Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH FINAL

BIOMEDIK (MIKROBIOLOGI & PARASITOLOGI)

“PARASIT”

DOSEN PENGAMPU: Dr. Asnia Zainuddin, M.Kes

Disusun Oleh :

Delima Yulia Hartati

J1A121123

C 2021

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas petunjuk dan
kemudahan yang diberikan kepada saya dalam penyelesaian penyusunan makalah
ini mengenai penjelasan dari “Parasit”.

Tak lupa saya curahkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang juga telah memberi petunjuk bagi kita semua. Dalam
penyusunan makalah ini, banyak kesulitan dan hambatan karena masih kurangnya
pengetahuan yang saya miliki. Tapi, berkat izin dan Rahmat Allah SWT saya
mampu menyelesaikannya.
Harapan saya sebagai penyusun makalah, yaitu semoga penjelasan dalam
makalah ini dapat tersampaikan secara jelas dan memberi manfaat bagi para
pembaca. Tak lupa pula saya ucapkan kata maaf atas segala kekurangan dan
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini.

Kendari, 14 Juli 2022


Penulis

Delima Yulia Hartati

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4
2.1 Definisi Dari Parasit ................................................................................. 4
2.2 Ruang Lingkup Parasit dan Perkembangannya ......................................... 7
2.3 Jenis dan Pengklasifikasian Parasit ........................................................... 9
2.4 Sistem Pemberian Nama (Nomenklatur) Parasit ....................................... 14
2.5 Cara Parasit Merugikan Inangnya ............................................................. 17
2.6 Perbedaan Antara Parasit Intraseluler dan Ekstraseluler ............................ 20
2.7 Daur Hidup Dari Parasit ........................................................................... 21
2.8 Jenis Penyakit Yang Disebabkan Oleh Parasit dan Bagaimana
Pengklasifikasiannya ................................................................................ 24
2.9 Cara Penularan Penyakit Parasit ............................................................... 25
2.9.1 Parasit yang penularan dan siklusnya melalui tanah
dan non tanah ............................................................................... 25
2.9.2 Parasit yang penularannya melalui serangga ................................ 27
2.9.3 Parasit yang penularannya melalui keong/siput ............................. 32
2.9.4 Parasit yang penularannya melalui kontak langung
dan tak langsung ........................................................................... 34
2.9.5 Parasit yang penularannya melalui makanan
dan minuman ................................................................................ 36
2.9.6 Parasit yang penularannya melalui cara vertikal
atau diturunkan ............................................................................. 39

ii
2.9.7 Parasit yang penularannya melalui cara mekanik .......................... 41
2.10 Parasit Phylum Arthropoda Yang Berperan Sebagai Vektor
dan Penyebab Penyakit ............................................................................. 44
2.11 Contoh Kasus Penyakit Akibat Parasit Berdasarkan Suatu Jurnal
Penelitian ................................................................................................. 45
2.12 Tanggap Inang Terhadap Parasit .............................................................. 46

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 50


3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 50
3.2 Saran ........................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 52

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan
berbagai permasalahan yang kompleks. Berbagai macam penyakit yang
diderita semakin beragam. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh parasit
berupa cacing, kutu, caplak, tungau lalat dan nyamuk yang tentunya sangat
beraneka ragam dan merugikan manusia.
Hampir di setiap ruang dalam dunia ini ditempati oleh
mikroorganisme parasit ini. Mereka dapat masuk ke dalam tubuh manusia
dengan berbagai macam cara, melalui makanan, kebersihan lingkungan yang
tidak terjaga, udara, dan banyak lagi cara yang tentunya sangat berhubungan
dengan perilaku manusia atau masyarakat itu sendiri.
Parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam
seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada
organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada parasit disebut
sebagai inang (host/hospes). Cabang ilmu Biologi yang mempelajari tentang
organisme parasit disebut Parasitologi.
Pada dasarnya, Parasitologi merupakan pengembangan khusus atau
cabang khusus dari ilmu Biologi yang disebut Ekologi. Ekologi adalah ilmu
yang mempelajari interaksi antara faktor biotik (makhluk hidup) dengan
faktor abiotik (tidak hidup, seperti tanah, air, batu dan lainnya). Salah satu
kaidah Ekologi yang senantiasa terkait dengan parasit adalah kemampuan
penyebarannya (distribusi). Ke luar dari tubuh inang yang di infeksinya atau
disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh organisme parasit karena
merupakan usaha untuk melestarikan keturunannya, melalui upaya
menemukan dan menginfeksi inang.
Pada makalah ini, saya akan membahas mengenai beberapa parasit
beserta penjelasannya secara rinci. Dan dengan mempelajari daur hidup

1
berbagai jenis parasit, diharapkan dapat diperkirakan, bagaimana cara dan di
mana parasit akan dapat menginfeksi serta dampak yang merugikan akibat
infeksi dari parasit. Sehingga untuk selanjutnya akan dapat pula menentukan
tindakan yang tepat dilakukan sehubungan dengan usaha pencegahan, baik
pencegahan perkembangbiakan parasit di lingkungan sekitar kita maupun
pencegahan infeksi dari parasit, pengendalian bahkan pemberantasan
penyakit yang ditimbulkannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari parasit?
1.2.2 Bagaimana ruang lingkup parasit dan perkembangannya?
1.2.3 Apa saja jenis dan pengklasifikasian parasit?
1.2.4 Bagaimana sistem pemberian nama (nomenklatur) parasit?
1.2.5 Bagaimana cara parasit merugikan inangnya?
1.2.6 Bagaimana Perbedaan Antara Parasit Intraseluler dan
Ekstraseluler?
1.2.7 Bagaimana daur hidup dari parasit?
1.2.8 Apa saja jenis penyakit yang disebabkan oleh parasit dan
bagaimana pengklasifikasiannya?
1.2.9 Bagaimana cara penularan penyakit parasit?
1.2.10 Parasit phylum arthropoda yang berperan sebagai vektor dan
penyebab penyakit?
1.2.11 Bagaimana penjelasan terkait contoh kasus penyakit akibat parasit
berdasarkan suatu jurnal penelitian?
1.2.12 Bagaimana proses tanggap inang terhadap parasit?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Apa definisi dari parasit?
1.3.2 Bagaimana ruang lingkup parasit dan perkembangannya?
1.3.3 Apa saja jenis dan pengklasifikasian parasit?
1.3.4 Bagaimana sistem pemberian nama (nomenklatur) parasit?

2
1.3.5 Bagaimana cara parasit merugikan inangnya?
1.3.6 Bagaimana perbedaan antara parasit intraseluler dan ekstraseluler?
1.3.7 Bagaimana daur hidup dari parasit?
1.3.8 Apa saja jenis penyakit yang disebabkan oleh parasit dan bagaimana
pengklasifikasiannya?
1.3.9 Bagaimana cara penularan penyakit parasit?
1.3.10 Parasit phylum arthropoda yang berperan sebagai vektor dan
penyebab penyakit?
1.3.11 Bagaimana penjelasan terkait contoh kasus penyakit akibat parasit
berdasarkan suatu jurnal penelitian?
1.3.12 Bagaimana proses tanggap inang terhadap parasit?

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat bagi pembaca, yakni agar para pembaca dapat mengetahui


penjelasan yang lebih rinci mengenai parasit, yakni definisinya, ruang
lingkup dan perkembangannya, jenis dan pengklasifikasian, sistem
pemberian nama (nomenklatur), cara parasit merugikan inangnya, cara
perkembang biakannya, daur hidupnya, dsb.
Manfaat bagi penulis, yakni makalah ini merupakan bentuk untuk
memenuhi tugas mata kuliah Biomedik (Mikrobiologi dan Parasitologi)
sebagai pengganti Ujian Akhir Semester. Dengan penulisan makalah ini para
penulis juga dapat mengetahui penjelasan mengenai hal yang dibahas, yakni
parasit.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dari Parasit


Kata “parasit” berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang bermakna
di samping dan sitos yang berarti makanan. Berdasarkan makna tersebut,
maka parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam
seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada
organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada parasit disebut
sebagai inang (host/hospes). Cabang ilmu Biologi yang mempelajari tentang
organisme parasit disebut Parasitologi.
Pada dasarnya, Parasitologi merupakan pengembangan khusus atau
cabang khusus dari ilmu Biologi yang disebut Ekologi. Ekologi adalah ilmu
yang mempelajari interaksi antara faktor biotik (makhluk hidup) dengan
faktor abiotik (tidak hidup, seperti tanah, air, batu dan lainnya). Salah satu
kaidah Ekologi yang senantiasa terkait dengan parasit adalah kemampuan
penyebarannya (distribusi). Ke luar dari tubuh inang yang di infeksinya atau
disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh organisme parasit karena
merupakan usaha untuk melestarikan keturunannya, melalui upaya
menemukan dan menginfeksi inang.
Dalam hal menemukan dan menginfeksi inang, inangnya dapat
berasal dari jenis yang sama atau berbeda. Dengan demikian, maka parasit
atau tahap hidup bebas parasit akan dihadapkan pada masalah yang berbeda
harus ke luar dari tubuh inang yang semula diinfeksinya, antara lain dalam
menghadapi kondisi lingkungan luar yang sama sekali berbeda dengan saat
dia mendiami (menumpangi) inangnya. Kondisi lingkungan ini sangat tidak
ramah, sehingga peluang organisme parasit dalam menemukan dan
menginfeksi inang sangat rendah.
Akibat selanjutnya, adalah tingkat kelulushidupan parasit juga
rendah. Dengan demikian, parasit harus mengembangkan suatu cara

4
(strategi) agar tingkat kelulushidupannya menjadi tinggi. Tingkat
kelulushidupan yang tinggi menjadi jaminan bagi kelestarian keturunannya.
Berikut ini adalah beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan organisme
parasit, yaitu:
a) Simbiosis
Simbiosis merupakan bentuk hidup bersama dua jenis organisme
yang bersifat permanen dan tidak bisa dipisahkan. Ada beberapa jenis
simbiosis, yaitu:
(1) Simbiosis mutualisme, yaitu simbiosis yang saling menguntungkan
bagi kedua jenis organisme tersebut.
(2) Simbiosis komensalisme, yaitu simbiosis dimana satu pihak
mendapat keuntungan sedangkan yang lain tidak dirugikan.
(3) Simbiosis parasitisme, yaitu simbiosis dimana satu jenis
mendapatkan makanan dan keuntungan, sedangkan yang lain
dirugikan bahkan dibunuh.
(4) Simbiosis obligat, yaitu bentuk simbiosis dimana parasitnya tidak
dapat hidup tanpa hospes.
(5) Simbiosis fakultatif, yaitu simbiosis dimana parasitnya dapat hidup
walaupun tanpa hospes.
(6) Simbiosis monoksen, yaitu simbiosis dimana parasitnya hanya
dapat hidup pada satu spesies hospes.
(7) Simbiosis poliksen, yaitu simbiosis yang menghinggapi lebih dari
satu spesies.
(8) Simbiosis parasit permanen, yaitu bentuk simbiosis dimana
parasitnya selama hidupnya tetap pada hospesnya.
(9) Simbiosis parasit temporer, yaitu bentuk simbiosis dimana parasit
pada hospesnya hanya sewaktu-waktu.
b) Hospes
Host atau Hospes yaitu organisme yang merupakan tempat atau
organisme yang dihinggapi parasit. Dikenal ada beberapa jenis hospes,
yaitu:

5
(1) Hospes defenitif, yaitu hospes dimana terdapat parasit dalam
stadium dewasa didalam tubuh hospes terjadi perkembangbiakan
secara seksual.
(2) Hospes paratenik, yaitu hospes dimana parasit hanya terdapat
dalam stadium larva dan tidak dapat berkembang menjadi stadium
dewasa dan tidak terjadi perkembangbiakan parasit secara
seksual dan parasit ini dapat ditularkan kepada hospes
defenitif karena parasit dalam stadium ini merupakan stadium
infektif.
(3) Hospes intermediate (perantara), yaitu hospes dimana
parasit di dalamny amenjadi bentuk infektif yang siap ditularkan
kepada hospes/manusia yang lain.
(4) Hospes reservoir, yaitu hewan yang mengandung parasit yang
sama dengan parasit manusia dan dapat menjadi sumber infeksi
bagi manusia.
(5) Hospes obligat, yaitu hospes tunggal yang merupakan satu-satunya
spesies yang dapat menjadi tuan rumah dari parasite dewasa.
(6) Hospes alternatif, yaitu hospes utama yang mengandung parasit
namun ada spesies lain yang dapat sebagai hospes yang
mengandung parasit dewasa.
(7) Hospes insidental, yaitu bila suatu spesies secara kebetulan dapat
mengandung parasit dewasa, padahal hospes yang sesungguhnya
adalah spesies lain.
c) Vektor
Vektor yaitu hewan yang di dalam tubuhnya terjadi perkembangbiakan
dari parasit dan parasit itu dapat ditularkan kepada manusia atau hewan
lainnya. Biasanya yang berperan sebagai vektor adalah serangga.
d) Zoonosis
Zoonosis yaitu parasit hewan yang dapat ditularkan kepada manusia.

