Dosen Pengampu
Drs. Ikhsan Mujahid, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Yunita Abelia Zahrani (2211020001) 6. Niko Twiska Pradana (2211020008)
2. Despa Anisa Putri (2211020002) 7. Dwi Cahyo Saputro (2211020009)
3. Rafli Alghifari (2211020003) 8. Fitri Amelia Kamal (2211020010)
4. Willa Reki Utami (2211020005) 9. Helmi Salman Hadi (2211020011)
5. Ananditya Saputra D.N. (2211020007) 10. Jesica Chandra Devita (2211020012)
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah kami dengan judul ”BAKTERI (
Bacteria)” dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Tentunya, tidak akan bisa diselesaikan secara maksimal jika tidak mendapat dukungan dari
berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi bagi para pembaca.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dari latar belakang di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah, Adapun rumusan masalah
tersebut sebagai berikut:
1. Apa pengertian bakteri secara umum?
2. Apa saja morfologi pada bakteri?
3. Bagaimana proses pertumbuhan dan reproduksi bakteri?
4. Apa saja fisiologi dan klasifikasi pada bakteri?
5. Apa saja macam dan jenis bakteri?
6. Apa saja bakteri penyebab penyakit?
Tujuan penulisan ini adalah untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang telah dirumuskan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bakteri
2
di luar membran plasma. Flagela merupakan organ yang digunakan untuk bergerak.
Fimbriae atau biasa disebut pili merupakan struktur yang digunakan untuk perlekatan pada
permukaan. Glycocalyx meruapakn lapisan luar dari banyak prokariota, biasanya terdiri dari
kapsul atau lapisan lendir. Kromosom berisi material genetik bakteri (Hafsan, 2011)
a) Sitoplasma ; Struktur tubuh bakteri berupa matriks seperti gel yang terdiri dari air,
enzim, nutrisi, limbah, dan gas lalu tidak mempunyai mitokondria/kloroplas. Bagian
tubuh bakteri ini merupakan tempat untuk pertumbuhan sel.
b) Membran Sel ; Terdiri dari fosfolipid dan protein. Tidak mengandung sterol, kecuali
genus Mycoplasma. Terdapat mesosom, enzim - enzim dan molekul - molekul yang
berfungsi pada biosintesa DNA, polimerase dinding sel dan lipid membran untukfungsi
biosintetik.
c) Dinding Sel ; Setiap bakteri dikelilingi oleh dinding sel kaku yang terdiri dari
peptidoglikan, yaitu molekul protein-gula (polisakarida). Komposisi dinding sel pada
struktur sel bakteri sangat bervariasi dan merupakan salah satu faktor terpenting dalam
analisis dan diferensiasi spesies bakteri.
d) Kapsul ; Salah satu bagian dalam struktur sel bakteri yang terbuat dari karbohidrat
kompleks polisakarida. Fungsi yang paling penting dari bagian tubuh bakteri ini adalah
menjaganya supaya tidak mengering dan melindunginya agar tidak ditelan
mikroorganisme lain. Kapsul hanya dimiliki beberapa jenis bakteri tertentu.
e) Flagel ; Struktur seperti rambut pada permukaan bakteri yang dapat ditemukan pada
salah satu ujung bakteri, kedua ujung bakteri, dan seluruh permukaan bakteri.
f) Fimbrae (pili) ; Pili merupakan tonjolan kecil menyerupai rambut yang muncul dari
permukaan sel luar dan lebih pendek dari flagela. Salah satu bagian dari struktur sel
3
bakteri ini berfungsi untuk membantu bakteri menempel pada sel dan permukaan lain.
anpa adanya pili, banyak bakteri patogen kehilangan kemampuannya untuk
menginfeksi karena tidak dapat menempel pada jaringan inang.
g) Endospora ; Merupakan bagian yang paling sering dibentuk oleh bakteri batang gram
positif. Merupakan bakteridalam bentuk istirahat. Sangat resisten terhadap panas,
kekeringan dan zatkimiawi. Spora tersiri dari core, dinding spora, korteks, coat dan
ekspoporium.
Pengelompokkan mikroba telah banyak dilakukan oleh peneliti antara lain oleh
Haeckel, Whittaker, dan Woese. Haeckel mengelompokkan mikroba berdasarkan perbedaan
pengorganisasian selnya yaitu dunia tumbuhan (plantae), dunia hewan (animalia) dan protista.
Protista digolongkan mikroba. Protista terdiri dari algae atau ganggang, protozoa, jamur atau
fungi, dan bakteri yang mempunyai sifat uniseluler, sonositik, atau multiseluler tanpa
diferensiasi jaringan (Rini & Rohmah, 2020) Menurut Whittaker makhluk hidup dibagi
menjadi tiga tingkat perkembangan yaitu:
1) Prokariotik ialah bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera)
2) Eukariotik uniseluler ialah algae sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista)
3) Eukariotik multiseluler dan multinukleat ialah Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan
Divisio Animalia.
Selain memiliki sifat seluler, ada beberapa mikroba yang memiliki sifat non seluler yaitu
virus. Virus adalah parasit obligat yang berukuran sub-mikroskopik. Virus bukan berbentuk sel
dan berkembang biak dengan jasad hidup lain (Rini & Rohmah, 2020)
Sebagai makhluk hidup, bakteri juga tumbuh dan berkembang sebelum akhirnya mati.
Pertumbuhan disini merupakan peningkatan kuantitas massa sel lewat terbentuknya sel-sel
4
baru. Proses pertumbuhan ini bergantung kepada kemampuan sel membentuk protoplasma
baru dari nutrisi yang tersedia di lingkungan.
1. Fase lag merupakan fase adaptasi ataupun kemampuan bakteri menyesuaikan diri
dengan konsisi lingkungan baru. Kemampuan adaptasi bakteri pada fase lag sangat
beragam, hal ini dipengaruhi oleh komposisi media, jumlah sel pada inokulum awal,
kondisi pH, suhu dan sifat fisiologis mikroba pada media sebelumnya. Fase lag juga
disebut dengan fase awal ataupun fase penyesuaian aktivitas mikroba pada lingkungan
baru. Fase lag biasanya berlangsung mulai dari beberapa menit hingga beberapa jam.
Panjang fase lag dapat dikontrol sampai batas tertentu karena tergantung pada jenis
medium dan juga pada ukuran inokulum awal.
2. Fase eksponensial merupakan fase pertumbuhan yang kedua. Fase ini dibuktikan
dengan terjadinya periode pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan bakteri pada
fase eksponensial dipengaruhi oleh kondisi suhu, pH, nutrient dalam media dan sifat
genetik mikroba. Fase eksponensial merupakan fase yang diperlukan mikroba untuk
pembelahan sel atau penggandaan yang disebut dengan waktu generasi. Hal yang dapat
menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis,
sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat
pertumbuhan
3. Fase Stasioner adalah fase ketika laju pertumbuhan sama dengan laju kematian
mikroba, sehingga hasilnya jumlah mikroba tersebut secara keseluruhan akan tetap.
Bakteri yang tumbuh akan mencapai titik ketika laju pertumbuhan menurun, ini
menunjukkan awal fase stasioner. Fase stasioner terjadi pada saat laju pertumbuhan
bakteri sama dengan laju kematiannya. Sehingga jumlah keseluruhan bakteri akan
tetap. Keseimbangan jumlah keseluruhan bakteri ini terjadi karena kematian diimbangi
oleh pembentukkan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi
yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena lisis. Hal ini disebabkan oleh kadar
5
nutrisi yang berkurang dan terjadi akumulasi produk toksik sehingga menggangu
pembelahan sel
4. Fase Kematian adalah fase yang dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah laju
kematian yang melebihi jumlah laju pertumbuhan.
