Anda di halaman 1dari 51

MIKROBIOLOGI TERAPAN

Pengendalian Mikroorganisme Secara Antibiotik dan Zat Kemoterapeutik

Oleh:
Kelompok 3
1 Eka Ayu Lestari (342015010)
.
2 Gristia Astelly (342015014)
.
3 Surpa Latania Putri (342015015)
.
4 Khotimah Lasmita Sari (342015018)
.
5 Larasati Kusuma Putri (342015027)
.

Kelas/ Semester : A/V

Dosen Pengampu:
Susi Dewiyeti, S.Si., M.Si.
Erni Anggraini, S.Si., M.Si.

i
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, ridho serta hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah “Pengendalian Mikroorganisme Secara Antibiotik dan
Zat Kemoterapeutik” mata kuliah Mikrobiologi terapan. Shalawat serta salam tak
lupa saya haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang, serta memberikan
pedoman hidup al-quran dan as-sunnah untuk petunjuk kehidupan umat
manusia.
Adapun Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Mikrobiologi Terapan dan untuk lebih memahami materi-materi
Mikrobiologi Terapan. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Mikrobiologi Terapan Ibu Susi Dewiyeti,S.Si., M.Si. dan
Ibu Erni Anggaraini,S.Si., M.Si. yang telah membimbing dan memberikan arahan
sehingga penulis bisa mendapat lebih banyak pengetahuan dan menyelesaikan
Makalah Mikrobiologi Terapan.
Layaknya sebagaimana manusia biasa yang penuh kekurangan. Segala
kritik dan saran yang bersifat membangun tentang isi Makalah ini sangat
dibutuhkan demi perbaikan ke depannya. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan pengetahuan kepada kita semua. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Palembang, September 2017

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
Daftar Gambar................................................................................................iv
Daftar Tabel....................................................................................................v
Daftar Lampiran..............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
A. Pengertian, Tujuan Pengendalian secara Antibiotik, Kemoterapeutik.. 3
1. Pengertian Antibiotik...............................................................3
2. Pengertian Zat Kemoterapeutik...............................................6
3. Tujuan Antibiotik dan Zat Kemoterapeutik...............................8
B. Sifat-sifat Zat Antibiotik Kemoterapeutik..............................................8
C. Macam-Macam Antibiotik dan Kemoterapeutik...................................10
1. Macam-Macam Antibiotik........................................................10
2. Macam-Macam Zat Kemoterapeutik........................................18
D. Mekanisme Kerja Antibiotik dan Zat Kemoterapeutik..........................20
1. Penghambatan Pada Sintetis Dinding Sel...............................21
2. Penghambatan Pada Fungsi Membran Plasma......................23
3. Penghambatan Melalui Sintetis Asam Nukleat........................24
4. Penghambatan Pada Sintetis Protein......................................24
5. Penghambatan Pada Metabolisme Folat.................................26
E. Resistensi Terhadap Antibiotik............................................................27
1. Riwayat Resistensi..................................................................27

iii
2. Resistensi Terhadap Mikroorganisme.....................................33
BAB III PENUTUP..........................................................................................42
A. Kesimpulan.........................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 44

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Penisilin Alami................................................................10


Gambar 2.2 Struktur Tetrasiklin.......................................................................13
Gambar 2.3 Struktur Eritromisin.......................................................................14
Gambar 2.4 Struktur Kloramfenikol..................................................................15
Gambar 2.5 Mekanisme Kerja Antibiotik Pada Bakteri.....................................21
Gambar 2.6 Dinding Sel Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif,....................22
Gambar 2.7 Skema Metabolisme Asam Folat..................................................27
Gambar 2.8 Transport Resistensi Antibiotik.....................................................35
Gambar 2.9 Mekanisme Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik......................36

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sejarah Penemuan Antibiotik.........................................................5


Tabel 2.2 Produk Metabolik Bakteri Yang Berguna Sebagai Antibiotik..........17
Tabel 2.3 Zat Kemoterapeutik Sintetis...........................................................20

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Buku Mikrobiologi Dasar Jilid 2...................................................


Lampiran 2 Buku Mikrobiologi Kedokteran Revisi..........................................
Lampiran 3 Buku Mikrobiologi Farmasi..........................................................
Lampiran 4 Artikel Mekanisme Timbulnya Resistensi Antibiotik ....................
Lampiran 5.Jurnal Media Akuakultur..............................................................
Lampiran 6 Jurnal Antibiotika, Resistensi......................................................
Lampiran 7 Jurnal Kebijakan Untuk Meminalkan...........................................
Lampiran 8 Jurnal Medika Veterinaria...........................................................
Lampiran 9 Skripsi: Uji Sensitivitas Antibiotika...............................................

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang
berukuran sangat kecil dan hanya dapat di amati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (Uniseluler)
dan ada yang tersusun atas beberapa sel (Multiseluler). Walaupun
mikrorganisme Uniseluler hanya tersusun atas satu sel, namun
mikoorganisme tersebut menunjukkan semua karakteristik organisme
hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi, berdiferensiasi, melakukan
komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi (Pratiwi, 2008: 2).
Mikroorganisme tidak selamanya berdampak negatif bagi kita.
Justru mikroorganisme baik, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
mikroorganisme patogen di dalam tubuh. Pada awalnya istilah yang
digunakan adalah antibiosis, yang berarti substansi yang dapat
menghambat pertumbuhan organisme hidup yang lain, dan berasal dari
mikroorganisme. Namun pada perkembangannya, antibiosis ini disebut
sedagai antibiotik dan istilah ini tidak hanya terbatas untuk substansi yang
berasal dari mikroorganisme, melainkan semua substansi yang diketahui
memiliki kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain
khususnya mikroorganisme (Pratiwi, 2008: 151).
Dalam penemuan dan perkembangan antibiotik selanjutnya,
dibedakan antara antibiotik terhadap sel prokariotik (bakteri) dan antibiotik
terhadap sel eukariotik (fungi, protozoa dan cacing). Salah satu
keberhasilan yang penting dalam ilmu kedokteran adalah eradikasi
berbagai penyakit infeksi dengan mempergunakan zat kemoterapeutik
(Syahrurachman, et.al., 1994: 47).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan tujuan pengendalian mikroorganisme secara
antibiotik dan zat kemoterapeutik?
2. Apa dan bagaimana sifat-sifat zat antibiotik dan kemoterapeutik?
3. Apa saja macam-macam antiobiotik dan zat kemoterapeutik?

1
4. Bagaimana mekanisme kerja antibiotik dan zat kemoterapeutik?
5. Bagaimana resistensi bakteri terhadap antibiotik?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuannya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan pengendalian
mikroorganisme secara antibiotik dan zat kemoterapeutik.
2. Untuk mengetahui sifat-sifat zat antibiotik dan kemoterapeutik.
3. Untuk mengetahui macam-macam antibiotik dan zat kemoterapeutik.
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja antibiotik dan zat kemoterapeutik
5. Untuk mengetahui resistensi bakteri terhadap antibiotik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Mikroorganisme Secara


Antibiotik dan Zat Kemoterapeutik
1. Pengertian Antibiotik
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut “magic bullet’, yang dirancang untuk
menangani infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan
antibiotika pertama, Salvarsan yang digunakan untuk melawan
syphilis.Ehrlich kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara
tidak sengaja menemukan penicillin pada tahun 1928.Tujuh tahun
kemudian,Gerhard Domagk menemukan sulfa, yang membuka jalan
penemuan obat anti TB, isoniazid. Pada 1943, anti TB
pertama ,streptomycin, ditemukan oleh Selkman Wakzman dan Albert
Schatz. Wakzman juga orang pertama yang memperkenalkan terminologi
antibiotik. Sejak saat itu antibiotika ramai digunakan klinisi untuk
menangani berbagai penyakit infeksi (Utami, 2011: 191-192 dalam
Zhang, 2007).
Kata antibiotik di berikan pada produk metabolik yang di hasilkan
suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak
atau menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain antibiotik
merupakan zat kimia yang di hasilkan oleh suatu mikroorganisme yang
menghambat mikroorganisme lain. Selama bertahun - tahun telah di
ketahui adanya antagonisme di antara beberapa mikroorganisme yang
tumbuh berdekatan di lingkungan alamiah. Penelitian sistematik pertama
yang menyelidiki serta mempelajari antibiotik di lakukan oleh A. Gratia
dan S. Dath sekitar tahun 1924.
Penelitian tersebut menghasilkan penemuan aktinomisetin pada
Galur - Galur aktinomisetes, yang merupakan salah satu kelompok utama
bakteri penting yang terdapat dalam tanah. Aktinomisetin tidak pernah di
gunakan untuk mengobati pasien tetapi untuk melukis kultur bakteri
dalam pembuatan vaksin. Namun demikian sejak 1940 banyak antibiotik
kemoterapeutik yang amat berharga telah di isolasi dari aktinomisetes.

Eka Ayu Lestari 3


Pada tahun 1929, Alexander Fleming memperlihatkan bahwa suatu
cawan agar yang di inokulasi dengan Staphylococcus aureus telah
terkontaminasi oleh sejenis kapang dan bahwa koloni kapang tersebut di
kelilingi oleh suatu zone yang jernih menunjukkan adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri. Karena setelah di identifikasi kapang tersebut
ternyata adalah suatu spesies penicillium maka Fleming menanamkan
antibiotik itu penisilin.
Walaupun ia telah mengisolasi dan mengidentifikasi kapang
tersebut serta mempelajari aktivitasnya, hasil pengamatannya yang
penting itu belum di sadari sampai pecahnya perang dunia II, ketika
timbul kebutuhan yang amat mendesak akan adanya cara - cara yang
lebih baik untuk mencegah akibat fatal yang di sebabkan luka luka
perang. Para peneliti di negara Inggris dan Amerika serikat membentuk
suatu tim peneliti untuk mengembangkan suatu metode bagi produksi
penisilin dalam skala besar. Pemerintah kedua negara itu menempatkan
usaha itu sebagai prioritas utama. Maka substansi penghambat yang di
peroleh dari " kapang kontaminan" Fleming itu lalu menjadi "obat ajaib".
Penggunaan penisilin dan antibiotik telah mengakibatkan berkurangnya
secara dramatis penderita penyakit menular. Dulu, pada awal abad itu
penyebab utama kematian meliputi penyakit - penyakit yang di sebabkan
bakteri seperti pneumonia, difteri, tuberkulosis, dan disentri terapi untuk
penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorea membutuhkan waktu lama
dan masih belum mantap.
Pada masa sekarang penyakit-penyakit ini dan banyak penyakit
lain yang menakutkan sudah dapat di obati secara efektif dengan
menggunakan salah satu antibiotik kemoterapeutik yang di kembangkan
pada abad ini. Pada tahun 1939, Rene Dunia telah mengisolasi dari tanah
New Jersey suatu kultur Bacillus brevis yang membentuk suatu substansi
yang mampu mematikan banyak bakteri gram positif. Ekstrak bebas sel
yang di peroleh dari B. Brevis ditemukan mengandung dua bahan aktif,
yang sekarang di kenal dengan nama gramisidin dan tirosidin.
Keberhasilan ini segera di susul oleh penemuan streptomisin oleh selman
waksman dan rekan-rekannya. Sejak tahun 1940 beberapa ribu substansi
antibiotik telah di isolasi dan di identifikasi tetapi hanya sejumlah kecil dari

