Disusun sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Rodent kelas
A
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelompok 5
UNIVERSITAS JEMBER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
Rahmat dan Hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Konsep Dasar Pengendalian Vektor Nyamuk” ini dengan maksimal. Tak lupa pula, kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
proses penyusunan makalah ini sejak awal hingga akhir baik itu sumbangan pikiran, tenaga,
hingga materi.
Kami selaku penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat
serta menambah ilmu dan informasi bagi pembaca serta mampu menerapkannya dalam
melakukan pengendalian vektor nyamuk.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna sehingga kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca dan juga seluruh masyarakat Indonesia
Tim penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 3. PENUTUP .............................................................................................................................. 24
● Kesimpulan ............................................................................................................................. 24
Saran ....................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 28
LAMPIRAN......................................................................................................................................... 32
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan dalam permasalahan yang
menjadi dasar pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1
6. Masalah kesehatan/kasus apa yang pernah terjadi di masyarakat akibat
nyamuk dan bagaimana pemecahan masalah tersebut?
2
BAB 2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber : https://doi.org/10.22435/vk.v12i1.2621
Aedes (Stegomya) aegypti (Linnaeus) memiliki pola sisik pada bagian
scutumberbentuk lyre (lengkungan) (Gambar 4), lyre terdapat pada tepi mesonotum
serta sepasang garis putih submedian secara vertikal, clypeus terdapat bercak
putih, scutellum memiliki 3 lobi, sisik sayap simetris, tibia kaki belakang tidak
terdapat bercak putih, claw pada tarsi depan dan tarsi tengah bergerigi, abdomen
terdapat bercak putih. Mirip dengan Ae. Albopictus karena keduanya memiliki
bercak putih pada abdomen, tetapi warna tubuh pada Ae.aegypti yang lebih
terang dibanding Ae.albopictus.
3
Sumber : https://doi.org/10.22435/vk.v12i1.2621
Culex (Culex) quinquefasciatus (Say) memiliki warna tubuh cokelat, proboscis tanpa
gelang putih pada bagian tengahnya, pada bagian basal terga terdapat pita
pucat, mesonotum pada thorax tidak terdapat bagian yang berwarna putih. Tergit
pada abdomen dengan gelang basal yang sempit dan bewarna pucat. Integument dari
pleuron berwarna pucat merata. Bagian ventral femur kaki belakang berwarna
putih, tibia tanpa bercak putih (Gambar7) (Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, data tidak dipublikasikan).
Sumber : https://doi.org/10.22435/vk.v12i1.2621
Aedes (Stegomya) albopictus (Skuse) memiliki thorax dengan mesonotum garis
putihdan ukurannya sempit pada bagian median, sisik pada scutumsemuanya
berwarna gelap, pangkal sayap terdapat kumpulan sisik-sisik putih yang lebar,
sisik-sisik putih pada pleura tidak membentuk garis atau tidak teratur, tibia tidak
terdapat gelang berwarna putih, claw pada tarsi depan dan tarsi tengah berbentuk
sederhana tanpa gerigi, abdomen terdapat bercak putih. Mirip dengan Ae.aegypti
karena keduanymemiliki bercak putih pada abdomen, tetapi warna tubuh pada
Ae.albopictus yang lebih gelap dibanding Ae.aegypti.
4
2.1.4 Anopheles (Nyamuk vektor Malaria)
Sumber : https://serangga.id/morfologi-nyamuk-2/
Nyamuk Anopheles sudah banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, terutama
negara beriklim tropis. Menurut situs CDC, dari sebanyak 430 spesies nyamuk
Anopheles, hanya 30-40 yang dapat menularkan malaria.Penting untuk diketahui
bahwa nyamuk Anopheles jantan tidak bisa menularkan penyakit ke manusia. Jadi,
hanya gigitan nyamuk Anopheles betina yang bisa menyebabkan malaria. Anopheles
memiliki bentuk tubuh yang panjang dan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, dada
(toraks), dan perut. Saat hinggap di kulit manusia, posisi nyamuk Anopheles biasanya
miring sekitar 45 derajat, berbeda dengan nyamuk kebanyakan. Nyamuk Anopheles
juga biasanya berwarna kekuningan.
5
2.1.5 Mansonia Uniformes (Nyamuk Tanaman Air)
Sumber : https://www.slideshare.net/Faris_Khairy/mansonia
Mansonia memiliki ciri-ciri bentuk siphon seperti tanduk, larva nyamuk Mansonia
menempel pada tumbuhan air, pada bagian toraks terdapat stoot spine, pada saat
hinggap tidak membentuk sudut 90%, bentuk tubuh besar dan panjang, bentuk sayap
asimetris, menyebabkan penyakit filiriasis, penularan penyakit dengan cara
membesarkan tubuhnya. Stadium pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang
berada di dalam air yang membutuhkan waktu antara 1 – 2 hari. Pada stadium pupa
mulai dibentuk alat-alat tubuh nyamuk dewasa. Nyamuk mansonia berada di wilayah
hutan dan rawa endemik, lingkungan kotor dan area peternakan ikan yang tidak
terpakai, nyamuk Mansonia bersifat agresif dan menghisap darah saat manusia berada
dalam aktivitas malam hari khususnya di luar rumah.