Bakteri mengadakan pembiakan dengan dua cara, yaitu secara aseksual danseksual.
Pembiakan secara aseksual dilakukan dengan pembelahan, sedangkan pembiakan seksual
dilakukan dengan cara transformasi, transduksi , dankonjugasi. Namun, proses pembiakan cara
seksual berbeda dengan eukariotalainnya. Sebab, dalam proses pembiakan tersebut tidak ada
penyatuan inti selsebagaimana biasanya pada eukarion, yang terjadi hanya berupa pertukaran
materigenetika (rekombinasi genetik). Berikut ini beberapa cara pembiakan bakteri dengan
cara rekombinasi genetik dan membelah diri:
1. Rekombinasi Genetik
Rekombinasi genetik adalah peristiwa bercampurnya sebagian materi gen
(DNA) dari dua sel bakteri yang berbeda, sehingga terbentuk DNA rekombinan. Dalam
rekombinasi genetik, akan dihasilkan dua sel bakteri dengan materi genetik campuran
dari kedua induknya. Rekombinasi genetik bakteri dapat terjadi melalui konjugasi,
transduksi, dan transformasi.
a. Transformasi ; Transformasi adalah perpindahan materi genetik berupa DNA
dari sel bakteriyang satu ke sel bakteri yang lain. Pada proses transformasi
tersebut ADN bebassel bakteri donor akan mengganti sebagian dari sel bakteri
penerima, tetapi tidakterjadi melalui kontak langsung. Cara transformasi ini
hanya terjadi pada beberapaspesies saja, Contohnya: Streptococcus
pnemoniaeu, Haemophillus, Bacillus, Neisseria, dan Pseudomonas.
Transformasi ini merupakan cara bakteri menularkan sifatnya ke bakteri lain.
Misalnya pada bakteri Pneumococci yang menyebabkan Pneumonia dan pada
bakteri patogen yang semula tidak kebal antibiotik dapat berubah menjadi
kebal antibiotik karena transformasi.
b. Transduksi ; Pemindahan materi genetik bakteri ke bakteri lain dengan
perantaraan virus. Selama transduksi, kepingan ganda ADN dipisahkan dari
sel bakteri donor ke sel bakteri penerima oleh bakteriofage (virus bakteri). Bila
virus-virus baru sudah terbentuk dan akhirnya menyebabkan lisis pada bakteri,
6
bakteriofage yang nonvirulen (menimbulakan respon lisogen) memindahkan
ADNdan bersatu dengan ADN inangnya, Virus dapat menyambungkan
materigenetiknya ke DNA bakteri dan membentuk profag. Ketika terbentuk
virus baru,di dalam DNA virus sering terbawa sepenggal DNA bakteri yang
diinfeksinya. Virus yang terbentuk memiliki dua macam DNA yang dikenal
dengan partikeltransduksi (transducing particle).
c. Konjugasi ; Bergabungnya dua bakteri (+ dan –) dengan membentuk jembatan
untuk pemindahan materi genetik. Artinya, terjadi transfer ADN dari sel
bakteri donor ke sel bakteri penerima melalui ujung pilus. Ujung pilus
akanmelekat pada sel peneima dan ADN dipindahkan melalui pilus tersebut.
2. Pembelahan Biner
Reproduksi aseksual bakteri melalui pembelahan biner dimana satu sel
bakteri akan membelah menjadi dua sel anakan. Proses pembelahan biner diawali
dengan proses replikasi DNA menjadi dua salinan DNA identik yang diikuti
pembelahan sitoplasma dan akhirnya terbentuk dinding pemisah di antara kedua sel
anakan bakteri. Pada pembelahan ini, sifat sel anak yang dihasilkan sama dengan
sifat selinduknya. Pembelahan binermirip mitosis pada sel eukariot. Badanya,
pembelahan biner pada sel bakteri tidak melibatkan serabut spindle dankromosom.
Pembelahan Biner dapat dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut:
a. Fase Pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak lurus.
b. Fase Kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding melintang.
c. Fase Ketiga, terpisahnnya kedua sel anak yang identik. Ada bakteri yang
segera berpisah dan terlepas sama sekali. Sebaliknya, ada pula bakteri yang
tetap bergandengan setelah pembelahan, bakteri demikian merupakan bentuk
koloni.
7
2.5 Klasifikasi Bakteri
a) Bentuk
8
3) Sarkina, yaitu bakteri berbentuk bulat yang berkelompok empat-
empat sehingga bentuknya mirip kubus.
4) Streptokokus yaitu bakteri bentuk bulat yang berkelompok
memanjang rantai.
5) Stafilokokus yaitu bakteri berbentuk bulat yang berkoloni
membentuk sekelompok sel tidak teratur sehingga bentuknya mirip
kumpulan buah anggur.
C. Bakteri berbentuk Spiral (Sprillum). bakteri yang berbentuk lengkung
dan nampak seperti spiral. Bakteri spiral dibedakan atas:
1) Spiral, yaitu golongan bakteri yang bentuknya seperti spiral
misalnya Spirillum.
2) Vibrio, ini dianggap sebagai bentuk spiral tak sempurna, misalnya
Vibrio cholera penyebab penyakit kolera.
3) Spiroseta yaitu golongan bakteri berbentuk spiral yang bersifat
lentur. Pada saat bergerak, tubuhnya dapat memanjang dan
mengerut.
b) Jumlah letak Flagel
Flagela atau yang sering disebut dengan bulu cambuk adalah bagian dari
struktur sel yang berbentuk batang atau spiral dan terletak pada dinding sel dan
berfungsi sebagai alat gerak. Penggolongan bakteri berdasarkan kedudukan
flagela dibagi menjadi monotrik (flagel satu pada salah satu ujung), amfitrik
(flagel pada masing-masing kedua ujung), lofotrik (flagel banyak di salah
satu ujung), peritrik (flagel banyak pada semua sisi tubuh).
c) Kebutuhan Oksigen
Beberapa jenis bakteri bisa hidup tanpa adanya oksigen, bakteri ini
disebut dengan bakteri Anaerob. Sedangkan bakteri yang membutuhkan
oksigen untuk hidup disebut dengan bakteri Aeorob.
A. Bakteri Aerob, yaitu bakteri yang dalam pertumbuhannya memerlukan
adanya oksigen. Contoh bakteri aerob ialah bakteri Ralstonia
solanacearum
B. Bakteri Anaerob, yaitu bakteri yang tumbuh dalam suasana kurang atau
tidak ada oksigen (O2). Contoh bakteri anaerob ialah bakteri Pectoba
cterium carotovorum
9
1) Bakteri anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh,
apabila terdapat oksigen maupun tanpa adanya oksigen. Anerob
fakultatif bermakna bakteri dapat tumbuh baik secara oksidatif
maupun secara anaerob.
2) Bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tidak mati dengan
adanya oksigen. Jenis bakteri ini hanya menerima kehadiran
oksigen tetapi tidak menggunakannya sama sekali.
3) Bakteri anaerob obligat, kelompok bakteri yang sama sekali tidak
membutuhkan oksigen untuk metabolismenya sehingga mereka
tidak dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang terdapat
oksigen.
4) Bakteri mikroaerofilik, yaitu bakteri yang kebutuhan oksigennya
rendah.
d) Kebutuhan Nutrisi
Klasifikasi berdasarkan sumber nutrisi bakteri dapat dibagi dua, yaitu
bakteri autotrof, yang mampu mengubah zat anorganik menjadi organik
sebagai sumber makanan dan bakteri heterotrof, yaitu bakteri yang
mendapatkan energi dari bahan organik di sekitar tempat hidupnya.