6
2.2 Ruang Lingkup Parasit dan Perkembangannya
Teori heterologous menyatakan bahwa organisme parasit semula
berasal dari organisme bebas atau organisme yang hidupnya mandiri, tetapi
karena sesuatu hal maka berubah menjadi organisme parasit. Kemudian, ada
pula teori homologous. Yang menyatakan bahwa organisme parasit yang ada
sekarang ini, berasal dari organisme yang sejak awal mulanya memang
merupakan organisme parasit.
Cacing dan serangga telah dikenal oleh nenek moyang kita sejak
mereka hidup secara nomaden. Begitu pula cacing parasit telah lama dikenal
sebagai penyebab penyakit di dalam saluran pencernaan. Oleh sebab itu,
cacing sebagai penyebab penyakit telah dikenal oleh nenek moyang kita
jauh sebelum mereka mengenal bakteri dan protozoa.
Hewan-hewan parasit telah dikenal dan dibicarakan semenjak zaman
Hippocrates (460-377 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) di Yunani, tetapi
ilmu parasit baru berkembang setelah manusia menyadari pentingnya ilmu
tersebut di dalam pengetahuan eksakta biologi. Orang pertama yang berjasa
mengembangkan ilmu parasit adalah Redi (1626-1698), seorang ahli ilmu
alam berkebangsaan Italia. Ia menemukan larva di dalam daging membusuk
yang kemudian menjadi lalat. Pada tahun 1752 Swammerdam dari Jerman
membuktikan bahwa kutu berasal dari telur. Oleh karena masih kuatnya
pengaruh ajaran gereja dan dogma-dogma lain dalam kehidupan masyarakat
pada waktu itu, kedua penemu tersebut tidak berani mengemukakan
pendapatnya.
Dengan ditemukannya mikroskop oleh Leeuwonhoek pada tahun
1632-1723 dari Belanda, berbagai jenis hewan parasit bersel satu pun atau
protozoa mulai teridentifikasi sehingga teori abiogenesis mulai ditinggalkan.
Pada tahun 1831, Mehlis mengamati proses menetasnya larva dari telur
cacing daun atau trematoda. Semenjak itu daur hidup berbagai parasit dapat
dipelajari. Kuchen Meister pada tahun 1852 membuktikan bahwa
Cysticercus cellulosae merupakan stadium peralihan (intermedier) dari
cacing pita pada manusia.

7
Dikemukakan pula bahwa Cysticercus cellulosae dapat ditemukan
dalam daging babi, sedangkan proses penularan oleh cacing pita pada
manusia disebabkan penderita mengonsumsi daging babi yang mengandung
cacing stadium peralihan tersebut. Namun demikian, pembuktian Kuchen
Meister disangkal oleh Von Siebold yang berpendapat bahwa Cysticercus
merupakan cacing pita yang mengalami degenerasi hidrophis. Degenerasi
hidrophis biasanya terdapat pada inang abnormal. Oleh karena itu,
pembuktian secara eksak yang dikemukakan oleh Kuchen Meister adalah hal
yang benar.
Dalam perkembangan lebih lanjut ilmu parasit atau parasitologi tidak
terlepas dari ilmu-ilmu eksak yang lain, di antaranya imunologi, biokimia,
dan fisiologi. Sebagai contoh mengenai hubungan antara parasit dengan
inang. Bagaimana kita dapat menerangkan proses terjadinya keseimbangan
yang dapat dicapai sedemikian rupa antara parasit dan inangnya sehingga
parasit dapat tetap hidup dalam tubuh inang. Sementara itu, kondisi inang
seolah-olah tidak menunjukkan adanya gejala klinis (sakit) atau mungkin
indikasi timbulnya kekebalan penyakit parasiter yang diperoleh inang
setelah terjadi infeksi parasit atau adanya tanggapan hipersensitivitas yang
dihasilkan oleh infeksi parasit. Hal-hal tersebut, tentunya dapat dipelajari
melalui ilmu kekebalan (imunologi).
Berdasarkan uraian sejarah, perkembangan dan wawasan parasitologi
sebagaimana telah diuraikan maka seorang ahli parasitologi (parasitolog)
tidak boleh hanya mengetahui bahwa sesuatu organisme itu hidup sebagai
parasit. Ia harus pula mengikuti daur hidupnya dan memahami masing-
masing stadium dalam daur hidup itu, baik aspek-aspek morfologi maupun
biologinya. Ia harus memahami mengapa dalam daur hidup sesuatu parasit
terdapat stadium-stadium yang berbeda kebutuhan dan fungsi hidupnya. Ia
juga harus mencari jawaban, mengapa dalam daur hidup sesuatu parasit
dibutuhkan adanya organisme lain, dan apa pengaruh lingkungan terutama
temperatur, dan air, terhadap pertumbuhan parasit tersebut.

8
2.3 Jenis dan Pengklasifikasian Parasit
Secara umum, pembagian atau pengklasifikasian parasit
berdasarkan atas jenis parasit tersebut yaitu kelompok tumbuhan atau
kelompok binatang. Atas dasar ini parasit dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Zooparasit, yaitu parasit yang berupa binatang. Seperti protozoa,
metazoa (bersel banyak) seperti cacing dan arthropoda (serangga).

Gambar 1. Zooparasit
b) Fitoparasit, yaitu parasit yang berupa tumbuh-tumbuhan. Seperti
bakteri(dianggap tumbuhan) dan fungi/jamur.

Gambar 2. Fitoparasit
c) Spirochaeta dan Virus. Sebagian besar ilmuwan sependapat bahwa
kelompok ini tidak dimasukkan ke dalam kelompok binatang atau
tumbuhan.

Gambar 3. Virus

9
Selain pembagian tersebut di atas, parasit dapat dibagi berdasarkan letak
atau tempat dimana parasit tersebut hidup.
a) Endoparasit, yaitu jenis parasit yang hidup di dalam tubuh hospes
b) Ektoparasit, yaitu jenis parasit yang hidup di luar atau dipermukaan
tubuh hospes.
Selain pembagian parasit sebagaimana di atas, klasifikasi parasit dapat
berdasarkan jenis organisme parasit, sebagai berikut:
a) Protozoa, parasit yang berasal dari protozoa dibagi dalam 4 kelas, yaitu
Sporozoa, Rhizopoda, Flagellata/Mastighopora, dan Ciliata.
b) Helminthes (Helmin atau kelompok cacing), helmintes dibagi menjadi 2
kelas, yaitu Nathelmintes (antara lain Nematoda dan Plathelmintes
(termasuk Trematodadan Cestoda).
c) Fungi/Jamur
d) Arthropoda. Dimana arthropoda yang penting dalam bidang kesehatan,
adalah kelas Hexapoda (insekta) yang terdiri dari 7 ordo.
Klasifikasi parasit berdasarkan sifatnya:
a) Parasit fakultatif
Organisme parasit yang sebenarnya organisme hidup bebas, tetapi
karena kondisi tertentu mengharuskan organisme tersebut hidup sebagai
parasit sehingga sifat hidup keparasitannya itu tidak mutlak. Sebagai
contoh lalat-lalat seperti Sarcophaga, Chrysomyia, Caelophora dan lain-
lainnya yang termasuk keluarga Calliphorinae.
b) Parasit obligat
Semua organisme yang untuk kelangsungan hidup dan eksistensinya
mutlak memerlukan hospes. Semua organisme yang patogen merupakan
parasit obligat.
c) Parasit insidentil atau parasit sporadis
Parasit yang karena sesuatu sebab berada pada hospes yang tidak
sewajarnya. Contoh parasit insidentil: Dipylidium caninum. Parasit ini
adalah cacing pita pada anjing yang dikenal dengan cacing pita biji

10
ketimun, tetapi karena kebetulan atau karena suatu “kecelakaan” terdapat
pada manusia.
d) Parasit eratika
Parasit yang terdapat pada hospes yang wajar tetapi lokasinya pada
daerah yang tidak sewajarnya. Contoh parasit eratika : Ascaris
lurnbricoides.
e) Parasit spuriosa
Istilah ini sebenarnya tidak tepat untuk menyatakan parasit salah duga.
Hal ini terjadi pada saat diagnosa pasca mati, misalny karena sebelum
mati anjing makan tinja sapi yang mengandung telur cacing Moniezia
expansa, maka pada pemeriksaan pasca mati bisa saja anjing didiagnosa
terinfestasi cacing Moniezia expansa.
Klasifikasi parasit berdasarkan waktu atau derajat keparasitannya, yaitu:
a) Parasit temporer atau parasit non periodik
Organisme yang sebagian waktu hidupnya harus hidup sebagai parasit
sedang sisa hidupnya sebagai organisme hidup bebas. Contoh-contoh
dari parasit temporer : Nyamuk Anopheles.
b) Parasit stasioner
Parasit stasioner adalah parasit yang selama satu stadium
perkembangannya atau selama hidupnya selalu kontak dengan
hospesnya.
Klasifikasi parasit berdasarkan jumlah hospesnya, yaitu:
a) Parasit holoksenosa atau parasit monoksenosa
Parasit holoksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya hanya
membutuhkan satu organisme lain sebagai hospes. Contoh-contoh
parasit holoksenosa Eimeria tenella.
b) Parasit heteroksenosa
Parasit heteroksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya
membutuhkan lebih dan satu organisme lain sebagai hospesnya. Contoh-
contoh parasit heteroksenosa : Babesia motasi

11
Klasifikasi parasit berdasarkan lokasi atau predileksinya, yaitu:
a) Ektoparasit atau ektozoa
Ektoparasit adalah parasit-parasit yang hidup berparasitnya pada
permukaan tubuh hospes atau di dalarn liang-liang pada kulit yang masih
mempunyai hubungan bebas dengan dunia luar.
b) Endoparasit atau entoparasit atau entozoon
Endoparasit adalah parasit-parasit yang berlokasi didalam jaringan tubuh
hospesnya kecuali yang hidup dipermukaan tubuh dan di dalam liang-
liang kulit. Contoh-contoh endoparasit: Di dalam saluran pencernaan.
Klasifikasi parasit berdasarkan pengaruhnya terhadap hospes, yaitu:
a) Parasit patogen
Parasit-parasit seperti Plasmodium falciparum, Theileria parva,
Trypanosoma evans, Babesia bigemina dan Leishmania donovani dapat
digolongkan parasit yang berefek patogen terhadap hospesnya.
b) Parasit kurang patogen
Parasit Fasciola hepatica kurang patogen pada domba sedang Fasciola
giganlica kurang patogen bagi sapi. Haemonchus contortus dan cacing
kait Bunostomum termasuk dapat digolongkan parasit kurang patogen.
c) Parasit yang tidak patogen
Termasuk parasit tidak patogen adalah Ascaris Jumbricoides pada babi
dan manusia.
Klasifikasi berdasarkan jumlah selnya, yaitu:
a) Uniseluler parasit
Kebanyakan hewan-hewan bersel satu sebagian besar hidupnya sebagai
parasit seperti misalnya, hewan-hewan yang termasuk filum
Sarcomastigophora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora dan
Ciliophora. Contoh parasit yang termasul dalam filum
Sarcomastigophora adalah Trypanosoma, Trichomonas, Tritrichomonas,
Histomonas, Giardia.

12
b) Multiseluler parasit.
Hewan-hewan multiseluler yang hidupnya sebagai parasit kebanyakan
pada hewan-hewan invertebrata seperti yang termasuk filum
Nemathelininthes, Plathyhelminthes, Crustacea Arthropoda.
Di samping itu, terdapat pula bentuk-bentuk parasitisme yang istimewa,
yaitu sebagai superparasitisme, hiperparasitisme, dan poliparasitisme.
a) Superparasitisme
Superparasitisme, yaitu parasit yang berparasit pada parasit lain. Contoh
Cotylurus flabelliformis adalah cacing daun bentuk primitif yang
berparasit dalam usus halus itik. Sebagai stadium serkaria parasit-parasit
tersebut dapat ditemukan dalam stadium sporokista atau redia dari
Trematoda lain yang hidup sebagai parasit dalam siput air tawar
Planorbis sp. Jadi, parasit C. flabelliformis muda berparasit pada parasit
lain (stadium sporokista atau redia Trematoda) yang berparasit pada
siput Planorbis sp.
b) Hiperparasitisme
Hiperparasitisme, yaitu kondisi berupa infestasi oleh parasit yang
jumlahnya kelewat batas. Di sini satu individu inang ditempati parasit
dari satu jenis yang jumlahnya jauh lebih besar dari biasanya. Contoh,
seekor ayam muda berumur 4 bulan menderita infestasi cacing Ascaridia
galli yang berjumlah sekitar 1.000 ekor, dapat disebut kasus
hiperparasitisme.
c) Poliparasitisme (Multiparasitisme)
Poliparasitisme, yaitu kondisi berupa investasi dari bermacam jenis
parasit dalam satu individu (inang). Contoh, di Indonesia poliparasitisme
pada manusia biasanya disebabkan oleh malaria, skistosomiasis,
filariasis dan cacing-cacing gastrointestinal. Di negara Afrika, biasanya
oleh malaria, skistosomiasis, filariasis, trypanosomiasis dan
leishmaniasis. Pada hewan ternak disebabkan oleh tripanosomiasis,
anaplasmosis, babesiosis, koksidiosis, fassioliasis, theileriasis dan
cacing-cacing gastrointestinal.