Eka Ayu Lestari 4


antaranya telah terbukti bermanfaat untuk mengobati penyakit. Namun
demikian substansi efektif yang hanya sedikit jumlahnya itu sudah mampu
mengakibatkan perubahan radikal di bidang medis dalam usaha
pengobatan penyakit menular (Pelczar & Chan, 2014: 511-513).
Tabel 2.1 Sejarah Penemuan Antibiotik
No. Tahun Peristiwa Negara
1. 1929 Penisilin ditemukan Inggris
2. 1932 Sulfonamit (prontosil) Jerman
ditemukan
3. 1939 Gramisidin ditemukan Amerika serikat
4. 1942 Penisilin diperkenalkan Inggris dan
Amerika serikat
5. 1943 Streptomisin Amerika serikat
ditemukan
6. 1943 Basitrasin ditemukan Amerika serikat
7. 1945 Sefalosporin Italia
ditemukan
8. 1947 Kloramfenikol Amerika serikat
ditemukan
9. 1947 Klortetrasiklin Amerika serikat
ditemukan
10. 1949 Neomisin ditemukan Amerika serikat
11. 1950 Oksitetrasiklin Amerika serikat
ditemukan
12. 1952 Eritromisin ditemukan Amerika serikat
13. 1956 Vankomisin ditemukan Amerika serikat
14. 1957 Kenamisin ditemukan Jepang
15. 1960 Metisilin diperkenalkan Inggris dan
Amerika serikat
16. 1961 Ampisilin Inggris
diperkenalkan
17. 1961 Spektinomisilin Amerika serikat
dilaporkan
18. 1963 Gentamisin ditemukan Amerika serikat
19. 1964 Sefalospirin Inggris

Eka Ayu Lestari 5


diperkenalkan
20. 1966 Doksisiklin Amerika serikat
diperkenalkan
21. 1967 Klindamisin dilaporkan Amerika serikat
22. 1971 Tobramisin ditemukan Amerika serikat
23. 1972 Sefamisin (sefoxitin) Amerika serikat
ditemukan
24. 1972 Minosiklin Amerika serikat
diperkenalkan
Sumber: Pratiwi, 2008: 151

2. Pengertian Zat Kemoterapeutik


Zat kemoterapeutik ialah zat kimia yang digunakan untuk
mengobati penyakit menular (kemoterapi) atau mencegah penyakit
(kemoprofilaksis). Zat ini diperoleh dari mikroorganisme atau tumbuhan
atau disintesis di laboratorium kimia. Secara umum, zat kimia demikian
yang terdapat di alam dapat dibedakan dari persenyawaan sintetik
dengan digunakannya nama antibiotik.
Suatu zat kimia haruslah memiliki toksisitas yang selektif untuk
dapat digunakan sebagai zat kemoterapeutik. Artinya, zat tersebut harus
dapat menghambat atau mematikan parasit (atau sel ganas) seraya
menyebabkan kerusakan yang kecil saja terhadap sel inang atau sama
sekali tidak merusak. Persyaratan lain bagi zat kemoterapeutik yang
praktis ialah harus mampu menembus sel dan jaringan inang serta tidak
mengubah mekanisme pertahanan alamiah sel inang tersebut (Pelczar &
Chan, 2014: 508-509).
a. Riwayat Kemoterapeutik
1) Kina
Sedini tahun 1630, orang-orang Eropa telah menggunakan kina
alamiah yang diperoleh dari kulit pohon kina Amerika Selatan untuk
mengobati malaria (suatu penyakityang disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium). Bahkan sebelum itu orang-orang Indian Amerika Selatan
telah berhasil menghilangkan gejala demam malaria dengan cara
mengunyah kulit pohon kina. Pada masa sekarang senyawa-senyawa

Eka Ayu Lestari


6
sintetik baru (kuinakrin, klorokuin, paludrin dan primakuin) telah
menggantikan kina untuk mengobati penyakit malaria.
2) Salvarsan
Penyakit sifilis yang disebabkan bakteri Treponema pallidum,
merupakan salah satu penyakit yang pertama kali diobati dengan zat
kemoterapeutik. Merkusi telah digunakan untuk mengobati sifilis sedini
tahun 1495. Namun barulah pada sekitar tahun 1910, ketika Paul Ehrlich
mensintesis persenyawaan arsen yang di kenal dengan nama Salvarsan,
dikembangkan suatu obat khusus yang mampu mengobati penyakit tanpa
terlampau membahayakan si penderita. Sumbangan Ehrlich tersebut
terutama penting karena merupakan suatu penelitian pertama yang
sistematik dan sengaja dilakukan untuk mencari persenyawaan yang
memiliki sifat-sifat parasidital yang ampuh, toksisitas rendah terhadap
manusia dan hewan, serta stabilitas kimiawi yang baik. Berkat
penenmuannya yang penting ini, Ehrlich dan Elie Metchnikoff dianugerahi
hadiah Nobel dalam bidang fisiologi dan kedokteran. Dalam terapi sifilis,
Neoarsfenamin, persenyawaan arsen lain, dan antibiotik.
3) Sulfonamide
Terlepas dari efektif tidaknya obat hasil penemuan Ehrlich, selama
dua dasawarsa berikutnya terjadi perkembangan yang nyata dalam
penemuan zat kemoterapeutik baru. Tetapi pada tahun 1935, suatu tim
peneliti di Jerman yang dipimpin oleh Gerhard Domagk menemukan
bahwa suatu zat warna tertentu (Prontosil), dapat menyembuhkan mencit
yang telah diberi dosis letal bakteri Streptokokus hemolitik, yaitu bakteri
yang menghancurkan sel darah merah serta menyebabkan "radang
tenggorokan", penyakit jengkering, serta infektif lain pada manusia.
Setelah laporan Domagk pada 1935, ditambah dengan penelitian
yang menguatkan diberbagai negara terutama Inggris, Perancis, dan
kemudian Amerika Serikat, maka minat rerhadap kemoterapi menjadi
amat besar. Ahli kimia berkebangsaan Perancis di Institut Pasteur yang
mempelajari pengaruh Prontosil pada bakteri serta berusaha untuk
meningkatkan mutunya, menemukan bahwa aktivitas antibakterialnya itu
disebabkan oleh komponen surfanilamide pada zat warna tersebut.
Meskipun sulfanilamide telah di sintesis oleh ahli kimia Jerman paul

Eka Ayu Lestari 7


Gelmo pada tahun 1908, tetapi ditemukannya bahwa aktivitas
antibakterial justru ada pada sulfanilamide itulah yang mendorong
dilakukannya banyak penelitian untuk mencari persenyawaan sekerabat
yang mempunyai nilai terapeutik. Pada tahun 1945 telah dibuat kurang
lebih 5.488 turunan sulfanilamide. Beberapa diantaranya memiliki
aktivitas antibakterial yang membuatnya bermanfaat sebagai zat
kemoterapeutik. Hasil penting dari penelitian yang dilakukan untuk
memperoleh jenis-jenis sulfonamide baru ialah perkembangannya obat-
obatan baru dengan aktivitas antibakterial yang lebih tinggi serta makin
sedikit menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki pada inang hewan
(Pelczar & Chan, 2014: 509-511).
3. Tujuan Pengendalian Zat Antibiotik dan Kemoterapeutik
Menurut Pelczar & Chan, 2014: 448, adapun tujuan pengendalian
mikroorganisme sebagai berikut :
a. Mencegah penyebaran penyakit dan penyebaran infeksi
b. Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi
c. Mencegah perusakan oleh mikroorganisme

B. Sifat-Sifat Zat Antibiotik Kemoterapeutik


Menurut Pelczar & Chan, 2014: 514-515, suatu zat antibiotik
kemoterapeutik yang ideal hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Harus mempunyai kemampuan untuk merusuk atau menghambat
mikroorganisme patogen spesifik. Makin besar jumlah dan macam
mikroorganisme yang dipengaruhi, makin baik. Antibiotik berspektrum
luas efektif terhadap banyak spesies.
2. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit.
3. Tidak menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki pada
inang, seperti reaksi alergis, kerusakan pada saraf, iritasi pada ginjal
atau saluran gastrointestin.
4. Tidak melenyapkan flora normal pada inang. Gangguan terhadap
flora normal dapat mengacaukan "keseimbangan alamiah", sehingga
memungkinkan mikrobe yang biasanya nonpatogenik atau bentuk-
bentuk patogenik yang semula di kendalikan oleh flora normal, untuk
menimbulkan infeksi baru. Penggunaan antibiotik berspektrum luas

Eka Ayu Lestari 8


untuk waktu lama misalnya, dapat melenyapkan flora bakteri normal
tetapi tidak melenyapkan monilia dapat menimbulkan infeksi.
5. Harus dapat diberikan melalui mulut tanpa diinaktifkan oleh asam
lambung, atau melalui suntikan (parenteal) tanpa terjadi pengikatan
dengan protein darah.
6. Memiliki saraf kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh.
7. Konsentrasi antibiotik di dalam jaringan atau darah harus dapat
mencapai taraf cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau
mematikan penyebab infektif.
Menurut Syahrurachman, et.al., 1994: 47, sifat-sifat lain antibiotik
sebaiknya adalah:
a. Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak host.
b. Bersifat bakterisid dan bukan bakteriostatik.
c. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman
d. Berspektrum luas
e. Tidak bersifat alergenik atau menimbulkan efek samping bila
dipergunakan dalam jangka waktu yang lama.
f. Tetap aktif dalam plasma, cairan badan atau eksudat.
g. Larut didalam air serta stabil.
h. Bactericidal level didalam tubuh cepat dicapai dan bertahan
untuk waktu yang lama.
Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat
(Astriadi, 2012: 7 dalam Jawetz, 2005: 159):
1) Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum
antibiotic).
2) Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme
patogen.
3) Tidak menimbulkan efek samping (side effect) yang buruk
pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi
lambung, dan sebagainya.