6
2.2.1 Aedes aegypti (Nyamuk vektor DBD)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanti & Suharyo (2017), berikut
adalah siklus hidup nyamuk Aedes aegypti :
1) Fase telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna putih dan bertekstur lunak hingga
beberapa waktu kemudian akan berubah warna menjadi kehitaman dan sedikit
keras. Telur nyamuk jenis ini berbentuk ovoid meruncing dan seringnya
diletakkan secara terpisah / satu-satu antar telur satu dan lainnya. Telur
tersebut akan menetas dalam waktu sekitar 1-2 hari yang kemudian akan
berubah menjadi jentik.
2) Fase jentik
Fase ini terdiri dari 4 tahapan yang disebut dengan fase instar. Perkembangan
mulai dari dase instar 1 hingga instar 4 membutuhkan waktu selama kurang
lebih 8 hari (Febritasari et al., 2016). Fase instar ialah fase dimana terjadi
perubahan bentuk pada jentik dan munculnya bulu-bulu halus yang melekat
pada tubuh jentik. Berikut adalah waktu perubahan larva nyamuk dalam fase
instar berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febritasari et al (2016) :
a. Larva instar I
Baru menetas dan hidup secara terpisah
Ukuran tubuh sangat kecil secara kasat mata belum dapat dibedakan
morfologi tubuhnya dengan jelas antara caput, thoraks dan abdomen,
saluran pernapasan belum terlihat jelas pada ujung ekor, memiliki warna
tubuh bening ke hitam-hitaman.
Memiliki ukuran panjang keseluruhan ±3,166 mm, diameter tubuh
±0,139 mm .
7
Masa hidup instar I selama 2-3 hari kemudian terjadi molting (proses
berganti kulit)
b. Larva Instar II
Tubuh mulai bergerak aktif
Sudah terlihat bagian caput, toraks, dan abdomen dengan panjang
keseluruhan ±1,973 mm, panjang caput ±0,249 mm, diameter caput
±0,407 mm, panjang thoraks ±0,181 mm, dan panjang abdomen ±1,243
mm .
Masa hidup larva instar II adalah 2-3 hari
c. Larva Instar III
Bagian tubuh mulai tampak jelas
Lebih bergerak aktif dibandingkan Larva instar II
Memiliki panjang keseluruhan ±2,471 mm, panjang caput ±0,339 mm,
diameter caput ±0,387 mm, panjang thoraks 0,265 mm, panjang abdomen
±1,545 mm
Masa hidup Larva instar III adalah 3-4 hari
d. Larva Instar IV
tubuhnya lengkap dan terlihat sangat jelas
memiliki panjang keseluruhan ±2,743 mm, panjang caput ±0,348 mm,
diameter caput ±0,395 mm, panjang thoraks ±0,296 mm, panjang
abdomen ±1,576 mm.
Lama masa hidup instar IV yaitu 2-3 hari dan selanjutnya akan masuk
ke fase pupa
8
3) Fase Pupa
Stadium pupa merupakan fase akhir siklus nyamuk di lingkungan air yang
membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 2 hari dengan suhu optimum atau
lebih panjang dalam suhu rendah.
Sumber : Renchie, D. L., & Johnsen, M. (2012). Mosquito life cycle. Cdc, 11–
12. http://www.tars.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html
Sumber : Renchie, D. L., & Johnsen, M. (2012). Mosquito life cycle. Cdc, 11–
12. http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html
9
2.2.2 Culex quinquefasciatus (Nyamuk vektor Filariasis Limfatik )
2) Fase Larva
Setelah 2-3 hari telur berada di dalam air, selanjutnya akan menetas menjadi
larva dan selanjutnya akan memasuki empat masa pertumbuhan atau fase
instar sebanyak 1-4 fase instar. Laju pertumbuhan larva dipengaruhi oleh
pertumbuhan telur menjadi larva dan juga kemudian berkurang karena
perubahan larva menjadi nyamuk. Larva hidup di dalam air dengan memakan
bahan organic yang tersedia dalam air.