13
Pada manusia, penyakit parasit tersebut predominan di daerah di mana
kemiskinan menonjol yang berkaitan dengan buta aksara yang tinggi
jumlahnya dan kesadaran sanitasi yang rendah. Pada hewan, penyakit
parasit tersebut predominan di daerah yang mutu makannya rendah,
lingkungan tidak sehat, dan tingginya kesempatan untuk mendapat
penularan. Pada manusia kesempatan untuk mendapat penularan
tergantung pula pada macam pekerjaannya, contoh pekerja tambang
mudah sekali mendapat penularan oleh cacing tambang.
Selain itu, parasit juga dapat digolongkan dalam berbagai macam,
berdasarkan pada tempat manifestasinya, lama waktu hidup parasitnya,
sifat keparasitannya kebutuhan jumlah individu inang dalam
menyelesaikan daur hidupnya, dan tingkat efek penularan atau
investasinya.
2.4 Sistem Pemberian Nama (Nomenklatur) Pada Parasit
Pengertian-pengertian tentang taksonomi dan nomenklatur parasit
tidak hanya penting secara intelektual, tetapi juga penting dalam komunikasi
ilmiah. Pemberian nama terhadap parasit itu mulai terasa pentingnya sejak
manusia menyadari akan akibat gangguan parasit terhadap kesejahteraan
manusia dan hewan. Semakin tinggi tingkat kebudayaan manusia maka
semakin tinggi pula pengetahuan kita dalam ilmu obat-obatan, dan semakin
banyak jumlah parasit yang dikenal. Oleh karena itu, kita perlu menggolong-
golongkan hewan parasit dalam kategori yang besar sesuai dengan prinsip-
prinsip mantik.
Pengelompokan atau penggolongan tersebut dapat bersifat non
ilmiah yang menghasilkan nama-nama umum. Sebagai contoh, yaitu nama-
nama cacing dan serangga demikian pula terhadap nama umum yang lebih
spesifik. Contohnya cacing pita, cacing kait, cacing cambuk, nyamuk, lalat,
caplak, nyamuk malaria, nyamuk filaria, lalat rumah, lalat pasir, lalat
kandang, dsb. Sedangkan pengelompokan atau penggolongan yang lain
bersifat ilmiah eksak, yaitu sesuai dengan metode yang dipakai dalam ilmu
pengetahuan dan dikenal sebagai nama ilmiahnya.

14
Untuk nama-nama umum tersebut masih perlu disertai nama-nama
internasionalnya atau nama ilmiahnya. Oleh karena nama-nama umum yang
bermacam-macam tersebut dapat mengganggu komunikasi idea parasitologi.
Nama-nama tersebut tidak sama di berbagai tempat di masing-masing
negara yang berbeda. Bahkan di dalam satu negara pun dapat dijumpai
istilah yang berbeda untuk menunjukkan jenis dari suatu organisme tertentu.
Dengan menggunakan nama ilmiah atau internasional, sebagai
contoh Musca domestica untuk lalat rumah, Rhipicephalus sanguineus untuk
caplak anjing maka akan terhindarlah kekacauan dalam komunikasi idea
parasitologi. Nomenklatur hewan parasit mengikuti prinsip-prinsip untuk
hewan umumnya, sebab seperti yang telah dijelaskan dalam teori biogenesis,
hewan parasit itu baik langsung maupun tidak langsung berasal dari hewan-
hewan yang semula hidup mandiri. Pemberian nama berdasarkan golongan
itu sebenarnya telah dimulai sejak zaman Plato (400 tahun SM), tetapi baru
pada abad ke-18 nomenklatur sistem binominal dikembangkan.
Carl Von Linne (1707-1778) yang berasal dari Swedia, biasanya
namanya dilatinkan menjadi Carolus Linnaeus adalah bapak nomenklatur
sistem binominal. Sistem binominal sebenarnya artifisial dalam arti
kategorisasinya berdasar pada sifat-sifat morfologis tanpa
mempertimbangkan struktur yang mungkin menunjukkan adanya hubungan
antara hewan yang terdapat pada saat ini dan hewan yang terdahulu. Setelah
terbitnya buku Origin of Species pada tahun 1859 yang dikarang oleh
Darwin maka sistem filogenetis yang berdasarkan sebagian ajaran evolusi
Darwin tersebut menggantikan sebagian ajaran konsep special creation yang
telah berabad-abad dianut oleh para cendekiawan. Dalam ajaran evolusi
keserupaan struktur menjadi lebih diperhatikan dan dianggap sebagai adanya
hubungan antara hewan sekarang dan hewan zaman dahulu, sebagai bukti
diduga adanya evolusi. Selanjutnya, sistem filogenetis mulai menggantikan
sistem artificial.
Perubahan tersebut perlu diketahui bidang biologi. Dalam memberi
nama jenis parasit yang baru dan menempatkannya dalam suatu susunan

15
serial hewan, perlu dicari dan ditunjukkan kemungkinan adanya hubungan
filogenetis tersebut. Penyusunan serial hewan menurut sistem filogenetis
tersebut berdasar pada pengertian bahwa tren evolusi mulai dari organisme
yang susunannya relatif sederhana kepada organisme yang susunannya lebih
kompleks. Karena adanya aksi mekanisme evolusi tersebut maka terjadilah
penyimpangan-penyimpangan dan dari sinilah dapat disusun dalam urutan
yang teratur ke dalam Spesies atau Filum, Genus atau Kelas, serta Familia
atau Ordo.
Pada umumnya organisme-organisme yang mempunyai kesamaan
dalam jumlah besar digolongkan ke dalam jenis dan yang mempunyai
kesamaan ciri tertentu dalam jumlah terkecil digolongkan ke dalam Filum.
Morfologi, baik eksternal maupun internal, dan fisiologi atau proses yang
terjadi dalam tubuh parasit merupakan sifat-sifat dasar dalam taksonomi
sistem filogenetis. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa penggunaan nama
ilmiah sangat dibutuhkan dalam komunikasi ilmiah. Nama ilmiah atau nama
internasional tiap hewan parasit terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut:
a) Nama genus
Nama genus selalu kata benda, dan diambil dari kata Latin atau Greek.
b) Nama spesies (jenis)
Nama spesies adalah kata sifat deskriptif, walaupun dapat juga
menggunakan nama benda.
Berikut ini beberapa contoh nama-nama spesies parasit.
(1) Filaria conjunctiva
"Filaria" berasal dari kata "filum" dari bahasa latin, yang berarti
benang. "Conjunctiva" berasal dari bahasa latin, yang berarti
membran yang berbatasan dengan kelopak mata dan menutup
bagian depan bola mata. Jadi, menunjukkan bahwa Filaria
conjunctiva adalah cacing yang berbentuk benang dan berlokasi
pada conjunctiva.

16
(2) Fasciola hepatica
"Fasciola" berarti sabuk, berasal dari bahasa latin. "Hepatica"
berasal dari kata "hepaticos" dari bahasa Greek yang berarti hati.
Jadi, Fasciola hepatica berarti cacing yang berbentuk seperti sabuk
dan terdapat di dalam hati.
(3) Cysticercus bovis
"Cysticercus" berasal dari kata cystis, yang berarti kantung,
"cercos" berarti ekor, dari bahasa Greek. "Bovis" dari kata bovinus
yang berarti sapi, dari bahasa latin. Jadi, Cysticercus bovis adalah
organisme hidup yang berbentuk gelembung berekor dan terdapat
dalam daging sapi. Varietas adalah suatu unit klasifikasi di bawah
spesies dan berbeda dengan spesies dalam beberapa sifat, tetapi
perbedaannya tidak cukup untuk dipertimbangkan sebagai spesies
tersendiri. Contohnya Ascaris lumbricoides varietas suis dan
Ascaris lumbricoides varietas hominis. Perbedaan antara keduanya
hanya dalam hal inangnya atau inangnya. "Hominis" menunjukkan
manusia sebagai inangnya, sedang "suis" adalah babi sebagai
inangnya. Demikian pula Sarcoptes scabiei dan Demodex
folliculorum, masing-masing memiliki varietas suis dan hominis.
2.5 Cara Infeksi Parasit Merugikan Inangnya
Apabila parasit berhasil menginfeksi inang, baik parasit intraseluler
maupun ekstraseluler, baik dalam jaringan ataupun rumen (rongga tubuh)
inang, maka akan terjadi kerusakan mekanis berupa gangguan keseimbangan
homeostasis tempatan. Cairan tubuh termasuk darah inang akan mengumpul
di sekitar parasit yang memberikan pengaruh pembengkakkan dan
kemerahan. Kerusakan mekanis ini lebih sering disebabkan oleh kait dan
gigi di bagian mulut parasit. Contoh parasit ini adalah Nematoda filaria,
Wuchereria bancrofti dan Brugia pahangi yang menempati bagian jaringan
subkutan organ bawah tubuh inang.
Selain oleh kait dan gigi di bagian mulut parasit, kerusakan mekanis
oleh parasit terhadap inang juga disebabkan oleh pengaruh penyumbatan

17
(pemblokiran). Sebagai contoh, infeksi berat oleh cacing gelang Ascaris
lumbricoides pada anak-anak dapat menyumbat usus halus dan besar.
Contoh lain penyumbatan adalah telur-telur parasit Schistosoma yang dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil dan menyumbat pembuluh
darah saluran kandung kencing.
Migrasi parasit sepanjang jaringan tubuh inang untuk menembus ke
dalam sel inang, baik menggunakan gigi maupun kait dan/atau sekresi enzim
proteolitik dapat menyebabkan kerusakan fisik parasit protozoa yang
menggunakan flagella dan silia berpindah melewati cairan tubuh atau
jaringan tubuh serta alirah darah inang. Apabila parasit intraseluler ini
berhasil menembus sel inang dan mencapai tahap reproduktif, maka
selanjutnya parasit akan ke luar dari dalam sel inang yang menyebabkan
pecahnya sel inang. Plasmodium sp. merupakan contoh parasit protozoa
yang menggunakan aliran darah untuk mencapai sel-sel hati. Jenis migrasi
ini dilakukan agar parasit mampu menempati tempat tersembunyi yang
aman dari sistem kekebalan inang.
Contoh lain parasit Helmin adalah telur-telur cacing A. lumbricoides
dan Toxocara canis yang apabila tertelan oleh inang akan menetas dalam
usus halus yang merupakan tempat pilihannya untuk menjadi cacing dewasa.
Larva kedua jenis cacing ini mengalami tahap visceral larvae migrans dan
akhirnya kembali ke usus halus. Selain kerusakan mekanis dan akibat-akibat
migrasi parasit, pengaruh parasit terhadap inang dapat menyebabkan
berlangsungnya persaingan nutrien-nutrien esensial dengan inang.
Persaingan nutrien esensial ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Parasit yang mempunyai preferensi (pilihan) jenis pakan, misalnya
menyukai darah pada bagian mukosa dapat menyebabkan lubang-lubang
kecil pada pembuluh darah kapiler.
Kebanyakan protozoa, cestoda (cacing pita), dan trematoda (cacing
daun) menyerap nutriennya melalui membran sel atau integumen. Mereka
menyerap molekul-molekul dari cairan tubuh inang ke dalam jaringan
tubuhnya dan dapat mengurangi nutrien esensial. Sebagai contoh, cacing

