Anda di halaman 1dari 23

PENGELOLAAN SAMPAH DAN PENGENDALIAN VEKTOR

“Pengendalian Vektor : Nyamuk”

Dosen pengampu : Dr. Aria Gusti SKM, M.Kes


Oleh : Kelompok 4

Maharani 1611211015
Ratih Kemala Ridwan 1611211045
Lidya Sari 1611211054
Septi Wulan Dari 1611211055
Sucy Ramadany 1611211057
Azzah Nesri E. 1611213027
Puthi Kunanty 1611215002
Rini Susanti 1711216036
Kurnia Malasari 1711216047
Anggra Agustia Putra 1711216059
Eliza Nofri 1711216060

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah ini tepat

pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Pengendalian Vektor :

Nyamuk”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan

hambatan, akan tetapi dengan kerjasama teman sekelompok mencari materi-

materi yang bisa dijadikan sebagai isi di dalam makalah ini akhirnya teratasi

dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kririk dan saran

dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah

selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu pengetahuan

bagi kita semua.

Padang, Oktober 2018

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................. 4
2.1 Identifikasi Vektor Nyamuk ................................................................. 4
2.1.1 Biologi Nyamuk ....................................................................... 4
2.1.2 Siklus Hidup Nyamuk .............................................................. 4
2.1.3 Perilaku ..................................................................................... 5
2.2 Aspek Kesehatan Masyarakat .............................................................. 7
2.3 Pengendalian Vektor Nyamuk ........................................................... 15
2.3.1 Pengendalian Vektor Secara Biologis/Hayati......................... 16
2.3.2 Pengendalian Vektor Secara Mekanik .................................... 16
2.3.3 Pengendalian Secara Kimiawi ................................................ 17
2.3.4 Pengendalian Vektor Secara Radiasi ...................................... 18
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 19
3.2 Saran ................................................................................................... 19

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyamuk adalah serangga tergolong dalam order Diptera; genera
termasukAnopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes,
Wyeomyia, Culiseta, danHaemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35
genera yang merangkum 2700 spesies. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik,
tubuh yang langsing, dan enam kaki panjang; antarspesies berbeda-beda tetapi
jarang sekali melebihi 15 mm. Dalam bahasa Inggris, nyamuk dikenal sebagai
“Mosquito”, berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis
yang berarti lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583.
Di daerah tropis seperti Indonesia khususnya, nyamuk merupakan serangga
pengganggu yang sering mengganggu kehidupan manusia. Selain itu nyamuk juga
dapat menjadi penyebar penyakit Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Filariasis.Pada tahun 2001, wabah Demam Berdarah Dengue masih menyerang
hampir seluruh daerah di Indonesia, baik daerah perkotaan maupun daerah
pedesaan. Wabah DBD biasanya menyerang bayi, anak-anak serta orang dewasa,
sehingga tidaklah sedikit penderita tersebut yang meninggal dunia (Santoso,
2003). Menurut Mapata (2000) penyakit Demam Berdarah Dengue termasuk
penyakit yang disebabkan oleh virus dari golonganArbovirusdan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Untuk mengatasi hal tersebut, manusia lebih cenderung menggunakan
metode dengan cara kimiawi berupa penggunaan insektisida atau obat pembasmi
nyamuk yang dijual bebas seperti obat nyamuk bakar, tissueoles, elektrik dan
sebagainya. Padahal semua usaha pemberantasan nyamuk tersebut hanya bersifat
sesaat dan tidak memiliki efek pencegahan yang efektif. Karena penggunaan
bahan-bahan kimia untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti secara terus
menerus dapat menyebabkan peningkatan resistensi serangga tersebut terhadap
insektisida kimia, adanya polusi lingkungan serta meningkatnya biaya yang
dikeluarkan untuk pestisida (Blondine dan Yuniarti, 2001). Menurut Arronson dan
Geisser (1992),salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberantas nyamuk