10
Sumber : CDC. (2020). Mosquito Life-Cycle. Culex piipiens, CX.
quinquefasciatus and Cx.tarsalis. U.S. Departement of Health and Human
Services, 1–2.
http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html
3) Fase Pupa
Larva nyamuk akan berubah menjadi pupa dalam kurun waktu 8-14 hari. Pupa
berbentuk seperti koma dan pergerakannya cenderung pasif. Pupa memiliki
ukuran panjang tubuh 3,84 ± 0,17 mm dan lebar 1,29 ± 0,14 mm
(Manimegalai & Sukanya, 2014).
11
2.2.3 Aedes Albopictus (Nyamuk Hutan/Nyamuk Macan)
Berdasarkan informasi yang diperoleh oleh Beosri (2011), berikut adalah daur
hidup dari nyamuk Aedes albopictus.
1) Fase Telur
Setiap betina meletakkan telur dengan jumlah antara 2-8 kelompok dengan
seekor betina rata-rata dapat bertelur hingga 89 butir telur. Telur nyamuk
Aedes albopictus memiliki warna hitam dan akan semakin pekat warnanya
ketika akan menetas, berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya tumpul,
dan memiliki ukuran ± 0,5 mm (Christhopers, 1960)
Sumber : Renchie, D. L., & Johnsen, M. (2012). Mosquito life cycle. Cdc, 11–
12. http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html
2) Fase Larva
Larva Aedes albopictus memiliki kepala berbentuk bulat silindris, antena yang
pendek dan halus dengan rambut berbentuk sikat pada bagian depan kepala.
Memiliki ukuran ± 5 mm. Terdapat satu ciri yang membedakannya dengan
larva nyamuk Aedes aegypti yaitu pada bagian ruas abdomen VIII terdapat
gigi berbentuk sisir yang khas dan tanpa duri di bagian lateral.
12
3) Fase Pupa
Pupa nyamuk jenis ini berbentuk seperti koma dengan chepalothorax tebal,
memiliki corong pada kepala yang berbentuk seperti terompet panjang dan
ramping dengan fungsi sebagai alat napas.
13
2.2.4 Anopheles (Nyamuk vektor Malaria)
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh williams & pinto (2012), siklus/daur
hidup nyamuk Anopheles dalah sebagai berikut :
1) Fase Telur
Jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk Anopheles betina adalah sekitar 50-
200 butir telur. Waktu yang dibutuhkan telur untuk menetas sangat tergantung
oleh suhu lingkungan. Pada suhu sekitar 30oC, telur menetas menjadi larva
dalam waktu sekitar 2-3 hari sedangkan di daerah beriklim sedang (16oC),
sekitar 7-14 hari.
2) Fase Larva
Larva nyamuk jenis ini tidak memiliki kaki dan juga system pernapasan. Itulah
mengapa larva nyamuk Anopheles harus memunculkan bagian kepalanya ke
atas permukaan air untuk menghirup udara. Organ spirakel pada bagian perut
yang akan melakukan pertukaran udara. Pertumbuhan larva dipengaruhi oleh
suhu, nutrisi, serta ada tidaknya gangguan dari lingkungan sekitarnya. Larva
memakan mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, dan bahan organic di
dalam air. Perkembangan dari larva menjadi pupa membutuhkan waktu sekitar
5-10 hari pada suhu normal dan tergantung jenis spesiesnya.temperatur air
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan larva, yang mana fase ini menjadi
lebih singkat dalam air dengan temperatur hangat.
3) Fase Pupa
Pupa memiliki bentuk seperti koma dan berada di permukaan air. Tidak ada
proses makan dalam tahap ini tetapi pupa bergerak dengan pasif dan
merespons rangsangan. Fase ini membutuhkan waktu selama kurang lebib 2-5
hari untuk selanjutnya berkembang menjadi nyamuk dewasa.
4) Fase Nyamuk Dewasa
Nyamuk Anopheles dewasa biasanya keluar dari pupa saat senja. Setelah
keluar dari pupa/kepompong, nyamuk akan beristirahat sebentar untuk
mengeraskan tubuhnya. Durasi dari telur hingga dewasa Anopheles dapat
bervariasi antara 7 hari pada suhu 31ºC dan 20 hari pada 20ºC.
14
Gambar 13. Daur hidup Nyamuk Anopheles
Sumber : williams, jacob, & pinto, joao. (2012). Training Manual on Malaria
Entomology For Entomology and Vector Control Technicians (Basic Level).
54(4), 186–188. https://www.paho.org/hq/dmdocuments/2012/2012-Training-
manual-malaria-entomology.pdf
15
2) Fase Larva
Panjang tubuh larva dewasa (Instar 4) adalah antara 9-10 mm dengan warna
coklat tua hingga kehitaman. Memiliki sifon yang pendek dan berbentuk
seperti kon dengan sisi tajam dan memiliki gerigi di bagian ujungnya.