18
pita Diphyllobothrium latum dapat menyerap sebanyak-banyaknya vitamin
B12 dari isi perut inang. Contoh lain adalah Schistosoma mansoni
mengambil protein darah dan pada infeksi berat dapat menyebabkan
malnutrisi pada inang. Pengaruh parasit lainnya terhadap inang adalah
produk toksin parasit yang merupakan produk limbah metabolisme parasit
itu sendiri dan mengumpul pada jaringan inang yang dapat menjadi toksik
bagi inang.
Contoh produk limbah metabolisme oleh Plasmodium yang
mengambil nutrien dari haemoglobin adalah haematin. Haematin ini akan
mengumpul di hati dan limpa sehingga mempunyai potensi membahayakan
bagi inangnya. Kebanyakan infeksi parasit bersifat kronis karena adanya
pelepasan terus menerus antigen kepada inang atau terjadi imunosupresi
(penekanan terhadap sistem kekebalan inang). Sistem kekebalan inang
secara terus menerus bereaksi atau menjadi toleran.
Gangguan parasit tidak hanya terhadap manusia itu sendiri namun
juga yang tidak kalah pentingnya, yaitu parasit hewan terhadap kehidupan
manusia secara tidak langsung. Parasit yang secara langsung mengganggu
kesehatan manusia dikenal sebagai golongan Zoonosis. Zoonosis dinyatakan
sebagai penyakit atau infeksi yang secara alamiah dapat berpindah antara
hewan dan manusia. Dipandang dari kepentingan manusia maka zoonosis
parasitis adalah salah satu segi yang penting dan perlu mendapat perhatian.
Walaupun kebanyakan zoonosis parasitis tidak membahayakan jiwa
manusia, tetapi banyak di antaranya mengganggu kesejahteraan manusia.
Contoh zoonosis parasitis yang terpenting saat ini Trikinelosis,
Ekinokokosis, dan Toksoplasmosis.
Sebagai salah satu contoh, zoonosis yang cukup penting peranannya
dalam bidang kesehatan bahkan kesejahteraan manusia, yaitu
toksoplasmosis yang ditimbulkan oleh protozoa parasit Toxoplasma gondii,
yang dikenal sebagai parasit usus kucing, penyebab penyakit bagi manusia,
mamalia, dan hewan yang lain yang disebut toksoplasmosis. Di dalam usus
kucing terjadi perkembangbiakan secara aseksual dan seksual, menghasilkan

19
kista yang akan dikeluarkan bersama faeces atau tinja kucing. Di alam
bebas, kista mengalami sporulasi tumbuh menjadi kista infektif. Manusia
dan hewan yang lain terinfeksi apabila menelan kista tersebut. Kista akan
pecah yang selanjutnya akan menginfeksi sel-sel jaringan tubuh, terutama
sel-sel yang berinti. Selain itu, manusia dapat terinfeksi apabila menelan
daging hewan (misalnya kambing) yang telah terinfeksi dalam keadaan
mentah atau pemasakan yang kurang sempurna.
Akibat infeksi tersebut baik bagi manusia atau hewan, dapat
menyebabkan kemandulan dan terutama infeksi yang terjadi pada ibu hamil,
berakibat pada bayi yang dikandungnya. Oleh karena dapat mengakibatkan
keguguran, bayi lahir mati, bayi lahir cacat, dapat hydrocephalus,
microcephalus atau dapat buta, dan dapat pula mata juling di kemudian
harinya. Hal tersebut terutama karena protozoa parasit tersebut menyerang
sel-sel syaraf dan sel-sel retina. Dari contoh tersebut, terlihat jelas
bagaimana cara dan dampak yang merugikan dari infeksi parasit pada
inangnya.
2.6 Perbedaan Antara Parasit Intraseluler dan Ekstraseluler
Ada 2 jenis lingkungan yang harus dipertimbangkan parasit agar
tingkat kelulushidupan parasit menjadi tinggi. Hal yang pertama, adalah
lingkungan mikro dan kedua adalah lingkungan makro. Lingkungan mikro
adalah kondisi pada dan atau di dalam tubuh inang yang merupakan habitat
bagi parasit, dan lingkungan makro berupa kondisi di luar tubuh inang yang
merupakan habitat bagi inang.
Di dalam lingkungan mikro, parasit harus mampu melakukan
adaptasi terlebih dahulu dengan mengatasi atau menghindari reaksi inang
yang mencoba melawan dan menghancurkannya. Lingkungan mikro ini
dapat berupa lapisan terluar dari sel inang (membran sel inang) atau di luar
sel inang atau juga di dalam cairan tubuh ataupun di dalam suatu matriks
yang merupakan bahan penyusun jaringan dan organ inang. Parasit yang
tinggal sementara atau menetap pada lapisan terluar dari sel inang (membran
sel inang) disebut sebagai parasit intraseluler. Pada umumnya, parasit

20
intraseluler berukuran tubuh sangat kecil (mikroskopis) dan ukurannya lebih
dibatasi oleh ukuran sel inang.
Berbeda dengan parasit intraseluler, parasit ektraseluler yang tinggal
sementara atau menetap di luar sel inang atau juga penyusun jaringan dan
organ inang, mempunyai ukuran tubuh berkisar dari ukuran mikroskopis
sampai makroskopis. Adaptasi terhadap lingkungan mikro dan makro,
menunjukkan bahwa organisme parasit mempunyai kisaran parasitisme yang
beragam. Parasitisme adalah hubungan majemuk antara parasit dengan satu
atau lebih inang dan lingkungannya.
2.7 Daur Hidup Dari Parasit
Daur hidup parasit adalah serangkaian fase-fase fenomena sejarah
hidup suatu jenis parasit. Sejarah hidup itu, meliputi serangkaian urutan
kejadian dalam kehidupan, baik kehidupan endogenis maupun kehidupan
eksogenis. Fase-fase fenomena sejarah hidup tersebut selalu sama dan
terulang kembali pada setiap progeni berikutnya. Dengan demikian, jenis
organisme parasit tersebut dapat dipertahankan. Jika dalam fase-fase atau
suatu fase fenomena sejarah hidup tersebut ada kelainan-kelainan yang
disebabkan oleh pengaruh faktor luar atau faktor dalam, mungkin akan
terbentuk jenis baru atau galur baru.
Hilangnya suatu jenis parasit atau timbulnya suatu jenis parasit baru
baik karena adanya beda morfologi atau derajat patogenitasnya adalah suatu
fenomena yang senantiasa dapat diduga akan terjadi. Suatu jenis parasit
yang ada sekarang ini mungkin hilang dan sebaliknya mungkin akan
terbentuk jenis baru. Selama waktu menyelesaikan daur hidupnya tiap
individu parasit mengalami fase seksual dan fase aseksual, tetapi adakalanya
kita tidak mampu secara praktis membedakan fase tersebut.
Protozoa parasit yang berlipat ganda melalui pembelahan binner atau
secara pembelahan vegetatif, tetapi tidak dapat membedakan fase-fase
seksual tersebut. Fase muda suatu jenis parasit tumbuh dan berkembang
seperlunya, sedangkan fase dewasa dan fase aseksual mengalami reproduksi

21
atau pelipatgandaan. Tumbuh dan berkembang tersebut bersama-sama
merupakan suatu agregat perubahan yang disebut pertumbuhan.
Tumbuh diartikan sebagai bertambah besar sehingga bertambah
ukurannya. Berkembang diartikan sebagai adanya perubahan struktur dan
bentuk yang disebabkan karena tidak adanya keseimbangan perubahan
bagian-bagian tubuhnya sehingga terjadilah perubahan komposisi alat-alat
tubuh. Perubahan tersebut disebabkan karena hilangnya atau tereduksinya
atau terbentuknya alat tubuh atau otot tambahan tubuh. Jadi, dalam daur
hidup suatu parasit (demikian pula untuk organisme hidup pada umumnya)
terdapat fase-fase pertumbuhan, perkembangan, dan pelipatgandaan.
Daur hidup parasit kebanyakan sangat majemuk. Untuk
kelangsungan urutan fenomena-fenomena hidup tersebut diperlukan
persyaratan kondisi fisik dan biologis yang optimum. Daur hidup parasit
pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu tipe langsung dan tipe
tak langsung. Cara infeksinya pun dapat dibedakan menjadi per os atau
melalui mulut, tertelan bersama makanan atau minuman dan per kutan atau
melalui kulit.
Beberapa contoh daur hidup parasit tipe langsung dan tak langsung yaitu:
a) Daur Hidup Tipe Langsung
Daur hidup sebagian besar Nematoda parasit usus memiliki tipe
langsung. Sebagai contoh, daur hidup Ascaris lumbricoides, Trichuri
trichiura, dan cacing tambang. Telur cacing-cacing tersebut keluar
bersama feses (tinja) penderitanya. Telur masing-masing cacing tersebut
membutuhkan waktu tertentu untuk tumbuh menjadi telur berlarva, di
tanah yang lembab, terlindung dari sinar matahari secara langsung. Telur
yang berlarva tersebut merupakan stadium infektifnya bagi cacing A.
lumbricoides dan T. trichiura. Manusia (inang definitifnya) terinfeksi
apabila menelan stadium infektifnya, yaitu telur berlarva tersebut. Jadi,
cara infeksi bagi kedua cacing tersebut, yaitu perOS (melalui mulut),
sedangkan bagi cacing tambang, telur berlarva tersebut akan menetas,
keluarlah larva rhabditiform yang selanjutnya tumbuh menjadi larva

22
filariform. Larva inilah merupakan bentuk infektifnya. Manusia (inang
definitif) akan terinfeksi apabila bersentuhan dengan larva filariform
(stadium infektifnya). Jadi, cara infeksinya perkutan (melalui kulit),
larva dengan cepat akan menembus kulit masuk ke dalam pembuluh
darah yang selanjutnya melanjutkan daur hidupnya di dalam tubuh
manusia.
b) Daur Hidup Tipe Tak Langsung
Sebagian besar Nematoda parasit darah dan jaringan, Cestoda dan
Trematoda daur hidupnya termasuk tipe tidak langsung. Daur hidup
Nematoda tersebut hampir selalu melibatkan vektor. Salah satu contoh
daur hidup Wuchereria bancrofti yang dikenal sebagai cacing filaria
penyebab penyakit filariasis yang melibatkan nyamuk sebagai
vektornya. Manusia terinfeksi parasit tersebut melalui gigitan vektornya
(nyamuk) yang telah mengandung microfilaria infektifnya (larva
infektif). Nyamuk dapat mengandung larva tersebut, apabila telah
menggigit penderita filariasis yang di dalam darahnya masih
mengandung microfilaria pralarva. Kemudian larva tersebut di dalam
tubuh vektornya mengalami pertumbuhan menjadi larva infektif yang
siap diinfeksikan ke dalam tubuh inangnya. Jadi, cara infeksinya ialah
perkutan oleh nyamuk vektornya.
Pada daur hidup tipe langsung, parasit hanya membutuhkan satu
inang (host), yaitu inang definitif dan tidak memerlukan inang perantara.
Parasit yang bersiklus langsung, mempunyai atau mengalami bentuk
mandiri. Di dalam fase bentuk mandiri tersebut, parasit menyiapkan diri
untuk menghasilkan bentuk atau stadium infektif.
Pada daur hidup tipe tak langsung, parasit membutuhkan satu
inang definitif sebagai inang akhir dan di samping itu diperlukan pula
satu atau lebih inang perantara. Di dalam tubuh inang perantara tersebut
parasit tumbuh atau tumbuh dan berbiak secara aseksual menjadi bentuk
infektifnya, sedangkan di dalam tubuh inang definitif, parasit tumbuh
menjadi bentuk dewasa dan berbiak secara seksual. Baik inang definitif

23
ataupun inang perantara bagi masing-masing jenis parasit sangat spesifik
spesiesnya.
Hospes (inang) adalah organisme (manusia atau hewan) yang
ditempati oleh organisme lain yang bersifat parasit, di mana organisme
kedua merugikan inang yang ditumpanginya karena mengambil
makanan. Sebagai contoh cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang
hidup di dalam usus manusia, maka manusia dapat disebut inang dan
cacing gelang (Ascaris lumbricoides) disebut sebagai parasit.
2.8 Jenis Penyakit Yang Disebabkan Oleh Parasit dan Bagaimana
Pengklasifikasiannya
Penyakit parasitis adalah penyakit yang timbul sebagai akibat adanya
serangan hewan parasit (zooparasit). Pemberian namanya disesuaikan
dengan nama dari genus parasit yang bersangkutan, ditambah akhiran asis.
Sebagai contoh:
a) "Ascariasis" untuk nama penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris
sp., misalnya oleh Ascaris lumbricoides.
b) "Enterobiasis" untuk nama penyakit yang disebabkan oleh cacing
Enterobius sp., misalnya oleh Enterobius vermicularis.
c) "Taeniasis" untuk nama penyakit yang disebabkan oleh cacing Taenia
sp. misalnya oleh Taenia saginata. Dalam ilmu parasit, taksonomi dapat
didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mencakup masalah identifikasi
dan tata nama berbagai hewan yang hidupnya bersifat parasitis.
Hampir semua filum dalam dunia hewan mengandung bentuk-bentuk
parasit walaupun sebagian besar hidup mandiri. Filum Echinodermata
mungkin satu-satunya yang tidak mengandung bentuk parasitis. Sedangkan,
filum Porifera Coelenterata, Mollusca, dan Vertebrata, masing-masing
hanya mengandung beberapa jenis bentuk parasit. Hewan-hewan parasit
yang penting, terutama terdapat di antara filum Protozoa, Platyhelmines
(klasis Cestoda dan Trematoda), filum Nemathelmines, dan Arthropoda
(klasis Insecta dan Arachnida). Dengan demikian, morfologi masing-masing

24
jenis parasit dengan sendirinya akan berbeda tergantung pada jenis (spesies)
parasit yang bersangkutan, yaitu termasuk filum atau kelas.
2.9 Cara Penularan Penyakit Parasit
2.9.1 Parasit yang penularan dan siklusnya melalui tanah dan non tanah
Kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah
mencakup 5 spesies, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus),
dan Strongyloides stercoralis. Cacing yang tidak memiliki siklus
hidup di dalam tanah namun masih sering ditemukan pada
masyarakat sebagai cacing usus yang perlu diwaspadai, yaitu spesies
Enterobius vermicularis (cacing kremi).

