Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KOASISTENSI REPRODUKSI HEWAN KECIL DIKLINIK

HEWAN VET CARE

PERIODE 2 OKTOBER - 28 OKTOBER 2023

Oleh:

Elvira Maulidah 21830067

Fellah Attaqy Sukendra 22830083

Lalu Wahyu Rizaldy 22830035

Satya Santana Ishari 22830042

Selina Putri Sejati 22830022

Richardo Lumentut 22830070

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2023
LEMBAR
PENGESAHAN
LAPORAN
PELAKSANAAN PPDH
DEPARTEMEN REPRODUKSI HEWAN KECIL

PPDH Departemen Reproduksi Hewan Kecil dilaksanakan di Klinik


Hewan Vet Care pada tanggal 2 Oktober – 28 Oktober 2023, oleh :

1. Elvira Maulidah, S.KH (21830067)

2. Fellah Attaqy Sukendra, S.KH (22830083)

3. Lalu Wahyu Rizaldy, S.KH (22830035)

4. Satya Santan Ishari, S.KH (22830042)

5. Selina Putri Sejati, S.KH (22830022)

6. Richardo Lumentut, S.KH (22830070)

Menyetujui,

Ketua Departemen Reproduksi Hewan Dokter Pembimbing lapangan


Besar

(drh. Roeswandono W., M.Si) (drh. Yoshi Tara Kencana Dewi)

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya
sehingga Laporan Total Koasistensi Departemen Reproduksi Hewan Kecil yang
dilaksanakan di Klinik Hewan Vet Care dapat terselesaikan.
Maksud dan tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi syarat
menyelesaikan koasistensi stase reproduksi khususnya reproduksi hewan kecil
yangberkesempatan ditempatkan di klinik hewan Vet Care.
Kami haturkan terimakasih banyak kepada :
1. drh. Roeswandono W., M.Si selaku dosen pembimbing Departemen
Reproduksi Hewan Besar yang telah membimbing, memberikan petunjuk
dan saran-saran dengan penuh perhatian dan kesabaran.
2. Dr. drh. Miarsono Sigit, MP, selaku Pembimbing yang telah pembimbing,
mengarahkan, memberi dorongan semangat dan penuh kesabaran dan
ketulusan.
3. drh. Yoshi Tara selaku dokter hewan penanggung jawab di Klinik Hewan
Vet Care telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan kami saat praktek dilapangan.
4. Tim dokter Vet Care yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan kami saat praktek dilapangan.
5. Teman-teman kelompok reproduksi hewan besar dan semua pihak yang
secara tidak langsung membantu terlaksananya koasistensi stase
Reproduksi Hewan Besar.
Kami penyadari bahwa masih diperlukan banyak masukan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat di
harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua pihak.

Surabaya, 28 Oktober 2023

Kelompok Reproduksi Hewan Kecil

III
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang......................................................................... 1

1.2 Tujuan ..................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3

2.1 Sistem Reproduksi Anjing & Kucing....................................... 3

2.2 Penyakit Reproduksi Pada Anjing & Kucing .......................... 20

BAB III HASIL & PEMBAHASAN ............................................................ 30

3.1 Hasil ….................................................................... 30

3.2 Pembahasan ............................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA ……………………….................................... 47

LAMPIRAN ……………………….............................................................. 52

IV
DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Sistem Reproduksi Betina........................................................................... 3

2.2 Ovarium...................................................................................................... 4

2.3 Tuba Falopii................................................................................................ 6

2.4 Macam-Macam Uterus............................................................................... 7

2.5 Sistem Reproduksi Jantan........................................................................... 12

2.6 Testes.......................................................................................................... 13

2.7 Epididimis................................................................................................... 14

2.8 Uterus yang Mengalami Pyometra............................................................. 21

2.9 Vaginal Disharge Pada Pyometra Terbuka ................................................ 23

2.10 Teknik Ovariohisterectomi....................................................................... 26

3.1 Probandus Kucing Ovariohisterectomi....................................................... 43

3.2 Probandus Kucing Orchictomi................................................................... 45

V
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan kesayangan merupakan hewan yang sangat menguntungkan untuk
dikembangbiakkan dengan berbagai tujuan dan dapat meningkatkan
kesejahteraan manusia. Salah satu hewan kesayangan yang perlu mendapat
perhatian untuk dipelihara dan dikembangbiakkan adalah kucing. Sebagai
hewan kesayangan, kucing mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk
tubuh, mata dan warna rambut yang beraneka ragam (Mariandayani, 2012).
Kucing (Felis catus) merupakan salah satu hewan berbulu yang banyak
dipelihara orang. Sama halnya dengan hewan peliharaan lainnya, kucing juga
merupakan hasil domestikasi dari miacis yang juga merupakan nenek moyang
dari anjing dan beruang. Miacis ini kemudian mengalami evolusi menjadi
kucing besar seperti singa dan harimau yang kemudian berevolusi menjadi
nenek moyang kucing domestic. Nenek moyang kucing domestic ini pertama
kali ditemukan berdasarkan hasil fosil mumi kucing yang ditemukan di mesir
(Ngitung, 2021).
Populasi kucing yang semakin banyak, menyebabkan semakin banyak
jenis penyakit yang diketahui. Jenis penyakit yang sering menginfeksi pada
kucing dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasite dan juga
penyebab yang lainnya. Banyaknya penyakit yang dapat menyerang pada
kucing sering dijumpai di Klinik Hewan. Salah satunya adalah penyakit
reproduksi salah satu penyakit pada kucing adalah penyakit reproduksi seperti
abortus, retensi plasenta, pyometra, distokia, mumifikasi fetus, maserasi
fetus, prolapsus uteri, dan endometritis (Rahayu dkk., 2021).
Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan hanya mengangkat
ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta dengan
uterusnya (ovariohysterectomy). Sterilisasi pada hewan jantan atau biasa
disebut dengan kastrasi (Orchiectomy/Orchidectomy) adalah prosedur
pembedahan untuk membuang testis dan spermatic cord (cordaspermatica).
Tujuan dilakukan pembedahan ini diantaranya untuk sterilisasi seksual, terapi
karena adanya tumor, dan kerusakan akibat traumatik (Sardjana, 2011)
Pyometra merupakan adanya infeksi pada uterus yang bersifat akut atau

1
kronis ditandai dengan adanya pus (nanah) di dalam uterus. Pyometra terdiri
dari 2 jenis yaitu pyometra terbuka dan juga pyometra tertutup, pyometra
terbuka ditandai dengan adanya leleran pada vagina sedangkan pyometra
tertutup tidak terlihat adanya leleran pada vagina (Rahayu dkk, 2021)
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui secara
langsung dan membahas kasus reproduksi yang terjadi di Vet Care Clinic dari
etiologi penyebab kasus reproduksi hewan kecil, gejala klinis, diagnosa kasus
hingga pada tindakan terapi atau pengobatannya.