1
dan aman bagi lingkungan adalah dengan penggunaan musuh alamidari nyamuk
(Dulmage, et al., 1990).
Departemen Kesehatan menyatakan bahwa menanganan nyamuk penyebab
penyakit DBD adalah melakukan pemberantasan dengan cara mekanik, fisik,
kimiawi atau secara biologi. Usaha pemberantasan nyamuk atau lebih tepatnya
pengendalian populasi nyamuk yang sering dilakukan adalah dengan cara
kimiawi. Salah satu pestisida kimiawi yang dianjurkan dalam mengendalikan
nyamuk Aedes aegypti adalah tamephos (abate 1%SG). Pestisida ini tergolong
dalam senyawa organofosfat yang mempunyai toksisitas yang tinggi terhadap
larva nyamuk dan rendah terhadap mamalia. Larvasida ini dikenal dengan merek
dagang abate 1% berbentuk granula, mempunyai daya residu kurang lebih satu
bulan pada tempat penampungan air(Srisasi, 2003). Namun demikian, jika
pemakaian abate yang secara terus menerus maka akan menimbulkan
resistensinya nyamuk dari generasi kegenerasi. Bahkan sering kita jumpai bahwa
adanya obat anti nyamuk yang tidak mampu lagi untuk membunuh nyamuk
tertentu (Arthadi, dkk., 1990 dan Tarumingkeng,1992).
Untuk itu maka perlu alternatif lain dalam pengendalian nyamuk vektor
yang aman bagi manusia dan lingkungan tetapi tetap efektif dalam menekan dan
mengendalikan populasi nyamuk. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan hewan untuk memberantas mahluk hidup lain atau yang lebih
dikenal dengan pengendalian biologis atau biokontrol. Pengendalian biologis yang
sering dibicarakan saat ini adalah menggunakan ikan pemakan jentik nyamuk
(Costa,1981 dan Morf,1990).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah identifikasi vektor nyamuk secara biologi?
2. Bagaimanakah identifikasi vektor nyamuk berdasarkan siklus hidup?
3. Bagaimanakan identifikasi vektor berdasarkan perilaku?
4. Bagaimana penularan dan penyebaran vektor nyamuk berdasarkan
aspek kesehatan masyarakat?
5. Bagaimana gejala klinis / penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat?

2
6. Bagaimanakah cara pengendalian vektor nyamuk?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa, terutama mahasiswa
kesehatan masyarakat mengetahui serta memahami konsep dasar dari
Pengendalian Vektor Nyamuk.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi vektor nyamuk secara biologi.
2. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi vektor berdasarkan perilaku.
3. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi vektor nyamuk berdasarkan
siklus hidupnya.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara penularan dan penyebaran
vektor nyamuk berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis / penyakit yang
ditularkan oleh vektor nyamuk berdasarkan aspek kesehatan
masyarakat.
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pengendalian vektor nyamuk.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Vektor Nyamuk


2.1.1 Biologi Nyamuk
Nyamuk adalah serangga tergolong dalam order Diptera genera termasuk
Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes,Sabethes, Wyeomyia,
Culiseta, dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang
merangkum 2700 spesies. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang
langsing, dan enam kaki panjang: antarspesies berbeda-beda tetapi jarang sekali
melebihi 15mm. Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis
panjang untuk menembus kulit mamalia (atau dalam sebagian kasus burung atau
juga reptilia dan amfibi) untuk mengisap darah. Nyamuk betina memerlukan
protein untuk pembentukan telur dan oleh karena diet nyamuk terdiri dari madu
dan jus buah, yang tidak mengandung protein, kebanyakan nyamuk betina perlu
mengisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Nyamuk jantan
berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai untuk
mengisap darah. Agak rumit nyamuk betina dari satu genus, Toxorhynchites,
tidak pernah mengisap darah. Larva nyamuk besar ini merupakan pemangsa
jentik-jentik nyamuk yang lain
2.1.2 Siklus Hidup Nyamuk
Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai
tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan
tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya
dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :
a. Tingkatan di dalam air
b. Tingkatan di luar tempat berair (darat/udara)

Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, jika tidak ada air
maka siklus hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di
dalam air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada
didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru keluar
dari telur masih sangat halus seperti jarum.

4
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari
tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan
tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium
istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu
sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk
dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya. Setelah nyamuk
bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu
terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan
hidupnya didarat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina
kebanyakan hanya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi
setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.

Gambar 1: siklus hidup nyamuk


2.1.3 Perilaku
1. Perilaku Mencari Darah.
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu
:
a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu.
Nyamuk pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari.
apabila dipelajari dengan teliti ternyata tiap spesies mempunyai sifat
yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang
tengah malam dan sampai pagi hari.