Gambar 4. Cacing Enterobius vermicularis

Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 3 tahapan


perkembangan hidupnya namun stadium larva tidak banyak diulas
sehingga lebih dikenal dalam 2 stadium dalam perkembangan, yaitu:
a) Telur
Pada stadium ini dapat kita temukan berbagai bentuk telur
diantaranya telur fertil, infertil dan yang telah mengalami
dekortikasi.
b) Bentuk dewasa
Pada stadium ini cacing ditemukan dalam 2 jenis kelamin yang
terpisah (tidk hermaprodit). Stadium telur spesies ini berbentuk
bulat oval dan ukurannya berkisar antara 45-75 mikron x 35-50

25
mikron. Telur Ascaris lumbricoides sangat khas denga susunan
dinding telurnya yang relatif tebal dengan bagian luar yang
berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan
yaitu:
a) Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifa
impermiabel.
b) Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel
(lapisan ini yang memberi bentuk telur)
c) Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat
impermiabel sebagai pelapis sel telurnya.
Telur cacing ini sering ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu telur
fertil (dibuahi) dan telur yang infertil (tidak dibuahi). Telur fertil yan
belum berkembang biasanya tidak memiliki rongga udara, tetapi
yang telah mengalami perkembangan akan didapatkan rongga udara.
Pada telur fertile yang telah mengalami pematangan kadangkala
mengalami pengelupasan dinding telur yang paling luar sehingga
penampakan telurnya tidak lagi berbenjol kasar melainkan tampak
halus. Telur yang telah mengalami pengelupasan pada lapisan
albuminoidnya tersebut sering dikatakan telah mengalami proses
dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin menjadi lapisan yang paling
luar. Telur infertil bentuknya lebih lonjong, ukuran lebih besar, berisi
protoplasma yang telah mati sehingga tampak lebih transparan.
Pada stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan
jenis kelaminnya. Biasanya jenis betina memiliki ukuran yang relatif
lebih besar dibandingkan jantan. Pada bagian kepala (anterior)
terdapat 3 buah bibir yang memiliki sensor papillae, satu pada
mediodorsal dan dua pada ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut
terdapat bucal cavit yang berbentuk trianguler dan berfungsi sebagai
mulut. Jenis kelamin jantan memiliki ukuran panjang berkisar antara
10-30 cm sedangkan diameternya antara 2-4 mm. Pada bagian
posterios ekornya melingkar ke arah ventral dan memiliki 2 buah

26
spikula. Sedangkan jenis kelamin betina panjang badannya berkisar
antara 20-35 cm dengan diameter tubuh antara 3-6 mm. Bagian
ekornya relatif lurus dan runcing.
Kemudian, untuk siklus hidup dan cara penularan dari cacing
ini adalah sebagai berikut:
Bentuk infektif bila tertelan oleh manusia dengan menetas diusus
halus. Larvanya akan menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung,
kemudian mengikuti aliran darah ke paru, larva yang ada di paru
menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus masuk
rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan
bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga akan
menimbulkan rangsangan pada faring. Selanjutnya larva akan masuk
ke saluran pencernaan dan di usus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa. Cacing dewasa akan melakukan perkawinan
sehingga cacing betina akan gravid dan bertelur. Telur cacing akan
bercampur dengan faeces manusia. Pada saat buang air besar telur
keluar bersama faeces dan berada di alam (tanah) untuk menjadi
matang. Telur matang tertelan kembali oleh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi telur. Satu putaran siklus hidup
Ascaris lumbricoides akan berlangsung kurang lebih selama dua
bulan. Spesies ini dapat ditemukan hampir diseluruh dunia, terutama
didaerah tropis dengan suhu panas dan sanitasi lingkungan jelek.
Semua umur dapat terinfeksi jenis cacing ini. Anak kecil yang sering
bermain dengan tanah akan berpeluang besar untuk terkontaminasi
oleh telur cacing, mengingat telur cacing ini mengalami pematangan
di tanah. Dengan demikian perlu diperhatikan kebersihan diri dan
sanitasi lingkungan sekitar tempat bermain anak.
2.9.2 Parasit yang penularannya melalui serangga
Iklim tropis yang banyak menerima panas dari matahari
memberikan kehidupan yang baik untuk perkembangbiakan berbagai

27
jenis serangga. Sebagian serangga dapat memberikan nilai tambah
ekonomi bagi masyarakat namun sebagian lainnya dapat menjadi
sumber ancaman bagi kesehatan masyarakat. Beberapa serangga
yang merugikan kesehatan manusia diantaranya adalah serangga
yang dapat berperan sebagai pembawa dan penular parasit. Tanpa
keberadaan serangga ini parasit tidak akan menyebar karena tidak
terjadi penularan. Parasit yang penularannnya sangat membutuhkan
serangga diantaranya yaitu:
a) Cacing filaria, cacing dari kelompok nematoda jaringan ini
membutuhkan nyamuk sebagai host perantara sekaligus sebagai
vektor biologisnya. Spesies yang sering ditemukan di Indonesia
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan kadang Brugia
timori. Parasit ematoda jaringan ini dapat menyebabkan
terjadinya penyakit kaki gajah.

Gambar 5. Jenis Cacing Filaria

b) Plasmodium sp., protozoa dari kelompok sporozoa ini memiliki


habitat hidup dalam sel hati dan darah manusia. Dalam hidupnya
membutuhkan serangga nyamuk untuk pematangannya. Empat
spesies yang sudah ditemukan yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.
Satu spesies lagi yang sedang dalam pencermatan adalah
Plasmodium knowlesi yang semula merupakan penyebab
penyakit pada binatang sejenis kera dan kini diduga sudah mulai

28
menularkan penyakit ke manusia. Filariasis merupakan salah satu
penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk. Penularan
penyakit ini melalui gigitan beberapa jenis nyamuk, yaitu
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis
banyak ditemukan terutama di pedesaan, walaupun ditemukan
pula di perkotaan (Wuchereria bancrofti). Banyak spesies
nyamuk ditemukan sebagai vektor filariasis. Hal ini terkait erat
dengan jenis filaria dan kondisi lingkungan yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
Penyakit filariasis ini bersifat kosmopolitan yaitu tersebar
luas hampir di seluruh dunia khususnya di daerah tropis. Kasus
filariasis pada beberapa waktu yang lalu lebih banyak ditemukan di
wilayah Timur Indonesia. Pada akhir tahun 2004, kasus filariasis
banyak terjadi di propinsi NTB dan NTT. Pada bulan April 2005, di
kabupaten Blora Jawa Tengah ditemukan empat belas penderita kaki
gajah atau filariasis. Tindak lanjut penemuan tersebut, Dinas
Kesehatan Kabupaten Blora melakukan survei filariasis terhadap
lima ratus orang dan hasilnya 163 orang (48%) dinyatakan positif
terinfeksi cacing filaria.
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria. Penyakit ini menampakkan gejala demam
berulang dan peradangan kelenjar limfa. Pada tingkat lanjut akan
terjadi penyumbatan pada saluran kelenjar limfa dan dapat
menimbulkan pecahnya saluran pada area penyumbatan tersebut
sehingga akan menimbulkan gejala elephantiasis (kaki gajah).
Filariasis banyak berjangkit secara endemik di daerah-daerah
dataran rendah.
Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing filaria yang penting,
yakni Brugia malayi, Brugia timori dan Wuchereria bancrofti.
Vektor penular penyakit filaria diantaranya sebagai berikut:

29
Brugia Malayi Brugia timori Wuchereria bancrofti

Mansonia uniformis Culex fatigans

Mansonia indiana Anopheles Anopheles farauti


barbirostris
Mansonia annulata Anopheles subpictus
Mansonia dives
Mansonia
barbirostris Anopheles aconitus

Tabel 1. Berbagai spesies nyamuk vektor filariasis

Mengingat banyaknya jenis nyamuk yang dapat menularkan


filaria, maka upaya pemberantasan penyakit filaria harus selalu
diimbangi dengan upaya pemberantasan nyamuk maupun sarang
nyamuknya. Dengan demikian akan dapat memutuskan siklus hidup
dari filaria. Jenis nyamuk yang berbeda memiliki kesukaan hidup
(bionomik) yang berbeda pula. Kondisi yang sangat bervariasi ini
dapat menjadi penghambat program pemberantasan.

Upaya mengenali jenis nyamuk yang menjadi vektor di suatu


wilayah merupakan tindakan yang penting dan diperlukan agar
program pemberantasan vektor penyebab filariasis lebih efisien dan
efektif (tepat sasaran, waktu, dan tempat). Mengingat sifat penyakit
filariasis adalah kronis atau menahun, seorang penderita dapat
menjadi sumber penularan dalam waktu yang lama.
Upaya pemberantasan vektor penular harus didahului dengan
identifikasi jenis nyamuk yang berperan sebagai vector pada daerah
tersebut, selanjutnya baru dicermati sifat bionomik dari jenis nyamuk
sehingga dapat ditentukan upaya pemberantasan yang tepat.
Adapun siklus hidup dan cara penularan infeksi melalui vektor
sebagai berikut:

30
Pada saat nyamuk menghisap darah manusia atau hewan
yang mengandung mikrofilaria, maka mikrofilaria akan terbawa
masuk kedalam lambung nyamuk dan melepaskan selubungnya,
kemudian menembus dinding lambung dan bergerak menuju otot
atau jaringan lemak di bagian dada. Setelah 3 hari mikrofilaria
mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium 1 (L1)
bentuknya seperti sosis berukuran 125-250 µm x 10-17 µm dengan
ekor runcing seperti cambuk. Setelah 6 hari larva tumbuh menjadi
larva stadium 2 disebut larva preinfektif berukuran 200-300 µm x
15-30 µm dengan ekor tumpul dan memendek. Pada stadium ini
larva menunjukkan adanya gerakan. Hari ke 8-10 pada spesies
Brugia atau hari ke 10-14 pada spesies Wuchereria, larva tumbuh
menjadi larva stadium 3 (L3) berukuran 1400-20 µm tampak panjang
dan ramping disertai gerakan yang aktif. Stadium 3 ini merupakan
cacing infektif.
Hospes definitif yang telah diketahui hanya manusia dan
penularan penyakit memerlukan suatu spesies nyamuk yang sesuai.
Lingkaran hidup cacing filaria meliputi:
a) Pada siang hari cacing dewasa dan mikrofilaria berada dalam
saluran limfe
b) Mikrofilaria bermigrasi ke darah tepi pada malam hari
c) Mikrofilaria terisap oleh nyamuk yang menggigit
Metamorfosis mikrofilaria dalam tubuh nyamuk, membentuk
larva stadium 1-3 dalam waktu lebih kurang 10-14 hari
d) Larva bermigrasi ke proboscis nyamuk
e) Siap ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Tuan rumah adalah manusia yang merupakan hospes
definitif. Larva infektif akan masuk kedalam tubuh manusia saat
nyamuk yang membawa filaria menghisap darah manusia. Larva
infektif tersebut akan menuju pembuluh limfa dan kelenjar limfa.
Dalam waktu kurang lebih 1 tahun larva akan menjadi matang.

31
Dalam waktu 3 tahun akan menjadi cacing dewasa (makrofilaria) dan
selanjutnya akan menghasilkan mikrofilaria yang dikeluarkan secara
bertahap ke aliran darah.
2.9.3 Parasit yang penularannya melalui keong/siput
Cacing dari kelas trematoda (cacing daun) pada umumnya
membutuhkan host yang lebih dari satu. Pematangan individu ini
dari tahapan satu ke tahapan berikutnya juga membutuhkan host
perantara. Media air sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan
cacing ini menuju stadium infektifnya. Binatang air yang disukai
sebagai tempat pematangan stadium perkembangan adalah jenis
keong atau siput air, sedangkan pada stadium infektif cacing ini
seringkali menempel pada tumbuhan air sehingga memudahkan
untuk masuk ke tubuh mamalia besar yang mengkonsumsi tumbuhan
air sebagai bahan makanannya.