2
II .TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Reproduksi Anjing dan Kucing
2.1.1 Sistem Reproduksi Betina
Sistem reproduksi hewan betina terdiri dari sepasang ovarium dan
sistem duktus (saluran) betina. Sistem duktus betina meliputi oviduct, uterus,
cervix, vagina, dan vulva. Embrional ovarium berasal dan secondary sex cord
dan genital ridge, sedangkan sistem duktus berasal dan mullerian ducts, yaitu
sepasang duktus yang muncul saat perkembangan embrio awal. Pada dasarnya
saluran reproduksi pada anjing dan kucing adalah sama, namun bervariasi
dalam ukuran. Saluran reproduksi betina didesain untuk menampung fetus
selama masa kebuntingan (Aspinal and Cappello, 2015).

Gambar 2.1 Sistem reproduksi betina


A. Ovarium
Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada hewan betina.
Disebut organ primer karena ovarium menghasilkan sel garnet betina (yaitu
ovum) dan hormon kelamin betina. Hormon kelamin yang dihasilkan oleh
ovarium dibedakan dalam dua kelompok yaitu hormon steroid dan hormon
peptida. Hormon steroid terdiri dan progesteron dan estrogen, sedangkan
hormon peptida terdiri dari inhibin, activin, relaxin, dan oxytocin. Struktur
ovarium pada hewan bentuknya berbedabeda. Ovarium tersusun oleh bagian-
bagian medula yang terletak didalam dan korteks yang terletak diluarnya.
Komposisi bagian medula yaitu jaringan ikat fibroelastik, jaringan syaraf dan
pembuluh darah yang berhubungan dengan ligamentum mesovarium melalui

3
hilus. Bagian korteks berisi folikel-folikel, corpus luteum, stroma, pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan serabut otot polos. Di bagian paling luar, ovarium
dikelilingi oleh epitel germinal dan terbungkus oleh tunika albuginea (Aspinal
and Cappello, 2015).

Folikel yang terkandung didalam ovarium merupakan bentukan yang


berisi sel telur (oosit). Oosit dikelilingi oleh sel-sel folikular yang serupa dengan
sel granulosa, dimana sel-sel ini nantinya akan membentuk corona radiata dan
cumulus oophorus. Sel-sel folikular dibedakan dalam beberapa tipe yaitu sel
granulosa, sel theca interna dan sel theca externa. Folikel akan mengalami
perkembangan yang prosesnya disebut folikulogenesis, dimana folikel awal
yang disebut folikel primer akan berkembang menjadi folikel sekunder,
kemudian folikel tertier, dan akhimya menjadi folikel graaf yang siap ovulasi.
Perkembangan folikel tersebut diatur oleh hormon yang dilepaskan oleh
kelenjar pituitaria anterior yaitu Folicle Stimulating Hormone (FSH)
(Ismudiono dkk., 2012).

Ketika folikel telah mengalami ovulasi, maka akan terjadi perubahan


pada sel-selnya dibawah pengaruh Luteinizing Hormone (LH). Pada awalnya
folikel akan berubah menjadi corpus hemorrhagicum yang ditandai oleh adanya
perdarahan di tempat bekas ovulasi terjadi, selanjutnya berkembang menjadi
corpus luteum yang berwarna kuning dan aktif menjalankan fungsinya, dan
akhirnya mengalami degenerasi disebut corpus albican sesuai dengan warnanya
yang putih (Ismudiono dkk., 2012).

Gambar 2.2 Ovarium

4
B. Tuba Falopii / Oviduct
Tuba falopii atau disebut oviduct berjumlah sepasang. Secara umum
oviduct berfungsi sebagai alat transportasi bagi ovum dan spermatozoa dalam
arah berlawanan ke tempat pembuahan, bertindak sebagai kelenjar yang
menyediakan makanan untuk ovum, tempat kapasitasi spermatozoa, tempat
terjadinya fertilisasi, dan sebagai tempat pembuahan ovum yang dibuahi (zigot).
Tuba fallopii atau oviduct terletak di tiap sisi dari uterus dan berasosiasi dengan
tiap ovarium. Setiap oviduct di uterus berada di sepanjang batas superior
ligament. Bagian dari ligament tersebut secara langsung berhubungan dengan
oviduct dan disebut mesosalpinx. Salah satu ujung dari oviduct terbuka ke
bagian rongga peritoneal yang berguna untuk menerima oosit yang telah masak
hasil ovulasi ovarium yang disebut infundibulum (Nugroho, 2015).

Tuba falopii terikat pada penggantung yang disebut sebagai


mesosalphinx dan dibagi menjadi tiga bagian yaitu Infundibulum dengan
fimbriae, ampula dan isthmus. Oviduct terdiri dari tiga lapisan yaitu, lapisan
terluar disebut serosa tersusun dari peritoneum, lapisan tengah berupa lapisan
muscular, tersusun atas jaringan otot polos longitudinal dan sirkuler. Sementara
itu lapisan terdalam adalah lapisan membrana mukosa yang tersusun dari
jaringan epitelium kolumner bersilia. Lapisan membrana mukosa banyak
melakukan pelipatan-pelipatan. Lapisan membrana mukosa ini menghasilkan
nutrisi bagi oosit atau perkembangan massa embrio ketika terjadi fertilisasi di
oviduct. Sementara itu epitelium bersilia di bagian membrana mukosa
membantu pergerakan oosit dan cairan yang dihasilkan oleh membrana mukosa
itu sendiri (Junaidi, 2013).

Cairan oviduct mempunyai beberapa fungsi: yaitu berperan dalam


kapasitasi sperma, hiperaktivasi sperma, fertilisasi dan perkembangan awal
praimplantasi. Kompisisi cairan oviduk terdiri dari transudat serum, serta hasil
sekresi granula dari sel sekretorik epitelium oviduk. Sekresi oviduk dipengaruhi
oleh hormon steroid (Nugroho, 2015).