16
Gambar 17. Nyamuk Mansonia
Uniformes Dewasa
Tempat peristirahatan nyamuk secara umum terbagi menjadi 2 yaitu ada yang di dalam
ruangan atau biasa disebut dengan endofilik dan di luar ruangan atau biasa disebut
dengan eksofilik (Febry Handiny et al., 2020). Habitat nyamuk berbeda-beda, ada yang
di dalam air mengalir dan ada pula yang memiliki habitat di dalam air menggenang.
Berikut ini pembagian tempat peristirahatan nyamuk berdasarkan genusnya :
2.3.1 Culex
Nyamuk Culex spp banyak ditemukan di air-air yang tergenang baik di wadah
seperti kaleng, boks, maupun wadah artifisial lainnya (Ulfatul Magfiroh & Arum
Siwiendrayanti, 2021). Selain di wadah-wadah tersebut, nyamuk jenis Culex spp
ini juga mudah berkembang biak di sungai yang airnya tidak mengalir. Beberapa
contoh tempat peristirahatan nyamuk Culex spp yaitu ada nyamuk Cx.
tritaeniorhynchus yang banyak terdapat di luar rumah. Sedangkan nyamuk Cx.
quinquefasciatus banyak terdapat di dalam rumah. Hal ini menunjukkan bahwa
nyamuk Cx. tritaeniorhynchus lebih suka menghisap darah di luar rumah atau
disebut dengan eksofilik sedangkan nyamuk Cx. quinquefasciatus lebih cenderung
endofagik karena suka menghisap darah di dalam rumah (Supriyono et al., 2019).
Nyamuk Cx. vishnui memiliki habitat di beberapa tempat di antaranya kolam,
sungai, lagun atau daerah serapan, selokan, dan sawah. Selain itu juga terdapat
nyamuk jenis Cx. sitiens yang dapat ditemukan di persawahan dan ladang. Hampir
sama dengan Cx. Sitiens, nyamuk jenis Cx. bitaeniorhynchus menyukai tempat-
tempat yang lembab seperti pinggiran kota, persawahan, dan peternakan sapi (Laila
Annisa Rahmah et al., 2019).
17
2.3.2 Anopheles
Spesies nyamuk Anopheles sp atau biasa disebut dengan nyamuk malaria ini
seringkali ditemukan di dalam genangan air tanah dan di dalam wadah alami yang
digenangi air. Selain itu, nyamuk jenis Anopheles spp juga ditemukan di daerah
persawahan, kobakan, rawa air payau, tepi sungai, dan laguna atau resapan air.
Identifikasi dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa Nyamuk jenis An.
barbirostris hidup dan berkembang biak pada habitat persawahan (Dinata et al.,
2020). Anopheles sp juga dapat berkembang biak dalam kolam air tawar yang
bersih maupun kotor, dalam air payau, maupun air yang tergenang di pinggiran
laut. Selain bersifat eksofilik atau suka hidup di luar rumah, nyamuk jenis ini juga
ada yang suka hidup di dalam rumah atau endofilik. Pada penelitian yang
dilakukan Andri Ruliansyah dkk terdapat beberapa jenis habitat dari spesies dari
Anopheles sp yang ditemukan yakni pada musim hujan di Desa Karyasari nyamuk
Anopheles sp jenis An. vagus ditemukan di daerah sawah, aliran sungai, dan kolam
(Ruliansyah et al., 2019). Ketika musim peralihan, di Desa Karyasari ditemukan
nyamuk An. vagus di sawah, sedangkan An. barbirostris ditemukan di kolam dan
lagun atau daerah resapan air.
2.3.3 Aedes
Nyamuk genus Aedes paling banyak ditemukan di wadah tempat penampungan air
yang terletak di dalam maupun di luar rumah. Pada sebuah penelitian dikatakan
bahwa jumlah nyamuk jenis Ae. aegypti sebagian besar ditemukan memiliki
tempat peristirahatan di dalam rumah. Sedangkan pada nyamuk jenis Ae.
albopictus seringkali ditemukan memiliki tempat istirahat di luar rumah (Zahara
Fadilla et al., 2015). Wadah atau tempat potensial yang digunakan sebagai habitat
larva nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus adalah wadah buatan manusia yang
berisi air seperti di tempayan, bak mandi, kaleng bekas, drum, dan ban (Ruliansyah
et al., 2019).
2.3.4 Mansonia
Nyamuk genus Mansonia adalah genus nyamuk yang dapat ditemukan baik di
dalam maupun di luar rumah. Akan tetapi, Mansonia lebih banyak ditemukan di
perairan yang terdapat tanaman yang lebat karena habitat asli mereka adalah di
18
rawa tepatnya hinggap dan beristirahat di tanaman-tanaman air yang tumbuh di
rawa (Anwar & Saleh, 2017). Pada sebuah penelitian dijelaskan bahwa untuk
memenuhi oksigen yang dibutuhkan, melalui akarnya, nyamuk mansonia
menggunakan tanaman Azolla pinnata yang merupakan satu di antara jenis
tanaman air (Supriyono et al., 2019). Lingkungan biologik tersebut adalah
genangan air, semak-semak, tumbuhan bakau, lumut, ganggang, serta berbagai
tumbuhan lain. Tempat-tempat tersebut dapat mempengaruhi kehidupan larva
karena sinar matahari terhalangi untuk masuk sehingga daerah tersebut menjadi
lebih lembab.