Gambar 6. Cacing Fasciola Hepatica (Caing Daun)

Ada banyak spesies dari trematoda yang dapat dikaji sebagai


parasit yang penularannya melalui keong, namun kasus yang hingga
saat ini masih dapat dan sering ditemukan adalah kejadian infeksi
cacing hati (Fasciola hepatica) terlebih pada binatang ternak seperti
sapi, kerbau dan kambing walaupun juga sangat mungkin
menginfeksi manusia.
Hospes definitif dari parasit ini adalah manusia, kambing dan
sapi, sedangkan hospes perantaranya ada 2, yaitu keong air (Lymnea)

32
sebagai hospes perantara I dan tanaman air sebagai hospes perantara
II. Penyakit yang ditimbulkannya dinamakan Fascioliasis. Cacing ini
tidak mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa sel api.
Cacing ini bersifat hemaprodit, berkembang biak dengan cara
pembuahan sendiri atau silang, jumlah telur yang dihasilkan sekitar
500.000 butir. Hati seekor domba dapat mengandung 200 ekor
cacing atau lebih. Karena jumlah telurnya sangat banyak, maka akan
keluar dari tubuh ternak melalui saluran empedu atau usus
bercampur kotoran. Jika ternak tersebut mengeluarkan kotoran, maka
telurnya juga akan keluar, jika berada di tempat yang basah, maka
akan menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Larva tersebut
akan berenang, apabila bertemu dengan siput Lymnea auricularis
akan menempel pada mantel siput.
Di dalam tubuh siput, silia sudah tidak berguna lagi dan
berubah menjadi sporokista. Sporokista dapat menghasilkan larva
lain secara partenogenesis yang disebut redia yang juga mengalami
partenogenesis membentuk serkaria. Setelah terbentuk serkaria,
maka akan meninggalkan tubuh siput dan akan berenang sehingga
dapat menempel pada rumput sekitar kolam atau sawah. Apabila
keadaan lingkungan tidak baik, misalnya kering maka kulitnya akan
menebal dan akan berubah menjadi metaserkaria. Pada saat ternak
makan rumput yang mengandung metaserkaria, maka sista akan
menetas di usus ternak dan akan menerobos ke dalam hati ternak dan
berkembang menjadi cacing muda, demikian seterusnya.
2.9.4 Parasit yang penularannya melalui kontak langung dan tak langsung
Beberapa spesies parasit dapat ditularkan dari manusia ke
manusia lain yang sehat baik dengan cara kontak langsung maupun
dengan kontak yang tak langsung. Kadangkala cukup sulit
melakukan pengelompokan untuk parasit yang ditularkan dengan
cara tak langsung karena seringkali dirancukan dengan penularan
melalui mahkluk atau media lainnya. Parasit yang ditularkan melalui

33
kontak langsung antar manusia adalah Trichomonas vaginalis.
Parasit ini termasuk kelompok flagellata genital yang habitatnya ada
di dalam organ genitalia baik pria maupun wanita. Karena habitatnya
yang di dalam organ genital maka sangat mudah dimengerti cara
penularan parasit ini tentu melalui kontak langsung antara organ
genital pria dan wanita. Dengan kata lain, cara penularan parasit ini
melalui hubungan seksual.

Gambar 7. Trichomonas vaginalis

Habitatnya yang di dalam organ genital menyebakan


terjadinya peradangan pada organ tersebut dan seringkali disebut
sebagai penyebab penyakit kelamin di masyarakat. Sementara itu,
parasit yang ditularkan dengan cara tak langsung diantaranya adalah
cacing kremi (Enterobius vermicularis). Cacing kremi juga
dimasukkan dalam kelompok parasit yang penularannya dengan
kontak tidak langsung karena penderita yang biasanya anak-anak
seringkali tanpa sadar telah menebarkan banyak telur cacing yang
keluar melalui anus saat tidur malam pada area tempat tidur yang
dapat menginfeksi anggota keluarga lain saat melakukan
pembersihan.
Parasit dari kelompok tungau spesies Sarcoptes scabiei
merupakan penyebab penyakit kudis (scabies). Penyakit ini

34
seringkali berhubungan erat dengan kehidupan berkelompok dan
kebersihan diri serta sanitasi lingkungan yang kurang mendukung.
Spesies ini memiliki cara penularan baik secara kontak langsung
maupun tidak langsung. Trichomonas sp merupakan salah satu
flagellata yang dapat ditemukan pada manusia. Ditemukan 3 spesies
flagellata ini pada manusia dengan habitat hidupnya yang berbeda,
yaitu Trichomonas hominis yang memiliki hábitat di usus besar
manusia, Trichomonas tenax dalam mulut manusia dan Trichomonas
vaginalis yang hidup pada daerah genital, dapat menyebabkan
patologi urogenital dan sebagai pemicu munculnya penyakit
kelamin.
Trichomonas sp merupakan salah satu flagellata yang dapat
ditemukan pada manusia. Ditemukan 3 spesies flagellata ini pada
manusia dengan habitat hidupnya yang berbeda, yaitu : Trichomonas
hominis yang memiliki hábitat di usus besar manusia, Trichomonas
tenax dalam mulut manusia dan Trichomonas vaginalis yang hidup
pada daerah genital, dapat menyebabkan patologi urogenital dan
sebagai pemicu munculnya penyakit kelamin. Pada sebagian besar
kasus, Trichomonas vaginalis ditransmisikan saat terjadi hubungan
kelamin. Pria sering berperan sebagai pembawa parasit. Parasit ini
berada pada saluran urethra pada pria.
Seorang pria yang membawa parasit akan menularkan pada
pasangannya saat terjadi hubungan seksual. Selanjutnya wanita
pasangannya tersebut akan terinfeksi oleh parasit dan
berkembangbiak di daerah genital. Apabila wanita tersebut kemudian
berhubungan seksual dengan pria lain yang sehat maka akan terjadi
penularan kembali. Mengamati proses penularan parasit ini, maka
kelompok resiko tinggi untuk mengidap Trichomoniasis adalah para
wanita pekerja seks komersial dan pria yang suka berganti-ganti
pasangan dalam berhubungan seks serta orang-orang yang memiliki
kebiasaan seks bebas.

35
2.9.5 Parasit yang penularannya melalui makanan dan minuman
Parasit yang penularannya melalui makanan dan minuman
spesiesnya sangat banyak namun pada makalah ini hanya akan
dibahas beberapa spesies yang masih sering ditemukan di sekitar kita
dan mengakibatkan infeksi pada masyarakat. Keberadaan parasit ini
pada makanan dan minuman bukan selalu berarti bahan makanan
atau minuman mengandung parasit yang hidup pada bahan makanan
tersebut, namun umumnya sebagian besar bahan makanan atau
minuman mengalami kontaminasi parasit dari luar.
Proses pencucian dan pengolahan bahan pangan yang kurang
higienis menyebabkan parasit yang mengkontaminasi tidak terbunuh
dan masuk ke tubuh manusia bersama makanan dan minuman
tersebut. Parasit yang sering mengkontaminasi bahan pangan berasal
dari berbagai jenis baik kelompok helminth maupun protozoa.
Parasit dari kelompok helminth yang masih sering ditemukan kasus
infeksinya diantaranya adalah cacing pita sapi (Taenia saginata),
cacing pita babi (Taenia solium) dan cacing pita tikus (Hymenolepis
nana dan Hymenolepis diminuta).

Gambar 8. Cacing Pita Sapi (Tenia saginata)


Manusia berpeluang menderita Taeniasis akibat konsumsi
daging sapi atau babi yang menagalami proses pemasakan kurang
sempurnya, sedangkan Hymenolepiasis terjadi kerena populasi tikus
di sekitar kita yang relatif cukup banyak sehingga kotorannya sangat
mungkin berserakan menebarkan telur cacing pada bahan pangan

36
simpanan kita. Parasit dari kelompok protozoa yang seringkali
menyebabkan penyakit diare biasanya akibat infeksi kelompok
rizophoda yaitu amoeba usus yang telah mengkontaminasi makanan
dan minuman. Perilaku menjaga higiene perorangan dan sanitasi
bahan pangan akan menjadi tumpuan pencegahan terjadinya infeksi
akibat parasit dari kelompok ini. Salah satu spesies patogen dari
protozoa usus ini adalah Entamoeba histolityca. Spesies ini harus
diwaspadai karena menjadi penyebab diare amoeboid.
Sementara itu spesies lain seperti Entamoeba coli, Iodamoeba
butschlii bahkan flagellata usus spesies Giardia lamblia secara
teoritik dianggap tidak pathogen, namun apabila jumlahnya melebihi
ambang batas toleransi sangat mungkin akan menjadi pathogen pula.
Infeksi parasit yang disebabkan masuknya cacing pita sapi
spesies Taenia saginata disebut Taeniasis saginata. Taeniasis ini bisa
menyerang binatang maupun manusia. Binatang yang menjadi
hospes definitif tempat berkembang biaknya cacing pita ini termasuk
dalam melangsungkan proses perkawinan adalah binatang ternak
besar sapi.
Beberapa referensi menyebutkan binatang sapi merupakan
host definitif cacing ini, bukan berarti mamalia sejenis yang lain
tidak dapat menjadi host definitifnya. Temuan cacing ini pada
binatang mamalia lain tidak begitu banyak sebagaimana pada sapi
mengingat hewan pedaging besar yang paling banyak dikonsumsi
adalah sapi. Sangat mungkin kerbau dan kambing serta mamalia lain
dengan kondisi fisiologis yang memiliki kemiripan dengan sapi juga
dapat menjadi host definitifnya.
Pada stadium dewasa cacing ini menyerupai pita panjang.
Bentuknya pipih dengan bagian badan yang bersegmen-segmen atau
beruas-ruas. Panjang badannya secara lengkap dari kepala hingga
ekor dapat mencapai 4-12 meter. Badan cacing pita ini terbagi atas
kepala (skolek), leher dan proglotid-proglotid atau segmen.

37
Rangkaian segmen-segmen ini kadang kala disebut strobila. Ukuran
skolek (kepala) antara 1-2 mm, dimana pada sekelilingnya memiliki
4 batil isap tanpa kait. Jumlah proglotid antara 1000-2000 buah,
terdiri atas proglotid immature-mature-dan gravid.
Proglotid mature terlihat struktur kelamin seperti folikel testis
yang berjumlah 300-400 buah tersebar di bidang dorsal dan ovarium.
Ovarium terdiri dari 2 lobus letaknya di 1/3 bagian posterior
proglotid. Uterus di bagian anterior proglotid, pada proglotid gravid
uterus akan membentuk percabangan berjumlah 15-30 cabang.
Pada stadium telur memiliki ciri-ciri bentuknya bulat,
berukuran 30-40 x 20-30 mikron. Dinding telur ini tebal dan bergaris
radier di sekelilingnya. Pada bagian dalam terdapat sebuah embrio
yang memiliki 6 buah kait yang sering dinamakan embrio heksakan.
Telur yang keluar melekat pada rumput. Apabila rumput dimakan
oleh hewan ternak maka akan masuk menuju usus.
Di dalam usus telur menetas menjadi embrio heksakan yang
dapat menembus dinding usus menuju ke aluran getah bening atau ke
saluran darah kemudian akan menuju jaringan ikat dan berkembang
di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung (larva)
yang disebut cysticercus bovis. Apabila daging yang mengandung
cysticercus bovis dimakan oleh manusia setelah sampai di usus
skoleknya akan keluar dan melekat ke usus halus. Selanjutnya akan
menjadi cacing dewasa dalam waktu 8-10 minggu. Cacing dewasa
akan menghasilkan proglotid gravid yang apabila dinding proglotid
ini pecah maka akan mengeluarkan telur. Saat manusia buang air
besar, telur cacing ini dapat ikut dikeluarkan bersama tinja.
Kelas rhizopoda merupakan jenis parasit golongan protozoa.
Rhizopoda ini mempunyai ciri-ciri khusus yakni kariosoma kecil
padat, atau dekat pusat dan membran inti dibatasi dengan granula
kromatin, bergerak dengan pseudopodia, sering membentuk kista
serta berkembang biak dengan cara aseksual. Manusia merupakan

38
hospes dari enam spesies amoeba yang hidup dalam rongga usus
besar, semua amoeba ini tidak pathogen, hidup sebagai komensal
pada manusia, kecuali Entamoeba histolytica yang bersifat patogen.
Macam dan jenis rhizopoda. Amoeba yang hidup dalam rongga usus
besar manusia diantaranya:
a) Entamoeba histolytica yang menyebabkan amoebiasis (diare
amoeba)
b) Entamoeba coli yang sifatnya tidak patogen pada manusia
c) Entamoeba ginggivalis yaitu amoeba yang hidup dalam mulut
manusia
d) Endolimax nana yang sifatnya tidak patogen pada manusia
e) Iodamoeba butschii yang sifatnya tidak patogen pada manusia
f) Dientamoeba fragilis yang sifatnya tidak patogen pada manusia
g) Entamoeba hartmani yang sifatnya tidak patogen pada manusia.
Parasit kelas rhizopoda tersebut diatas berkembang biak
dengan aseksual atau belah pasang. Selain itu juga hidup di dalam
tubuh manusia. Entamoeba hartmani, spesies ini mempunyai 2
stadium yaitu stadium tropozoit dan bentuk kista. Pada stadium
tropozoit memiliki ukuran 4-12 mikron, tidak makan sel darah merah
dan pergerakannya biasanya kurang cepat.
Sedangkan, pada stadium kista berukuran 5-10 mikron. Kista
yang sudah matang cenderung mempertahankan benda
kromatoidnya. Benda kromatoid ukurannya lebih kecil tapi
jumlahnya juga lebih banyak. E. hartmani cara penularannya sama
dengan protozoa yang lain yaitu berhubungan dengan air atau
makanan yang terkontaminasi dengan kista.
2.9.6 Parasit yang penularannya melalui cara vertikal/diturunkan
Penyakit yang tak menunjukkan tanda dan gejala khas
sebelum berdampak serius merupakan kesulitan tersendiri bagi kita
untuk mengantisipasinya, terlebih yang diakibatkan masuknya
mikroorganisme termasuk parasit. Banyak yang belum mengetahui