5
Gambar 2.3 Tuba fallopii

C. Uterus

Merupakan saluran reproduksi hewan betina yang diperlukan untuk


penerimaan sel telur yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan fetus. Pada
umumnya uterus hewan terdiri dari sebuah korpus uteri dan dua buah kornua uteri,
serta sebuah serviks. Uterus bergantung pada ligamentum lata atau mesometrium
yang bertaut pada dinding ruang abdomen dan ruang pelvis. Uterus mempunyai
fungsi dan peranan penting dalam reproduksi embriologi, yaitu :

1. Sebagai sarana transport spermatozoa dan tempat penampungan semen


sementara ke tempat fertilisasi di oviduk dengan difasilitasi adanya
kontraksi myometrium. Sedangkan endometrium berperan dalam proses
kapasitasi spermatozoa.

2. Pengaturan fungsi korpus luteum melalui pelepasan prostaglandin.


3. Inisiasi implantasi dengan menyediakan nutrisi bagi embrio.
4. Tempat embrio dan fetus berkembang.
5. Proses kelahiran (partus) melalui kontraksi myometrium akan mendorong
fetus keluar, dan adanya involusi uterus terjadi pasca melahirkan untuk
persiapan kehamilan berikutnya (Nugroho, 2015).

Uterus terdiri atas tiga lapisan utama yaitu: Lapisan endometrium,


myometrium dan perimetrium. Secara garis besar endometrium dibedakan
menjadi 2 daerah yaitu Stratum fungsionale dan stratum basalis. Stratum
fungsionale melapisi rongga uterine dan dibedakan menjadi stratum compactum

6
dan spongiosum. Stratum compactum dan stratum spongiosum berkembang
menjadi stratum fungsionale selama masa awal siklus menstruasi (Fase
proliferasi). Stratum fungsionale divaskularisasi oleh Arteria spiralis yang
berkelok-kelok sehingga disebut coiled arteri. Arteria spiralis akan membentuk
arteriol, kemudian anyaman kapiler di permukaan endometrium. Stratum
fungsionale akan dilepaskan atau meluruh pada saat fase menstruasi. Stratum
basale berada dekat dengan miometrium. Divaskularisasi oleh arteria basalis atau
arteria straight yang berbentuk lurus dan pendek. Lapisan ini bersifat permanent
dan membentuk stratum fungsional baru ketika setelah menstruasi (Nugroho,
2015).

Gambar 2.4 Macam-macam uterus

Lapisan myometrium merupakan bagian tengah dari lapisan uterus,


tersusun atas jaringan otot polos sirkuler, longitudinal dan obliquus. Selama masa
kehamilan struktur otot lapisan myometrium mengalami perubahan dalam hal
struktur dalam rangka persiapan masa kelahiran. Sementara itu lapisan
Perimetrium atau serosa terdiri atas jaringan ikat dan pembuluh darah. Lapis luar
perimetrium merupakan kelanjutan dari peritoneum (serosa) hanya saja sub serosa
relatif tebal dan mengandung otot polos membentuk alat penggantung uterus
(ligamentum uteri). Lapisan terluar perimetrium berupa jaringan ikat dengan
ligament yang adventitial di beberapa daerah, tetapi sebagian besar ditutupi oleh
mesothelium serosa. Bagian anterior uterus ditutupi oleh tunika adventitia
(jaringan pengikat tanpa sel epitel) yang menutupi kantung urine dan membentuk

7
kantung vesicouterine. Bagian lateral perimetrium uteri menjadi broad ligament.
Sedangkan bagian fundus dan posterior ditutupi oleh tunika serosa (yang terdiri
dari selapis sel epitel gepeng yang disebut mesotel.

Ada empat tipe uterus yang ditemukan pada hewan mamalia yaitu :

• Uterus Duplex = Memiliki dua korpus uteri, dan cornua uterus terpisah
sempurna. Tipe uterus ini dimiliki oleh tikus, mencit, kelinci, marmut dan
hewan kecil lainnya.

• Uterus Bicornua = Terdiri dari satu corpus-uterus yang kecil dan pendek,
dua cornua-uterus yang panjang berkelok-kelok, dan satu cervix.
Pertemuan antara kedua cornua uteri yang lebih dekat pada corpus uteri,
memberi kesan bahwa corpus uteri lebih besar dari yang sesungguhnya,
bahkan kadangkadang uterusnya terlihat seperti uterus bipartite. Tipe
uterus ini dimiliki oleh babi dan hewan insectivora.

• Uterus Simplex = Terdiri dari satu cervix, satu corpus-uterus yang


berukuran besar dan jelas tanpa cornua-uterus. Tipe uterus ini dimiliki oleh
hewan primata.

• Uterus Bipartite = Terdiri dari satu cervix dan satu corpus-uterus yang jelas,
kecuali kuda terdapat septum antara cornua kanan dan cornua kiri. Tipe
uterus ini dimiliki oleh domba, sapi, kerbau, kucing, anjing dan kuda.

• Uterus Didelphia = Uterus tipe ini dimiliki oleh hewan berkantung, seperti
opossum, kanguru, dan platypus. Semua saluran kelaminnya terbagi dua
yaitu dua kornua uteri, dua korpus uteri, dua servik, dan dua vagina
(Nugroho, 2015).

D. Serviks

Serviks atau dikenal dengan leher rahim merupakan organ silindris


muskuler yang mampu melakukan kontraksi dan relaksasi. Serviks mempunyai
bagian terbuka yang memungkinkan transportasi semen dan darah menstruasi.
Serviks merupakan organ yang tersusun dari jaringan ikat fibrosa, serta jaringan
otot polos. Secara struktural, serviks seperti pengunci (Sphincter) yang
berhubungan dengan vagina. Dinding serviks tebal dan lumennya cenderung
berkerut. Tiap spesies mempunyai struktur dan ukuran serviks yang