Eka Ayu Lestari 9


C. Macam-Macam Antibiotik dan Zat Kemoterapeutik
1. Macam-macam antibiotik
a. Penisilin
Antibiotik modern yang pertama, dan yang masih tergolong di
antara yang paling bermanfaat serta paling luas penggunaannya, ialah
penisilin. Penisilin merupakan suatu kelompok persenyawaan dengan
struktur yang berkerabat dan sifat-sifat serta aktivitas yang agak berbeda.
Semua penisilin mempunyai inti yang sama yaitu cincin β -laktam-
thiazolidin, yang justru memberikan sifat unik pada masing-masing
penisilin ialah sampingnya yang berbeda -beda. Secara kimiawi penisilin
digolongkan ke dalam antibiotik β -laktam.
1) Penisilin Alamiah
Penisilin dihasilkan selama pertumbuhan dan metabolisme
cendawan tertentu, yaitu Penicillium notatum dan P. chrysogenum.
Kultur yang sama dapat menghasilkan beberapa molekul penisilin.
Dua diantaranya yang terpenting ialah penisilin G dan penisilin V.
Penisilin alamiah dapat disiapkan sebagai garam natrium,
kalium, prokain dan basa lain. Kristal garam-garam natrium dan
kalium tersebut mudah larut dalam air. Penisilin alamiah diinaktifkan
oleh panas, sistein, Natrium hidrokside, penisilinase (enzim yang
terdapat dalam banyak bakteri yang dapat merusak penisilin), dan
Asam hidroklorat, seperti yang terdapat dalam lambung. Bentuk-
bentuk penisilin ini efektif terhadap bakteri gram positif, khususnya
Pneumokokus, Streptokokus β -hemolitik, dan beberapa stafilokokus,
beberapa bakteri gram negatif (meningokokus dan gonokokus), serta
spiroket yang menyebabkan sifilis.

Gambar 2.1. Struktur penisilin alami


Sumber: Pratiwi, 2008: 155

Gristia Astelli 10
2) Penisilin Semisintesis
Melalui penelitian ekstensif mengenai aspek kimia penisilin
alamiah, telah didapati bahwa persenyawaan tersebut memiliki suatu
inti bersama yang dikenali sebagai asam β -aminipenisilanat. Hal
tersebut mendorong dikembangkannya teknik-teknik pembiakan untuk
dapat menghasilkan persenyawaan inti itu dalam jumlah banyak dan
kemudian melalui reaksi kimiawi, dapat ditambahkan kepadanya
rantai samping yang berlainan. Produk yang dihasilkan secara
demikian disebut penisilin semisintesis.
Salah satu penisilin semisintesis pertama yang dibuat untuk
penggunaan klinis ialah fenetisilin. Penisilin ini lebih mudah diabsorbsi
dibandingkan dengan penisilin V dan keefektifannya sama seperti
penisilin G. Penisilin semisintesis yang lain, yaitu mestisilin, lebih
resisten terhadap penisilinase sehingga tidak mudah diinaktifkan.
Penisilin semisintesis ketiga, yaitu ampisilin, manjur terhadap banyak
bakteri gram negatif disamping spesies-spesies gram positif. Ampisilin
bersifat sangat bakterisidal dan tidak beracun, terapi tidak terhadap
penisilinase, serta tidak stabil pada pH asam.
Cara kerja:
Penisilin menghambat pembentukan dinding sel bakteri
dengan cara mencegah digabungkannya asam N-asetilmuramat,
yang dibentuk di dalam sel, ke dalam struktur mukopeptide yang
biasanya memberi bentuk kaku pada dinding sel bakteri. Mekanisme
kerja ini konsisten dengan kenyataan bahwa penisilin hanya bejerja
pada bakteri yang sedang tumbuh dengan aktif. Sel-sel bakteri yang
peka penisilin yang ditumbuhkan dengan adanya antibiotik ini akan
menjadi luar biasa besar ukurannya serta memiliki bentuk yang tak
umum. Basillus yang dikenai penisilin membentuk tonjolan-tonjolan
pada dinding selnya sehingga sitoplasma mengalir ke dalamnya. Sel
kehilangan sitoplasmanya karena lisis, dan tertinggalah membran
sitoplasma yang kosong sebagai "hantu".
b. Sefalosporin
Sefalosporin merupakan sekelompok antibiotik yang di hasilkan
oleh suatu spesies cendawan laut Cephalosporium acremonium.

Gristia Astelli 11
Kelompok kimiawinya sama seperti penisilin, yaitu β -laktam. Sejumlah
besar sefalosporin semisintetik sudah dapat dibuat dan beberapa di
antaranya bernilai kemoterapeutik. Aktif terhadap banyak bakteri gram
positif dan gram negatif. Tidak di rusak oleh penisillinase dan beberapa
diantaranya stabil pada pH asam.
Cara kerja:
Tetrasiklin bekerja dengan cara menghalangi terikatnya RNA(RNA
transfer aminoasil) pada situs spesifik di ribosom, selama pemanjangan
rantai peptide. Akibatnya sintesis protein mengalami hambatan pula.
c. Streptomisin
Streptomisin di hasilkan oleh Streptomyces griseus. Suatu bakteri
tanah yang di isolasi oleh Waksman dan rekan - rekannya yang
melaporkan mengenai aktifitas antibiotik pada tahun 1944. Yang terutama
penting ialah penemuan mengenai aktivitasnya terhadap basilus TBC;
streptomisin kemudian menjadi antibiotik utama untuk kemoterapi
tuberkulosis. Sangat di sayangkan berkembangnya resistensi dengan
amat cepat terhadap obat ini serta toksistasnya selama penggunaan obat
ini dalam waktu lama mengurangi kegunaannya dalam pengobatan
tuberkulosis . Meskipun demikian, streptomisin masih dianggap sebagai
salah satu dari beberapa obat utama untuk terapi tuberkulosis.
Streptomisin efektif terhadap banyak bakteri gram positif dan gram
negatif. Secara kimiawi, streptomisin tergolong ke dalam kelompok
antibiotik yang di sebut aminoglikoside. Sesuai dengan namanya
persenyawaan ini mengandung gula amino, dan komponen komponen
molekulnya di hubungkan oleh ikatan glikoside. Antibiotik lain dalam
kelompok ini adalah dehidrostreptomisin, spektinomisin, neomisin,
kanamisin, gentamisin, dan tobramisin. Dehidrostreptomisin memiliki
sprektum anti bakterial yang mirip dengan streptomisin tetapi lebih
beracun.
Spektinomisin dianjurkan untuk pengobatan gonorea bagi orang-
orang yang alergi terhadap penisilin atau yang terinfeksi oleh Galur
Neisseria gonohoeae yang resisten terhadap penisilin. Kanamisin dan
gentamisin aktif terhadap berbagai macam bakteri gram positif dan gram
negatif. Gentamisin terutama aktif terhadap beberapa Galur psedumonas.

Gristia Astelli 12
Neomisin sukar di serap dari saluran pencernaan bila diberikan secara
oral (melalui mulut) pengaruh utamanya ialah terhadap flora usus.
Neomisin juga di gunakan dalam bentuk lotion dan salep untuk
pengobatan setempat terhadap infeksi kulit dan mata.
Cara kerja:
Eritromisin dapat berinteraksi dengan subunit-subunit ribosom
sehingga mencegah urutan reaksi yang normal dalam sintesis protein.
d. Tetrasiklin
Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin merupakan nama-
nama umum untuk tiga antibiotik yang memiliki sifat biologis dan kimiawi
yang serupa. Sebagai kelompok, ketiganya biasanya dinamakan
tetrasiklin. Antibiotik ini dihasilkan oleh bakteri dari genus Streptomyces.
Dianggap sebagai antibiotik berspektrum luas, dan spektrum
antimikrobialnya serupa: organisme yang resisten terhadap salah satu
diantaranya akan resisten pula terhadap kedua yang lain. Antibiotik ini
digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh banyak bakteri
gram negatif dan beberapa gram positif. Ada beberapa perbedaan
diantara persenyawaan-persenyawaan ini dalam hal stabilitas, toksisitas,
dan afinitas terhadap protein.
Cara kerja:
Tetrasiklin bekerja dengan cara menghalangi terikatnya RNA(RNA
transfer aminoasil) pada situs spesifik di ribosom, selama pemanjangan
rantai peptide. Akibatnya sintesis protein mengalami hambatan pula.

Gambar 2.2 Struktur Tetrasiklin


Sumber: Pratiwi, 2008: 158

Gristia Astelli 13
e. Eritromisin
Eritromisin ditemukan oleh Selman Waksman pada tahun 1952
didalam produk metabolik suatu galur Streptomyces erythreus, yang
diisolasi dari tanah yang dikumpulkan di philipina. Eritromisin tergolong ke
dalam kelompok kimiawi yang disebut antibiotik makrolide; anggota
lainnya ialah oleandomisin dan spiramisin. Secara kimiawi, makrolude
dicirikan oleh suatu struktur molekular yang mengandung cincin lakton,
yang terikat pada gula amino malaui ikatan glikoside. Eritromisin aktif
terhadap sebagian besar bakteri gram positif, beberapa bakteri gram
negatif (Neisseria spp. dan Bordetella pertussis), dan spiroket patogenik.
Dalam hal spektrum antibakterial dan kegunaan klinisnya, eritromisin
menyerupai penisilin, namun antibiotik ini juga aktif terhadap organisme
yang menjadi resisten terhadap penisilin dan streptomisin. Antibiotik ini
seringkali diberikan kepada pasien yang alergi terhadap penisilin.
Cara kerja:
Eritromisin dapat berinteraksi dengan subunit-subunit ribosom
sehingga mencegah urutan reaksi yang normal dalam sintesis protein.

Gambar 2.3. Struktur eritromisin


Sumber: Pratiwi, 2008: 159

f. Kloramfenikol (kloromisetin)
Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif
terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Meskipun relatif
tidak beracun bagi mamalia bila di gunakan secara terapeutik antibiotik ini

Gristia Astelli 14
dapat menyebabkan beberapa pasien. Karena itu baru dianjurkan
pemakaiannya pada kasus-kasus yang tidak dapat di obati secara efektif
dengan antibiotik lain.
Cara kerja:
Kloramfenikol bergabung dengan subunit-subunit ribosom
sehingga mengganggu sintesis protein.