Setiap spesies nyamuk akan menjadi vektor penyebaran penyakit apabila terdapat
faktor pendukung, seperti adanya kontak dengan manusia, kerentanan pada parasit, dan
lingkungan sehingga mengakibatkan masalah kesehatan yang berbeda-beda antara lain
sebagai berikut:
2.4.1 Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh spesies Anopheles pembawa parasit
protozoa Plasmodium (Marlina et al., 2021). Pada umumnya, nyamuk jenis ini
banyak beraktifitas di malam hari. Siklus tumbuh dan berkembang parasit tersebut
terjadi di dalam tubuh nyamuk yang kemudian menjalar pada kelenjar saliva.
Ketika terjadi proses injeksi nyamuk pada tubuh seseorang, maka terjadi penularan
Plasmodium ke dalam aliran darah dan menyerang sel darah merah yang
mengakibatkan terjadinya anemia pada penderita. Seseorang yang terkena malaria
ditandai dengan suhu badan tinggi (demam) disertai tubuh yang mengginggil.
Malaria termasuk dalam golongan penyakit menular yang dapat menyebabkan
19
kematian serta penularannya berisiko tinggi pada bayi, balita, anak-anak dan ibu
hamil.
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus -Dengue yang ditularkan melalui
vektor spesies nyamuk Aedes aegypti dan sejenisnya. Pada daerah perkotaan
didominasi oleh spesies Aedes aegypti, sedangkan spesies A. Albopictus dan A.
scutellaris betina mendominasi di daerah pedesaan. Nyamuk yang terpapar virus
dengue akan terus-menerus membawa vektor penyakit yang kemudian menggigit
dan menginjeksikan virus ke tubuh manusia. Virus dengue membutuhkan proses
inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari sebelum muncul gejala penyakit (Marlina et
al., 2021). Seseorang yang terkena virus dengue akan mengalami viremia atau
demam akut karena sistem imun dan sel darah mengalami infeksi yang
menyebabkan autoimun. Gejala lainnya dapat berupa adanya ruam merah pada
kulit, perdarahan pada hidung dan feses, nyeri di beberapa bagian tubuh, dan
sebagainya. Apabila tidak segera melakukan penanganan ataupun pengecekan
medis akan menyebabkan kematian pada penderita.
2.4.4 Filariasis
Filariasis limfatik atau biasa disebut juga penyakit kaki gajah disebabkan oleh
cacing filaria golongan nematoda yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia timori, dan
Brugia malayi yang ada pada kelenjar getah bening. Distribusi penularan penyakit
20
ini didominasi oleh nyamuk spesies Culex, sp dan beberapa nyamuk Anopheles, sp.
dampak apabila seseorang terkena filariasis, yaitu disabilitas atau kecacatan
(pembengkakan dan penebalan pada area kaki, lengan dan alat kelamin) (Tyagi,
2018). Gejala lainnya yang dapat dirasakan antara lain peradangan limfa yang
timbul beberapa kali baik dalam sehari, sebulan maupun bertahun (Kesuma, 2018).
Berikut adalah beberapa upaya pengendalian vektor nyamuk yang dapat dilakukan :
21
menutup rapat tempat penampung air serta mendaur ulang barang bekas (Rohim,
2009).
7. Memperhatikan sanitasi di lingkungan tempat tinggal, seperti tempat pembuangan
limbah, aliran air atau saluran irigasi agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk.
Permasalahan :
Dalam jurnal tersebut untuk mengetahui faktor risiko kasus malaria, memetakan
distribusi kasus malaria berdasarkan jarak habitat terhadap kasus dan mengetahui
habitat larva nyamuk Anopheles sp di wilayah kerja puskesmas winong, purworejo.
Hasil / Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa suhu rata-rata, kelembapan dan curah hujan, keberadaan
hewan ternak, penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria pada
bulan yang sama, satu bulan sebelumnya dan dua bulan sebelumnya. Namun
keberadaan habitat perkembangbiakan (<50) di sekitar rumah merupakan faktor risiko
penularan malaria seperti genangan air, tempat berkembang biak larva menjadi
nyamuk dewasa. Kondisi dinding rumah juga memiliki potensi risiko terkena malaria
seperti kontruksi rumah , jika kamar mandi berada dilauar rumah akan lebih berisiko
terkena malaria karena vector anopheles aktif menggigit pada malam hari.