5
b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat.
Apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk
didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat
diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih
senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang
mencari darah didalam rumah.
c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah.
Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan
atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik
apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan
yang tidak mempunyai pilihan tertentu.
d. Frekuensi menusuk
Telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali
selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak
keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses
pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari
darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh
temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk
iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam.
2. Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang
sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan
istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah.
Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab
dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species
ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya
hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula
species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus).
Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk
menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang
baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada
dinding untuk beristirahat.

6
3. Perilaku Berkembang Biak.

Nyamuk mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau


tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan
kebutuhannya. Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena
sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada
tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang
dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An.
Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat
bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi
tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.

2.2 Aspek Kesehatan Masyarakat


2.2.1 Penularan dan Gejala Klinis Penyakit yang Ditularkan
1. Malaria
Penyakit malaria juga termasuk ke dalam jenis penyakit yang dapat
ditularkan kepada orang lain. Pada dasarnya penyakit malaria ini dapat terjadi
akibat adanya beberapa faktor yang mendukung perkembangan parasit
plasmodium, faktor-faktornya yaitu :
 Faktor parasit yang melibatkan parasit plasmodium yang menjadi
penyebab utama adanya penyakit malaria.
 Faktor manusia yang dapat menjadi sebuah wadah penyebaran
penyakit malaria dengan cara menyebarkan sel darah merah yang telah
terinfeksi ke tubuh yang sehat.
 Faktor nyamuk yang juga dapat di kategorikan funsgi nya dengan
manusia hanya saja ada sedikit perbedaan yang mendasar antara fungsi
nyamuk dan manusia dalam proses penyebaran parasit plasmodium.
 Faktor lingkungan yang dapat mendukung penyebaran parasit
plasmodium dalam tubuh nyamu

Berdasarkan beberapa faktor di atas dapat di ketahui beberapa cara


penularan malaria yang terjadi di lingkungan sekitar, yaitu seperti :
 Cara penularan malaria secara alamiah atau natural infection

7
Cara penularan malaria yang pertama adalah secara alamiah atau bisa
di katakan penyakit malaria dapat di tularkan oleh mahluk hidup. Nyamuk
anopheles berperan penting dalam penyebaran parasit plasmodium dalam
cara penularan secara alamiah ini. Parasit plasmodium yang terjadi akibat
gigitan nyamuk anopheles memiliki 2 fase daur hidup yang dapat terjadi
secara terus menerus dan akan terjadi berulang-ulang. Fase hidup yang
pertama adalah ketika parasit plasmodium berada dalam tubuh nyamuk atau
biasanya di sebut sebagai fase sporogoni dimana pada saat ini parasit
plasmodium melakukan proses reproduksi secara seksual. Dalam proses ini
spora yang di sebarkan oleh parasit plasmodium akan berubah menjadi
mikrogamet dan makrogamet yang selanjutnya akan bercampur dan akan
membentuk zigot baru, zigot ini seterusnya bergerak dan menembus dinding
usus nyamuk anopheles.
Ketika zigot ini berada dalam usus nyamuk, zigot akan berubah
bentuk menjadi sporozoit yang selanjutnya akan bergerak menuju ke
kelenjar liur nyamuk. proses penyebaran parasit plasmodium dari nyamuk
ke tubuh manusia selanjutnya disebut sebagai fase skizogoni. Sporozoit
yang terdapat dalam kelenjar liur nyamuk selanjutnya akan masuk ke dalam
tubuh manusia ketika nyamuk menggigit permukaan kulit manusia dan
menghisap darah dari pembuluh darah manusia. Secara langsung sporozoit
yang ada di liur nyamuk akan ikut masuk ke dalam tubuh manusia dengan
menembus permukaan kulit dan mengalir dalam pembuluh darah menuju
organ hati
Sporozoit yang telah terdapat dalam organ hati manusia selanjurnya
akan mulai melakukan proses pembelahan diri dan membnetuk merozoit
baru. Jika jumlah merozoit ini telah membelah menjadi jumlah yang
banyak, maka sleanjutnya merozoit akan mulai untuk merusak sel-sel organ
hati hingga rusak dan proses ini akan terjadi terus menerus dan bertahap.
Selanjutnya paraist ini akan mulai untuk menyerang eritrosit atau sel-sel
darah merah dalam tubuh manusia dengan cara menginfeksi yang dapat
mengakibatkan pecah dan rusaknya sel darah merah sebelum waktunya. Jika
sel-sel darah merah dalam tubuh manusia terus menerus di rusak, hal ini