Gambar 2.4. Struktur kloramfenikol


Sumber: Pratiwi, 2008: 159

g. Polimiksin dan basitrasin


Spesies dalam genus Bacillus menghasilkan suatu kelompok
antibiotik yang memiliki banyak sifat biologis dan kimiawi yang sama.
Polimiksin di hasilkan oleh Bacillus polymyxa, sedangkan basitrasin oleh
B. Subtilis. Antibiotik- antibiotik ini secara kimiawi di golongan ke dalam
polipeptide. Polimiksin aktif terhadap banyak bakteri gram negatif
termasuk pseudomonas aeruginosa, yang seringkali menyebabkan infeksi
pada saluran kemih atau pada orang-orang yang menderita luka bakar
yang parah.
Basitrasin aktif terhadap bakteri gram positif tetapi tidak terhadap
gram negatif, antibiotik ini sangat beracun sehingga penggunaannya di
batasi sebagai obat luar saja. Polimiksin juga beracun bila di gunakan
secara internal tetapi telah di formulasi beberapa siapkan yang sesuai
untuk penggunaan parenteral, yaitu melalui suntikan subkutan (dibawah
kulit) intravenus(di dalam pembuluh darah) atau intramuskular (di dalam
otot).
Cara kerja:
Basitrasin menghambat sintesis struktur dinding sel bakteri dan
dapat mempengaruhi integritas mambran sitoplasma sedangkan
polimiksin merusak struktur dinding sel antibiotik itu bergabung dengan
membran sel, menyebabkan di sorientasi komponen-komponen

Gristia Astelli 15
lipoprotein serta mencegah berfungsinya membran sebagai perintang
osmotik.
h. Antibiotik antifungal (nistatin, griseofulvin, amfoterisin B)
Nistatin merupakan zat anti fungal yang berguna dalam terapi
infeksi fungal nonsistemik. Nistatin di hasilkan oleh suatu Galur
Streptomyces noursei. Antibiotik ini di temukan oleh Elisabeth Hazen dan
Rachel brown pada tahun 1950 . Aktivitas antimikrobial nistatin terbatas
hanya pada khamir dan cendawan lain. Antibiotik ini terutama efektif
untuk mengobati infeksi khususnya pada kulit, kuku, dan vagina yang di
sebabkan oleh khamir Candida albicans. Sariawan, suatu penyakit yang
menyerang selaput lendir mulut, terutama pada anak-anak juga di
sebabkan oleh organisme tersebut.
Cara kerja:
Nistatin merusak sel-sel khamir juga sel cendawan lain dengan
cara bergabung dengan steril yang terdapat dalam membran sel. Hal ini
mengakibatkan kacaunya organisasi di dalam struktur molekuler
membran, diikuti dengan gangguan pada fungsinya. Sterol bukan
merupakan komponen membran bakteri sehingga nistatin tidak efektif
bagi bakteri.
Griseofulvin di peroleh dari penicillium griseofulvin. Antibiotik ini di
gunakan untuk mengobati banyak infeksi superfisial pada permukaan kulit
dan tubuh yang di sebabkan oleh cendawan seperti kurap. Disamping itu
juga efektif dalam pengobatan beberapa mikosis sistemik, tetapi tidak
aktif terhadap khamir candida albicans atau bakteri.
Amfoterisin B ialah salah satu dari hanya beberapa zat
kemoterapeutik yang tersedia untuk mengobati infeksi sistemik oleh
cendawan. Cara kerjanya seperti nistatin (Pelczar & Chan, 2014: 515-
524).

Gristia Astelli 16
Beberapa antibiotik lain akan dirangkumkan didalam Tabel 2.1:

Tabel 2.2 Produk Metabolik Bakteri dan Cendawan Yang Berguna Sebagai
Antibiotik
ANTIBIOTIK DIHASILKAN AKTIF TERHADAP MEKANISME
OLEH KERJA
Penisilin
Penisilin G Penicillum Bakteri gram positif Menghambat
chrysogenum sintesis dinding
Ampisilin P. chrysogenum Bakteri gram negatif sel
yang menyebabkan
infeksi pada saluran
pernapasan,
pencernaan, dan kemih.
Metisilin Penicillum sp. Bakteri penghasil
penisilinase
Sefalosporin Cephalosporium Bakteri gram negatif dan Menghambat
Sefalotin sp. positif sintesis dinding
Sefaloridin sel
Sefaloglisin
Aminoglikoside
Streptomisin Streptomyces Infeksi tuberklosis Menginduksi
griceus sintesis protein
Spektinomisin Streptomyces sp. Neisseria gonorrhoe abnormal
yang resisten terhadap
penisilin
Neomisin S. fradie Menghambat bakteri
usus

Kanamisin S. kanomycetius Kebanyakan bakteri


gram negatif kecuali
Pseudomonas
Gentamisin Micromonospora Aktif terhadap berbagai
purpurea macam bakteri gram
positif dan negatif
termasuk Pseudomonas
Tetrasiklin
Klortetrasiklin Streptomyces Berspektrum luas- Mengganggu
aureofaciens banyak bakteri gram sintesis protein
Tetrasiklin S.aureofacians positif dan gram negatif,
Oksitetrasiklin S.rimosus juga organisme seperti
Mycoplasma, Rickettsia,
dan Chlamydia
Eritromisin Streptomyces Bakteri gram positif Mengganggu
erythreus yang umum dijumpai sintesis protein
Kloramfenikol Streptomyces Berspektrum luas; Mengganggu
(kloromisetin) venezuelae infeksi parah oleh sintesis protein
bakteri gram negatif
Polipeptide
Kolistin Bacillus colistinus Sebagian besar bakteri Merusak
(polimiksin E) gram negatif termasuk membran sel
Pseudomonas

17
Gristia Astelli aeruginosa
Polimiksin B B. polymyxa Bakteri gram negatif,
Merusak
Lanjutan Tabel 2.2 Produk Metabolik Bakteri dan Cendawan Yang Berguna
Sebagai Antibiotik
keefektifannya lebih membran sel
rendah dari kolistin
Basitrasin B. subtilis Bakteri gram positif Menghambat
namun tidak gram pembentukan
negatif dinding sel
Linkomisin Steptomyces Bakteri gram positif Mengganggu
lincolnensis yang umum dijumpai sintesis protein
Vankomisin Streptomyces Bakteri gram positif, Mengganggu
orientalis termasuk stafilokokus sintesis protein
dan enterokoki
penghasil penisilinase
Viomisin S. griseus var. Infeksi tuberkulosis Mengganggu
purpureus sintesis protein
Rifamisin Streptomyces Infeksi tuberkulosis Mengganggu
mediterranel sintesis protein
Antibiotik
Antifungal
Nistain Streptomyces Infeksi fungal, Merusak
noursei khususnya infeksi pada membran sel
mulut, kulit, usus, dan
vagina yang disebabkan
oleh Candida
Griseofulvin Infeksi oleh cendawan Merusak
membran sel
Amfoterisin B Infeksi mikotik yang Mengganggu
dalam fungsi membran
Sumber: Pelczar & Chan, 2014: 525-526

2. Macam-macam zat kemoterapeutik


Zat Kemoterapeutik Sintesis
Berlawanan dengan antibiotik, yang seluruhnya atau sebagian
disintesis oleh sel hidup, ada zat-zat kimia lain yang seluruhnya disintesis
didalam laboratorium kimia, yang berguna untuk mengobati penyakit-
penyakit tertentu. Kelompok pertama zat kemoterapeutik sintesis itu ialah
sulfonamide, dan yang kedua ialah nitrofuran. Beberapa persenyawaan
spesifik yang lain meliputi hidrazide asam isonikotinat (isoniazid) dan
asam nalidiksat.
a. Sulfonamide
Seperti telah disebutkan sebelumnya, ditemukannya bahwa
sulfonamide ternyata efektif dalam kemoterapi telah merangsang

18

Surpa Latania Putri


dilakukannya sintesis banyak persenyawaan yang menyerupai
sulfonamide.
Penelitian untuk mendapatkan jenis-jenis baru sulfonamide telah
menyebabkan pembuatan obat-obatan dengan aktivitas yang terjadi
dengan persenyawaan-persenyawaan yang terdahulu menjadi berkurang.
Beberapa sulfonamide terutama berguna terhadap tipe-tipe infeksi
tertentu. Sulfadiazin dan Sulfamerazin digunakan secara luas karena
efektif untuk mengibati berbagai macam infeksi yang disebabkan bakteri
dan juga karena toksisitasnya lebih rendah dari pada anggota
sulfonamide lainnya.
Sulfonamide terutama berguna untuk mengibati infeksi pada
saluran pernapasan yang disebabkan streptokokus dan stafilokokus serta
infeksi pada saluran kemih yang disebabkan organisme gram negatif. Di
samping itu juga berguna untuk mengobati demam rematik, infeksi luka,
dan endokarditis (peradangan pada endokardium, yaitu membran yang
melapisi rongga jantung serta katup-katupnya).
b. Nitrofuran
Prototipe turunan (derivatif) nitrofuran ialah furfural, yang dapat
dibuat dari tongkol dan tangkai jagung, sekam gandum, bubur bit, kulit
kacang, dan hasil sampingan sayur-mayur lain. Penambahan gugusan
nitro pada kedudukan nomor 5 pada cincin furan, akan mengakibatkan
furtural memiliki efek antibiotik terial yang tinggi.
Sebagai kelompok, nitrofuran pada umumnya eektif terhadap
kisaran luas bakteri gram positif dan gram negatif, beberapa protozoa
patogenik, dan beberapa cendawan yang menyebabkan infeksi superfisial
pada manusia dan hewan.
c. Hidrazide asam isonikotinat (isoniazid)
Meskipun terbatas, isoniazid mempuyai penerapan penting dalam
pengobatan penyakit. Berfungsi dengan melakukan penghambatan
kompetitif serta berpengaruh terhadap satu kelompok mikroorganisme,
yaitu mikrobakteri. Antibiotik ini telah terbukti sangat bermanfaat untuk
mengendalikan tuberkulosis pada manusia dan penggunaannya paling
efektif bila diberikan secara bergantian dengan streptomisin. Karena
memiliki struktur yang analog dengan piridoksin (vitamin B6), maka

19

Surpa Latania Putri


isoniazid dapat menghalangi terjadinya reaksi yang dikalisis oleh
piridoksin pada beberapa mikroorganisme. Inilah yang menyebabkan
aktivitas antimikrobialnya.
d. Asam nalidiksat.
Asam nalidiksat merupakan zat kemoterapeutik yang bermanfaat
untuk pengobatan infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri gram
negatif. Aktivitas antimikrobialnya, setidak-tidaknya sebagian, bertalian
dengan penghambatan sintesis DNA (Pelczar & Chan, 2014: 524-530).

Tabel 2.3 Zat Kemoterapeutik Sintesis


ZAT KEMOTERAPEUTIK MEKANISME KERJA SPEKTRUM AKTIVITAS
Sulfonamide Mengganggu metabolisme Digunakan untuk infeksi
Sulfanilamide asam folat; analog APAB saluran kemih, terapi
Sulfapiridin nokardiosi, dan infeksi
Sulfatiozol saluran pernapasan bagian
dan lain-lain atas
Asam nalidiksat Menghambat sintesis DNA Terutama digunakan untuk
infeksi saluran kemih
Hidrazide asam Menghambat reaksi yang Pengobatan tuberkulosis
isonikotinat dikatilisis oleh piridoksin
(anti metabolit)
Nitrofuran Sebagian besar
mikroorganisme yang
umum dijumpai pada
saluran kemih
Sumber: Pelczar & Chan, 2014: 531

D. Mekanisme Kerja Antibiotik dan Zat Kemoterapeutik


Mekanisme kerja antibiotik
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran
kerja, mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun
berdasarkan struktur biokimianya. berdasarkan spektrum atau kisaran
kerjanya. antibiotik dapat dibedakan menjadi antibiotik berspektrum sempit
(narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum luas (broad spectrum).
antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat segolongan jenis
bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri
gram negatif saja atau gram positif saja. sedangkan antibiotik berspektrum
luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif
maupun gram negatif.

20
Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima,
yaitu antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel,
perusakan membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan
sintesis asam nukleat, penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi,
Surpa Latania Putri
2008: 154).