Saran :
Dari kesimpulan tersebut terdapat beberapa factor risiko terkena malaria yaitu
genangan air dan keberadaan kamar mandi diluar rumah. Maka upaya yang dapat
dilakukan dengan rutin memakai kelambu pada saat malam hari karena menjadi factor
protektif dari kejadian malaria. Karena dengan memakai kelambu merupakan suatu
bentuk perlindungan pribadi yang telah terbukti mengurangi penyakit malaria.
Memakai pakaian dengan lengan panjang pada saat malam hari, untuk meminimalisir
terkena malaria jika pada saat malam hari masih beraktivitas karena kamar mandi
22
berada diluar rumah. Dan memastikan ada atau tidaknya genangan air di sekitar
rumah, jika ada segera dibuang genangan air tersebut karena dapat memicu tempat
perkembangbiakan larva nyamuk dewasa atau vector malaria yang dapat berpotensi
terkena malaria.
23
BAB 3. PENUTUP
● Kesimpulan
Nyamuk merupakan serangga penghisap darah yang memiliki nama latin Culicidae
dan terbagi menjadi beberapa jenis yakni Aedes aegypti, Aedes Albopictus, Culex
quinquefasciatus, Anopheles, dan Mansonia Uniformes. Nyamuk berkembang biak
dengan metamorfosis sempurna yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Habitat nyamuk
cenderung berada di tempat-tempat lembab dan gelap. Nyamuk dapat menjadi vektor
penyebab penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), demam chikungunya,
dan filariasis. Sehingga perlu upaya penanggulan permasalahan kesehatan yang
diakibatkan oleh vektor nyamuk.
Jenis Jam dan Jarak Breeding Place Resting Place Ciri Khas Pencegahan
Nyamuk Terbang (Tempat (Tempat Nyamuk
Perkembangbiakan) Istirahat
Sementara)
24
pelepah pohon
pisang, dan (Anggraeni et al.,
lubang pohon. 2018)
(Anggraeni et al.,
2018)
Sebagian bes ar nyamuk yang tertangkap malam hari Ikan merupakan predato r yang efekt if
dalam pengendalian vektor mala ria dengan
cara penebaran di laguna s ebagai predator
tumpul). Saat
(Prastowo hinggap di
et al., kulit
2018). manusia,
2. Nyamuk posisi
jenis ini nyamuk
memiliki Anopheles
daya biasanya
terbang miring
lemah sekitar 45
dengan derajat,
jarak nyamuk
terbang 7- Anopheles
30 meter juga
dan tidak biasanya
bergerak berwarna
aktif pada kekuningan,
cuaca larva
berangin Anopheles
(Mayasari berada di
et al., permukaan
air. Larva
25
2021). nyamuk jenis
ini tidak
memiliki
kaki dan juga
system
pernapasan.
Itulah
mengapa
larva
nyamuk
Anopheles
harus
memuncul-
kan bagian
kepalanya ke
atas air.
26
Selalu menjaga
kebersihan diri
sendiri dan
lingkungan
sekitar.
Mansonia Nyamuk jenis 1. Habitat Resting place Pada saat Menggunakan
ini aktif pada mansonia di dalam dan hinggap metode
pukul 15.00- berada di di luar rumah tidak pengendalian
16.00 WIB dan berupa
genangan air seperti pada membentuk
18.00-19.00 pembersihan
WIB dengan yang bersifat tanaman- sudut 90⸰, habitat
aktivitas permanen tanaman air bentuk tubuh perkembangbiaka
sepanjang hari berupa rawa, yang tumbuh besar dan n nyamuk dari
karena bersifat lubang bekas di rawa memanjang, tumbuhan air
agresif penggalian (Anwar & bentuk sayap yang merupakan
(Supranelfy et atau sumber Saleh, 2017). asimetris, tempat larva
al., 2012) mansonia. Selain
air yang ada menyebarkan
itu, penggunaan
sepanjang penyakit kelambu
tahun. filariasis berinsektisida,
2. Perindukan (pembawa menggunakan
mansonia cacing lotion nyamuk,
berada di rawa filaria), pemberian obat
dan danau penularan cacing secara
berkala pada
yang terdapat penyakit
hewan peliharaan,
tanaman air. dengan cara tidak beraktivias
membesar- di luar rumah
kan pada jam terbang
tubuhnya. mansonia
(Supriyono et al.,
2017).