8
berbedabebeda (Junaidi, 2015).
Fungsi serviks yang utama adalah menutup lumen uterus, sehingga tidak
memberi kemungkinan untuk masuknya jasad renik ke dalam uterus. Lumen
serviks selalu tertutup, kecuali pada waktu birahi dan melahirkan. Pada waktu
birahi hanya terbuka sedikit untuk memberi jalan masuk bagi semen. Dinding
serviks terdiri dari mukosa, muskularis dan serosa. Mukosa serviks tersusun
dalam lipatan-lipatan, berepithel kolumnar tinggi. Sel-sel goblet pada lumen
serviks berlipat-lipat dan bercabang-cabang hingga permukaan sekretorisnya
menjadi luas. Sekresinya bersifat mukus, jumlah dan viskositasnya berubah
menurut fase siklus birahi. Lapisan otot serviks kaya akan jaringan fibrosa,
serabut-serabut otot polos, jaringan kolagen dan jaringan elastis (Damayanti dkk,
2013).
Pada waktu birahi sel-sel goblet pada dinding lumen serviks
menghasilkan sekresi yang banyak mengandung air. Fungsi dari cairan serviks
adalah memberi jalan dan arah bagi spermatozoa yang disemprotkan oleh penis
dalam vagina. Spermatozoa yang akan berenang mengikuti arah asal cairan
tersebut. Sekaligus fungsi cairan serviks juga menyeleksi spermatozoa yang
tidak berenang menuju ke depan akan tidak dapat masuk ke dalam serviks,
melainkan akan berputar-putar di muka serviks. Pada hewan bunting, sekretum
yang bersifat mukus dari kanalis servikalis menutup os serviks. Sekretum yang
kental, yang merupakan sumbat pada kaalis servikalis, sesaat sebelum kelahiran,
yaitu pada stadium pembukaan serviks, mencair. Mungkin pencarian ini terjadi
dibawah pengaruh suatu hormon. Setelah sumbatnya mencair, serviks
keseluruhannya merileks (Damayanti dkk, 2013).
E. Vagina

Vagina merupakan saluran reproduksi betina di kaudal cervix, tersusun


oleh lapisan epithel, lapisan otot, dan lapisan serosa. Lapisan muskulusnya
dilengkapi dengan pembuluh darah, syaraf, sekelompok sel syaraf, serta
jaringan ikat. Berbeda dengan hewan ternak lain, dimana terdapat sphincter
dibagian posterior, maka pada sapi juga ditambah dengan sphincter dibagian
vagina. Selama siklus estrus, keadaan vagina berubah-ubah, namun derajat
perubahannya berbeda-beda di antara spesies. Perbedaan tersebut mungkin
disebabkan oleh tingkat sekresi estrogen dan progesteron yang berbeda. Oleh

9
karena itu, pemeriksaan preparat apus vagina tidak bisa digunakan untuk
mendiagnosa fase dalam siklus estrus maupun abnormalitas hormonal
(Octaviana dkk, 2021). Adapun fungsi vagina yaitu sebagai organ kopulasi,
tempat penampungan spermatozoa sementara setelah kawin alam, transport
spermatozoa, sebagai saluran pembuangan dan saluran di atasnya, dan jalan
lewat fetus pada saat partus.

F. Genitalia Externa

Organ genitali betina terdiri atas, vulva, vestibulum, labium dan clitoris.
Organ genitalia eksterna betina sering disebut sebagai vulva atau pudendum
yang terdiri dari vestibula. Vulva adalah bagian genitalia eksterna betina yang
terdapat antara vagina dengan bagian terluar dari organ eksterna. Hubungan
antara vagina dengan vulva ditandai adanya orifis uretral eksterna. Pada posisi
cranial terhadap orifis uretral eksterna dijumpai adanya hymen vestigeal.
Hymen tersebut terkadang rapat dan mempengaruhi kopulasi. Sementara itu,
estibula vagina merupakan bagian tubuler dari sistem reproduksi eksterna betina.
Vestibulum merupakan perbatasan antara daerah vagina dengan vestibulum
yang ditandai oleh orificium urethra externa dan struktur seperti benang disebut
hymen. Pada sapi, kuda, dan domba keberadaan hymen ini kadang sangat
menonjol sehingga terlibat dengan kopulasi. Panjang vestibulum pada sapi
sekitar 10 cm. Bagian orificium urethra terletak di bagian ventral (Nugroho,
2015).
Di vestibulum sendiri terdapat struktur diverticulum suburethra yang
merupakan kantong buntu, dan memiliki kelenjar bartholin, serta ductus
Gartner’s. Kelenjar Bartholin, strukturnya mirip dengan kelenjar bulbourethralis.
Kelenjar Bartholin mensekresikan mukus, dan jumlahnya meningkat saat estrus.
Sementara itu, duktus Gartner’s merupakan sisa dari duktus Wolfii yang tidak
berkembang. Bagian labium terdiri dari labium majus dan labium minus. Bagian
labium majus terdapat deposit lemak, jaringan yang elastis, serta lapisan
muskulus. Struktur permukaan luar mirip seperti kulit. Pada labium minus
dijumpai adanya jaringan ikat seperti spon dan mengandung kelenjar. Clitoris
tersusun oleh jaringan erektil yang ditutupi oleh sel squamous, dan dijumpai
sensor ujung syaraf. Pada sapi sebagian clitoris terbenam dalam mukosa

10
vestibulum, namun pada kuda clitoris sangat berkembang baik. Sementara itu
bentuk clitoris babi panjang, sinous, dan ujungnya menguncup membentuk
bangunan seperti corong (Nugroho, 2015).
2.1.2 Hormon Reproduksi Betina

Hormon Fungsi
Estrogen Inisiasi tingkah laku seksual, merangsang ciri seks
sekunder, pertumbuhan saluran reproduksi, kontraksi
uterus, pertumbuhan saluran kelenjar susu, kontrol
pelepasan-pelepasan gonadotropin, merangsang up
take kalsium pada tulang, efek anabolik.
Progesteron Sinergis efek dengan esterogen dalam inisiasi tingkah
laku birahi dan penyiapan saluran reproduksi untuk
implantasi, merangsang perumbuhan alveoli kelenjar
susu kontrol sekresi gonadotropin.
Realising Hormon Merangsang pelepasan FSH-LH.
LH-RH
Folicle Stimulating Perangsang pertumbuhan folikel, spermatogenesis
Hormone (FSH) dan esterogen

Leutenizing Hormone Merangsang ovulasi, fungsi korpus luteum,


(LH) merangsang sekresi progesterone, esterogen,
androgen, inisiasi laktasi, merangsang fungsi korpus
luteum dan sekresi progesteron pada beberapa
spesies, inisiasi kelakuan keibuan, inisiasi
pertumbuhan jaringan dan tulang.
Inhibin Menghambat pelepasan FSH.
Androgen Perkembangan dan pemeliharaan kelenjar seks
assesori, merangsang ciri seks sekunder dan kelakuan
seksual, spermatogenesis, efek anabolik.
Prostaglandin F2 alfa Kontraksi uterus, luteolitik.
Oxytocin Merangsang kontraksi uterus, partus, transport
protozoa dan ovum, pancaran air susu
(Widyaningrum dkk., 2015).