Surpa Latania Putri

Gambar 2.5 Mekanisme kerja antibiotik pada bakteri


Sumber: Sudigdoadi, 2015: 3

1. Penghambatan pada sintesis dinding sel.


Bakteri mempunyai dinding sel yang merupakan lapisan luar dan
kaku untuk mempertahankan bentuk sel dan mengatur tekanan osmotik di
dalam sel. Dinding sel bakteri Gram positif mempunyai struktur dinding
sel yang berbeda dengan bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram
positif mengandung peptidoglikan dan teikhoat atau asam teikuronat

21

Surpa Latania Putri


dengan atau tanpa envelop yang terdiri dari protein dan polisakarida,
sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mengandung peptidoglikan,
lipopolisakarida, lipoprotein, fosfolipid dan protein.
Dinding sel mengandung polimer mukopeptida kompleks (murein
dan peptidoglikan) yang berbeda secara kimiawi yaitu terdiri dari
polisakarida dan polipeptida. Polisakarida mengandung gula asam amino
N-asetilglukosamin dan asam asetil muramat. Asam asetil muramat ini
hanya dimiliki oleh sel bakteri. Pada gula asam amino menempel rantai
peptida pendek dan ikatan silang dari rantai peptida ini mempertahankan
kekakuan dinding sel.
Tempat kerja antibiotik pada dinding sel bakteri adalah lapisan
peptidoglikan. Lapisan ini sangat penting dalam mempertahankan
kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik, sehingga kerusakan
atau hilangnya lapisan ini akan menyebabkan hilangnya kekauan dinding
sel dan akan mengakibatkan kematian (Neu dan Gootz, 2001 dalam
Sudogdiadi, 2015: 3).

Gambar 2.6 Dinding sel bakteri Gram positf dan Gram negatif dan masuknya antibiotik
melalui porin pada dinding bakteri Gram negatif

22
Sumber : Sudigdoadi, 2015 :4

Semua antibiotik golongan β-laktam bersifat inhibitor selektif


terhadap sintesis dinding sel bakteri dengan demikian aktif pada bakteri
Surpa Latania Putri
yang dalam fase pertumbuhan. Tahap awal pada kerja antibiotik ini
dimulai dari pengikatan obat pada reseptor sel bakteri yaitu pada protein
pengikat penisilin (PBPs=Penicillin-binding proteins).
Setelah obat melekat pada satu atau lebih reseptor maka reaksi
transpeptidasi akan dihambat dan selanjutnya sintesis peptidoglikan akan
dihambat. Tahap berikutnya adalah inaktivasi serta hilangnya inhibitor
enzim-enzim autolitik pada dinding sel. Akibatnya adalah aktivasi enzim-
enzim litik yang akan menyebabkan lisis bakteri.
Antibiotik lain seperti basitrasin, teikoplanin, vankomisin, ristosetin
dan novobiosin menghambat tahap awal pada sintesis peptidoglikan.
Karena tahap awal dari sintesis berlangsung pada membran sitoplasma
maka agar menjadi efektif antibiotik ini harus mengadakan penetrasi
melalui membran. Resistensi terhadap penisilin disebabkan pembentukan
enzim yang merusak penisilin yaitu enzim β-laktamase. Enzim ini akan
menyebabkan terbukanya cincin β–laktam pada penisilin dan sefalosporin
sehingga merusak aktivitas antimikroba.
2. Penghambatan pada fungsi membran plasma.
Contoh antimikroba yang bekerja melalui mekanisme ini adalah
amfoterisin B, kolistin, imidazol, polien dan polimiksin.
Sitoplasma pada sel-sel hidup berikatan dengan membran
sitoplasma yang berperan di dalam barier permeabilitas selektif, berfungsi
di dalam transport aktif dan mengontrol komposisi internal dari sel. Bila
fungsi integritas membran sel ini terganggu maka ion dan makromolekul
akan keluar dari sel dan akan menghasilkan kerusakan dan kematian sel.
Membran sitoplasma bakteri dan jamur mempunyai struktur yang berbeda
dengan sel-sel hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh beberapa
bahan kimia atau obat. Sebagai contoh adalah polimiksin B yang bekerja
pada bakteri gram negatif yang mengandung lipid bermuatan positif pada
permukaannya. Polimiksin mempunyai aktivitas antagonis Mg2+ dan Ca2+
yang secara kompetisi menggantikan Mg2+ atau Ca2+ dari gugus fosfat
yang bermuatan negatif pada lipid membran. Polimiksin ini menyebabkan

23

Surpa Latania Putri


disorganisasi permeabilitas membran sehingga asam nukleat dan kation-
kation akan pecah dan sel akan mengalami kematian. Biasanya
polimiksin tidak digunakan untuk pemakaian sistemik karena dapat
berikatan dengan berbagai ligand pada jaringan tubuh dan juga bersifat
toksik terhadap ginjal dan sistem saraf.
Gramisidin juga merupakan antibiotik yang aktif pada membran
sel yang bekerja melalui pembentukan pori pada membran sel dan
biasanya hanya digunakan secara topikal. Polien bekerja pada membran
sel jamur dengan mengadakan ikatan pada sterol yang ada pada
membran sel jamur yang tidak ada pada sel bakteri, sebaliknya polimiksin
inaktif terhadap jamur (Brooks dkk., 1998).
3. Penghambatan melalui sintesis asam nukleat.
Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengikatan
pada DNA dependent RNA polymerase. Rantai polipeptida dari enzim
polimerase melekat pada faktor yang menunjukkan spesifisitas di dalam
pengenalan letak promoter dalam proses transkripsi DNA. Rifampin
berikatan secara nonkovalen dan kuat pada subunit RNA polimerase dan
mempengaruhi proses inisiasi secara spesifik sehingga mengakibatkan
hambatan pada sintesis RNA bakteri. Resistensi terhadap rifampin terjadi
karena perubahan pada RNA polimerase akibat mutasi kromosomal.
Semua kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA bakteri
melalui penghambatan DNA girase.
4. Penghambatan pada sintesis protein.
Mekanisme kerja antibiotik golongan ini belum diketahui secara
jelas. Bakteri memiliki ribosom 70S sedangkan mamalia memiliki ribosom
80S. Subunit dari masing-masing tipe ribosom, komposisi kimiawi dan
spesifisitas fungsionalnya jelas berbeda sehingga dapat dijelaskan
mengapa obat-obat antimikroba dapat menghambat sintesis protein pada
ribosom bakteri tanpa menimbulkan efek pada ribosom mamalia Pada
sintesis protein mikroba secara normal, pesan pana mRNA secara
simultan dibaca oleh beberapa ribosom yang ada di sepanjang untai RNA
yang disebut sebagai polisom.

24
Antibiotik yang bekerja melalui mekanisme ini adalah :
a. Aminoglikosida
Surpa Latania Putri
Mekanisme kerja dari streptomisin telah dipelajari jauh
sebelum ditemukannya aminoglikosida yang lain seperti
kanamisin, neomisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, dan
sebagainya, namun diduga bahwa semua antibiotik ini mempunyai
mekanisme kerja yang sama. Tahap awal adalah perlekatan
aminoglikosida pada reseptor protein spesifik yaitu subunit 30S
pada ribosom bakteri dan selanjutnya aminoglikosida akan
menghambat aktivitas kompleks inisiasi dari pembentukan peptida
(mRNA + “formyl methionine” + tRNA). Kemudian pesan mRNA
akan dibaca salah oleh “regio pengenal” pada ribosom, sehingga
terjadi insersi asam amino yang salah pada peptida yang
menghasilkan protein nonfungsional. Sebagai akibat terakhir
perlekatan aminoglikosida akan menghasilkan pecahnya polisom
menjadi monosom yang tidak mampu mensintesis protein.
Resistensi kromosomal mikroba terhadap aminoglikosida
tergantung pada tidak adanya reseptor protein spesifik pada
subunit 30S dari ribosom. Resistensi melalui plasmid tergantung
dari pembentukan enzim-enzim adenilat, fosforilat dan asetilat
yang dapat merusak obat. Resistensi lain terjadi karena defek
permeabilitas yaitu perubahan membran luar yang dapat
menurunkan transport aktif aminoglikosida ke dalam sel sehingga
obat tidak dapat mencapai ribosom. Mekanisme ini juga melalui
plasmid.
b. Tetrasiklin
Tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S dari ribosom
mikroba. Selanjutnya akan menghambat sintesis melalui
penghambatan pada perlekatan aminoasil-tRNA. Akibatnya akan
terjadi penghambatan di dalam pengenalan asam amino yang
baru terbentuk pada rantai peptida. Resistensi terhadap tetrasiklin
terjadi karena perubahan permeabilitas envelop sel mikroba. Pada
sel yang peka, obat akan berada pada lingkungan dan tidak akan

25
Surpa Latania Putri
meninggalkan sel, sedangkan pada sels-sel yang resisten obat
tidak dapat di transportasikan secara aktif ke dalam sel atau akan
hilang dengan cepat sehingga konsentrasi hambat minimal tidak
dapat dipertahankan. Mekanisme dikontrol oleh plasmid.
c. Kloramfenikol
Antibiotik ini berikatan dengan subunit 50S dari ribosom dan
akan mempengaruhi pengikatan asam amino yang baru pada rantai
peptida karena kloramfenikol menghambat peptidil transferase.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan pertumbuhan
mikroorganisme akan berlangsung lagi apabila antibiotik ini menurun.
Resistensi bakteri terhadap kloramfenikol disebabkan bakteri
menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase yang dapat
merusak aktivitas obat. Pembentukan enzim ini berada di bawah
kontrol plasmid.
d. Makrolid : eritromisin, azitromisin, klaritromisin.
Obat-obat ini berikatan dengan subunit 50S ribosom dengan
tempat ikatan pada 23S tRNA. Selanjutnya akan berpengaruh dalam
pembentukan inisiasi kompleks pada sintesis rantai peptida atau
berpengaruh pada reaksi translokasi aminoasil. Beberapa bakteri
resisten terhadap makrolid tidak memiliki reseptor yang tepat pada
ribosom melalui metilasi tRNA. Mekanisme ini dapat melalui kontrol
plasmid atau kromosom.
e. Linkomisin, klindamisin :
Antibiotik golongan ini bekerja dengan berikatan pada subunit
50S ribosom mikroba dengan tempat ikatan, aktivitas antibakteri dan
cara kerja seperti makrolid. Mutasi pada kromosom menimbulkan
resistensi karena tidak terjadi ikatan pada subunit 50S ribosom.
5. Penghambatan pada metabolisme folat.
Trimetoprim dan sulfonamid mempengaruhi metabolisme folat
melalui penghambatan kompetitif biosintesis tetrahidrofolat yang bekerja
sebagai pembawa 1 fragmen karbon yang diperlukan untuk sintesis DNA,
RNA dan protein dinding sel (Sudogdiadi, 2015: 3-9).

