dalam plasma atau jaringan dengan efek kliniknya.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ini diperlukan orang percobaan atau penderita yang lebih
banyak, dan dilakukan di luar tempat penilitian tahap kedua, dan hasil penilitian
ini dapat memperkuat atau menolak hal-hal yang ditemukan pada penilitian tahap
kedua, misalkannya: insiden efek samping yang frekuensinya rendah, profil obat
yang bersangkutan bila digunakan pada pasien yang tidak terseleksi secara teliti,
dan sebagainya.
4. Tahap keempat
Tahap ini adalah yang dilakukan setelah obat dipasarkan. Oleh sebab itu
penilitian sering disebut post marketing drugs surveillance,yang bertujuan
mengatasi kekurangan informasi yang ada pada penilitian tahap sebelumnya.
Penilitian ini mencakup empat masalah pokok yaitu :
a. Efek samping, terutama yang muncul akibat pengguna obat jangka pendek.
b. Masalah manfaat, yang mencakup efek obat pada pemberian jangka lama
dalam usaha pencegahan kekmbuhan, komplikasi penyakit, dan manfaat obatobatan disbanding dengan cara penyembuhan yg lain.
c. Data pengguna, mencakup pengguna obat untuk indikasi baru, kelebihan
pakai (oper used), salah guna (misused), dan penyalagunaan ( abused), yang
biasanya sukar dijumpai pada percobaan klinik yang terkontrol.
d. Ratio biaya atau risiko/keuntungan , bahaya dan biaya. Pada tahap ini, metode
penilitian yang digunakan bukan saja yang bersifat penilitian klinik, tetapi
digunakan pada penilitian epidiologik, survey dan pemantauan ( monitoring).

Pada saat ini clinical trial sebagai suatu metode penilitian kesehatan atau
kedokteran penggunaannya tidak hanya terbatas pada pengembangan dan
evaluasi obat saja, tetapi mulai digunakan untuk pengembangan dan evaluasi
cara penyembuhan yang lain, misalnya operasi, fisioterapi, jenis dan cara
perawatan, dan sebagainya. Semua kegiatan ini biasanya disebut penilitian
pelayanan kesehatan ( health care trial)
E. Komponen Komponen Penelitian Klinis[3]
Untuk mencapai hasil penelitian yang dapat dipercaya maka penelitian itu
memerlukan perencanaan, pengorganisasian, dan administrasi yang baik. Dalam
penelitian klinis tujuan tersebut akan dapat tercapai apabila komponen komponen
penelitian klinis dipahami dengan baik. Komponen komponen tersebut adalah
sebagai serikut.
1. Tujuan
Tujuan penelitian klinis adalah untuk membuktikan derajat dan keamanan
obat yang digunakan pada manusia. Untuk mencapai tujuan ini penelitian klinis
memerlukan empat tahap seperti yang telah disebutkan diatas. Dalam
memantapkan tujuan, penelitian klinis harus jelas dan spesifik. Untuk mencapai
perumusan tujuan penelitian yang baik diperlukan penelusuran kepustakan yang
banyak dan hasil penelitian klinis yang telah dilakukan oleh orang lain.
2. Seleksi
Penelitian klinis dirancang untuk menentukan efektifitas suatu obat
terhadap penyakit tertentu. Oleh sebab itu seleksi penderita berdasarkan penyakit
yang diderita adalah komponen yang sangat penting dalam penelitian klinis.
Seleksi penderita ini mencakup dua hal, yakni demarkasi diagnostic dan
antisipasi prognosis. Demarkasi diagnostic adalah membedakan orang sehat dan
orang sakit, dan membedakan berbagai penderita dari penyakit yang mempunyai
gejala yang sama. Sedangkan antisipasi prognostic adalah membedakan stadium
penyakit dan faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan.

Kedua macam seleksi ini dapat digunakan untuk mengelompokan penderita yang
akan dimasukan ke dalam kelompok trial
F. Rancangan Penelitian Klinis[3]
Inti pokok penelitian klinis adalah membandingkan antara kelompok yang
menerima trial (percobaan obat) dan kelompok yang tidak menerima trial(control).
Karena itu dalam penelitian ini selalu terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok
treatment (T) yang menerima percobaan obat dan kelompok kontrol (K) yang tidak
menerima obat atau mungkin menerima placebo atau obat standar. Kemudian hasil
pengobatan terhadap kedua kelompok tersebut dibandingkan untuk mengetahui obat
mana yang lebih efektif dan lebih aman. Agar dapat melakukan perbandingan yang
memenuhi syarat dan memperoleh hasil yang dapat dipercaya, perlu disusun
rancangan atau desain penelitian yang sesuai. dengan adanya desain atau rancangan
ini diharapkan dapat menjamin adanya dua atau lebih kelompok yang sebanding
dalam demarkasi diagnostik dan antisipasi prognostiknya. Disamping itu dengan
adanya desain ini diharapkan adanya jaminan pengukuran yang objektif pada kedua
kelompok tersebut.
Untuk memperoleh kelompok yang sebanding dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain:
1. Pembagian kelompok trial dan kelompok kontrol secara acak (random).
Keuntungan pembagian secara acak ini adalah:
a. Memberikan kesempatan yang sama besarnya bagi setiap anggota kelompok
yang dimasukan dalam kedua kelompok tersebut.
b. Membagi secara rata faktor faltor yang belum dapat dinyatakan peranannya
dalam riwayat penyakit dan pengobatannya.
c. memenuhi persyaratan untuk analisis statistic
Pembagian kelompok berdasarkan acak ini bisanya disebut randomized
clinical trial (RCT). Dalam peelitian klinis kelompok kontrolnya dinamakan
concurrent control. Rancangan ini dianggap rancangan yang paling baik dalam
penelitian klinis meskipun tidak selalu dapat dilakukan karena berbagai hambatan
antara lain hambatan etik, hokum, kasus sangat jarang, biaya, dan lain sebagainya