Saran
Upaya yang dapat dilakukan yakni dengan cara mengelola lingkungan baik secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor nyamuk
maupun tempat perkembangbiakannya. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh
pemerintah beserta instansi terkait dan dibarengi dengan keikutsertaan masyarakat
dengan cara menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, P., Heridadi, & Widana, I. K. (2018). Faktor Risiko (Breeding Places, Resting
Places, Perilaku Kesehatan Lingkungan, dan Kebiasaan Hidup) Pada Kejadian Luar
Biasa Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Jurnal
Manajemen Bencana, 4(1), 1–24.
http://jurnalprodi.idu.ac.id/index.php/MB/article/viewFile/229/211
Anwar, C., & Saleh, I. (2017). Identifikasi spesies nyamuk genus Mansonia dan deteksi
molekuler terhadap mikrofilaria/larva cacing Brugia malayi pada nyamuk genus
Mansonia. JKK, 4(2), 69–75.
Boesri, hasan. (2012). Bioekologi Mansonia uniformis dan Peranannya Sebagai Vektor
Filariasis. Fokus Utama, 25–31
CDC. (2020). Mosquito Life-Cycle. Culex piipiens, CX. quinquefasciatus and Cx.tarsalis.
U.S. Departement of Health and Human Services, 1–2.
http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html
Christhopers, S. R. (1960). Aedes Aegypti: The Yellow Fever Mosquito. The American
Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 10(1), 112–113.
https://doi.org/10.4269/ajtmh.1961.10.112
Denai Wahyuni, Makomulamin, & Nila Puspita Sari. (2021). Buku Ajar Entomologi Dan
Pengendalian Vektor. Deepublish.
Diallo, D., & Diallo, M. (2020). Resting behavior of Aedes aegypti in southeastern Senegal.
Parasites and Vectors, 13(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13071-020-04223-x
Dinata, A., Astuti, E. P., & Hadisusanto, S. (2020). Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan
Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
ASPIRATOR - Journal of Vector-Borne Disease Studies, 12(2), 105–114.
https://doi.org/10.22435/asp.v12i2.2270
Fadhilla Shavira Nur. (2021). Spatial Analysis of Environmental Factors with the Existence
of Filariasis Vectors in Brebes Regency. JOURNAL OF PUBLIC HEALTH FOR
TROPICAL AND COASTAL REGION.
Febry Handiny, Gusni Rahma, & Nurul Prihastita Rizyana. (2020). Buku Ajar Pengendalian
Vektor (Pertama). Ahlimedia Press.
Febritasari, T., Hariani, N., & Trimurti, S. (2016). Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti
(Cullicidae:Diptera) Instar III yang Dikoleksi dari Kelurahan Loa Bakung, Dadi Mulya
28
dan Sempaja Timur Kota Samarinda Terhadap Abate. Bioprospek, 11(2), 25–31.
http://jurnal.fmipa.unmul.ac.id/index.php/bioprospek/article/view/190
Handiny, F. (2020). Buku Ajar Pengendalian Vektor - Ns. Febry Handiny, M.KM, Gusni
Rahma, S.K.M, M.Epid, Nurul Prihastita Rizyana, M.KM - Google Books.
https://books.google.co.id/books?id=fAsNEAAAQBAJ&pg=PA13&dq=morfologinyam
uk+demam+berdarah&hl=jv&sa=X&ved=2ahUKEwjTv8SCz5L1AhVZS2wGHZ8-
Bt4Q6AF6BAgCEAI#v=onepage&q=morfologinyamuk demam berdarah&f=false
Kesuma, L. D. (2018). Patogenitas Dan Gejala Klinis Kelas Insecta ( Nyamuk Culex Sp ).
Academia, 1–8.
Laila Annisa Rahmah, Galuh Tresnani, Bambang Fajar Suryadi, & Eka Sunarwidhi Prasedya.
(2019). Identifikasi Jenis Nyamuk dan Karakteristik Habitatnya di Desa Kekeri
Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Biologi Wallacea Jurnal Ilmiah Ilmu
Biologi, 5(1), 36–42. www.jurnal.biologiwallacea.web.id.
Manimegalai, K., & Sukanya, S. (2014). Original Research Article Biology of the filarial
vector , Culex quinquefasciatus ( Diptera : Culicidae ). International Journal of Current
Microbiology and Applied Sciences, 3(4), 718–724.
Marlina, L., Khairiyati, L., Agung, W., Anugrah Nur, R., Rasyid Ridha, M., & Andiarsa, D.
(2021). Buku Ajar Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu.
Mayasari, R., Amlarrasit, A., Sitorus, H., & Santoso, S. (2021). KARAKTERISTIK
DISTRIBUSI DAN HABITAT Anopheles spp. DI KELURAHAN KEMELAK
BINDUNG LANGIT, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2018.
Spirakel, 12(2), 69–78. https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i2.3168
Mefi Mariana Tallan, & Fridolina Mau. (2016). Karakteristik Habitat Perkembangbiakan
Vektor Filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya.
ASPIRATOR, 8(2), 55–62.