11
2.1.3 Sistem Reproduksi Jantan

Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes (testikel) yang terbungkus
di dalam skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa (sel kelamin jantan) dan
testosterin atau hormon kelamin jantan. Saluran-saluran kelamin terdiri vas
eferens, epididimis dan vas deferens sedang kelenjar-kelenjar kelamin hanya
terdiri dari prostata sedang kelenjar vesikula seminalis dan bulbouretralis tidak
dijumpai. Organ primer / testis berjumlah dua buah yang terdapat di dalam
kantong luar yang disebut skrotum (Weinbauer et al, 2012).

Gambar 2.5 Sistem reproduksi jantan


Suratma (2013) menyatakan bahwa saluran-saluran kelamin berpangkal
pada testis dan menyambung ke uretra yang kemudian menjadi bagian dari penis
dan merupakan jalan bersama spermatozoa dengan urine serta sekresi
kelenjarkelenjar kelamin. Kelenjar-kelenjar kelamin terletak pada atau disekitar
saluransaluran kelamin dan bermuara ke dalam uretra. Sistem reproduksi pada
anjing dan kucing secara anatomik berhubungan dengan saluran pengeluaran urin
yang terdiri dari ginjal dan vesika urinaria, serta saluran-salurannya, sehingga
seluruh sistem ini disebut traktus urogenitalis.

Setiap testis tergantung didalam kantong skrotum dengan funikulus


spermatikus yang terletak di bagian leher skrotum dan terdiri atas arteri spermatik
dalam yang berkelok-kelok di bagian atas testis, vena spermatik dalam yang
muncul dari plexus pampiniformis, merupakan anyaman di sekeliling arteri
spermatik. Plexus pampiniformis membentuk bundelan spermatic cord dan
muncul dari beberapa vena yang meninggalkan kepala testis. Bagian lain dari

12
funikulus spermatikus adalah saraf otonomik dari ginjal dan plexus mesenteric
dari belakang, pembuluh limfe dan otot kremaster dalam yang membungkus
bagian-bagian tersebut di atas. Semua komponen tersebut terdapat didalam lapisan
viseral tunika vaginalis sedang duktus deferens lewat sendiri di tengah-tengah
mesorchium (Febby dkk., 2021).
A. Testis

Gambar 2.6 Testis

Testis merupakan organ kelamin utama mempunyai dua fungsi yaitu


sebagai, fungsi reproduktif: menghasilkan sel spermatozoa dan, fungsi
endokrinologis: menghasilkan hormon jantan atau androgen. Pada kebanyakan
mamalia, testes terletak pada daerah pre pubis, merupakan kelenjar tubular
berbentuk bulat lonjong terdapat sepasang kiri dan kanan. Pada anjing, kucing
serta babi testis terletak miring dorso-caudal. Pada golongan rodensia, testes
dapat dengan mudah berpindah-pindah dari dalam skrotum ke dalam rongga
perut. Hal ini terjadi pada musim kawin, dimana testes berada dalam skrotum,
sedangkan diluar musim kawin testes berada didalam rongga perut. Testes dapat
menggantung di dalam skrotum secara bebas dengan bantuan korda spermatika,
yang di dalamnya mengandung duktus deferens, pembuluh darah dan syaraf,
serta pembuluh limfe. Pada keadaan normal, kedua testes mempunyai besar
yang sama, berkonsistensi tidak keras dan dapat bergerak bebas ke atas dan ke
bawah didalam skrotum. Testes terbungkus oleh kapsul berwarna putih
mengkilat yang disebut tunika albuginea. Tunika ini membungkus erat kapsul

13
dan mengandung pembuluh darah yang telihat berkelok-kelok serta pembuluh
syaraf (Mughniati, 2015).
Testis kucing menggantung ke bawah dan terbungkus dalam kantong
skrotum dan berbentuk bulat, dimana dalam skrotum berisi dua lobi testes yang
masing-masing lobi mengandung satu testes. Pada bagian tunika albugenia
terdapat arteri, sehingga dalam prosedur kastrasi untuk proses insisi harus
dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi bleeding atau perdarahan
(Mughniati, 2015).
B. Epididimis

Gambar 2.7 Epididimis

Epididimis merupakan organ yang dapat ditemukan di antara duktus


efferent dan vas deferens. Strukturnya berupa saluran berkelok-kelok, tubulus
yang tipis namun terkemas dalam dimensi coiled dan padat, dengan panjang
total mencapai 5-7 meter. Epididimis terdiri dari tiga bagian yaitu : caput,
corpus dan cauda epididimis, pada kucing epididimis melekat pada perbatasan
dorsolateral dari testis (Mughniati, 2015).

Epididimis dibungkus oleh lapisan tunika vaginalis propria dan tunika


albuginea yang tipis. Secara mikroskopis, epitelium epididimis tersusun atas
dua tipe sel penting yaitu principal cell dan clear cell. Distribusi kedua tipe sel
ini berbeda-beda antara spesies satu dengan yang lainnya. Selain dua tipe sel
tersebut, komponen sel penyusun epididimis adalah sel-sel basal dan “narrow
cells”. Setelah mengalami pematangan di testis, spermatozoa kemudian di
transport ke epididimis. Di bagian epididimis ini, spermatozoa yang kurang

14
motil membutuhkan kemampuan motilitas dan fertilisasi. Studi telah
membuktikan bahwa, epididimis mensekresikan cairan yang berfungsi untuk
meningkatkan kematangan spermatozoa, kemampuan bergerak lebih aktif
(Nugroho, 2015).

Epididymis mempunyai 4 fungsi utama yaitu transportasi, konsentrasi,


pendewasaan dan penyimpanan spermatozoa :

• Transportasi Spermatozoa. Spermatozoa yang diproduksi


dalam tubuli seminiferi akan menuju epididimis melalui duktus
efferentes sebelum diejakulasikan.

• Konsentrasi. Konsentrasi spermatozoa yang diproduksi oleh


tubuli seminiferi relatif rendah yaitu sekitar 100 juta sel per milliliter,
selanjutnya saat masuk kedalam epididimis terjadi penyerapan (absorbs)
cairan di sepanjang epididimis oleh sel epitel yang terdapat pada lumen
epididymis, sehingga saat spermatozoa sampai di bagian ekor epididimis
konsentrasinya mencapai sekitar 4 milyar sel per milliliter.