8
akan menambah beban pada sumsum tulang belakang dalam memproduksi
sel-sel darah merah yang baru dan akan mengakibatkan kekebaran tubuh
ornag tersebut menjadi turun.
Siklus penularan parasit plasmodium dari tubuh nyamuk ke tubuh
manusia maupun sebaliknya dapat terjadi berulang-ulang apabila pada saat
merozoit parasit plasmodium yang membentuk gemetosit dalam pembuluh
darah manusia terhisap kembali oleh nyamuk anopheles yang menggigit
manusia yang memiliki penyakit malaria.
 Cara penularan malaria secara non-alamiah
Penularan penyakit malaria secara non-alamiah dapat di katakan
sebagai salah satu cara penularan penyakit yang tidak melibatkan peran
mahluk hidup di dalamnya. Cara penularan malaria ini memiliki beberapa
jenis cara, diantaranya yaitu :
- Penularan malaria secara bawaan
Cara penularan malaria non-alamiah ini biasanya terjadi pada bayi
yang baru di lahirkan. Penyakit malaria dapat terjadi pada bayi
yang baru lahir akibat penularan penyakit malaria ketika bayi
tersebut dalam kandungan ibunya. Ibu hamil yang mengalami
penyakit malaria selama masa mengandung secara tidak langsung
dapat menyebarkan parasit plasmodium ke janin yang di
kandungnya melalui plasenta atau tali pusar yang berfungsi sebagai
penghubung antar tubuh sang ibu dan janin dalam mengantarkan
oksigen, makanan dan asupan darah yang di butuhkan dalam
proses perkembangan tubuh dan organ janin. Jika sel-sel darah
merah yang di miliki oleh sang ibu terinfeksi oleh parasit
plasmodium maka sel-sel darah merah ini juga akan mengalir
dalam tubuh janin yang di kandungnya.

- Penularan malaria secara mekanik


Cara penularan malaria secara mekanin di sini berhubungan
dengan jarum suntik yang di gunakan dalam kegiatan medis. Dapat

9
di ketahui sebelumnya jika parasit plasmodium berkembang dalam
organ hati manusia dan menyebar merusak sel-sel darah dalam
tubuh, artinya parasit plasmodium terdapat pula dalam sel-sel
darah merah dalam pembuluh darah. Ketika seseorang yang sedang
mengalami penyakit malaria melakukan kegiatan transfusi darah
dan jarum suntik yang di pakainya di gunakan kembali oleh
seseorang yang memiliki tubuh yang sehat, maka darah yang
mengandung parasit plasmodium akan berpindah dan masuk ke
dalam tubuh yang sehat tersebut melalui pembuluh darah. Cara
penularan malaria secara mekanik juga dapat terjadi apabila
seseorang yang memiliki tubuh yang sehat mendapatkan donor
darah dari seorang pendonor yang darahnya telah terinfeksi oleh
parasit penyebab malaria.
- Penularan malaria secara oral
Cara penularan penyakit malaria di sini dapat di katakan sebagai
penularan penyakit malaria melalui mulut. Walaupun demikian
cara penularan malaria yang satu ini baru merupakan sebuah
penelitian yang di lakukan pada beberapa jenis unggas dan
mamalia dan belum terbukti dapat terjadi pada manusia.

Gejala Klinis :
Gejala malaria biasanya akan muncul antara satu sampai dua minggu
setelah tubuh terinfeksi. Gejala juga bisa muncul setahun setelah gigitan nyamuk,
namun kasus ini jarang terjadi. Gejala-gejala malaria umumnya terdiri
dari demam, berkeringat, menggigil atau kedinginan, muntah-muntah, sakit
kepala, diare, dan nyeri otot
Pengobatan :
Lakukan pengujian darah, mulailah pengobatan segera setelah tanda-tanda
terlihat. Minum obat-obatan yang diberikan tergantung pada beberapa hal, yaitu
tingkat keparahan gejala-gejalanya, jenis parasit yang menjadi penyebabnya,
lokasi penularan malaria, serta kondisi pasien. Jika pasien sedang hamil,
pengobatannya akan dibedakan dengan penderita yang sedang tidak hamil.
2. Demam kuning