26
Khotimah Lasmita Sari

Gambar 2.7 Skema Metabolisme asam folat


Sumber: Pratiwi, 2008: 161

E. Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik


1. Riwayat Resistensi
Berkembangnya resistensi terhadap obat-obatan hanyalah salah satu
contoh proses alamiah yang tak pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh
organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan
yang baru. Resistensi terhadap obat pada suatu miktoorganisme dapat
disebabkan oleh suatu faktor yang memang sudah ada pada mikroorganisme
itu sebelumnya atau mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian. Sebagai
contoh, resistensi terhadap penisilin pada suatu organisme dapat disebabkan
oleh produksi penisilinase, suatu enzim yang menginaktifkan penisilin.
Dalam kultur bakteri yang peka terhadap penisilin, mungkin satu
organisme diantara seratus juta adalah mutan yang resisten terhadap
penisilin. Biasanya nisbah (rasio) antarapa organisme yang sensitif terhadap

27
Khotimah Lasmita Sari
yang resisten itu terjaga, sehingga tidak menimbulkan masealah. Bila ada
penisilin, maka galur yang senaitif praktis tidak bereproduksi. Tetapi, mutan
yang resisten itu akan bereproduksi, dan pada akhirnya akan mendominasi
populasi. Hal ini mempunyai implikasi klinis yang penting serta merupakan
salah satu alasan praktis yang tidak rentan terhadap penisilinase.
Banyak organisme yang tidak membentuk penisilinase juga resisten
terhadap penisilin. Hal ini berarti organisme memiliki lintasan metabolik
pilihan atau reaksi-reaksi enzim yang tidak rentan terhadap penghambatan
oleh penisilin (Pelczar & Chan, 2014: 531-532).
Sejalan dengan perkembangan dan penggunaan antibiotika, banyak
bukti, dan laporan yang menyatakan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi
resisten terhadap antibiotika. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer
materi genetik (plasmid atau transposon) di antara genus bakteri yang
berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri Escherichia
coli, Klebsiella, dan Salmonella (Lusiastuti, 2008: 162).
Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua mikroorganisme.
Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil gabungan dari beberapa
faktor, dan yang paling penting adalah mekanisme kerja obet primer.
Demikian pula fenomena terjadinya resistensi obat tidak bersifat universal
baik dalam hal obat maupun mikroorganismenya.
Menurut Utami, 2011: 193, timbulnya resistensi terhadap suatu
antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih mekanisme berikut:
a. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur
antibiotika. Misalnya Stafilokoki, resisten terhadap penisilin G
menghasilkan beta-laktamase, yang merusak obat tersebut. Beta-
laktamase lain dihasilkan oleh bakteri batang Gram-negatif.
b. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya
tetrasiklin, tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada
bakteri yang resisten.
c. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.
Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan
dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s
ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang
rentan.

Khotimah Lasmita Sari 28


d. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung
dihambat oleh obat. Misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap
sulfonamid tidak membutuhkan PABA ekstraseluler, tetapi seperti sel
mamalia dapat menggunakan asam folat yang telah dibentuk.
e. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat
melakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh
obat dari pada enzim pada kuman yang rentan. Misalnya beberapa
bakteri yang rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat sintetase,
mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid dari
pada PABA (Jawetz, 1997).
1) Pemindahsebaran (Penularan) Resistensi terhadap Obat
Ketika zat-zat kemoterapeutik seperti sulfonamide dan antibiotik
pertama kali digunakan, terbentuknya resistensi pada bakteri amat
jarang terjadi. Resistensi baru merupakan masalah setelah
pemakaian antibiotik secara luas menuntun kearah pelenyapan
organisme-organisme rentan dari populasi, sementara jumlah jumlah
organisme yang resisten dapat bertambah dengan bebasnya.
Dulu dikira bahwa munculnya mula-mula organisme resisten
merupakan akibat terjadi perubahan dalam satu gen bakteri yang
menjadikan bakteri tersebut resisten. Bukti bahwa hal ini terjadi
selama terapi dengan sulfonamide tidak dipertanyakan. Penjelasan
lain yang lebih mutakhir mengenai terbentuknya resistensi, setidak-
tidaknya pada beberapa bakteri gram negatif, ialah bahwa organisme
resisten mempunyai gen yang berfungsi melindungi bakteri tersebut
dari pengaruh bakterisidal satu obat atau antibiotik. Misalnya, gen
semacam itulah yang menghasilkan penisilinase pada stafilokokus
yang resisten terhadap penisilin.
Resistensi antibiotik terjadi ketika mikroorganisme mengalami
perubahan menyebabkan obat yang diberikan yang dengan tujuan
untuk menyembuhkan infeksi oleh mikroorganisme menjadi tidak
efektif lagi (Negara, 2014 :44).
Beberapa individu dalam suatu spesies bakteri membawa gen
resisten sewaktu terjadi infeksi, kemudian memperbanyak diri,
sedangkan galur-galur yang sensitif terhambat atau mati. Gen

Khotimah Lasmita Sari 29


resisten ini dapat pula dipindahsebarkan melalui konjugasi.
Transformasi atau transduksi dari bakteri lain selama berlangsungnya
pengobatan dengan antibiotik.
Perpindahan gen diantara sel, dapat dilakukan dengan cara
transformasi, transduksi atau konjugasi. Transfer resintensi antibiotik
paling sering berlangsung dengan cara konjugasi. Fenomena ini
pertama kali dilaporkan secara terpisah oleh dua orang ilmuan
Jepang pada tahun 1958. Mereka mengisolasi dua macam organisme
baik yang sensitif maupun yang resisten terhadap antibiotik
berserotipe sama dari seorang pasien yang menderita infeksi enterik
yang diobati dengan sulfonamide, tetrasiklin, streptomisin, atau
kloramfenikol.
Selanjutnya, mereka mendemonstrasikan bahwa resistensi
terhadap antibiotik disebabkan oleh gen-gen resisten Escherichia coli
dalam reservois saluran pencernaan yang ditransfer ke dalam bakteri
Shigella dysenteriae, penyebab infeksi itu. Sejak itu transfer resistensi
antibiotik melalui konjugasi bakteri telah diamati pula terjadi pada
organisme-organisme lain di negara-negara lain.
Sekarang kita telah mengetahui bahwa resistensi itu atau
faktor R ada pada plasmis, merupakan unit-unit DNA berukuran kecil,
ekstrakromosomal, dapat memperbanyak diri, dan ekstranuklir atau
diluar nukleus. Pemindahsebaran faktor resistensi dalam infeksi
enterik terutama penting tempat-tempat yang sering dijangkiti infeksi
semacam itu. Organisme yang merupakan resipien yang baik bagi
faktor R dari donor E. coli meliputi spesies-spesies bakteri
Enterobacter, Klebsiella, Salmonella, dan Shigella. Sedangkan
resipien yang lemah ialah spesies-spesies dari Pasteurella, Proteus
dan Serratia.
Dua faktor penting ikut berperan dalam penyebaran resistensi
yaitu kemampuan organisme untuk mentransfer, memperoleh dan
merekayasa gena resisten, serta penekanan selektif bakteri akibat
penggunaan antibiotika spektrum luas (broad spectrum) secara
berlebihan. Interaksi antara dua komponen utama inilah (yang lebih
dikenal sebagai drug resistance equation) yang hingga saat ini

Khotimah Lasmita Sari 30


menjadi bagian dari masalah resistensi bakteri yang tak pernah
terpecahkan secara tuntas (Dwiprahasto, 2005: 177).
Resistensi antibiotik merupakan masalah gawat bagi orang-
orang yang bekerja diklinik, dan kini telah banyak dilakukan usaha
untuk memahami mekanisme yang terlibat dan untuk mencegah
terjadinya hal tersebut.
Terbentuknya resistensi dapat dikurangi dengan cara:
a) Mencegah terjadi antibiotik tanpa pembedaan pada kasus-kasus
yang tidak membutuhkannya.
b) Menghentikan penggunaan antibiotik pada infeksi biasa atau
sebagai obat luar.
c) Menggunakan antibiotik yang tepat dengan dosis yang tepat pula
agar infeksi cepat sembuh.
d) Menggunakan kombinasi antibiotik yang telah terbukti
keefektifannya .
e) Menggunakan antibiotik yang lain bila ada tanda-tanda bahwa
suatu organisme akan menjadi resistensi terhadap antibiotik
yang digunakan semula.
2) Menetapkan Keefektifan zat kemoterapeutik
Tiap spesies atau galur mikroorganisme memiliki tingkatan
kerentanan yang berbeda-beda terhadap berbagai antibiotik.
Tambahan pula, kerentanan suatu organisme terhadap suatu
antibiotik tertentu dapat berubah, terutama selama pengobatan.
Karena itu sangat lah penting artinya bagi paar ahli yang bekerja
diklinik untuk mengetahui identitas mikroba dan antibiotik khusus
yang dapat diharapkan untuk memberikan hasil pengobatan yang
paling memuaskan. Karena itu, suatu laboratorium mikrobiologi klinis
harus membuat diagnosis yang tepat serta menentukan kerentanan
organisme terhadap berbagai antibiotik. Dari waktu kewaktu selama
masa terapi, mungkin perlu pula diperkirakan terjadinya perubahan
kerentanan patogen terhadap obat yang dipakai, dan bahkan
mungkin pula perlu dilakukan uji kadar antibiotik di dalam zat alir
tubuh.

Khotimah Lasmita Sari


31
3) Uji Kerentanan
Kerentanan suatu mikroorganisme terhadap antibiotik dan zat
kemoterapeutik lain dapat ditentukan dengan teknik pengenceran
tabung (tube dilition) atau teknik cawan "piringan kertas" (paper disk
plate). Teknik pengenceran tabung menetapkan jumlah terkecil zat
kemoterapeutik yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan
organisme on vitro. Jumlah tersebut sebagai KHM (konsentrasi
hambatan minimum atau minimal inhibitory concentration).
Metode cawan piringan kertas merupakan teknik yang paling
umum dipakai untuk menetapkan kerentanan mukroorganisme
terhadap zat kemoterapeutik. Piringan-piringan kertas kecil yang
diresapi ibat yang berbeda-beda dalam jumlah tertentu diletakkan
pada permukaan cawan yang telah diinokulasi. Setelah inkubasi,
dilakukan pengamatan terhadap adanya zona penghambat (daerah
jernih) disekeliling piringan.
Baru-baru ini FDA (Food and Drug Administration), yaitu
badan yang mengawasi makanan dan obat-obatan di Amerika
Serikat) menganjurkan penggunaan metode "piringan tinggal" (single
disk) untuk mengujian kerentanan. Teknik ini mempunyai
standardiasasi yang tinggi jumlah zat antimiktobial yang terkandung
dalam piringan kertas harus diketahui, begitu pula medium ujinya,
jumlah inokulum, keadaan inkubasi, dan perincian lainnya. Apabila uji
kerentanan dilakukan sesuai prosedur FDA, maka ukuran zone
penghambatan dapat dikolerasikan dengan KH obat yang dipakai
untuk mikroorgamisme yang diteliti.
4) Uji kadar antibiotik secara mikrobiologi
Keampuhan (kekuatan) kandungan antibiotik dalam sampel
(jumlah antibiotik murni) dapat ditentukan secara kimiawi, fisik dan
biologis. Uji biologis adalah yang termudah untuk melakukan
penetapan semacam itu.
5) Uji Kadar Secara Biologis
Keampuhan biologis dinyatakan dalam mikrogram (atau
satuan lain) bagaimana ditetapkan dengan cara membandingkan
jumlah sel yang mati, atau kekeadaan bakteriostastis organisme uji

Khotima Lasmita Sari 32


yang disebabkan oleh substansi uji, dengan yang disebabkan oleh
siapan baku, kesemuanya dalam lingkungan yang dikendalikan
dengan ketat.
Meskipun satuan pengukuran bagi beberapa antibiotik itu
sembarang, bagi antibiotik-antibiotik lain hal tersebut ditetapkan
menurut perjanjian internasiobal atau peraturan FDA. Misalnya unit
internasional (international unit atau UI) penisilin merupakan jumlah
aktivitas yang dihasilkan pada keadaan tertentu oleh 0,5988 μg
Standar nasional, yaitu suatu sampel banzil-penisilin murni (1 mg =
1,6y7 unit) (Pelczar & Chan, 2014: 532-537).