A. Autotrof, yaitu bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri dari
senyawa anorganik. Bakteri tersebut memerlkan energi untuk membuat
makanan. Energi tersebut didapatkan dari cahaya atau reaksi kimia.
Bakteri ini akan mengubah komponen karbon seperti karbon dioksida,
air, dan hidrogen sulfida menjadi komponen organik seperti karbohidrat,
protein, dan bentuk lainnya.
1) Bakteri Fotoautotrof
Bakteri yang membuat makanannya sendiri menggunakan energi
yang berasal dari cahaya matahari. Bakteri ini bekerja persis
seperti fotosintesis pada tumbuhan. Fotosintesis pada bakteri
autotrof tidak bergantung pada tersedianya oksigen atau tidak.
2) Bakteri Kemoautotrof
Bakteri yang membuat makanannya sendiri menggunakan energi
kimia yang berasal dari reaksi oksidasi senyawa anorganik. Reaksi
untuk membuat makanan bakteri ini disebut dengan kemosintesis.
Kemosintesis dilakukan dengan menggunakan molekul karbon
10
dari karbon dioksida, hidrogen sulfida, metana, dan sumber karbon
lainnya. Proses ini bisa berlangsung secara aerob dan anaerob.
B. Heterotrof, yaitu bakteri yang mendapatkan makanan yang berupa
senyawa organic dari organisme lainnya. Berasal dari kata “hetero”
yang berarti yang lain dan “trophein” yang berarti makanan. Bisa
dikatakan kelompok bakteri yang menggunakan C-organik sebagai
sumber karbon dan sumber energi pertumbuhannya (Sari &
Effendi, 2014)
1) Parasit, mendapatkan zat makanan dari bakteri/inangnya.
2) Saprofit, mendapatkan makanan dari sisa organisme mati.
3) Patogen, dapat menimbulkan penyakit.
4) Apatogen, tidak dapat menimbulkan penyakit.
5) Eubacteria, disebut juga dengan bakteri murni.
6) Archaebacteria, bakteri yang dapat hidup di tempat ekstrim
e) Pewarnaan Grams
Penggolongan bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Pewarnaan ini membedakan
bakteri berdasarkan karakteristik fisik dan kimia dinding sel-nya.
A. Bakteri Gram Positif ; memiliki dinding sel lebih sederhana dan banyak
mengandung peptidoglikan. Contoh bakteri gram-positif ialah
bakteri Clavibacter michiganensis.
B. Bakteri Gram Negatif ; memiliki dinding sel lebih kompleks dengan
peptidoglikan lebih sedikit. Contoh bakteri gram-negatif ialah
bakteri Xanthomonas oryzae.
11
2. Mineral ; Diperlukan karbon, nitrogen, belerang, fosfat, aktivtor enzim seperti Mg,
Fe,K dan Ca.
3. CO2 ; Diperlukan dalam proses sintesa dengan timbulnya asimilasi CO2di dalam sel.
4. O2 ; Berdasarkan keperluan oksigen dipecah menjadi 5 golongan yaitu Anaerob
Obligat, Anaerob Aerotoleran, Anaerob Fakultatif, Mikroaerofilik, dan Aerob.
5. Temperatur ; Bakteri mempunyai temperatur optimum yaitu dimana bakteri tersebut
tumbuh sebaik baiknya dan batas-batas temperatur dimana pertumbuhan dapat terjadi.
a. Psikhrofilik = (-5) - 30˚C dengan optimum 1 - 20˚C
b. Mesofilik = 10 - 45˚C dengan optimum 20 - 40˚C
c. Termofilik = 25 - 80˚C dengan optimum 50 - 60˚C
6. pH ; Kebanyakan bakteri pathogen mempunyai pH optimum 7,2 - 7,6.
Sebagian besar bakteri tidak berbahaya bagi manusia dan bahkan menguntungkan bagi
manusia. Dalam saluran pencernaan manusia, bakteri baik membantu pencernaan dan
menghasilkan vitamin. Bakteri juga membantu sistem kekebalan, membunuh bakteri jahat dan
patogen berbahaya lainnya. Beberapa macam bakteri dan pada kondisi tertentu bakteri bisa
menjadi berbahaya bagi tubuh. Karena bakteri bisa saja menyerang organ tubuh dan
menimbulkan banyak penyakit. Berikut adalah macam-macam bakteri yang sering menyerang
tubuh dan bisa menyebabkan penyakit serius yang dilansir dari berbagai sumber.
Bakteri, umumnya memiliki bentuk seperti bola, batang, atau spiral, yang berukuran
sangat kecil, yang dapat dihitung dalam satuan mikrometer. Bakteri, merupakan salah satu
bentuk kehidupan pertama di Bumi, dan resiliensi yang baik dari bakteri, membuatnya bisa
hidup dan menghuni banyak benda seperti tanah, air, asam, limbah radioaktif, bahkan kerak
bumi.
12
f. Sitoplasnanya tersusun dari protein, karbohidrat, lemak, ion organic, ribosom yang
mengandung satu jenis RNA polymerase dan asam nukleat sebagai penyusun DNA dan RNA.
g. Dapat bertahan hidup di berbagai lingkungan
h. Perkembangbiakkan yang cepat
i. Hidup berkoloni atau secara soliter
13
2.8 Bakteri Penyebab Penyakit pada Manusia
Infeksi bakteri terjadi ketika bakteri yang merugikan masuk ke dalam tubuh dan
berkembang biak dengan cepat. Bakteri tersebut dapat menginfeksi organ tubuh tertentu,
seperti paru-paru, ginjal, bahkan otak.
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroba pathogen/bakteri
yang bersifat sangat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor
yang saling berinteraksi yaitu faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia (host), dan
faktor lingkungan. Infeksi bakteri dapat menular melalui berbagai cara, yaitu:
a) Secara langsung
Penularan bakteri dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak dengan penderita
infeksi. Kontak tersebut dapat terjadi melalui hubungan seksual, ciuman, serta percikan
dahak dari batuk atau bersin. Ibu hamil juga dapat menularkan bakteri ke janin yang
dikandungnya melalui plasenta atau kontak dengan jalan lahir saat persalinan.
b) Secara tidak langsung
Bakteri dapat tertinggal pada benda, seperti handuk, meja, atau gagang pintu. Bakteri di
benda tersebut bisa berpindah ketika orang lain menyentuh benda tersebut kemudian
menyentuh mata, mulut, atau hidung, sebelum mencuci tangan terlebih dahulu.
E. coli praktis selalu ada dalam saluran pencernaan hewan dan manusia karena secara
alamiah Escherichia coli merupakan salah satu penghuni tubuh. Penyebaran E. coli dapat
terjadi dengan cara kontak langsung (bersentuhan, berjabatan tangan dan sebagainya)
kemudian diteruskan melalui mulut, akan tetapi E. coli pun dapat ditemukan tersebar di alam
sekitar kita. Penyebaran secara pasif dapat terjadi melalui makanan atau minuman.
Bakteri Escherichia coli sering kali menyebabkan diare atau infeksi saluran pencernaan.
Biasanya kondisi ini disebabkan oleh makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh
bakteri tersebut (Crawford et al., 2002)
14
1. Gejala Penyakit
Racun dari bakteri E. coli tersebut dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi
makanan yang terkontaminasi. Seperti daging mentah atau setengah mata, susu mentah,
dan sayuran mentah yang terkontaminasi.
a) Perut kram.
b) Diare, dengan tingkat keparahan ringan hingga parah, dan bahkan berdarah.
c) Kehilangan selera makan.
d) Mual dan muntah.
e) Demam.
f) Kelelahan.
