Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL HERBAL MEDICINE


“SKENARIO 3”

Disusun Oleh:
Kelompok Ruang Tutorial 7

MUH. RIDHONI 17011101046


MUH. IRFAN SYAMSUDDIN 17011101047
MUH. FAIZAL HIDAYAH PUTRA 17011101048
MUH. SATRI DELTA WIJAYA 17011101049

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO 2019
LAPORAN HASIL DISKUSI
Skenario 3
Seorang laki – laki usia 55 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan BAB Encer,
tidak berbau, sudah 1 hari. Pasien juga mengeluhkan kesemutan di kaki dan tangan. Pasien
tersebut datang kembali sebulan kemudian dengan keluhan serupa, pasien mengaku memiliki
riwayat kencing manis sejak 5 tahun yang lalu namun tidak minum obat secara teratur dalam 1
tahun terakhir karena kesibukan kerja. Kali ini BAB encer dikeluhkan sudah 3 hari. Keluhan
demam disangkal.

Klarifikasi Istilah/Kata Sulit :


-

Kata Kunci/Kalimat Kunci :


1. Laki – laki55 tahun
2. BAB encer dan tidak berbau sejak 1 hari
3. Kesemutan di kaki dan tangan
4. Riwayat kencing manis sejak 5 tahun yang lalu
5. Tidak minum obat sejak 1 tahun terakhir
6. Kunjungan berikutnya BAB encer sudah 3 hari dan demam (-)

Masalah Dasar :
Seorang laki – laki usia 55 tahun datang dengan keluhan BAB encer sejak 3 hari.
Pertanyaan
1. Apa Anamnesis syang diajukan?
2. Pemeriksaan fisik yang dilakukan?
3. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan?
4. Etiologi penyakit?
5. Tatalaksana utama
6. Tatalaksana tambahan

JAWABAN
1. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan perhatian
khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, purulen). Pasien
harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang,
rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus
atau penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih menunjukkan
invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi
paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip
makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi
penyakit diare menular. Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko
listeriosis, terutama yang mengkonsumsi olahan daging beku, keju lunak, dan susu
mentah. Riwayat sakit terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat
pada pasien dengan diare akut.
• Sensorik : Manifestasi klinis NND terutama dijumpai pada anggota gerak
bawah secara simetris, berupa rasa seperti terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum,
disobek, tegang, diikat, alodinia, hiperalgesia dan disestesia. Keluhan dapat disertai
rasa baal seperti pakai sarung tangan, hilang keseimbangan ( mata tertutup), kurang
tangkas, astereognosis atau borok tanpa nyeri. Keluhan akan memberat pada malam
hari sehingga tidak jarang pasien mengalami gangguan tidur, cemas dan depresi yang
mengakibatkan kualitas hidup menurun (Daousi et al., 2006).

• Motorik : gangguan koordinasi serta paresis distal dan atau proksimal antara lain sulit
naik tangga, sulit bangkit dari kursi/lantai, terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat
lengan atas diatas bahu, gerakan halus tangan terganggu, sulit putar kunci, buka toples,
ibu jari tertekuk, tersandung, kedua kaki bertabrakan (Callaghan et al., 2012).
• Otonom : gangguan berkeringat, sensasi melayang pada posisi tegak, sinkope saat
BAB/batuk/kegiatan fisik, disfungsi ereksi, sulit orgasme, sulit menahan bab/bak,
ngompol, anyang-anyangan (polakisuri), muntah (bila makanan tertahan), mencret
noktural, konstipasi. Gangguan pupil bisa berupa sulit adaptasi dalam gelap atau terang
(Callaghan et al., 2012).
• Neuropati diabetik dicurigai pada pasien DM tipe 1 yang lebih dari 5 tahun dan semua
DM tipe 2 (Callaghan et al., 2012).
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi pasien.
Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler yang
tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti
penurunan tekanan darah dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam
mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses perut akut.
Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya darah, nyeri dubur, dan
konsistensi feses. Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi Sedang (hilang cairan
5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat,
napas cepat dan dalam. Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB) tanda dehidrasi sedang
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis.

3. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Parameter yang dinilai :
a) Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
b) Urine: Urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
c) Tinja: Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik

4. Etiologi
 Etiologi DM tipe 2
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2
seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun
kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita
DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya
penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas,
dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya
dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari
keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi
akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya
meningkat.
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan
jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
kurang gerak badanObesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi
utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan
faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada
tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya,
disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal
atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak
(sedentary), dan penuaan.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan
sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak
terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada
DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya
bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak
memerlukan terapi pemberian insulin.
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi
insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20
menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan
sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan
defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian
mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua
faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

 Etiologi Diare
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin
melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau minuman yang
terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui
jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi (Suzanna, 1993). Mikroorganisme
penyebab diare akut karena infeksi seperti dibawah ini