39
bahwa spesies parasit tertentu dapat menyebabkan penyakit yang
dapat diturunkan dari ibu ke janin yang dikandungnya. Parasit
spesies Toxoplasma gondii merupakan mikroorganisme yang
mengakibatkan terjadinya toxoplasmosis dimana salah satu cara
penularannya dengan diturunkan. Kesukaan masyarakat memelihara
binatang ternak berdarah panas merupakan faktor pendukung
merebaknya kasus toxoplasmosis mengingat binatang tersebut dapat
menjadi host definitif dari Toxoplasma gondii.
Diantara beberapa jenis binatang yang mungkin menjadi
sumber infeksi toxoplasmosis, paling sering dilaporkan adalah dari
binatang kucing dan anjing. Kotoran binatang yang terinfeksi
biasanya mengandung ookista yang menjadi stadium infektif.
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada
hewan dalam hal spesies ini adalah kelompok hewan berdarah panas
seperti kucing, kambing, babi, burung dan lain-lain yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa dari
phylum apicomplexa spesies Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit
intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan
peliharaan.
Dua stadium yang dapat ditemukan pada manusia adalah
stadium tropozoit dan kista. Tropozoit spesies ini berbentuk
menyerupai bulan sabit. Organel sel yang tampak dengan mikroskup
cahaya dalam parasit ini hanya sebuah inti pada salah satu ujung.
Stadium kista merupakan kumpulan parasit yang terkonsentrasi
dalam jumlah puluhan bahkan ratusan yang terkonsentrasi dan dalam
sebuah selubung kapsul sebagai dinding kista.
Pada preparat apusan dapat dilihat dibawah mikroskop,
bentuk oval agak panjang dengan kedua ujung lancip, hampir
menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika ditemukan diantara
sel-sel jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4 -7 mikron.
Inti selnya terletak dibagian ujung yang berbentuk bulat. Pada

40
preparat segar, sporozoa ini bergerak, tetapi penelitipeneliti belum
ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya.
Toxoplasma hidup baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel
sistem reticuloendotelial, sel alat tubuh visceral maupun dalam sel-
sel syaraf. Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada
monocyte dan sel-sel endothelial pada berbagai organ tubuh.
Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang
ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam
jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada jaringan hati,
limpa, sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, urat daging, jantung
dan urat daging licin lainnya.
Bangsa kucing tertulari Toxoplasma karena memakan tikus
yang mengandung kista dalam jaringan ototnya. Di dalam usus
kucing Toxoplasma bereproduksi (untuk melengkapi siklus
hidupnya) sehingga kotoran kucing mengandung ookista. Kotoran
kucing yang banyak mengandung ookista ini merupakan sumber
penularan bagi manusia, kucing dan hewan lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan membelah diri
menjadi 2, 4 dan seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai
perkembangbiakan dengan jalan schizogoni. Setelah sel yang
ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit menyebar melalui
peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian
seterusnya. Toxoplasmosis tidak menular dari manusia ke manusia
lainnya, kecuali penularan secara kongenital (melalui plasenta) yaitu
dari ibu ke anak yang ada dalam kandungannya.
2.9.7 Parasit yang penularannya melalui cara mekanik
Penularan secara mekanik dari parasit dapat dibantu oleh
adanya vektor penyakit. Vektor penyakit ini biasanya juga berperan
sebagai hospes perantara. Vektor penyakit dapat dipahami sebagai
binatang dari kelompok insecta (serangga). Penularan mekanik oleh
vektor maksudnya adalah penularan parasit pada manusia atau

41
hospes definitif lainnya dimana binatang yang menjadi vektor hanya
membawa saja lalu memindahkan pada benda atau obyek lain yang
mempermudah masuknya parasit ke dalam tubuh hospes definitif.
Selain oleh vektor, penularan secara mekanik dapat terjadi akibat
adanya bantuan pasif dari lingkungan di sekitar kita, misalnya
adanya angin yang berhembus, adanya perilaku dan sikap hidup yang
membuka peluang masuknya parasit pada tubuh kita dan faktor
lainnya.
Spesies parasit yang dapat ditularkan secara mekanik
diantaranya adalah cacing pita tikus (Hymenolepis nana dan
Hymenolepis diminuta) dan cacing kremi (Enterobius vermicularis).
Perlu dipahami bahwa apabila spesies cacing dapat ditularkan secara
mekanik bukan berarti menutup cara penularan lainnya sehingga kita
harus memahami dari berbagai aspek dari siklus kehidupan parasit
tersebut. Dengan kata lain, spesies tertentu sangat mungkin
ditularkan melalui cara yang lebih dari satu cara penularan.
Kelompok cacing pita tikus selain dapat ditularkan secara
mekanik oleh serangga pinjal dan kumbang tepung juga merupakan
salah satu parasit yang penularannya melalui makanan dan minuman
Sementara itu, untuk spesies cacing kremi selain ditularkan secara
mekanik juga dimasukkan ke dalam kelompok cacing usus yang
penularannya tidak melalui tanah. Sudut pandang yang berbeda akan
menempatkan spesies pada kelompok tertentu sehingga kita harus
jeli dalam mencermati siklus masing-masing spesies.
Sangat mungkin referensi yang berbeda akan
mengelompokkan jenis parasit tertentu pada pengelompokan yang
lain. Hymenolepis nana merupakan salah satu spesies cacing pita
yang memiliki ukuran relatif kecil sehingga sering disebut sebagai
cacing pita kerdil. Spesies ini menyebabkan penyakit hymenolepiasis
nana. Keberadaan binatang kelompok rodentia menjadi faktor
pendukung penyebaran dan penularan cacing pita ini.

42
Siklus hidup cacing pita ini membutuhkan keberadaan tikus
sebagai salah satu host definitif selain manusia sendiri. Populasi
binatang tikus yang relatif banyak menjadi masalah tersendiri dalam
pengendalian penyebaran cacing ini di masyarakat, terlebih binatang
tikus yang umumnya mencari makanan dari sisa kehidupan manusia
juga bahan pangan dalam simpanan. Binatang rodent yang relatif
sulit diprediksi kehadirannya ini akan menyebarkan telur cacing dari
kotorannya yang berserakan di mana-mana dan dapat
mengkontaminasi makanan dan atau bahan pangan yang ada di
dalam rumah.
Cacing dewasa berada di usus halus manusia akan mengalami
perkembangbiakan dari proglotid immature menjadi mature
selanjutnya menjadi proglotid gravid yang mengandung banyak telur
cacing pada uterusnya. Proglotid gravid akan melepaskan diri dan
bila pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa dikeluarkan
bersama feses manusia. Sebagian telur yang tidak ikut keluar
bersama feses dapat menetas dalam usus menjadi sistiserkoid
(autoinfeksi internal).
Telur yang berisi embrio tersebut tidak memerlukan hospes
perantara, namun secara tidak langsung serangga dari kelompok
pinjal dan kumbang tepung dapat menjadi hospes perantara dengan
memindahkan telur cacing secara mekanik ke makanan yang tak
terjaga sanitasinya. Apabila termakan lagi oleh manusia atau tikus
selanjutnya di usus halus telur akan menetas dan menjadi larva yang
akan masuk ke dalam selaput lendir usus halus dan menjadi
sistiserkoid. Saat sistiserkoid pecah maka keluarlah skolek yang
selanjutnya akan melekat pada mukosa usus. Skolek akan
berkembang lebih lanjut menghasilkan proglotid immature, dan
seterusnya berulang siklus tersebut (proses pendewasaan kurang
lebih 2 minggu). Adanya siklus autoinfeksi internal akan dapat
memperparah infeksi yang telah terjadi sehingga perlu kewaspadaan.

43
2.10 Parasit phylum arthropoda yang berperan sebagai vektor dan penyebab
penyakit
Berbagai jenis parasit, baik cacing maupun protozoa dapat
berkembang dan menyelesaikan sebagian dari hidupnya dalam tubuh
Arthropoda tertentu atau hanya menggunakan sebagian tubuh Artropoda itu
sebagai tempat tinggal sementara tanpa mengalami perkembangan.
Berdasarkan perkembangan parasit dalam tubuh Arthropoda tersebut maka
vektor dapat dibedakan menjadi vektor mekanis dan biologis.
a) Vektor mekanis adalah hewan pengangkut di mana parasit yang ada
dalam tubuh vektor tersebut tidak mengalami pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Vektor mekanis tersebut biasanya tidak esensial
untuk siklus hidupnya suatu parasit, tetapi penting untuk penyebaran
penyakit. Dalam tubuh vektor mekanis biasanya parasit telah mencapai
stadium infektif dan parasit tidak tinggal lama. Oleh karena itu, vektor
mekanis hanya semata-mata berfungsi sebagai pemindah.
Contohnya, lalat rumah (Musca domestica) yang membawa telur cacing
parasit atau kista dari suatu protozoa parasit. Protozoa tadi merupakan
telur atau kista melekat pada sayap, kaki atau seluruh tubuhnya. Ketika
lalat hinggap pada makanan sehingga meninggalkan agen penyakit
tersebut pada makanan yang dihinggapinya. Kemudian, apabila makanan
tersebut termakan oleh manusia maka akan tertular oleh jenis-jenis
parasit tersebut.
b) Vektor biologis
Vektor biologis adalah hewan pengangkut, biasanya Artropoda
penghisap darah, yang mengangkut parasit patogen dan sebelum
dipindahkan ke inang yang baru maka patogen tersebut tumbuh dan
berkembang biak. Contoh: Plasmodium sp. penyebab malaria dalam
tubuh nyamuk anopheles berkembang biak hingga mencapai stadium
infektif, yaitu sporozoit yang siap ditularkan ke dalam tubuh manusia.
Vektor biologis tersebut biasanya tertentu jenisnya bagi parasit jenis
tertentu dan merupakan sarana yang esensial bagi kelangsungan hidup

44
parasit yang bersangkutan, sehingga penyebaran geografis vektor
biologis menentukan penyebaran geografis parasit. Contoh, dahulu
selesai perang saudara di Korea pernah diberitakan bahwa di
semenanjung Korea tersebut ditemukan penyakit tidur pada seorang ras.
Afrika anggota tentara PBB yang bertugas di sana. Oleh karena di Korea
tersebut tidak terdapat lalat tse-tse maka penyakit tidur itu hilang dengan
sendirinya.
2.11 Contoh Kasus Penyakit Ganas Akibat Parasit Yang Berdasarkan Suatu
Jurnal Penelitian
Jurnal Health Sains, berjudul “Infeksi Parasit, Hubungannya Dengan
Karsinogenesis”. Yang ditulis oleh Seldi Renita R. Pada tahun 2021, Vol. 2,
No. 3, 394-399. Telah mengungkapkan bahwa infeksi parasit dapat memicu
terjadinya perubahan ke arah penyakit keganasan.
Beberapa daerah endemik parasit tertentu, terdapat peningkatan
jumlah kasus keganasan dengan pola yang sama. Penyakit keganasan dapat
terjadi karena pengaruh kondisi lingkungan dan fisiologi. Beberapa studi
epidemiologi dan laporan kasus memperlihatkan bahwa terdapatnya
hubungan antara infeksi parasit dengan karsinogenesis. Terdapat beberapa
organisme yang tergolong ke dalam parasit yang sangat erat kaitannya
dengan penyakit keganasan antara lain Schistosoma sp, Strongyloides
stercoralis, Plasmodium sp, Chlonorchis sinensis, Opistorchis viverrini,
Trypanosoma cruzi. Organisme ini membajak celluler pathways untuk
memanipulasi epigenom sel host, organel, signaling pathway dan program
epigenetik.
Hubungan antara infeksi parasit dengan karsinogenesis telah banyak
dibuktikan. Schistosoma haematobium, Opistorchis viverrinidan
Chlonorchis sinensis mempunyai potensi karsinogeik yang lebih tinggi
dibandingkan Opistorchis felineusdan Schistosoma. Terdapat tiga
mekanisme karsinogenik parasit ini antara lain, yaitu inflamasi
kronik, stress oksidatif metabolik yang diinduksi oleh infeksi parasit,