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. (Zein et al., 2004)
2. Pemeriksaan
Jenis pemeriksaan MPN adalah metode pemeriksaan air yang dilakukan untuk mengetahui
kontaminasi akibat bakteri Coliform dan Coli tinja. Terdapat juga beberapa uji biokimia
untuk mengindentifikasi bakteri E.Coli yaitu:
a) Uji Indol ; dilakukan untuk melihat kemampuan organisme yang mendegradasi asam
amino triptofan dan menghasilkan indol.
b) Uji Sitrat ; dilakukan dengan menginokulasi isolat pada media Simmon's Citrate (SC).
Pengujian ini bertujuan untuk melihat kemampuan bakteri dalam menggunakan sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi.
3. Pengobatan
Pada infeksi ringan, penanganan dapat dilakukan di rumah dengan mengonsumsi air
putih yang cukup, untuk mencegah dehidrasi. Hindari jus apel, pir, kopi, dan minuman
beralkohol selama proses pemulihan. Selain itu, konsumsilah makanan berkuah atau
ringan saat gejala masih terasa, dilanjutkan dengan makanan rendah serat seperti telur,
nasi, atau roti saat kondisi mulai membaik. Hindari makanan yang mengandung susu,
lemak, berserat tinggi, atau makanan berbumbu agar gejala tidak memburuk.
15
Sementara itu, infeksi E coli pada kandung kemih (cystitis) maupun saluran cerna,
biasanya tidak perlu diberikan antibiotik. Pengidap hanya perlu mengonsumsi air putih
dalam jumlah banyak untuk menggantikan cairan yang hilang akibat diare dan muntah-
muntah, serta istirahat yang cukup.
Untuk mengatasi dehidrasi pada anak yang mengalami diare, oralit bisa membantu
memulihkan cairan dalam tubuh mereka. Selain itu, oralit juga berfungsi menggantikan
natrium, kalium, dan juga glukosa yang hilang dari dalam tubuh. Jangan memberikan obat-
obatan antidiare yang dapat melambatkan sistem pencernaan karena obat ini akan
mencegah terbuangnya racun keluar dari tubuh.
4. Pencegahan
Menerapkan pola hidup bersih dapat mencegah infeksi bakteri Escherichia Coli yang
berbahaya. Ada cara yang bisa dilakukan untuk menghindari infeksi bakteri E. Coli, di
antaranya:
a) Mencuci Tangan
Salah satu cara terbaik untuk mencegah penularan bakteri E. coli adalah dengan rutin
mencuci tangan. Terutama, setelah keluar menggunakan kamar mandi, menyentuh
binatang atau bekerja di lingkungan yang banyak binatang, dan sebelum memasak,
menyajikan, ataupun mengonsumsi makanan.
b) Menjaga Kebersihan Makanan
Seperti diketahui, bakteri E. coli sering ditemukan di usus, dan sangat mudah masuk ke
dalam tubuh melalui makanan yang dikonsumsi. Maka dari itu, memperhatikan
kebersihan makanan yang dikonsumsi merupakan cara terbaik untuk menghindari
serangan bakteri ini. Selain mencuci tangan sebelum memasak dan sebelum makan,
pastikan juga untuk selalu mencuci sayur, buah, dan bahan makanan lain hingga bersih.
Sebaiknya perhatikan juga kebersihan peralatan masak dan peralatan makan yang
digunakan.
c) Masak dengan Benar
Bakteri E. coli lebih rentan terkandung dalam makanan yang tidak dimasak dengan benar,
misalnya daging sapi. Karena itu, pastikan untuk memasak jenis makanan ini dengan suhu
yang tepat untuk menghilangkan bakteri E. coli. Selain itu, menyimpan bahan makanan
dengan benar juga bisa membantu menghindari bakteri E. coli menyerang. Masukkan
makanan sisa ke dalam lemari pendingin alias kulkas agar tidak terjangkit bakteri.
16
d) Jangan Sembarangan Konsumsi Air
Bakteri E. coli bisa berada di mana saja, termasuk dalam air. Maka dari itu, hindari
sembarangan minum air agar terhindar dari infeksi bakteri. Selain itu, tidak mengonsumsi
susu mentah atau yang tidak dipasteurisasi.
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri jenis
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan dalam famili Mycobacteriaceae. Penyakit TBC
ini dapat menyerang organ - organ tubuh sebagian besar yang terserang adalah organ paru -
paru, Bakteri tuberculosis yang menyerang paru-paru menyebabkan gangguan pernapasan,
seperti batuk kronis dan sesak napas (Patricia et al., 2020)
1. Gejala
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. TBC bisa menyerang bagian tubuh yang
mana pun, tapi paru-paru yang paling sering, Pengidapnya mungkin mendapat aneka gejala
sebagai berikut:
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan TBC yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan BTA, pemeriksaan darah
lengkap, dan pemeriksaan BACTEC.
a) Pemeriksaan Dahak Mikroskopis/BTA (Bakteri Tahan Asam)
Dalam pemeriksaan tuberkulosis, berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
17
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
b) Pemeriksaan Darah Rutin (Darah Lengkap Otomatis & Laju Endap Darah)
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk TB pada
paru-paru. Pemeriksaan tuberkulosis dengan Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan jam
kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering
meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa
TBC.
c) Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan tuberkulosis biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium Tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat
menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
3. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita tuberkulosis paru selain untuk
menyembuhkan/mengobati penderita juga mencegah kematian. Pengobatan pasien TB
harus dilakukan secara tepat dan tuntas untuk menghindari kondisi reistensi obat (M. Sari,
2021)
a) Tahap Intensif (2-3 bulan) Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan untuk semua OAT,
terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahan intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
b) Tahap lanjutan (4-7 bulan) Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
18
utama yang 16 digunakan sesuai dengan rekomen dari WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
a) Isoniasid (INH) Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat
untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis
(dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Efek
samping dari isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia, dan neuritis optic
b) Rifampisin (R) Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak
dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Rifampisin
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sistesis protein terutama pada
tahap transkripsi. Efek samping dari rifampisin adalah gangguang saluran cerna,
terjadi gangguan sindrim influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan pada urine,
dan udem.
c) Pirazinamid (Z) Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri.
Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek
samping dari pirazinamid adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal
hati.
d) Streptomisin (S) Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi
seperti tuberculosis untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisin
semakin jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari
streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan pendengaran, dan kemerahan
pada kulit
e) Etambutol (E) Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah tuberculosis dalam
kombinasi dengan obat lain. Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua
mata, penurunan terhadap kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.
19
4. Pencegahan
Banyak hal yang bisa dilakukan mencegah terjangkitnya tuberkulosis paru.
Pencegahan-pencegahan berikut dapat dilakukan oleh penderita, masyarakat, maupun
petugas Kesehatan.
a) Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat
batuk, dan membuang dahak tidak disembarang tempat.
b) Bagi masyarakat, pencegahan penuralan dapat dilakukan dengan meningkatkan
ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
c) Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan
tentang penyakit tuberkulosis, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang
ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
d) Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan
terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus
pada penderita tuberkulosis paru. Pengobatan dengan cara menginap di rumah sakit
hanya dilakukan bagi penderita dengan katagori berat dan memerlukan
pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan
jalan.
e) Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti
cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau
ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian),
dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
f) Melakukan imunisasi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita
seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi,
dengan vaksin BCG dan tindan lanjut bagi yang positif tertular.
g) Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan Tes
Tuberculin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif,
perlu diulang pemeriksaantiap 3 bulan dan perlu penyelidikan intensif.
h) Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan tuberkulosis aktif perlu pengobatan
yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk
diminum dengan tekun dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
20
2.8.3 Streptococcus Pneumoniae
S.pneumoniae juga dikenal sebagai pneumococcus, adalah bakteri Gram positif
berbentuk lanset, mempunyai simpai polisakarida dan dapat menyebabkan pneumonia,
sinusitis, otitis, meningitis, dan proses infeksi lainnya. Bakteri potensial pada respiratori ini
umumnya tidak menimbulkan manifestasi klinis atau asimpomatis, tetapi keberadaan bakteri-
bakteri potensial patogen respiratori ini dapat menyebabkan Community Acquired Pneumonia
(CAP) karena menjadi sumber penularan dan penyebaran pada orang lain dalam komunitas
tersebut (Meisky et al., 2013)
1. Gejala Penyakit
Pneumonia adalah penyakit S. pneumoniae yang paling umum yang meliputi gejala
seperti demam dan menggigil, batuk, napas cepat, kesulitan bernapas, dan nyeri dada.