Penyebab diare juga dapat bermacam macam tidak selalu karena infeksi dapat
dikarenakan faktor malabsorbsi seperti malabsorbsi karbohidrat, disakarida
(inteloransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) monosakarida (inteloransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa), Karena faktor makanan basi, beracun, alergi karena
makanan, dan diare karena faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Vila J et al.,
2000). Etiologi diare akut pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui,
akan tetapi sekarang lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Terdapat 25
jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare. Penyebab utama oleh virus
adalah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus norwalk, astrovirus,
calcivirus, coronavirs, minirotavirus, dan virus bulat kecil (Depkes RI, 2005). Diare
karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa hari (3- 4 hari)
dapat sembuh tanpa pengobatan (selft limiting disease). Penderita akan sembuh
kembali setelah enetrosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan
normal serta sudah matang, sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan serta
makanan dengan baik (Manson’s, 1996). Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam
dua golongan besar, ialah bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam
golongan bakteri noninfasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli patogen (EPEC, ETEC,
EIEC), sedangkan golongan bakteri invasif adalah Salmonella sp (Vila J et al.,
2000). Diare karena bakteri invasif dan noninvasif terjadi melalui salah satu
mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus
berikut ini: cAMP (cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin
Monophosphate), Ca-dependet dan pengaturan ulang sitoskeleton (Mandal et al,.,
2004).
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut:
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik;
2) sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik;
3) malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak;
4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit;
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal;
6) gangguan permeabilitas usus;
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik;
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (Setiawan, 2006).

5. Tatalaksana utama
1. GASTROENTERITIS AKUT
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan
terapi definitif.
Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih
disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan
secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien
diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk
pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
b. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup
banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila 11 dibandingkan
dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan
cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml
pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang
dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai
akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang
dikombinasikan dengan air.
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat
diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi.3,11 Tabel 1. Skor
Daldiyono11 Rasa haus/muntah 1 Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1 Tekanan
darah sistolik < 60 mmHg 2 Frekuensi nadi > 120 x/menit 1 Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau koma 2 Frekuensi napas > 30 x/menit 1 Facies
cholerica 2 Vox cholerica 2 Turgor kulit menurun 1 Washer’s woman’s hand 1 Sianosis
2 Umur 50-60 tahun -1 Umur > 60 tahun -2 Kebutuhan Cairan = Skor 15 x 10% x kgBB
x 1 liter
c. Jalur Pemberian Cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena. Untuk
pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 29g
glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral
juga digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.

2. DIABETES MELITUS
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes,yang meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,
dan mengurangi risiko komplikasi akut
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus


Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan
intervensifarmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.

1.Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.

2.Terapi Nutrisi Medis (TNM)


Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosadarah atau insulin.

3.Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selamasekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar
latihan tidak lebihdari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) seperti jalancepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

4.Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gayahidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

a.Obat Antihiperglikemia Oral


Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue ): Sulfonilurea dan Glinid
B. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD)
C. Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
D. Penghambat DPP-IV ( Dipeptidyl Peptidase-IV )).
E. Penghambat SGLT-2 ( Sodium Glucose Co-transporter 2) : Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

b. Obat Antihiperglikemia Suntik


A. Insulin
B. Agonis GLP-1/Incretin

c.Terapi Kombinasi
Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadarglukosa darah yang belum tercapai,
sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat anti hiperglikemia oral dari kelompok
yang berbeda atau kombinasi obatantihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien
yang disertai dengan alasan klinisdimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga obatantihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan

3. NEUROPATI PERIFER
 Terapi kausatif
Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa yang paling bisa
ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan defisiensi vitamin
neurotropik. Adapula obat yang merangsang proteosintesis untuk regenerasi sel
Schwann diantaranya metilkobalamin (derivat B12) dengan dosis 1500mg/hari selama
6-10 minggu, gangliosid (intrinsic membrane sel neuron) dengan dosis 2x200mg
intramuskuler selama 8 minggu.
 Simptomatis
Contohnya analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin), topiramate
(topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan antidepresan (misalnya
amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik
kronik pada pasien tertentu. 1,6,8 - Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat
 Non-farmakologik
Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, dietdan pemilihan sepatu yang sesuai
ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekananjuga dapat membantu. -
Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi Sasaran pengobatan neuropati
perifer adalah mengontrol penyakit yang mendasarinya dan menghilangkan gejala
(simptomatis). Yang pertama dilakukan adalah menghentikan penggunaan obat-obatan
atau bahan yang menjadi pencetus, memperbaiki gizi (pada defisiensi vitamin
neurotropik), dan mengobati penyakit yang mendasarinya (seperti pemberian
kortikosteroid pada immunemediatedneuropathy). Neuropati inflamasi akut
membutuhkan penanganan yang lebih cepat dan agresif dengan pemberian
immunoglobulin dan plasmapheresis.