45
kerusakan jaringan akibat parasit yang terjadi selama proses penyembuhan
dan kompensasi tubuh.
2.12 Tanggap Inang Terhadap Penyakit
Apabila sepotong jaringan hidup diambil melalui pembedahan dari
seekor hewan (donor) dan dicangkokkan pada hewan lain (resipien) yang
spesiesnya sama, jaringan tersebut biasanya hanya tahan hidup beberapa hari
sebelum dihancurkan oleh resipien. Hal ini merupakan gambaran
kemampuan tubuh hewan untuk mengenali dan kemudian menghancurkan
bahan yang dianggap asing. Peristiwa ini dikenal sebagai tanggap kebal, dan
tanggap kebal serta mekanisme dan akibat-akibatnya dipelajari dalam
imunologi.
Peristiwa penolakan jaringan asing tersebut menggambarkan adanya
mekanisme yang akan mengenali dan segera memusnahkan setiap sel yang
berbeda (asing) dari sel normal miliknya sendiri. Mekanisme ini
menunjukkan adanya semacam bentuk “sistem penyidikan” yang mengenali
dan menyingkirkan sel abnormal. Kemampuan ini sangat penting bagi tubuh
untuk mempertahankan diri agar bebas dari serangan mikroorganisme dan
parasit. Parasitisme terkait dengan tanggap inang terhadap parasit ialah
penyesuaian dan kelulushidupan. Artinya keberhasilan tiap parasit tidak
diukur dari gangguan yang ditimbulkannya melainkan dari kemampuannya
untuk menyesuaikan diri dan menyatu dengan lingkungan dalam dari
inangnya. Dari segi imunologis, suatu parasit dipandang berhasil apabila
mampu menyatu dengan inang sedemikian rupa sehingga ia tidak dianggap
asing.
Berbeda dari arti kekebalan terhadap virus dan kuman, dalam
parasitologi, kebal itu berarti bebas relatif dari infeksi atau investasi parasit.
Dengan perkataan lain, dalam parasitologi tidak atau belum dikenal
kekebalan stabil dan yang ada adalah kekebalan labil. Reaksi kekebalan
terhadap parasit itu pada dasarnya sama seperti pada reaksi kekebalan
terhadap cendawan, bakteri, dan virus. Seperti pada kekebalan dalam

46
bakteriologi, virologi, dan mikologi, kekebalan dalam parasitologi dapat
dibagi menjadi 2 macam yaitu kekebalan bawaan dan kekebalan didapat.
Kekebalan bawaan adalah ketahanan hewan normal terhadap infeksi
oleh parasit, baik terhadap infeksi alam maupun terhadap infeksi buatan.
Kekebalan bawaan mungkin disebabkan oleh spesifisitas inang, sifat
karakteristik fisik inang, sifat biokimia yang khas, dan kebiasaan inang.
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, kebanyakan jenis-jenis parasit
itu berparasit pada inang jenis tertentu atau disebut spesifisitas inang.
Endoparasit ayam, umumnya tidak pernah ditemukan pada reptilia,
amfibi, atau mammalia. Sebaliknya, Tripanosoma evansi tidak pernah
ditemukan secara alam dalam tubuh ayam. Diduga temperatur tubuh, aspek-
aspek sistem pencernaan, dan aspek-aspek faal lainnya merupakan faktor
penentu.
Hewan biasanya mempunyai sifat karakteristik fisik yang termasuk
dalam fenomena kekebalan bawaan. Hewan itu mempunyai kemampuan
menjilat dan kemudian menelan ektoparasit yang menyerang bagian
tubuhnya. Anjing, kucing, harimau, unggas, dan sebagainya, di waktu
istirahat menggunakan waktunya juga untuk menghalau atau membebaskan
dirinya dari ektoparasit dengan menjilat kulitnya, mencari kutu dengan
paruh, atau mengibas-ngibaskan ekornya. Lapisan lendir yang tebal sangat
mudah regenerasi pada dinding usus, melindungi dinding usus terhadap
masuknya parasit ke dalam dinding usus dan rongga perut. Mukosa saluran
pencernaan merupakan jaringan tubuh yang paling cepat dapat diregenerasi.
Bulu yang lembut, pendek, dan rapat pada kulit sapi putih (zebu)
menyulitkan serangan caplak, kutu dan ektoparasit yang lain.
Kekebalan didapat dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan
cara memperolehnya yaitu kekebalan didapat secara pasif dan kekebalan
didapat secara aktif.
a) Kekebalan didapat secara pasif
Dapat ditunjukkan melalui kolostrum. Kolostrum yaitu air susu yang di
sekresi oleh kelenjar air susu selama beberapa hari sebelum dan setelah

47
melahirkan, selain mengandung laktalbumin yang tinggi dan komponen
air susu yang lain, juga mengandung globulin yang mengandung benda
pelawan yang dapat diserap oleh usus anak yang dilahirkan. Benda
pelawan itu biasanya tidak spesifik. Air susu biasa yang berasal dari
hampir semua hewan menyusui walaupun dalam tingkat yang berbeda,
dapat memberi perlindungan yang terbatas terhadap parasitparasit
gastrointestinal, terutama terhadap Haemonchus sp. dan cacing kait
(Bunostomum sp. dan Ancylostomum sp.). Putih telur juga mengandung
benda pelawan yang juga tidak spesifik. Serum kebal yang diperoleh dari
hewan yang kebal dapat dipergunakan untuk mengebalkan hewan
normal terhadap parasit-parasit tertentu, misalnya Piroplasma sp.,
Trypanosoma gambiense, Toxoplasma gondii dan Ascaris suum.
b) Kekebalan didapat secara aktif
Timbul setelah adanya rangsangan oleh suatu antigen. Antigen di sini
adalah semua substansi (parasit atau produk parasit) yang bersifat
immunogenis. Reaksi kekebalan terhadap substansi immunogenis itu
berupa keluarnya substansi spesifik (antibodi) yang dibuat oleh limfosit.
Susunan molekul substansi itu tergantung pada konfigurasi antigen dan
bersifat komplementer. Antigen dalam parasitologi itu merupakan benda
asing bagi inang.
Setelah adanya rangsangan oleh suatu antigen, dalam limfosit terbentuk
“genetic triggers” yang menyebabkan terjadinya pembelahan limfosit
secara berulang-ulang. Tergantung sifat antigen, maka limfosit itu
membelah menjadi sel-T atau Sel-B. Pada permukaan sel-T terdapat sisi-
sisi reseptor yang akan berikatan dengan antigen tertentu. Cara
berkaitnya permukaan sel-T dengan antigen tidak khas, namun reseptor
pada sel-T itu telah pula khusus terhadap antigen tertentu. Sel-B akan
mengeluarkan getah protein yang disebut antibodi, yaitu globulin,
sehingga antibodi umumnya dikenal sebagai immunoglobulin. Antibodi
akan berikatan dengan antigen melalui cara yang khas pada tempat-
tempat tertentu yang disebut determinan antigen.

48
Berkaitan dengan tanggap inang terhadap kehadiran parasit, ada 2
macam jenis inang yaitu inang yang rentan dan inang yang tahan. Dalam
inang yang rentan, parasit berhasil lulus hidup, sedangkan inang mengalami
gangguan. Sedangkan, pada inang yang tahan terhadap infeksi parasit,
parasit tidak berhasil lulus hidup atau hanya sedikit yang berhasil lulus
hidup. Tanggap inang terhadap parasit dapat berubah setelah infeksi
pertama.
Sebagai contoh, seorang anak yang sembuh setelah terkena penyakit
malaria, di dalam tubuhnya berkembang beberapa bentuk kekebalan
sehingga infeksi ringan Plasmodium dapat cepat diatasi melalui
perlindungan yang disebut sebagai kekebalan non-steril. Contoh lain adalah
Schistosoma yang telah menginfeksi sebelumnya, dapat memberikan
perlindungan terhadap infeksi ulang parasit yang sama. Pola perlindungan
terhadap infeksi ulang oleh jenis parasit yang sama seperti ini dinamakan
mimikri molekuler.
Berdasarkan 2 contoh sebagaimana dikemukakan di atas maka dapat
diketahui bahwa pengembangan tanggap tidak hanya oleh inang terhadap
parasit, namun juga oleh parasit terhadap infeksi ulang oleh parasit yang
sama dan terhadap inangnya pula. Tanggap parasit yang terakhir ini semakin
memberikan penjelasan kemampuan parasit yang dengan cantik beradaptasi
tanpa atau sedikit mengganggu keseimbangan hubungan parasit-inang.
Contoh adaptasi yang cantik ini adalah Plasmodium falciparum yang
dengan sesegera mungkin meninggalkan darah dan menginfeksi sel-sel hati
agar terhindar dari proses fagositosis sel-sel kebal inangnya. Demikian pula,
Leishmania yang menginfeksi makrofag sehingga terhindar dari proses
pencernaan. Parasit-parasit Helmin yang berukuran lebih besar pada
umumnya mampu menghindari fagositosis. Mereka biasanya berhasil
memantapkan kehadirannya dalam tempat-tempat pilihannya, sebelum
tanggap inang menjadi efektif. Kebanyakan infeksi parasitis berkembang
menjadi infeksi kronis, sedang tanggap inang berupa tanggap kebal adaptif
(perolehan).

49
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam
seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada
organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada parasit disebut
sebagai inang (host/hospes). Parasitologi adalah ilmu yang berisi kajian
tentang organisme (jasad hidup), yang hidup di permukaan atau di dalam
tubuh organisme lain yang dapat bersifat sementara waktu ataupun selama
hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas hidupnya
dari organisme lain tersebut, hingga organisme lain tersebut dirugikan. Pada
dasarnya, Parasitologi merupakan pengembangan khusus atau cabang khusus
dari ilmu Biologi yang disebut ekologi. Ke luar dari tubuh inang yang di
infeksinya atau disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh organisme
parasit karena merupakan usaha untuk melestarikan keturunannya, melalui
upaya menemukan dan menginfeksi inang.
Dalam hal menemukan dan menginfeksi inang, inangnya dapat berasal
dari jenis yang sama atau berbeda. Dengan demikian, maka parasit atau tahap
hidup bebas parasit akan dihadapkan pada masalah yang berbeda harus ke luar
dari tubuh inang yang semula diinfeksinya. Organisme atau makhluk
hidup yang ditumpangi biasanya lebih besar daripada parasit disebut Host atau
Hospes, yang memberi makanan dan perlindungan fisik kepada parasit.
Adapun host atau hospes ini terbagi menjadi 7, yakni hospes defenitif dan
hospes paratenik, hospek intermediate (perantara), hospes reservoir, hospes
obligat, hospes alternatif, dan hospes insidental.
Dalam mempelajari parasitologi khususnya ahli parasitologi
(Parasitolog) tidak boleh hanya mengetahui bahwa sesuatu organisme itu
hidup sebagai parasit. Tetapi, juga harus memahami mengapa dalam daur
hidup sesuatu parasit terdapat stadium-stadium yang berbeda kebutuhan dan

50
fungsi hidupnya. Serta mencari jawaban, mengapa dalam daur hidup sesuatu
parasit dibutuhkan adanya organisme lain, dan apa pula pengaruh lingkungan
terutama temperatur, dan air, terhadap pertumbuhannya.
B. Saran
Semoga makalah ini menambah pemahaman para pembaca dan penulis
mengenai protein, terutama klasifikasi protein berdasarkan sumber dan fungsi
fisiologi, mutu, fungsi, metabolisme dan angka kecukupan dari protein. Dan
semoga penyakit-penyakit yang berhubungan dengan protein dapat dicegah
dan diatasi dengan baik, oleh masyarakat maupun petugas kesehatan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjojo. (tth). Parasit dan Parasitisme. Jakarta: Media Sarana Press.

Budianto, Bambang. (2014). Modul Pengantar Parasitologi.


https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/BIOL4424-M1.pdf.

Ilham, Anas. (2019). Materi Parasitologi-Jenis dan Pengklasifikasiannya.


https://soalkimia.com/materi-parasitologi-jenis-dan-
klasifikasinya/#:~:text=Pengertian%20Parasitologi%20merupakan%2Imu
%20yang%20mempelajari%20parasit%20%E2%80%93,Ukuran%20tubuh
%20penumpang%20lebih%20kecil%20dari%20yang%20ditumpangi.

Indriyati, Liestiana. (2017). Inventarisasi Nematoda Parasit Pada Tanaman,


Hewan, dan Manusia. Jurnal EnviroScienteae, Vol. 13 (3); 195-201.

Renita, Seldi. (2021). Infeksi Parasit, Hubungannya Dengan Karsinogenesis.


Jurnal Health Sains, Vol. 2 (3); 394-399.

Sembiring, dkk. (2011). Entomologi Kesehatan : Arthropoda Pengganggu


Kesehatan dan Prasit yang Dikandungnya. Jakarta: UI Press.

Soedarto. (2011). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Surabaya: Sagung Seto.

Sumanto, Didik. (2016). Parasitologi Kesehatan Masyarakat. Semarang: Yoga


Pratama.

Wihardi, Andang. (2020). Parasit. https://idoc.pub/documents/makalah-parasit-


jlk9rjpwv845.

52

Anda mungkin juga menyukai