Untuk orang tua, mereka mungkin termasuk kebingungan, kewaspadaan rendah, dan
gejala yang sebelumnya terdaftar pada tingkat yang lebih rendah.
Meningitis pneumokokus adalah infeksi jaringan yang menutupi otak dan sumsum
tulang belakang. Gejala berupa leher kaku, demam, sakit kepala, kebingungan,
dan fotofobia . Sepsis disebabkan oleh respons yang berlebihan terhadap infeksi dan
menyebabkan kerusakan jaringan, kegagalan organ , dan bahkan kematian. Gejalanya
meliputi kebingungan, sesak napas, detak jantung meningkat, nyeri atau ketidaknyamanan,
keringat berlebih, demam, menggigil, atau merasa kedinginan. Tanda dan gejala yang
dapat muncul pada pasien dengan pneumonia antara lain:
a. Dispnea
b. Lemah
c. Demam
f. Menggigil
g. Sesak napas
h. Produksi sputum
i. Berkeringat
j. Penurunan saturasi oksigen dengan alat oksimetri denyut (pulse oximetry reading)
21
2. Pemeriksaan
a) Tes Optochin (ethylhydrocupreine hydrochloride) adalah suatu metode yang
digunakan untuk membedakan S. pneumoniae dari Streptococcus viridans, dengan
sensitivitas lebih dari 95%.9, 33 Tes optochin dilakukan pada media agar darah
menggunakan prinsip disk diffusion. Media agar darah yang telah diberi disk optochin
diinkubasi dan diperiksa setelah 24 jam. Tes ini mendeteksi suatu organisme yang
rentan terhadap etilhidrokuprein hidroklorida. Etilhidrokuprein hidroklorida menguji
fragilitas dari membran sel bakteri dan menyebabkan S. pneumoniae lisis karena
adanya perubahan tegangan permukaan, sehingga menciptakan zona inhibisi. Sebuah
zona inhibisi dengan diameter 14 mm atau lebih, mengkonfirmasi bahwa bakteri
tersebut sebagai S. pneumoniae. 8, 33 Adapun diameter zona inhibisi disk optochin.
b) Reaksi quellung Bila pneumokokus tipe tertentu dicampur dengan serum
antipolisakarida spesifik dengan tipe yang sama atau dengan antiserum polivalen pada
kaca objek mikroskop, kapsul akan sangat membengkak, dan organisme mengalami
aglutinasi oleh ikatan silang antibodi. Pemeriksaan ini berguna untuk identifikasi
cepat dan untuk penentuan tipe organisme, baik pada sputum atau biakan.
c) Bile solubility test (sodium deoxycholate) atau uji kelarutan empedu yang berfungsi
untuk membedakan S. pneumoniae dari streptokokus alfa hemolitikus lainnya. S.
pneumoniae larut dalam empedu, sedangkan streptokokus alfa hemolitikus lainnya
tahan terhadap empedu. Sodium deoxycholate 2% dalam air akan melarutkan dinding
sel pneumokokus
3. Pengobatan
Untuk Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Streptococus Pneumoniae bisa diatasi
dengan pemberian vaksin dan antibiotik. Ada dua vaksin tersedia, yaitu pneumococcal
conjugate vaccine dan pneumococcal polysacharide vaccine. Pneumococcal conjugate
vaccine adalah vaksin yang menjadi bagian dari imunisasi bayi dan direkomendasikan
untuk semua anak dibawah usia 2 tahun dan anak-anak yang berumur 2-4 tahun. Sementara
itu pneumococcal polysacharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa.
Sedangkan antibiotik yang sering digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini
22
termasuk penicillin, amoxcillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics, termasuk
erythromycin.
Kepada pasien yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotik peroral, dan
tetap tinggal dirumah. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan sesak nafas atau dengan
penyakit jantung atau paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infuse.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas
mekanik. Kebanyakan pasien akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat
diberikan antara lain:
4. Pencegahan
Pneumonia bakterial sendiri tidak menular, tetapi infeksi bakteri yang menjadi
penyebab penyakit ini dapat menular. Bakteri dapat menyebar melalui percikan liur yang
dikeluarkan pengidap saat batuk atau bersin dan juga melalui benda-benda yang sudah
terkontaminasi. Oleh karena itu, menjaga kebersihan dengan baik dapat membantu
mencegah penyebaran pneumonia bakterial atau mengurangi risiko tertular penyakit
tersebut. Berikut ini cara-cara yang bisa kamu lakukan untuk mencegah pneumonia
bakterial:
23
g) Menerapkan etika batuk dan bersin
1. Gejala Penyakit
Chlamydia biasanya tidak menimbulkan gejala. Meski demikian, penderita chlamydia
tetap dapat menularkan penyakit ini kepada orang lain. Bila muncul gejala, biasanya baru
terjadi 1–3 minggu setelah penderita terinfeksi.
2. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik pada Pria
Pada pemeriksaan fisik pria akan ditemukan sekret mukopurulen dari uretra dan
rektal, nyeri dan bengkak pada skrotum (biasanya sifatnya unilateral), perineal
fullness, dan gejala pada saat berkemih seperti urgensi, frekuensi dan dysuria.
24
Pemeriksaan fisik pada wanita yang mengidap chlamydia akan ditemukan
friabilitas pada serviks, disuria, nyeri pada perut bagian bawah atau adneksa, dan nyeri
goyang serviks (cervical motion tenderness) jika pasien sudah mengalami kehamilan
ektopik atau penyakit radang panggul. Pada kebanyakan kasus juga ditemukan sekret
mukopurulen pada serviks, uretra, dan vagina. Pada penderita dengan koinfeksi
limfogranuloma venereum, akan ditemukan buboes atau adenopati pada area inguinal,
ulserasi pada genital, dan groove sign.
Untuk mendeteksi chlamydia, dokter akan mengambil sampel urine dan sampel cairan
dari organ kelamin pasien. Sampel cairan kelamin diambil dengan mengusapkan cotton
bud pada organ kelamin. Selain di organ kelamin, pengusapan (swab) juga dapat dilakukan
di tenggorokan atau dubur, untuk mendeteksi bakteri Chlamydia.
Skrining klamidia dan gonore dilakukan melalui tes urine atau melalui swab di dalam
penis atau serviks. Kemudian, sampel tersebut akan dianalisis di laboratorium. Skrining
ini penting dilakukan, karena jika seseorang tidak memiliki tanda dan gejala, mungkin ia
tidak akan menyadari bahwa sudah terinfeksi.
3. Pengobatan
Klamidia adalah kondisi yang dapat diobati dengan antibiotik sesuai dengan tingkat
keparahan pasien. Pemberian antibiotik pada chlamydia mengikuti rekomendasi WHO.
Pilihan antibiotik tergantung pada ada-tidaknya komplikasi dan koinfeksi. Adapun
beberapa jenis antibiotik untuk menangani klamidia yaitu doxycycline atau antibiotik
alternatif lain seperti erythromycin, ofloxacin, levofloxacin.