10
Selain chikungunya, ada pula nama penyakit yellow fever atau biasa
dikenal sebagai demam kuning. Penyakit ini biasanya dibawa dan ditularkan oleh
spesies nyamuk Aedes atau Haemagogus.
Ada tiga jenis siklus penularan :
 Sylvatic (atau hutan) demam kuning di hutan hujan tropis, demam
kuning terjadi pada monyet yang terinfeksi oleh nyamuk liar. Monyet-
monyet yang terinfeksi kemudian menularkan virus kepada nyamuk lain
yang memberi makan pada mereka. Nyamuk yang terinfeksi menggigit
manusia memasuki hutan, sehingga dalam kasus sesekali demam
kuning. Sebagian besar infeksi terjadi pada pria muda yang bekerja di
hutan (misalnya untuk logging).
 Demam kuning intermediet di bagian lembab atau semi-lembab Afrika,
epidemi skala kecil terjadi. Seminegeri nyamuk (yang berkembang biak
di rumah tangga liar dan sekitar) menginfeksi baik kera dan manusia.
Kontak meningkat antara manusia dan nyamuk yang terinfeksi
menyebabkan transmisi. Banyak desa terpisah di suatu daerah dapat
menderita kasus secara bersamaan. Ini adalah jenis yang paling umum
dari wabah di Afrika. Wabah bisa menjadi epidemi lebih parah jika
infeksi dilakukan ke daerah penduduk dengan kedua nyamuk domestik
dan orang yang belum divaksinasi.
 Demam kuning perkotaan Wabah besar terjadi ketika orang yang
terinfeksi memperkenalkan virus ke daerahdaerah padat penduduk
dengan tingginya jumlah orang yang tidak kebal dan nyamuk Aedes.
Nyamuk yang terinfeksi menularkan virus dari orang ke orang

Gejala Klinis :
Biasanya, orang yang terkena demam kuning akan merasakan demam, sakit
kepala, dan nyeri otot. Setelah digigit nyamuk, lama-lama infeksi akan
menyebabkan kulit berubah warna kuning dan beberapa organ tubuh gagal
berfungsi.
Pengobatan :
Pengobatan terbaik untuk penyakit demam kuning adalah istirahat dan
minum banyak cairan. Kebanyakan orang sembuh total setelah beberapa waktu

11
dan badan mereka membentuk antibodi terhadap demam penyakit kuning.
Sejumlah kecil orang terkena penaykit ini untuk kedua kali sebelum mereka
sembuh total dari serangan yang pertama. Tapi biasanya mereka juga akan pulih
dan sehat kembali.
3. Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Chikungunya yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti, bersifat self
limiting diseases (dapat sembuh sendiri), tidak menyebabkan kematian, diikuti
dengan adanya imunitas di dalam tubuh penderita. Penyakit chikungunya bisa
menyerang siapa saja baik itu anak kecil sampai yang berusia lanjut. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk yang uniknya memiliki habitat
perkembangbiakan di tempat yang tidak biasanya. Berikut ini habitat
perkembangbiakan nyamuk yang menjadi penyebab penyakit chikungunya :
 Banyak Genangan Air Bersih. Uniknya justru nyamuk Aedes
aegypti suka berada pada genangan air yang bersih, seperti bak mandi,
gelas, kaleng, botol yang menampung air bersih. Di tempat itulah
nyamuk akan berkembang biak.
 Banyak Gantungan Baju di Tembok. Kedua, nyamuk yang memiliki
corak tubuh berwarna hitam putih ini juga senang berada di benda-
benda yang menggantung di tembok seperti baju-baju. Apalagi
gantungan baju yang tempatkan di belakang pintu kamar, itu akan
semakin membuat nyamuk nyaman berada disitu karena tidak mudah
terusik.
 Banyak Tempat Gelap. Selanjutnya nyamuk chikungunya ini juga
sangat suka berada di tempat yang gelap-gelap. Jika memiliki ruangan
gelap atau lemari yang jarang di buka, maka tempat itu akan menjadi
lokasi strategis bagi nyamuk untuk berkembang.
 Banyak Tempat Pengap / Sirkulasi Udara Kurang. Nyamuk yang
tumbuh dalam waktu 7-10 hari ini juga sangat suka mendiami tempat-
tempat yang pengap seperti gudang. Tempat yang pengap akan
memudahkan nyamuk untuk tumbuh lebih besar.