• Maturasi (Pendewasaan) spermatozoa. Saat spermatozoa


meninggalkan tubuli seminiferi terdapat butiran sisa sitoplasma
(cytoplasma droplet) pada bagian leher spermatozoa yang menunjukkan
spermatozoa belum mencapai perkembangan yang sempurna. Setelah
masuk kedalam epididymis, spermatozoa mengalami pendewasaan yang
ditandai dengan perpindahan cytoplasmic droplet dari bagian leher
sampai bagian ujung ekor yang akhirnya terlepas dari spermatozoa.

• Penyimpanan (Storage). Spermatozoa yang telah mengalami


pendewasaan dan peningkatan konsentrasi akan berkumpul pada bagian
ekor epididimis sebelum terjadi ejakulasi. Spermatozoa yang telah
berada pada bagian ekor epididimis dapat bertahan hidup sampai 60 hari.
Epididymis merupakan saluran reproduksi jantan yang terdiri dari tiga
bagian yaitu kaput epididymis, korpus epididymis dan kauda epididymis.
Kaput epididymis merupakan muara dari sejumlah duktus efferentes dan
terletak pada bagian ujung atas dari testes. Korpus epididymis
merupakan saluran kelanjutan dari kaput yang berada di luar testes,
sedangkan kauda epididymis merupakan kelanjutan dari corpus yang

15
terletak pada bagian ujung bawah testes. Dinding epididymis terdiri dari
lapisan otot sirkuler dan epitel berbentuk kubus. Batas antara ketiga
bagian dari epididymis dibedakan berdasarkan susunan histologinya.
Pada bagian kaput secara histologis dicirikan atas epitel dengan stereo
silia yang tinggi, pada bagian corpus dengan stereo silia yang tidak lurus
dan lumen lebih lebar, sedangkan bagian kauda ditandai stereo silia yang
pendek, lumen yang lebih lebar dan banyak timbunan sel spermatozoa
(Damayanti dkk, 2013).

C. Duktus Deferent dan Ampula

Duktus (vas) deferens merupakan saluran yang menghubungkan kauda


epididymis dengan urethra. Dindingnya mengandung otot polos yang berperan
dalam pengangkutan spermatozoa. Diameter vas deferens 2 mm dengan
konsistensi seperti tali, berjalan sejajar dengan corpus epididymis. Dekat
dengan kepala epididymis, vas deferens menjadi lurus dan bersama-sama
dengan pembuluh darah, limfe dan saraf membentuk funiculus spermaticus
yang berjalan melalui canalis inguinalis ke dalam cavum abdominal. Kedua vas
deferens (kiri dan kanan terletak sebelah menyebelah di atasvesica urinaria
lambat-laun menebal dan mem besar membentuk ampullae ductus deferens
(Damayanti dkk, 2013).

Duktus deferens mempunyai diameter yang relatif sama namun di


bagian anterior vesica urinaria diameternya membesar dan dindingnya menebal,
disebut sebagai ampula duktus deferens. Ampula duktus deferens dapat
dijumpai pada hewan sapi, anjing, tetapi tidak pada hewan kucing dan babi. Vas
deferens atau duktus deferens berfungsi mengangkut spermatozoa dari kauda
epididymis ke urethra. Dindingnya yang mengandung otot- otot licin penting
dalam mekanisme pengangkutan spermatozoa pada waktu ejakulasi. Di dekat
kaput epididymis, vas deferens menjadi lurus dan berjalan bersama-sama
pembuluh darah, limfe dan serabut syaraf bersama membentuk funiculus
spermaticus yang berjalan melalui canalis inguinalis ke dalam cavum
abdominalis. Kedua vas deferens yang terletak sebelah menyebelah kandung
kencing berangsur-angsur membesar membentuk ampullae duktus deferen.
Penebalan ampula disebabkan karena banyak terdapat kelenjar pada dinding

16
saluran. Kelenjar-kelenjar ampula mensekresikan fruktosa dan asam sitrat
(Nugroho, 2015).

D. Skrotum

Skrotum adalah pelapis testes terluar yang berfungsi untuk melindungi


dan menyokong tstis serta untuk mengatur temperatur testis dan epididimis tetap
stabil (Mugniati, 2015). Adanya lapisan-lapisan pada skrotum mempunyai
fungsi ganda yaitu selain sebagai peredam kejut apabila ada benturan fisik, juga
sebagai pelindung terhadap temperatur lingkungan. Sebagai pelindung, skrotum
dengan otot-otot licinnya, lapisan fibrosa dan kulit berfungsi menunjang dan
melindungi testes dan epididymis. Untuk berlangsungnya spermatogenesis yang
optimal diperlukan suhu tetap pada testes, 4–7° C di bawah suhu tubuh. Fungsi
pengaturan suhu atau thermoregulator ini dikerjakan oleh dua otot yaitu
muskulus cremaster eksternus dan internus, serta tunika dartos. Otot ini akan
berkontraksi bila suhu lingkungan menurun, sehingga menarik skrotum dan
membawa testes mendekati tubuh sebagai sumber panas. Sebaliknya otot ini
akan merelaks apabila suhu lingkungan tinggi, sehingga skrotum mengendor
dan memanjang menjauhkan testes dari tubuh) (Mugniati, 2015).

Mekanisme Termoregulator ini mulai terjadi sewaktu hewan mencapai


masa pubertas dan dipengaruhi oleh hormon jantan. Faktor lain yang membantu
mekanisme termoregulator adalah mekanisme pertukaran panas yang
dipengaruhi oleh posisi arteri testikuler dan plexus venous pampiniformis yang
hanya sedikit dipisahkan oleh jaringan ikat di dalam funiculus spermaticus.
Posisi arteria dan vena yang dekat ke permukaan testis cenderung untuk
mempertinggi kehilangan panas secara langsung (Mugniati, 2015).
E. Kelenjar-Kelenjar Asesoris
Kelenjar aksesoris bervariasi antara spesies dalam hal bentuk dan
ukurannya. Yang termasuk kelenjar seks pelengkap adalah vesikula seminalis
atau vesikularis, kelenjar prostata dan kelenjar bulbo urethralis atau cowper`s.
 Seminal Vesicles
Kelenjar seminalis jumlahnya sepasang, fungsinya memproduksi
dan menyimpan cairan semen. Panjang kelenjar seminalis kira-kira 2
inchi dan terletak di bagian posterior kantung urin dan anterior rektum.