Selain mengonsumsi obat, penderita klamidia disarankan untuk menghindari
berhubungan intim untuk sementara waktu. Pada beberapa kasus, infeksi biasanya akan
sembuh dalam waktu satu sampai dua minggu setelah melakukan pengobatan.
4. Pencegahan
Cara paling efektif untuk mencegah chlamydia adalah menerapkan aktivitas seksual yang
aman. Berikut langkah-langkah pencegahan chlamydia:
25
b) Pemakaian kondom saat berhubungan seksual tidak 100 persen menghilangkan risiko
terkena infeksi, tapi efektif dalam mengurangi risiko terjangkit penyakit menular
seksual.
c) Membatasi pasangan seksual atau setia dengan satu orang pasangan saja. Jika aktif
melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, maka dianjurkan melakukan
pemeriksaan secara rutin, mengingat chlamydia bisa tidak menimbulkan gejala pada
sebagian orang.
Infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
bernama sama, yang dapat hidup di dalam lambung. Infeksi bakteri Helicobacter pylori atau H.
pylori merupakan kondisi saat bakteri H. pylori masuk dan menginfeksi bagian perut.
Umumnya, asam lambung dapat membunuh bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan
bersama makanan. Namun, bakteri H. pylori dapat hidup dalam kondisi asam, sehingga asam
lambung tidak mampu membunuh bakteri ini.
1. Gejala Penyakit
Infeksi Helicobacter pylori cenderung tidak menunjukkan adanya gejala yang serius.
Selain itu, pengidap hanya akan mengalami gejala tukak lambung saat infeksi yang terjadi
sudah parah. Hal ini dikarenakan bakteri H. pylori akan menyerang dan memicu
peradangan pada lapisan yang berfungsi sebagai pelindung perut.
a) Muncul rasa nyeri bersama dengan sensasi terbakar pada area perut.
b) Mengalami sakit perut yang tidak tertahankan, terlebih ketika perut sedang dalam
kondisi kosong.
c) Mual dan hilang nafsu makan.
d) Perut kembung dan kerap bersendawa.
e) Terjadi penurunan berat badan secara signifikan.
26
2. Pemeriksaan
Tes helicobacter adalah prosedur diagnostik yang digunakan untuk menetapkan tingkat
infeksi Helicobacter pylori seseorang. Pemeriksaan ini mungkin melibatkan pemeriksaan
darah, tes napas (tes napas urea), tes sampel ninja, atau endoskopi.
a) Tes HpSA
3. Pengobatan
a) Pemeriksaan non-invasif yaitu dengan urea breathe test (UBT), stool antigen
test (SAT) dan serologi antigen H.pylori.
b) Pemeriksaan invasif yaitu dengan endoskopi dapat dilakukan 3 jenis pemeriksaan
yaitu rapid urease test, pemeriksaan histologi dan kultur.
4. Pencegahan
Infeksi H. pylori dapat dihindari dengan menerapkan upaya-upaya pencegahan berikut:
27
a) Cuci tangan dengan sabun, terutama setelah dari toilet atau sebelum makan,
b) bersihkan makanan yang akan dimakan dan masak hingga matang, dan
c) pastikan air minum bersih dan aman.
1. Gejala Penyakit
Gejala penyakit sifilis terdiri dari 4 tahap:
1) Sifilis Primer
Ciri-ciri penyakit sifilis primer ditandai dengan munculnya luka pada alat
kelamin, dubur, bibir, maupun mulut. Munculnya luka tersebut akan terjadi 10 sampai
dengan 90 hari setelah bakteri Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh. Lama
waktu pemulihan sifilis primer yaitu kurang lebih 3 hingga 6 minggu. Namun, bila
sejak muncul luka tidak diobati, hilangnya luka ini justru menandakan infeksi telah
berkembang ke tahap selanjutnya.
2) Sifilis Sekunder
Sifilis sekunder adalah tahapan yang akan terjadi beberapa minggu setelah luka
di sekitar alat kelamin, dubur, bibir, atau mulut menghilang.
a) Flu
b) Sakit kepala
c) Nyeri sendi
d) Demam
e) Merasa lelah secara berlebihan
f) Pembesaran kelenjar getah bening
g) Rambut rontok
28
h) Penurunan berat bada
3) Sifilis Laten
Pada tahapan ini, penderita sifilis tidak mengalami gejala klinis tertentu.
Namun, di 12 bulan pertama sifilis laten terjadi, penderita masih dapat menularkan
infeksinya. Setelah 2 tahun, infeksi tidak dapat menular lagi, meskipun bakteri
penyebab sifilis masih ada di dalam tubuh.
4) Sifilis Tersier
Infeksi sifilis tahap tersier ini merupakan tahapan dalam penyakit sifilis yang
paling berbahaya. Tahap ini biasanya muncul 10 - 30 tahun setelah infeksi primer.
Gejala sifilis tersier umumnya ditandai dengan munculnya gumma atau tumor kecil
pada bagian tubuh tertentu.
Di samping itu, sifilis tersier juga dapat berdampak pada organ tubuh lain, seperti
jantung, otak, mata, hati, serta pembuluh darah.
2. Pemeriksaan
Prosedur medis yang digunakan untuk mendeteksi penyakit sifilis adalah tes TPHA
(Treponema Pallidum Hemagglutination Assay) dan VDRL (Venereal Disease Research
Laboratory).
a) TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay)
Mendeteksi antibodi secara spesifik terhadap T pallidum, TPHA dikombinasi
dengan tes non treponema untuk melihat apakah infeksi aktif atau infeksi lama yang
sudah sembuh
b) VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)
Mendeteksi antibodi yang tidak spesifik terhadap T pallidum, tes ini sensitif,
tetapi tidak spesifik, bila hasilnya positif, belum tentu menderita sifilis dan perlu
pemeriksaan lebih lanjut ataupun pemeriksaan ulang
3. Pengobatan
Pengobatan penyakit sifilis dilakukan dengan memberikan antibiotik yang dapat
melawan bakteri penyebab sifilis. Umumnya, antibiotik yang digunakan adalah penisilin.
A. Antibiotik Penisilin
29
Antibiotik penisilin digunakan sebagai obat sifilis jika diagnosis dokter menunjukkan
bahwa sifilis terjadi selama kurang dari setahun, pengobatan penyakit sifilis menggunakan
penisilin dengan suntikan dosis tunggal. Selain itu, obat antibiotik jenis penisilin juga
dapat digunakan untuk mengatasi penyakit sifilis pada ibu hamil.
B. Antibiotik Lainnya
Antibiotik penisilin dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang. Bagi mereka
yang alergi terhadap penisilin, dokter biasanya akan memberikan antibiotik jenis lainnya.
Dilansir dari Healthline, mereka yang alergi terhadap penisilin dan mengidap penyakit
sifilis tahap awal dapat mengonsumsi obat antibiotik jenis berikut:
1) Doxycycline
Penggunaan antibiotik doxycycline dapat Anda konsumsi sebanyak 100 mg secara
oral dua kali sehari selama 14 hari untuk sifilis tahap awal. Sedangkan, mereka
yang berada di tahap sifilis laten harus mengonsumsi obat antibiotik jenis
doxycycline selama 28 hari.
2) Tetracycline
Untuk antibiotik jenis tetracycline, pada penderita sifilis tahap awal dapat
mengonsumsi sebanyak 50 mg secara oral setiap 6 jam sekali atau empat kali sehari
selama 2 minggu. Sedangkan, sifilis yang sudah berada pada tahap laten dan
seterusnya harus mengonsumsi antibiotik jenis ini hingga 30 hari atau 1 bulan
penuh.
3) Ceftriaxone
Antibiotik ceftriaxone diberikan sebanyak 1 gram dan diberikan secara intravena,
yaitu pemberian obat melalui injeksi atau infus ke otot atau pembuluh darah.