Gejala Klinis :

12
Jika terserang penyakit lewat nyamuk ini sebetulnya mirip dengan gejala
DBD, mulai dari demam, menggigil, sakit kepala, dan bintik kemerahan yang
menyebar di kulit. Tapi umumnya, yang membedakan adalah adanya rasa nyeri di
persendian tubuh. Orang yang sakit chikungunya lebih rentan mengalami nyeri
sendi di bagian lutut dan siku.
Pengobatan :
Demam chikungunya termasuk self limiting diseases (dapat sembuh
sendiri), tidak ada vaksin atau obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang
diberikan biasanya terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya.
Seperti obat penghilang rasa sakit arau demam seperti golongan parasetamol.
Sebaiknya dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal.
4. Kaki Gajah
Penyakit kaki gajah atau filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
tiga spesies cacing filaria seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori. Penyakit ysng ditularkan lewat nyamuk ini ditularkan oleh semua jenis
nyamuk seperti Culex, Anopheles, Mansonia, dan Aedes.
Penyakit kaki gajah bisa berlangsung dalam waktu yang lama, bahkan
hingga bertahun-tahun. Jika tidak segera diobati, infeksi gigitan nyamuk ini dapat
menyebabkan demam, pembengkakan kelenjar getah bening, hingga tungkai kaki,
lengan, buah dada, dan buah zakar yang ikut membengkak dan terlihat agak
kemerahan serta terasa panas.
Gejala Klinis :
Kaki gajah hampir tidak menyebabkan gejala pada tahap awal. Infeksi
biasanya menyerang kaki, namun juga dapat menyerang bagian lainnya seperti
lengan, dada, dan alat kelamin. Gejala dapat muncul dalam beberapa tahun hingga
akhirnya disadari. Bagian tubuh yang terinfeksi akan membengkak dan
kehilangan fungsi secara bertahap akibat infeksi pada sistem limfatik
(lymphedema). Mungkin akan mengalami juga infeksi bakteri pada kulit dan
sistem limfatik. Kulit akan menjadi keras dan menebal (yang juga disebut
elephantiasis). Pada pria, infeksi dapat menyebabkan pembengkakan dan hidrokel
(retensi cairan tubuh) pada skrotum.
Pengobatan :

13
Melakukan pengobatan tahunan diethylcarbamazine (DEC) untuk
membunuh cacing dalam darah. Walau tidak dapat membunuh semua cacing, obat
ini dapat membantu melindungi dari infeksi lebih lanjut atau menghentikan
penularan ke orang lain. Ada beberapa tips untuk mencegah memburuknya
kondisi :
 Bersihkan area yang bengkak secara lembut dengan sabun setiap hari
 Oleskan krim anti bakteri pada area untuk menghentikan infeksi bakteri
 Angkat dan latih area yang bengkak untuk meningkatkan aliran darah

5. Zika
Beberapa tahun belakangan ini, dunia digemparkan oleh virus zika yang
menular lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty. Virus zika sendiri bukan
merupakan sebuah penyakit yang baru. Virus ini pertama kali ditemukan di
Nigeria pada 1953. Cara penularan virus zika yaitu melalui gigitan nyamuk, sama
halnya dengan penyakit demam berdarah. Penyakit zika pun ditularkan melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti, yang sudah terinfeksi. Nyamuk ini biasanya akan
bertelur di dekat genangan air seperti ember, mangkuk, dan genangan air lainnya.
Berdasarkan sifatnya, nyamuk ini lebih banyak hidup di dalam ruangan. Beberapa
laporan kasus menyatakan virus zika bisa ditularkan dari ibu ke janin dalam
kandungan, atau lewat hubungan seksual. Zika dapat menyebabkan cacat lahir
pada janin, seperti mikrosepalus (kepala bayi lebih kecil daripada ukuran tubuh
akibat kelainan saraf.
Gejala Klinis :
Hanya 1 dari 5 orang yang terinfeksi Zika menunjukkan gejala, antara lain:
demam, kulit berbintik merah, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala,
kelemahan, dan terjadi peradangan konjungtiva. Pada beberapa kasus zika
dilaporkan terjadi gangguan saraf dan komplikasi autoimun.
Pengobatan :
Sampai saat ini tidak ada pengobatan spesifik untuk virus zika, hal ini
disebabkan karena pada awalnya infeksi penyakit ini dianggap tidak tergolong
berat dan hanya sedikit kasus yang dilaporkan. Jadi, pengobatan yang ada saat ini
masih berfokus pada menangani gejala yang dirasakan. Namun, ada beberapa hal
yang bisa dilakukan jika Anda terindikasi mengalami gejala virus zika, yaitu