Nababan, R., & Umniyati, S. R. (2018). Analisis Spasial Kejadian Malaria Dan Habitat Larva
Nyamuk Anopheles spp di Wilayah Kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo.
Berita Kedokteran Masyarakat, 34(1), 11. https://doi.org/10.22146/bkm.26941
29
Brebes Tahun 2020. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition.
https://doi.org/10.15294/ijphn.v1i1.45337
Prastowo, D., Widiarti, W., & Garjito, S.Si, M.Kes, T. A. (2018). BIONOMIK Anopheles
spp SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN
KEBUMEN JAWA TENGAH. Vektora : Jurnal Vektor Dan Reservoir Penyakit, 10(1),
25–36. https://doi.org/10.22435/vk.v10i1.967
Renchie, D. L., & Johnsen, M. (2012). Mosquito life cycle. Cdc, 11–12.
http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html
Ramadhani, T., Yuliani, V., Hadi, U. K., Soviana, S., & Irawati, Z. (2019). Tabel Hidup
Nyamuk Vektor Filariasis Limfatik Culex quinquefasciatus (Diptera: Culicidae) di
Laboratorium. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 18(2), 73.
https://doi.org/10.14710/jkli.18.2.73-80
Ruliansyah, A., Ridwan, W., & Kusnandar, A. J. (2019). Pemetaan Habitat Jentik Nyamuk Di
Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Vektor Penyakit,
13(2), 115–124. https://doi.org/10.22435/vektorp.v13i2.946
Susanti, S., & Suharyo, S. (2017). Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan Jentik
Aedes Pada Area Bervegetasi Pohon Pisang. Unnes Journal of Public Health, 6(4), 271–
276. https://doi.org/10.15294/ujph.v6i4.15236
Supranelfy, Y., & Oktarina, R. (2021). Gambaran Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria di
Sumatera Selatan (Analisis Lanjut Riskesdas 2018). Balaba: Jurnal Litbang
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara, 19–28.
https://doi.org/10.22435/blb.v17i1.3556
Supranelfy, Y., Sitorus, H., & Pahlepi, R. I. (2012). BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN
ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR , KABUPATEN OKU TIMUR Mosquito
Bionomic of Mansonia and Anopheles in Karya Makmur Village , East OKU Regency
melibatkan banyak faktor yang sangat kompleks yaitu cacing filaria sebagai agen
penyak. 11, 158–166.
Supriyono, S., Tan, S., & Hadi, U. K. (2017). Perilaku Nyamuk Mansonia dan Potensi
Reservoar dalam Penularan Filariasis di Desa Gulinggang Kabupaten Balangan Provinsi
Kalimantan Selatan. ASPIRATOR - Journal of Vector-Borne Disease Studies, 9(1), 1–
10. https://doi.org/10.22435/aspirator.v9i1.4443.1-10
30
Supriyono, Suriyani Tan, & Upik Kesumawati Hadi. (2019). Ragam Spesies dan
Karakteristik Habitat Nyamuk di Kecamatan Juai, Kabupaten Balangan, Provinsi
Kalimantan Selatan. ASPIRATOR, 11(1), 19–28.
Sukendra, D. M., & Syafriati, S. Y. (2019). Perilaku Mencari Pakan pada Nyamuk Culex sp.
sebagai Vektor Penyakit Filariasis. HIGEIA. https://doi.org/10.15294/higeia/v3i3/31528
Tjitradinata, C., Laksono, M. A., Fymbay, D. M., Pratiwi, Y. B. D., & Juliandari, C. A. G.
(2022). PREINTERVENSI PENGENDALIAN VEKTOR NYAMUK (NON-
INSEKTISIDA) DI LINGKUNGAN PANTI ASUHAN SANTO THOMAS Cynthia. 1(1),
11–20.
Ulfatul Magfiroh, & Arum Siwiendrayanti. (2021). Survei nyamuk Culex sp.pada lingkungan
sekitar penderita filariasis di Kabupaten Brebes. JHECDs, 7(1), 40–51.
https://doi.org/10.22435/jhecds.v7i1.4992
williams, jacob, & pinto, joao. (2012). Training Manual on Malaria Entomology For
Entomology and Vector Control Technicians (Basic Level). 54(4), 186–188.
https://www.paho.org/hq/dmdocuments/2012/2012-Training-manual-malaria-
entomology.pdf
Zahara Fadilla, Upik Kesumawati Hadi, & Surachmi Setiyaningsih. (2015). Bioekologi
vektor demam berdarah dengue (DBD) serta deteksi virus dengue pada Aedes aegypti
(Linnaeus) dan Ae. albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae) di kelurahan endemik DBD
Bantarjati, Kota Bogor. Maret, 12(1), 31–38. https://doi.org/10.5994/jei.12.1.31
31
LAMPIRAN
32
33
34
35
36