Pemberian antibiotik jenis ini diberikan sekali sehari dengan rentang waktu 10
sampai 14 hari.
4. Pencegahan
Sifilis yang tidak ditangani dan tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan pada organ
jantung, otak, dan organ lainnya hingga dapat mengancam jiwa penderitanya. Berikut cara-
cara agar terhindar dari penyakit sifilis:
30
a) Gunakan kondom saat berhubungan seksual
Hubungan seksual adalah cara penyebaran penyakit kelamin yang paling umum.
Penggunaan kondom saat berhubungan seksual menjadi upaya untuk mengurangi
risiko penularan penyakit sifilis. Terutama bagi mereka yang aktif secara seksual dan
sering bergonta-ganti pasangan. Jenis kondom berbahan lateks yang banyak
direkomendasikan, karena dianggap cukup kuat dan tidak mudah robek.
b) Menghindari alkohol dan obat obatan terlarang
Mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang dapat menurunkan
kemampuan otak seseorang dalam mengambil keputusan. Hal itu membuat seseorang
tidak bisa memutuskan dengan tegas tindakannya. Alkohol dan obat-obatan terlarang
juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
c) Tidak bergonta ganti pasangan
Melakukan hubungan seksual jangka panjang dengan hanya satu pasangan
merupakan cara efektif untuk menghindari penularan sifilis. Selain itu, hindari juga
untuk berhubungan seksual dengan orang yang suka bergonta-ganti pasangan. Sebab,
hal tersebut dapat menyebabkan Anda tertular penyakit kelamin.
d) Saling terbuka mengenai Riwayat penyakit kelamin
Saling terbuka dengan pasangan mengenai riwayat kehidupan seksual juga
menjadi salah satu cara pencegahan penyakit sifilis. Komunikasi terbuka akan
membantu untuk saling menjaga dan mencari solusi terbaik dalam mengatasi masalah.
e) Berhenti melakukan hubungan seksual dalam beberapa waktu
Jika menemukan luka di area genital Anda atau pasangan, sebaiknya hentikan
untuk berhubungan seksual dalam beberapa waktu karena bakteri sifilis bisa masuk
ke tubuh dan menginfeksi akibat kontak langsung dengan luka tersebut. Pastikan
melakukan perawatan terlebih dahulu hingga dinyatakan sembuh oleh dokter sebelum
melakukan hubungan seksual kembali.
31
1. Gejala Penyakit
Infeksi gonore sering tidak menimbulkan gejala, banyak pengidap gonore sering tidak
menyadari jika dirinya sudah terinfeksi. Pada kebanyakan wanita, gangguan ini sering
menimbulkan gejala ringan dan disalahartikan dengan infeksi kandung kemih.
Selain itu, gejala kencing nanah atau Gonorrhea juga dapat muncul pada anggota tubuh
yang lain, antara lain:
a) Dubur: Bakteri yang menginfeksi dubur akan menyebabkan gatal. Gejala lainnya
adalah keluarnya nanah atau bercak darah dari dubur. Beberapa orang juga akan
mengalami kesulitan saat buang air besar.
b) Mata: Bakteri Gonorrhea yang masuk dan menginfeksi mata akan menyebabkan sakit
pada mata. Akibatnya, mengurangi kepekaan mata terhadap cahaya hingga keluarnya
nanah dari mata.
c) Tenggorokan: Bakteri Gonorrhea juga dapat menyerang tenggorokan. Infeksi
tersebut akan menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan hingga pembengkakan
kelenjar getah bening di leher.
d) Sendi: Sendi yang terkena infeksi bakteri akan terasa bengkak dan nyeri saat bergerak.
32
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan menguji spesimen urine, uretra untuk pria,
endoserviks atau vagina untuk wanita, menggunakan pewarnaan Gram, kultur, dan tes
amplifikasi asam nukleat. Skrining klamidia dan gonore dilakukan melalui tes urine atau
melalui swab di dalam penis atau serviks. Kemudian, sampel tersebut akan dianalisis di
laboratorium. Skrining ini penting dilakukan, karena jika seseorang tidak memiliki tanda
dan gejala, mungkin ia tidak akan menyadari bahwa sudah terinfeksi.
a) Tes darah : Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah infeksi sudah menyebar ke
dalam darah.
b) Pemeriksaan sampel cairan tubuh : Pemeriksaan sampel cairan dari bagian tubuh yang
diduga terkena gonore, seperti cairan vagina, penis, anus, atau tenggorokan, untuk
diperiksa di laboratorium. Tujuannya adalah untuk mendeteksi bakteri penyebab
gonore.
c) Tes sensitivitas antibiotik : Tes ini dilakukan bila antibiotik yang diberikan pada
pasien sudah tidak efektif lagi. Tes ini akan membantu dokter untuk mencari antibiotik
lain yang ampuh dalam mengobati gonore.
3. Pengobatan
a) Ceftriaxone
b) Amoxicillin
c) Azithromycin
d) Doxycycline
e) Erythromycin
f) Cefixime
4. Pencegahan
33
b) Tidak bergonta-ganti pasangan seksual
Sering berganti pasangan seksual menjadi salah satu penyebab utama dari
penyakit Gonorrhea. Oleh karena itu, kesetiaan terhadap pasangan merupakan
metode yang paling efektif mencegah penyebaran penyakit Gonorrhea.
2.8.8 Salmonella
Infeksi Salmonella atau salmonelosis adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran
pencernaan. Penyakit ini terjadi akibat konsumsi makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi bakteri penyebabnya, yaitu bakteri Salmonella. Salmonella adalah kelompok
bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia. Bakteri ini dapat hidup di saluran
usus hewan yang ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan.
1. Gejala Penyakit
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik hanya dapat mengukur peningkatan suhu badan pengidap saja. Oleh
karena itu, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium untuk membantu memastikan diagnosis
a) Pemeriksaan widal ; digunakan untuk mendeteksi bakteri salmonella enterica
(salmonella typhi atau paratyphi) yang mengakibatkan demam tifoid dan paratifoid
melalui reaksi antigen-antibodi. Uji widal positif artinya ada zat anti (antibodi)
34
terhadap kuman salmonella, yang diartikan seseorang pernah berkontak/terinfeksi
kuman salmonella enterica. Pemeriksaan widal dapat pula positif pada kondisi
seseorang yang telah mendapatkan vaksinasi tifoid.
b) Pemeriksaan immunoglobulin M (IgM) Anti-Salmonella ; dilakukan untuk
mendeteksi antibodi IgM terhadap Salmonella typhi yang biasanya muncul 3–4 hari
setelah terjadinya demam. Biasanya, cek ini dilakukan dengan menggunakan dua jenis
merk alat berbeda. Merk Tubex TF mendeteksi IgM Anti Salmonella terhadap antigen
09 S.typhi, sedangkan merk Typhidot mendeteksi IgM Anti Salmonella untuk antigen
50 kDa S.typhi.
3. Pengobatan
4. Pencegahan
a) Mencuci bersih dengan air mengalir bahan-bahan makanan dan alat-alat makan;
35
juga memiliki 30 jenis bakteri yang berbeda. Umumnya, bakteri ini dapat ditemukan di
permukaan kulit maupun hidung dan tidak menyebabkan terjadinya gangguan apa pun. Bakteri
ini dapat menginfeksi saat ia masuk ke tubuh melalui lapisan kulit yang terbuka akibat luka,
gesekan, atau penyakit lainnya.
1. Gejala Penyakit
Gejala terinfeksi staphylococcus aureus tergantung pada area kulit yang terinfeksi.