2. RESISTENSI MIKROORGANISME
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan
bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal
yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple
drugs resistance didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua atau lebih
obat maupun klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah
resistensi suatu obat yang diikuti dengan obat lain yang belum pernah
dipaparkan (Utami, 2011: 192 dalam Tripathi, 2003).
Pemberian antibiotik yang tidak teratur akan mengakibatkan
bakteri resisten terhadap antibiotik (Fitrah, et.al, 2013: 124). Resistensi
terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan
turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya
yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang
mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak
bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat
minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri (Utami, 2011:
193 dalam Bari, 2008).
Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik mula-mula
ditemukan pada tahun 1980an dengan ditemukan nya kasus multipel
resisten pada strain bakteri Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium
tuberculosis, Staphylococcus aureus, dan Enterococcus faecalis.
Semakin tinggi penggunaan antibiotik, semakin tinggi pula tekanan
selektif proses evolusi dan proliferasi strain mikroorgaanisme yang

Khotima Lasmita Sari 33


bersifat resisten. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap
antibiotik yang sulit dieliminasi selama proses infeksi, dan infeksi oleh
beberapa strain bakteri dapat berakibat lethal (kematian).
Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi
bawaan (primer), resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomal.
Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat
alami mikroorganisme hal ini misal nya dapat disebabkan oleh ada nya
enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme secara alami
mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Contoh nya adalah
staphilococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penisilinase
yang dapat menguraikan penisilin dan sefalosporin. Mekanisme resistensi
bawaan ini juga dapat berupa terdapat nya struktur khusus pada bakteri
yang melindungi nya dari paparan antimikroba, contoh nya bakteri TB dan
lepra memiliki kapsul pada dinding sel,sehigga resisten terhadap obat-
obat antimikroba.
Mekanisme resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak
dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan
frekuensi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada
mikroorganisme. Terbentuknya muatan yang resisten terhadap obat
antimikroba dapat terjadi secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat
pula terjadi dalam kurun waktu yang lama (resistensi multi tingkat).
Contoh resistensi satu tingkat adalah pada INH, streptomisin, rifampisin,
dan contoh esistensi multi tingkat adalah resistensi pada penisilin,
eritromisin, dan tetrasiklin. Terbentuknya muatan mikroorganisme yang
pada antimikroba ini dapat menimbulkan adanya ketergantungan
(dependensi) mikroorganisme muatan terhadap agen antimikroba.
Mekanisme resistensi dapatan juga dapat berlangsung akibat
adanya mekanisme adaptasi atau penyesuaian aktifitas metabolisme
mikroorganisme untuk melawan efek obat, contohnya dengan perubahan
pola enzim.dengan demikian, mikroorganisme daapat membentuk enzim
yang menguraikan antibiotik. Misalnya pembentukan enzim penisilinase
untuk menguraikan penisilin, enzim asetilase terhadap kloramfenikol,
enzim adenilase dan enzim fosforilase terhadap treptomisin, kanamisin,
dan neomisin mekanisme resistensi dapatan yang lain adalah dengan

Larasati Kusuma Putri 34


memperkuat dinding sel mikroorganisme sehingga menjadi impormeabel
terhadap obat,dan perubahan sisi perlekatan pada dinding sel.ada pula
mikroorganisme melepaskan dinding sel nya sehingga menjadi tidak peka
lagi terhadap penisilin,contoh nya kuman berbentuk L.
Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik diluar
kromosom (episom sama dengan plasmid-diluar kromosom).beberapa
bakteri meiliki faktor R pada plasmid nya yang dapat menular pada
bakteri lain yang memiliki kaitan spesies melalui kontak sel secara
konjugasi maupun tranduksi. Contohnya Salmonella – Escherichia –
Yersinia – Klabsiela – Serratia – Proteus.

Gambar 2.8 Transport resistensi antibiotik


Sumber : Pratiwi, 2008:166

Pada tahun 1955 terjadi epidemi disentri bakterial dan ditemukan


bakteri Shigella dysentriae yang resisten terhadap kloram fenikol,
streptomisin, sulfanilamid, dan tetrasiklin. Gen yang bertanggun jawab
atas resistensi terhadap antibiotik tersebut adalah plasid faktor-R (faktor
resistensi) dengan daerah resistance transfer factor (RTF) yang

Larasati Kusuma Putri 35


disambung dengan gen r yang mengkode enzim-enzim yang dapat
menginaktivasi obat-obat yang spesifik. Plasmid faktor-R yang kecil tanpa
dearah RTF biasa nya hanya berperan dalam resistensi satu macam
antibiotik.
Ketergantungan (defendence) merupakan kejadian dimana
pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada adanya antibiotik
tertentu.contohnya penisilin, streptomisin, INH, dan klorampenikol dapat
digunakan mikroorganisme sebagai zat tumbuh.sifat ini dapat terjadi pada
mikroorganisme muatan yang resisten.
Dikenal juga adanya resistensi silang (cross resistance) pada
mikroorganisme,dimana mikroorganisme yang resisten terhadap suatu
antibiotik juga diketahui memiliki resistensi terhadap semua derivat
antibiotik tersebut. Contohnya, penisilin, ampesilin, tetrasiklin, sulfonamid,
rifamisin, dan rifampisin, amoksisilin ,dan sebagainya.

Gambar 2.9 Mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik


Sumber : Pratiwi, 2008:167

a. Resistensi Terhadap Penisilin dan Sefalosporin


Penisilin dan sefalosporin menghambat protein pengikat
penisilin (penicillin-binding protein, PBP) yang merupakan enzim
dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal terlibat
dalam penambahan asam amino yang berikatan silang dengan
peptidoglikan dinding sel bakteri. Resistensi bakteri terhadap

Larasati Kusuma Putri 36


penisilin dapat timbul akibat adanya mutasi yang menyebabkan
dihasilkannya produksi protein pengikat penisilin yang berbeda atau
akibat bakteri memerlukan gen-gen protein pengikat penisilin yang
baru. Resistensi terhadap penisilin juga dapatmuncul akibat bakteri
memiliki sistem transpor membran luar (outer membrane) yang
terbatas yang mencegah penisilin mencapai membran sitoplasma
(lokasi protein pengikat penisilin). Hal ini dapat terjadi akibat adanya
mutasi yang mengubah porin yang terlibat dalam transpor melewati
membran luar. Hal lain yang memungkinkan terjadinya resistensi
bakteri terhadap penisilin dan sefalosporin adalah apabila bakteri
memiliki kemapuan untuk memproduksi β -laktamase, yang akan
menghidrolisis ikatan pada cincin β -laktam molekul penisilin dan
mengakibatkan inaktivasi antimikroba.
Resistensi mikroorganisme patogen terhadap penisilin dan
sefalosporin paling sering terjadi akibat bakteri memiliki gen
pengkode b-laktamase. Terdapat 3 kelas besar b-laktamase, yaitu
penisilinase, oksilinase, dan karbenisilinase. Penisilinase memiliki
kisaran aktifitas yang luas terhadap penisilin dan sefalosporin,
sedangkan oksasilinase dan karbenisilinase memiliki aktivitas yang
lebih terbatas.
Pada bakteri enterik (bakteri fakultatif anaerob Gram negatif
yang terdapat dalam intestinal manusia), β -laktamase dihasilkan
dalam konsentrasi rendah dan terikat pada membran luar. Enzim ini
mencegah antimikroba β -laktamase untuk mencapai tapak target
pada membran sitoplasma dengan cara merusaknya saat
antimikroba tersebut melewati membran luar dan lapisan periplasma
(periplasmic space). Gen yang mengkode b-laktamase terdapat
pada kromosom bakteri, pada beberapa strain bakteri juga terdapat
pada plasmid dan transposon. Sebagian besar bakteri resiten
penisilin juga memiliki gen β -laktamase pada plasmid, terutama
plasmid R dan transposon. Gen β -laktamase yang paling banyak
terdapat secara luas adalah TEM-1 yang terdapat pada transposon
Tn4.

Larasati Kusuma Putri 37


Staphylococci resisten-metisilin terjadi akibat produksi protein
alami pengikat penisilin PBP 2a atau PBP 2’ yang memiliki afinitas
rendah pada pengikatan metisilin. Sifat resitensi dikode oleh gen
kromosom bakteri (mecA) yang tidak ditemukan pada semua strain
Staphylococus aureus sensitif-metisilin. Gen ini nampaknya terbatas
pada staphylococsus, namun gen lain pada Streptococcus juga
mengkode PBP yang memiliki afinitas rendah terhadap metisilin dan
antimikroba b-laktam lainnya.
b. Resistensi terhadap Vankomisin
Resistensi vankomisin berkembang akibat adaya enzim
pada sel bakteri yang resisten, yang akan membuang residu
alanin dari bagian peptida peptidoglikan. Vankimisin tidak dapat
terikat pada peptida yang berubah, namun peptida yang berubh
tersebut dapat tetap berfungsi dalam formasi ikatan silang selama
sintetis peptidoglikan, sehingga bakteri resisten vankomisin tetap
dapat membuat dinding sel fungsional.
c. Resistensi Terhadap Tetrasiklin
Resistensi bakteri terhadap tetrasiklin dapat muncul bila
dihasilkan membran sitoplasma yang berbeda (bentuk perubahan)
dan mencegah pengikatan tetrasiklin pada submit 30S ribosom,
sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung. Mekanisme
resistensi tetrasiklin lainnya adalah resistensi pompa eflux,
didasarkan atas transpor tetrasiklin keluar sel secara cepat,
sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin pda dosis toksik,
sehingga sintesis protein bakteri tidak terhambat. Hal ini terjadi
akibat adanya mutasi pada gen yang menyebabkan dihasilkannya
protein eflux tetrasiklin.
Secara normal, pada saat tetrasiklin verdifusi melwatai
membran sitoplasma bakteri, tetrasiklin akan di konversi dalam
bentuk ionik. Hala ini membuat tetrasiklin tidak lagi dapat dapat
berdifusi melewati membran sehingga menyebabkan akumulasi
tetrasiklin didalam sel, yang akhirnya dapat menghambat sintesis
protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.