14
memenuhi asupan cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi, mengonsumsi obat
pereda rasa sakit seperti acetaminophen atau paracetamol untuk meredakan
demam dan sakit kepala, dan Istirahat yang cukup
6. Japanese encephalitis
Japanese encephalitis adalah penyakit radang otak akibat virus golongan
flavivirus yang menular lewat gigitan nyamuk Culex, terutama Culex
tritaeniorhynchus. Kejadian penyakit japanese encephalitis pada manusia biasanya
meningkat pada musim penghujan.
Gejala Klinis :
Sebagian besar penderita japanese encephaltiis hanya menunjukkan gejala
yang ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Gejala dapat muncul 5-15
hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi virus. Gejala awal yang muncul dapat
berupa demam, menggigil, sakit kepala, lemah, mual, dan muntah. Pada anak,
infeksi Japanese encephalitis umumnya menyebabkan kejang. Jika tidak cepat-
cepat ditangani, infeksi gigitan nyamuk ini dapat menyebabkan kematian.
Pengobatan :
Pencegahan utama yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan vaksin
japanese encephalitis. Vaksin ini dapat diberikan mulai usia 2 bulan hingga
dewasa. Vaksin ini perlu diberikan 2 kali, dengan jarak antar pemberian vaksin 28
hari. Vaksin booster bisa diberikan pada orang dewasa (>17th) minimal setahun
setelah 2 dosis vaksin tersebut.

2.3 Pengendalian Vektor Nyamuk


Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan
kepadatan populasi nyamuk sampai serendah mungkin sehingga kemampuan
sebagai vektor menghilang. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor
yaitu dengan cara kimiawi, biologis, mekanik, dan radiasi (Soegijanto, 2006).
Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam
penyakit karena berbagai alasan (Soemirat, 2007):
1. Penyakit tadi belum ada obat ataupun vaksinnya, seperti hampir
semua penyakit yang disebabkan oleh virus.

15
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
terutama untuk penyakit parasit.
3. Berbagai penyakit didapat pada banyak hewan selain manusia
sehingga sulit dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat,
seperti insekta yang bersayap.

2.3.1 Pengendalian Vektor Secara Biologis/Hayati


Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan
dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme,
hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat
berperan sebagai patogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti
ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah
pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Sebagai patogen, seperti dari
golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai
pengendali hayati larva nyamuk di tempat perindukannya (Soegijanto, 2006).
Beberapa keuntungan pengendalian hayati adalah (Jumar, 2000):
a. Aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak
menyebabkan keracunan pada manusia dan ternak.
b. Tidak menyebabkan resistensi terhadap hama.
c. Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inang atau mangsanya.
d. Bersifat permanen, untuk jangka panjang dinilai lebih murah apabila
keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi keseimbangan antara
hama dengan musuh alaminya.

2.3.2 Pengendalian Vektor Secara Mekanik


Pengendalian yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah
gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian yang dapat menutupi seluruh
bagian tubuh, kecuali muka dan penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah
(Sembel, 2009).

16
Menurut Soegijanto (2006), gerakan yang sekarang digalakkan oleh
pemerintah yaitu gerakan 3M:
1) Menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat bagian
dinding dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali.
2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga
tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.
3) Menanam/ menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah
yang dapat menampung air hujan.

2.3.3 Pengendalian Secara Kimiawi


Pengendalian secara kimiawi biasanya digunakan insektisida dari
golongan orghanochlorine, organophosphor, carbamate dan pyrethoid. Bahan-
bahan tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan terhadap rumah-
rumah penduduk (Dinata, 2006).