2. Bila kelompok kontrol tidak mungkin diadakan cara lain untuk mendapatkan
kelompok yang sebanding adalah dengan mencari dari literature atau dari
pengalaman yang lalu. Kelompok kontrol yang diperoleh dengan cara ini disebut
historical control atau literature control. Persyaratan yang harus dipenihi oleh
kelompok historis sebagai kelompok kontrol ini antara lain kelompok penderita
tersebut menerima pengobatan standar yang sama dengan yang diterima
kelompok pembanding, metode evaluasi pengobatan sama, distribusi ciri ciri
penderita yang penting harus sama dengan ciri ciri yang ada pada kelompok
trial, dan sebagainya.
Untuk dapat melakukan pengukuran yang objektif terhadap hasil pengobatan
dalam penelitian klinis, teknik pengukuran yang sering digunakan ialah double-blind.
Dengan teknik double-blind ini dimaksudkan, baik peneliti maupun penderita sama
sama tidak mengetahui, atau tidak dapat membedakan obat apa yang diterima dan
diselidiki pada kedua kelompok tersebut. Sedangkan pelaksana pemberi obat
(pelaksana trial) adalah dokter klinis yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Dengan cara ini akan diperoleh:
1. Peneliti terbebas dari beban moral untuk membagikan penderita pada suatu trial
untuk penyakit yang selama ini belum ada pengobatan yang efektif, sedangkan
obat yang diteliti diduga lebih efektif.
2. peneliti terhindar dari bias selama observasi hasil pengobatan.
Objektivitas pengukuran akan lebih baik lagi jika penderita juga mengetahui
obat apa yang diterima, seandainya penelitian terhadap hasil pengobatan memerlukan
keterangan dari penderita terutama mengenai kejadian efek samping.
Disamping teknik double blind, ada teknik single blind, yaitu hanya penderita
saja yang tidak mengetahui obat atau placebo yang diminumnya. Sedangkan peneliti
sendiri boleh mengetahui obat atau placebo yang diberikan kepada penderita. Untuk
penelitian klinis yang tidak mempunyai concurrent control, sudah barang tentu tidak
mempunyai teknik blind ini, dan biasanya menggunakan istilah open trial yang
dilakukan pada tahap 1 dan 2.

G. Dasar Penelitian Klinis[3]


Untuk memperoleh hasil dan kesimpulan hasil penelitian klinik yang
dipercayai kebenarannya, diperlukan penilaian secara kritis. Penilaian hasil
penelitian klinis dapat dilakukan dengan baik apabila berpedoman pada prinsip
prinsip dasar sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian klinis adalah untuk menilai manfaat dan bahaya obat
obatan yang digunakan atau yang akan digunakan pada manusia
2. Metode penelitian klinis adalah eksperimen, bukan survey, dan bukan pula
bersifat retrospektif.
3. Esensi penelitian klinis adalah pembandingan
4. Validitas dari pembandingan tergantung

pada

revelansi,

ketepatan

pengukuran, dan bebas dari segala macam praduga.


5. Tujuan penelitian klinis adalah untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat
berlaku bagi seluruh penderita
6. Kepercayaan terhadap kesimpulan yang diambil tergantung pada validitas
perbandingan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rancangan penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi penelitian
yang dimasuksudkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi, dengan
mengupayakan optimasi yang berimbang antara validitas dalam dan validitas luar,
dengan melakukan pengendalian varians.
Pada penelitian klinis terdapat berbagai macam rancangan atau desain yang
dapat digunakan. Beberapa contoh rancangan tersebut adalah randomized clinical
trial, dimana dimana pembagian kelompok trial dan kelompok kontrol dibagi secara
acak, double blind, dimana peneliti danpenderita tidak mengetahui obat mana yang
diberikan kepada setiap kelompok, dan single blind, dimana hanya peneliti yang
mengetahui obat mana yang diberikan kepada setiap kelompok

B. Saran
Dalam melakukan penelitian klinis, sebaiknya mengikuti kode etik dan
peraturan yang berlaku. Dan dalam penentuan rancangan penelitian yang akan
digunakan, sebaiknya dipilih rancangan yang paling tepat untuk mendapatkan hasil
yang baik.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Tasik, Luke van. [8 January 2008]. Jenis penelitian dan rancangan penelitian. [cited
1 December 2012]. Available from http://likalikuluke.multiply.com/reviews/item/3?
&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem
2. Diar. [15 December 2010]. Metode penelitian Rancangan Penelitian. [cited 1
December

2012].

Available

from

http://diar13-

midyuin08.blogspot.com/2010/12/makalah-metode-penelitian-rancangan.html
3. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

p.65-74

Anda mungkin juga menyukai