Larasati Kusuma Putri 38


Protein eflux tetrasiklin adalah protein membran sitoplasma
yang mentranspor bentuk nindifusible tetrasiklin kelar sitoplasma .
pada sel bakteri yang resisten, tetrasiklin dikeluarkan dari
sitoplasma secepat difusinya kedalam sel, sehingga mencegah
akumulasi tetrasiklin yang dapat menghambat sintesis protein.
d. Resistensi terhadap aminoglikosida
Reaksi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida
muncul karena sel bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat
menambahkan fosfat, asetat, atau gugus adenil pada berbagai
macam tempat pada antibiotik aminoglikosida. Antibiotik
aminoglikosida yang telah dimodofikasi tersebut nantinya tidak
akan mampu terikat pada submit 30S ribosom sehingga tidak lagi
dapat menghambat sintesis protein.
Pada dasarnya, satu macam enzim yang telah digunakan
untuk memodifikasi aminoglikosida tidak akan mampu
memodifikasi memodifikasi aminoglikosida yang lain. Hal ini
mencegah penambahan mutasi yang akan meningkatkan kisaran
modifikasi aminoglikosida oleh enzim pemodifikasi
aminoglokosida. Sebagai contoh, tapak ikat yang dimodifikasi oleh
suatu mutan resisten-streptomisin mengubah satu asam amino
pada protein S12 pada subunit 30S ribosom bakteri. Turunan
semisintetik dari aminoglikosida selanjutnya didesain untuk
resisten terhadap enzim pemodifikasi aminoglikosida tersebut.
Amikasin adalah salah satu aminoglikosida semisintetik yang
sangat resisten terhadao modifikasi oleh enzim sehingga banyak
banteri sensitif terhadap antibiotik ini.
Resistensi aminoglikosida juga muncul atas dasar
penurunan aktivitas transpor antimikroba ke dalam sel bakteri.
Aminoglukosida tidak ditranspor antimikroba ke dalam sel oleh
spesies bakteri Bacterides, sehingga bacteroides resisten
terhadap antimikroba ini. Escherichia coli juga lebih resisten
terhadap aminoglikosida dalam kondisi anaerob seperti pada
saluran pencernaan manusia.

Larasati Kusuma Putri 39


e. Resistensi Terhadap Kloramfenikol
Reaksi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya
enzim yang menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik.
Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada
sumunit 50S riboson bakteri, sehingga tidak mampu menghambat
sintesis protein.
Mayoritas bakteri yang resisten terhadap kloramfenikol
memiliki plasmid dengan sebuah gen yang mengkode
kloramfenikol asetiltransferase. Enzim ini menginaktivasi
kloramfenikol yang telah melewati membran palsma dan
memasuki sel. Kloramfenikol asetiltransferase diproduksi secara
terus menerus oleh mayoritas bakteri Gram negatif, namun pada
Staphylococcus aureus, sinteis enzim ini diinduksi oleh
kloramfenikol.
f. Resistensi Terhadap Makrolida
Eritomisin dan antibiotik golongan makrolida yang lain
terikat pada subunit 50S ribosom bakteri dan mengeblok sintesis
protein. Pada beberapa kasus, resistensi terhadap antibiotik
makrolida terjadi akibat mutasi pada target antibiotik. Mekanisme
utama resistensi makrolida adalah didasarkan atas enzim RNA
metilase yang menambahakan gugus metil ke dalam gugus
adenin spesifik pada subunit 50S rRNA. Antibiotik makrolida
termasuk eritomisin tidak akan terikat pada rRNA yang termetilasi.
Pada Escherichia coli dan beberapa strain bakteri resisten-
eritomisin lainnya, terdapat perubahan pada gen pengkode protein
L4 atau L12 pada subunit 50S ribosom bakteri, mengakibatkan
penurunan afinitas eritromisn terhadap ribosom, pada
Staphylococcus aureus, resistensi eritromisin terjadi akibat
dimetilasu residu adenin pada rRNA 23S.
g. Resistensi terhadap fluorokuinolon
Antibiotik golongan fluorokuinolon seperti halnya
siprofloksasin dan norfloksasin terikat pada subunit b enzim DNA
girase, dan mengeblok aktivitas enzim yang esensial dalam
menjaga supercoiling DNA dan penting dalam proses replikasi

Larasati Kusuma Putri 40


DNA. Mutasi gen pengkode DNA girase menyebabkan
diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat oleh
fluorokuinolon.
h. Resistensi terhadap rifampisin
Rifampisin (rifampin) terikat pada subunit b-RNA
polimerase bakteri dan menghambat fungsi enzim ini dalam
transkripsi mRNA. Rifampisin memiliki afinitas terhadap RNA
polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan RNA polimerase
mamalia, sehingga rifampisin dapat ,ngeblok transkripsi mRNA
bakteri dan mencegah sibtesis protein pada sel bakteri tanpa
mempengaruhi trankripsi mRNA dan sistesis protein pada sel
manusia. Resistensi terhadap rifampisisn muncul akibat mutasi
pada gen subunit RNA polimerase, RNA polimerase yang berubah
akibat mutasi tersebut berfungsi secara normal, namun tidak
dapat dihambat oleh rifampisin.
i. Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim
Sulfa drug (sulfanamid) dan trimetoprim menghambat
reaksi yang berbeda pada jalur metabolisme yang memproduksi
asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic acid), yang merupakan
kofaktor esensial dalam sintesis asam nukleat.
Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetopirin
disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode enzim yang terlibat
dalam jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat. Enzim
berubah berfungsi secara normal namun tidak dihambat oleh
sulfonamid dan trimetoprim.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan
menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis
efektif minimal, dan digunakan dalam waktu singkat. Penggunaan
kombinasi dari 2 atau lebih obat juga dapat dilakukan, misalnya
pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain
adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk
penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar
dan sesuai aturan (Pratiwi, 2008: 165-171).

Larasati Kusuma Putri 41


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut :
1. Antibiotik merupakan zat kimia yang di hasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain.
2. Zat kemoterapeutik ialah zat kimia yang digunakan untuk mengobati
penyakit menular (kemoterapi) atau mencegah penyakit
(kemoprofilaksis).
3. Tujuan Pengendalian Zat Antibiotik dan Kemoterapeutik
a. Mencegah penyebaran penyakit dan penyebaran infeksi
b. Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi
c. Mencegah perusakan oleh mikroorganisme
4. Suatu zat antibiotik kemoterapeutik yang ideal hendaknya memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
a. Harus mempunyai kemampuan untuk merusuk atau menghambat
mikroorganisme patogen spesifik.
b. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten
parasit.
c. Tidak menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki pada
inang.
d. Tidak melenyapkan flora normal pada inang.
e. Harus dapat diberikan melalui mulut tanpa diinaktifkan oleh asam
lambung, atau melalui suntikan (parenteal) tanpa terjadi
pengikatan dengan protein darah.
f. Memiliki saraf kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh.
g. Konsentrasi antibiotik di dalam jaringan atau darah harus dapat
mencapai taraf cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau
mematikan penyebab infektif.
5. Macam-macam Antibiotik
a. Penisilin
b. Sefalosporin
c. Streptomisin

42
d. Tetrasiklin
e. Eritromisin
f. Kloramfenikol (kloromisetin)
g. Polimiksin dan basitrasin
h. Antibiotik antifungal (nistatin, griseofulvin, amfoterisin B)
6. Macam-macam zat kemoterapeutik
a. Sulfonamide
b. Nitrofuran
c. Hidrazide asam isonikotinat (isoniazid)
d. Asam nalidiksat.
7. Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima,
yaitu
a. Antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel
b. Perusakan membran plasma
c. Penghambatan sintesis protein
d. Penghambatan sintesis asam nukleat
e. Penghambatan sintesis metabolit esensial
8. Resistensi antibiotik terjadi ketika mikroorganisme mengalami
perubahan menyebabkan obat yang diberikan yang dengan tujuan
untuk menyembuhkan infeksi oleh mikroorganisme menjadi tidak
efektif lagi.
9. Macam-macam Resistensi terhadap antibiotik :
a. Resistensi terhadap penisilin dan sefalosporin
b. Resistensi terhadap vankomisin
c. Resistensi terhadap tetrasiklin
d. Resistensi terhadap aminoglikosida
e. Resistensi terhadap kloramfenikol
f. Resistensi terhadap makrolida
g. Resitensi terhadap fluorokuinolon
h. Resistensi terhadap rifampisin
i. Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprin

43
DAFTAR PUSTAKA

Astriadi. (2012). Skripsi: Uji Sensitivitas Beberapa Antibiotika Terhadap Bakteri


Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) Di RSUD Syech Yusuf
Kab.Gowa. Makassar: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Alaudin. Hal 7.

Bari, S. B., Mahajan, B. M., Surana, S. J. (2008). Resistance To Antibiotic : A


Challenge In Chemotherapy. Indian Journal of Pharmaceutical Education
and Research.

Dwiprahasto, Iwan. (2005). Kebijakan Untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya


Resisten Bakteri Di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit. Jurnal
Kebijakan Untuk Meminimalkan. Vol. 8 (4). Hal 177.

Fitrah, Ilham Deskarifal,. Et.al. (2013). Isolasi Pasteurella multocida Pada Kuda
dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotik. Jurnal Medika Veterinaria. Vol
7(2). Hal 124.

Jawetz, E., Melnick, J. L., and Adelberg, E. A. (2000). Mikrobiologi Kedokteran,


Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Lusiastuti, Angela Mariana. (2008). Terapi Bakteriofage: Bisakah Sebagai


Alternatif Pengganti Antibiotika Pada Akuakultur. Jurnal Media Akuakultur.
Vol 3(2). Hal 162.

Neu HC, Gootz TD. (2001) Antimicrobial chemotherapy. Medmicro.

Negara, Ketut Surya. (2014). Analisis Implementasi Kebijakan Penggunaan


Antibiotik Rasional Untuk Mencegah Resistensi Antibiotik Di RS.UP
Samlah Denpasar: Studi Kasus Infeksi Methicillin Resistent
Staphylococcus aureus. Jurnal ARSI. Vol 1(1). Hal 44.

Pelczhar, Michael J., Chan. (2014). Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta:


Universitas Indonesia.

Pratiwi, Sylvia. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Erlangga.

Sudigdoadi, Sunardjati. (2015). Mekanisme Timbulnya Resistensi Antibiotik Pada


Infeksi Bakteri. Artikel. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran.

Syahrurachman, et.al. (1994). Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta:


Binarupa Aksara.

Tripathi, K. D. 2003. Antimicrobial Drugs: General Consideration. Essential of


Medical Pharmacology.Fifth Edition.Jaypee. Zhang: Brothers Medical
Publishers.

44
Utami, Eka Rahayu. (2011). Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi.
Jurnal Antibiotika Resistensi. Vol 1(4). Hal 193.

45

Anda mungkin juga menyukai