Infeksi kulit dari staphylococcus aureus, muncul sebagai area benjolan atau sakit pada kulit
yang dapat menyerupai gigitan serangga.
a) Demam tinggi
b) Nyeri dada
c) Sesak napas
d) Badan berwarna merah
e) Peradangan pada kulit
f) Terdapat cairan nanah
g) Pusing
h) Nyeri otot
2. Pemeriksaan
Isolasi Staphylococcus aureus dilakukan melalui penanaman pada media Mannitol Salt
Agar (MSA), dan Identifikasi dengan pewarnaan Gram, Uji Katalase, Uji gula Mannitol,
Uji Koagulase, Uji Voges-Proskauer.
a) Pewarnaan Gram ; bertujuan untuk mengamati morfologi sel staphylococcus dan
mengetahui kemurnian sel bakteri. Pengecatan Gram merupakan salah satu pewarnaan
yang paling sering digunakan, yang dikembangkan oleh Christian Gram.
b) Uji Katalase ; bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam menghasilkan
enzim katalase, Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan bakteri Stafilokokus
dengan bakteri Streptokokus.
c) Uji gula Mannitol (MSA) ; merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui
kemampuan memfermentasi mannitol pada Staphylococcus sp.
d) Uji Koagulase ; merupakan suatu pemeriksaan bakteri untuk diferensiasi
Staphylococcus aureus dari spesies Staphylococcus lainnya.
36
e) Uji Voges-Proskauer ; mengevaluasi kemampuan organisme menghasilkan substansi
non asam atau produk akhir netral seperti asetilmetil karbonil dari asam organik
sebagai hasil metabolisme glukosa.
3. Pengobatan
a) Clindamycin
b) Linezolid
c) Doxycycline
d) Sefalosporin generasi V seperti ceftaroline fosamil
e) Tetracycline
f) Trimethoprim-sulfamethoxazole
g) Vancomycin
4. Pencegahan
37
Acinetobacter baumannii juga diketahui tahan (reisten) terhadap sabun dan antiseptik konven
sional sehingga kontaminasi koloni bakteri ini pada tangan petugas kesehatan mudah terjadi.
1. Gejala Penyakit
Acinetobacter adalah bakteri oportunistik yang menyebabkan berbagai penyakit
berbeda dengan gejala berbeda. Acinetobacter baumannii adalah bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit, termasuk pneumonia dan meningitis. Jenis kemungkinan
infeksi A. baumannii meliputi:
a) Radang paru-paru
b) Infeksi aliran darah (bakteremia dan sepsis )
c) Meningitis (infeksi atau radang meninges, selaput yang menutupi otak dan sumsum
tulang belakang)
d) Luka dan infeksi tempat operasi, termasuk bakteri "pemakan daging" necrotizing
fasciitis
e) Infeksi saluran kemih (ISK)
2. Pemeriksaan
3. Pengobatan
Acinetobacter baumannii yang resistan terhadap berbagai obat diakui sebagai salah satu
basil gram negatif yang resisten terhadap antimikroba yang paling sulit untuk dikendalikan
dan diobati. Bakteri Acinetobacter menjadi sulit dikendalikan karena penularannya
melalui udara dan bertahan hidup di lingkungan yang sangat rusak. Infeksi
Acinetobacter umumnya diobati dengan antibiotik. Untuk mengidentifikasi antibiotik
38
terbaik untuk mengobati infeksi tertentu, Carbapenem adalah antibiotika yang paling
efektif untuk pengobatan Acinetobacter baumannii.
4. Pencegahan
a) menjaga kebersihan tangan agar tidak sakit dan menyebarkan kuman penyebab infeksi.
b) mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan pembersih tangan berbasis
alkohol, terutama sebelum dan sesudah merawat luka atau menyentuh alat Kesehatan.
c) mengingatkan penyedia layanan kesehatan dan pengasuh untuk membersihkan tangan
mereka sebelum menyentuh pasien atau memegang alat medis.
d) izinkan staf layanan kesehatan untuk membersihkan kamar mereka setiap hari saat
berada di lingkungan layanan Kesehatan.
39
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bakteri adalah organisme mikroskopis bersel tunggal yang ada dalam jutaan, disetiap
lingkungan, baik di dalam maupun di luar organisme lain. Beberapa bakteri
berbahaya, tetapi sebagian besar memiliki tujuan yang bermanfaat. Mereka mendukung
banyak bentuk kehidupan, baik tumbuhan maupun hewan, dan mereka digunakan dalam
proses industri dan pengobatan. Bakteri dianggap sebagai organisme pertama yang muncul
di bumi.
H. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang di harapkan untuk dapat terus
meningkatkan berbagai pengetahuan dan wawasan berbagai macam mikroba khususnya
mikroba-mikroba yang dapat merugikan manusia agar dapat menghindari dan mencegah
berbagai mikroba atau bakteri yang menyebabkan berbagai macam penyakit.
Dan hendaknya juga selalu memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam kehidupan sehari-hari karena hal ini sangat penting untuk menjaga
kesehatan diri dan lingkungan tempat tinggal.
40
DAFTAR PUSTAKA
Artati, D., & Oman, M. (2019). Identifikasi Bakteri Melalui Penggunaan Kit Analytical Profile
Index (API) 20E. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, 17(2), 149–153.
Crawford, J. A., Blank, T. E., & Kaper, J. B. (2002). The LEE-Encoded Type III Secretion
System in EPEC and EHEC: Assembly, Function, and Regulation. Escherichia Coli, 4(1),
337–359. https://doi.org/10.1016/b978-012220751-8/50013-6
Hafsan. (2011). Mikrobiologi Umum (M. K. Mustami (ed.)). Alauddin Press.
Hamida, F., Aliya, L. S., Syafriana, V., & Pratiwi, D. (2019). Escherichia Coli Resisten
Antibiotik Asal Air Keran Di Kampus Istn. Jurnal Kesehatan, 12(1), 63–72.
https://doi.org/10.23917/jk.v12i1.8958
Holderman, M. V., De Queljoe, E., & Rondonuwu, S. B. (2017). Identifikasi Bakteri Pada
Pegangan Eskalator Di Salah Satu Pusat Perbelanjaan Di Kota Manado. Jurnal Ilmiah
Sains, 17(1), 13. https://doi.org/10.35799/jis.17.1.2017.14901
Meisky, T., Farida, H., & Firmanti, S. (2013). Faktor Resiko Kolonisasi Streptococcus
pneumoniae Pada Nasofaring Balita. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 2(1), 139079.
Patricia, N. B., . D., & . S. (2020). Efek Pemberian Edukasi Health Belief Model Pada Penderita
Tuberkulosis Paru Terhadap Pengetahuan Dan Persepsi Kepatuhan Pengobatan. Gema
Lingkungan Kesehatan, 18(1), 58–64. https://doi.org/10.36568/kesling.v18i1.1214
Rini, C. S., & Rohmah, J. (2020). BAKTERIOLOGI DASAR (M. Mushlih (ed.)). UMSIDA
Press.
Sari, E. P., & Effendi, A. J. (2014). PADA PENGOLAHAN SLUDGE PRODUCED WATER
HASIL EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN METODE AERATED
STATIC PILE DAN DEGRADASI ANAEROBIK POPULATION DYNAMICS OF
HETEROTROPHS AND AUTOTROPHS BACTERIA ON SLUDGE PRODUCED
WATER TREATMENT OF OIL AND GAS EXPLORATION. 20, 68–77.
Sari, M. (2021). Terapi Tuberkulosis. Jurnal Medika Hutama, 03(01), 1571–1575.
Volk, W. A., & Wheeler, M. F. (1993). Mikrobiologi Dasar (5th ed.). Erlangga.
Zein, umar, Sagala, K. H., & Ginting, J. (2004). ZeinZein. Sumatera Utara, Universitas
Sumatera Utara, 1–15.
41