6. Tatalaksana tambahan
Adapun tatalaksana tambahan berupa pengobatan herbal. Dalam hal ini terdapat tanaman-tanaman
herbal yang berkhasiat dibagiannya masing-masing berupa :

1) Herbal Untuk BAB encer


a. Jambu Biji Psidium guajava Linn

1) Nama daerah
Jawa: jambu kulutuk, bayawas, tetokal, tokal (Jawa); jambu klutuk, jambu batu (Sunda).
Madura: jambu bender.
2) Bagian yang digunakan: pucuk daun segar
3) Manfaat: mencret
4) Larangan: alergi
5) Peringatan: jangan digunakan lebih dari 3 hari.
6) Efek samping: alergi, sembelit
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 3 x 30 g daun/sehari, selama 3 hari bila perlu.
9) Cara pembuatan/penggunaan: bahan dihaluskan, tambahkan garam secukupnya dan ½
cangkir air hangat, saring, dan diminum sekaligus
b. Sambiloto (Andrographis paniculata)

1) Nama daerah
Sumatera: ampadu, pepaitan (Melayu); Jawa: ki oray, ki peurat, takilo (Sunda) bidara,
sadilata, sambilata, sambiloto (Jawa)
2) Bagian yang digunakan: herba
3) Manfaat: mencret
4) Larangan: kehamilan, menyusui, alergi, anak
5) Peringatan: air perasan dapat menimbulkan bengkak pada mata.
6) Efek samping: alergi, pernah dilaporkan timbul urtikaria setelah minum rebusan
sambiloto.
7) Interaksi: zat besi, obat penekan sistem imun, obat pengencer darah, obat kencing manis,
inh 8) Dosis: 2x10 g herba/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan: bahan direbus dengan 3 gelas air sampai menjadi 1 gelas,
dinginkan, saring, bagi menjadi 2 bagian.
2) Herbal untuk diabetes
a. Kayu Manis Cinnamomum Burmanii (Ness & Th. Nees )

1) Nama daerah
a) Sumatera: holim, modang siak-siak (batak), kanigar, madang kulit manih (Minang);
b) Jawa: huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar (Kangean); c) Nusatenggara:
kesingaar, cingar (Bali), onte (Sasak), kaninggu (Sumba), puundinga (Flores).
2) Bagian yang digunakan: kulit batang
3) Manfaat: kencing manis
4) Larangan: demam yang tidak jelas penyebabnya, kehamilan, tukak lambung dan usus
duabelas jari, alergi.
5) Peringatan: hati-hati pada gangguan hati dan jantung
6) Efek samping: dapat meningkatkan perdarahan bila dikombinasi dengan obat pengencer
darah. Alergi pada kulit dan mulut.
7) Interaksi: meningkatkan resiko perdarahan dengan obat-obat pengencer darah,
meningkatkan efek obat kencing manis yang lain. Sinergi dengan obat jantung, herba ginko
biloba, cengkeh, ephedra.
8) Dosis: 2 x 2 g/hari.
9) Cara pembuatan/penggunaan: bahan dihaluskan menjadi serbuk, diseduh dengan 1
cangkir air mendidih, diamkan, saring, diminum selagi hangat.
b. Pare Momordica charantia (L)

1) Nama daerah
a) Sumatera: prieu, kambeh; b) Jawa: pare (Jawa), pepareh, pareya (Madura); c) Nusa
tenggara: paya, pepule; d) Sulawesi: poyu, pudu, palia; maluku: papariane, kakariano,
taparipong.
2) Bagian yang digunakan : buah segar
3) Manfaat: kencing manis
4) Larangan: kehamilan, menyusui dan anak.
5) Peringatan: semua bagian tanaman dapat menurunkan kesuburan baik pria maupun
wanita, (khususnya buah dan biji).
6) Efek samping: sakit kepala, kejang (pada anak), koma hipoglikemi
7) Interaksi: meningkatkan efek obat kencing manis yang lain dan obat penurun kolesterol.
8) Dosis: 3 x 100 g /hari
9) Cara pembuatan/penggunaan: bahan dihaluskan, tambahkan setengah gelas air, peras dan
saring, diminum sekaligus.
c. Salam Syzgium polyanthum (Wight) Walp
1) Nama daerah
a) Sumatera: meselangan, ubar serai (Melayu); b) Jawa: salam (Jawa, Madura dan
Sunda), kastolam (Kangean).
2) Bagian yang digunakan: daun
3) Manfaat: kencing manis
4) Larangan: belum dilaporkan
5) Peringatan: tidak dianjurkan pada kelainan hati dan ginjal
6) Efek samping: belum dilaporkan
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 2 x 8 lembar daun/hari.
9) Cara pembuatan/penggunaan: bahan direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi
separuhnya.
d. Brotowali Tinospora crispa (L)

1) Nama daerah
a) Sumatera: bratawali; b) Jawa: andawali (Sunda), antawali, daun gadel, bratawali,
putrawali (Jawa); c) Nusa Tenggara: antawali (Bali)
2) Bagian yang digunakan: batang
3) Manfaat: kencing manis
4) Larangan: kehamilan dan menyusui
5) Peringatan: gangguan fungsi hati
6) Efek samping: mual dan muntah.
7) Interaksi: obat yang mengganggu fungsi hati.
8) Dosis: 2 x 7,5 g/hari.
9) Cara pembuatan/ penggunaan: bahan direbus dengan air 300 ml sampai menjadi
separuhnya, dinginkan, saring dan diminum sekaligus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/187/2017

Anda mungkin juga menyukai