17
Cairan yang diproduksi oleh vesikula seminalis mengandung protein-
protein dan mukus. Cairan vesikula seminalis bersifat alkaline berfungsi
untuk membantu ketahanan hidup spermatozoa di lingkungan yang asam
di daerah vagina. Cairan vesikula seminalis juga mengandung fruktosa
sebagai sumber nutrisi sel spermatozoa. Fruktosa digunakan sebagai
sumber energi agar dapat bertahan hidup hingga dapat memfertilisasi sel
telur (Nugroho, 2015).

 Prostate
Kelenjar prostat merupakan kelenjar eksokrin yang membatasi
bagian akhir inferior kantung urine dan mengelilingi urethra. Kelenjar
prostat mensekresikan sejumlah besar cairan penyusun semen. Cairan
tersebut berwarna keputihan dan mengandung enzim-enzim, berbagai
protein dan senyawa kimia lain yang mendukung dan melindungi
sperma selama diejakulasikan. Kelenjar prostat sendiri tersusun
diantaranya oleh jaringan otot polos yang dapat berkontraksi mencegah
aliran urine atau semen (Nugroho, 2015).

Fungsi dari kelenjar prostat diantaranya membersihkan uretra


sebelum enjakulasi, memberikan sekreta pada semen sebagai pelicin
pada spermatozoa, mempengaruhi motilitas spermatozoa, dan
menghasilkan sekreta bersifat alkalis. Sekreta ini berperan sebagai buffer
saat berada di saluran reproduksi betina yang bersifat asam dan
memberikan bau yang spesifik pada cairan semen (Novelina dkk, 2014).

 Cowper Gland’s
Kelenjar Cowper atau kelenjar bulbourethralis merupakan
sepasang kelenjar eksokrin seukuran biji kacang. Kelenjar
bulbourethralis terletak dibagian inferior dari prostate dan anterior anus.
Kelenjar bulbourethralis mensekresikan cairan alkaline ke dalam urethra
yang berfungsi sebagai lubrikasi dan menetralisir kondisi asam dari
urine yang tersisa di urethra setelah proses urinari. Cairan
bulbourethralis yang masuk ke urethra selama aktivitas seksual hingga
ejakulasi dimaksudkan untuk persiapan urethra untuk aliran semen
(Nugroho, 2015).

18
F. Urethra

Urethra merupakan saluran yang menghubungkan antar kantung urin


dengan alat genital. Urethra merupakan saluran pembuangan urin setelah urin
dikumpulkan dan disimpan di kantung urine. Urethra pada betina biasanya lebih
pendek daripada jantan. Pada jantan, urethra mempunyai dua fungsi yaitu
sebagai pengeluaran urine dan semen (Nugroho, 2015).

Urethra dibedakan atas tiga bagian yaitu :

• Bagian pelvis, saluran silindrik dengan panjang 15–20 cm


diselubungi oleh otot urethra yang kuat dan terletak pada lantai
pelvis.

• Bulbus urethrae, adalah bagian yang melengkung seputar arcus


ischiadicus.
• Bagian penis Saluran lumen urethra pada bagian pelvis mempunyai
luas hampir dua kali lipat dari lumen-lumen urethra pada bagian lain.
Sebelum ejakulasi, konsentrasi spermatozoa dari ampula bercampur
dengan cairan- cairan kelenjar pelengkap pada urethra bagian pelvis
(Damayanti dkk, 2013).

G. Penis dan Preputium

Penis pada anjing dan kucing terbagi atas tiga bagian yaitu bagian
pangkal, badan dan ujung tudung (glans) penis. Ukuran penis sangat pendek dan
bagian pangkal penis anjing dapat membesar seperti balon bila mengalami
ereksi. Namun demikian beberapa spesies ditemukan os (tulang) penis pada
bagian glans penis yang panjangnya 3-4 mm (seringkali ditemukan dalam
keadaan rudimenter). Panjang glans penis sekitar 1 cm dan diselimuti oleh spina
(papilla numerous) yang tajam pada kucing. Preputium merupakan selubung
bagian ujung anterior penis, selubung ini merupakan suatu lipatan kulit. Selaput
lendir dari preputium ini berkelenjar dan sekresinya bersifat lemak, sekresi
kelenjar ini bercampur dengan epitel yang rusak sehingga berbau merangsang
yang disebut smegma prepusium. Muara luar prepusium disebut orificium
praeputi (Junaidi, 2013).

19
2.1.4 Hormon Reproduksi Jantan

Hormon Fungsi
Inhibin Inhibin merupakan hormon glikoprotein yang
diproduksi oleh Sel Sertoli yang berperan
secara nyata menghambat produksi dan sekresi
FSH oleh hipofisis anterior.
FSH Hormon gonadotropin yang disekresikan oleh
hipofisis anterior dan mempunyai peran utama
terhadap testis, akan berikatan dengan reseptor
pada testis yang kemudian akan menyebabkan
efek pada steroidogenesis dan gametogenesis.
Androgen Perkembangan dan pemeliharaan kelenjar seks
assesori, merangsang ciri seks seknder dan
kelakuan seksual, spermatogenesis dan efek
anabolik.
Aktivin Merangsang pelepasan FSH dari
hipofisis.

Testosteron Hormon yang dihasilkan di testis dan biasa


disebut androgen. Fungsinya meningkatkan
libido, untuk mempengaruhi kesanggupan
hewan jantan untuk ereksi dan ejakulasi.
LH Merangsang terbentuknya spermatogenesis
dan hormon testosteron dari sel leydig
(Widyaningrum dkk., 2015).

2.2 Penyakit Reproduksi pada Kucing dan Anjing


2.2.1 Pyometra
Pyometra berasal dari kata “pyo” yang artinya nanah dan “metra” artinya
uterus. Pyometra berarti peradangan kronis dari mukosa atau lapisan uterus
(endometrium) yang disebabkan oleh infeksi dan ditandai dengan adanya
penumpukan nanah dalam uterus, serta dapat menyebabkan gangguan reproduksi
yang bersifat sementara (infertil) atau permanen (kemajiran). Pyometra dapat
terjadi pada sapi, anjing, kucing, dan kuda tetapi jarang terjadi pada hewan lain
(Pemayun dan Farhani, 2016).