1. Insektisida
Insektisida berasal dari bahasa latin insectum yang mempunyai arti
potongan, keratin, atau segmen tubuh (Soemirat, 2007). Insektisida
adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memberantas serangga
(Soedarto, 1992). Pembagian insektisida berdasarkan cara masuknya ke
dalam tubuh insektisida dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida,
yaitu racun lambung, racun kontak, dan racun pernapasan. Untuk
mengendalikan serangga yang terbang (seperti nyamuk Aedes aegypti),
insektisida yang digunakan adalah yang mengandung racun lambung atau
racun kontak (Djojosumarto, 2000).
2. Larvasida
Jenis larvasida yang paling luas digunakan saat ini untuk
mengendalikan larva nyamuk khususnya spesies Aedes aegypti adalah
temefos. Di Indonesia, temefos 1% (Abate 1SG) telah digunakan sejak
1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal untuk program
pemberantasan Aedes aegypti di Indonesia (Gafur, 2006). Cara ini
biasanya dengan menaburkan abate ke dalam bejana tempat

17
penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, yang dapat
mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan (Chahaya, 2003)
3. Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan
untuk menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari
gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia.
Repellent digunakan dengan cara menggosokkannya pada tubuh atau
menyemprotkannya pada pakaian, oleh karena itu harus memenuhi
beberapa syarat yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak melekat atau
lengket, baunya menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya, tidak
menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan
daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama. DEET
(N,N-diethyl-m-toluamide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak
berbau, akan tetapi menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka
atau jaringan membranous (Soedarto, 1992).
Repellent yang berbeda bekerja melawan hama yang berbeda pula.
Penting untuk memperhatikan kandungan aktif dari suatu repellent pada
label produknya. Repellent yang mengandung DEET (N,N-diethyl-m-
toluamide), permethrin, IR3535 (3-[N-butyl-N-acetyl]-aminopropionic
acid) atau picaridin (KBR 3023) merupakan repellent untuk nyamuk.
DEET tidak boleh digunakan pada bayi yang berumur di bawah 2 bulan.
Anak-anak yang berumur dua bulan atau lebih hanya dapat menggunakan
produk dengan konsentrasi DEET 30% atau lebih (MDPH, 2008).

2.3.4 Pengendalian Vektor Secara Radiasi


Di sini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan
dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah
diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan
nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil
(Soegijanto, 2006).

18
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing, dan enam kaki

panjang: antarspesies berbeda-beda tetapi jarang sekali melebihi 15mm. Nyamuk

jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai

untuk mengisap darah. Dalam siklus hidupnya nyamuk mempunyai tingkatan-

tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang

berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua

tingkatan kehidupan yaitu :

a. Tingkatan di dalam air

b. Tingkatan di luar tempat berair (darat/udara)

Nyamuk memiliki beberapa perilaku, diantaranya perilaku mencari darah,

perilaku istirahat dan perilaku berkembang biak, dan tujuan pengendalian vektor

utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk sampai

serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang. Secara garis

besar ada 4 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara kimiawi, biologis,

mekanik, dan radiasi

3.2 Saran
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna, kedepannya kami akan lebih terperinci dalam menganalisis materi

dengan sebaik-baiknya. Dan kepada penulis selanjutnya agar dapat melengkapi

makalah ini dengan sebaik-baiknya

19
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/145. Diakses pada


Sabtu, 20 Oktober 2018, Pukul 20.00 WIB
Depkes RI. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam
Chikungunya dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.
http://www.depkes.go.id
Noor, Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, PT. Rineka Cipta:
Jakarta
Suharto. 2003. Chikungunya Pada Orang Dewasa. Surabaya: Airlangga
University Press
http://e-journal.uajy.ac.id/2147/2/1BL00976.pdf. Diakses pada Sabtu 20 Oktober
2018, Pukul 21.00 WIB
Penularan Penyakit Malaria. https://dokterdarah.com/cara-penularan-malaria.
Diakses pada Sabtu, 20 Oktober 2018, Pukul 21.30 WIB
Komariah, Seftiani Pratita, dan Tan Malaka. 2010. Pengendalian Vektor.Dalam
Jurnal Kesehatan Bina Husada, Vol 6 No 1 Maret 2010; 34-43.

20

Anda mungkin juga menyukai