20
Pyometra merupakan infeksi pada uterus (rahim) yang dapat bersifat akut
maupun kronis dengan adanya akumulasi nanah di dalam uterus. Pyometra sering
tidak terdeteksi pada awal infeksi, biasanya pyometra baru diketahui pada saat
penyakit sudah parah. Kucing betina yang terkena Pyometra dapat menunjukkan
tanda klinis keluarnya leleran dari vagina (pyometra terbuka) atau tanpa
mengeluarkan leleran (pyometra tertutup). Pyometra tertutup harus segera
ditangani untuk mencegah terjadinya sepsis dan kematian pasien (Simarmata,
2020). Umumnya bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan kucing dengan
pyometra adalah bakteri yang normal ditemukan pada uterus kucing sehat (Misk
dan ELsherry, 2020).

Gambar 2.8 Uterus yang Mengalami Pyometra

Akumulasi eksudat purulen yang terjadi didalam uterus disebabkan oleh


bakteri-bakteri yang secara normal berada didalam uterus dalam keadaan tertentu
menjadi patogen akibat dari adanya pengaruh hormonal. Bakteri yang biasanya
menyebabkan terjadinya pyometra adalah Escherichia coli, Staphylococcus sp,
Streptococcus sp, Pseudomonas sp, Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Proteus sp
(Tilley dan Smith, 2016). Bakteri endotoksin dapat menyebabkan kerusakan pada
organ tertentu. Bakteri akan menyebabkan akumulasi pus didalam uterus. Pus
yang keluar melalui saluran reproduksi menuju vagina menyebabkan terbentuknya
vaginal discharge (Bergestrom, 2017). Akumulasi pus atau nanah dikarenakan
adanya infeksi dari bakteri dapat mengakibatkan inflamasi. Inflamasi (radang)

21
merupakan respon fisiologis tubuh terhadap gangguan dari faktor eksternal atau
gangguan luar tubuh (Kenide, 2016).

Di Indonesia sendiri penyakit ini sudah sering dijumpai. Namum adanya


infeksi oleh mikroorganisme dan faktor hormonal kompleks yang terjadi didalam
uterus hewan menjadi penyebab utama terjadinya penyakit ini. Biasanya pyometra
terjadi pada hewan-hewan yang berumur lebih dari 6 tahun (Indrawati, 2015).

Pyometra yang disebabkan karena terjadinya perubahan hormon dimana


setelah masa estrus atau birahi, kadar progesteron tetap meningkat selama delapan
hingga sembilan minggu, merangsang perkembangan dan pemeliharaan
berkelanjutan dari endometrium yang meliputi perbesaran arteri yang mengalirkan
darah ke dinding uterus dan pertumbuhan kelenjar endometrium yang
mensekresikan cairan nutrien (uterine milk) yang dapat menyokong embrio
sebelum embrio terimplantasi dalam dinding rahim. Namun jika kehamilan tidak
terjadi selama beberapa siklus estrus, lapisan terus bertambah tebal sampai
terbentuk kista di endometrium. Lapisan yang menebal dan kistik menyebabkan
semakin banyaknya cairan yang menciptakan lingkungan ideal bagi bakteri untuk
tumbuh. Selain itu, kadar progesteron yang tinggi menghambat kemampuan otot-
otot di dinding rahim untuk berkontraksi. Faktor lain yang berkontribusi
terjadinya pyometra adalah fakta bahwa selama estrus, sel-sel darah putih
dihambat untuk memungkinkan lewatnya sperma dengan aman. Kelalaian dalam
perlindungan ini sering menyebabkan terjadinya infeksi dan tingkat stress yang
tinggi saat estrus akan meningkatkan flora normal walaupun tanpa terbentuknya
kista endometrium (Brooks, 2020).

Pada siklus estrus, uterus dipengaruhi oleh hormon estrogen dalam waktu
singkat namun pengaruh progesteron berlangsung selama 9-12 minggu yang
diikuti dengan ovulasi, serta persiapan kebuntingan. Kebuntingan akan
menyebabkan penebalan endometrium, peningkatan sekresi glandular, dan
penghambat keluarnya cairan dengan stimulasi penutupan serviks. Progesteron
juga menyebabkan relaksasi myometrium dan menghambat aktivitas leukosit di
dalam endometrium yang dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan bakteri.
Siklus diestrus merupakan kondisi yang baik untuk bakteri tumbuh. Pada siklus
estrus, bakteri flora normal dapat memasuki uterus melalui serviks yang terbuka.

22
(Bergestrom, 2017). Tanda-tanda klinis bervariasi tergantung pada berat
ringannya penyakit. Pyometra paling umum terlihat pada kucing yang berusia
lebih tua. Secara umum tanda klinis pyometra antara lain adanya penurunan nafsu
makan, depresi, banyak minum, lesu, dan perut membesar dengan atau tanpa
adanya leleran vagina serta disertai terjadinya polyuria (Pemayun dan Farhani,
2016). Pyometra merupakan peradangan kronis mukosa uterus (endometrium)
yang ditandai dengan nanah dalam uterus, adanya discharge yang keluar dari
vulva, menyebabkan gangguan reproduksi yang bersifat sementara (infertil) atau
permanen (majir) (Sayuti et al., 2012). Pada hewan yang terinfeksi pyometra
terbuka rasa sakit akan sedikit terasa secara sistemik, adanya leleran vagina
berwarna kuning-hijau, kecoklatan atau kemerahan, kental, dan lelerannya berbau
dan merupakan ciri khas dari pyometra. Pada kasus pyometra tutup akan
mengalami rasa sakit yang berlebih, lemas, tidak mau makan, demam, muntah,
terkadang pada abdomen terlihat membesar seperti bunting (Patrick, 2016).

Gambar 2.9 Vaginal Discharge Pada Pyometra Terbuka

2.2.2 Caesar
Operasi caesar adalah prosedur operasi (bedah) untuk mengeluarkan
janin (fetus) dengan insisi (membuka) melalui dinding abdomen (laparotomy)
dan uterus (hiskotomi). Terkadang bedah caesar atau bedah caesar sering
dilakukan atau tindakan pembedahan yang biasa dilakukan, yang berhubungan
dengan tingkat keselamatan induk dan anak. Tindakan ini dipilih karena
keadaan emergency. Jika tindakan ditunda lebih dari 24 jam (Brooks,2020).

23
Banyak hal yang menyebabkan anjing harus dilakukan tindakan caesar
diantaranya, yaitu:

• Faktor Ras : ada beberapa anjing yang sering melalui tindakan


pembedahan pada saat melahirkan misalnya Scottish terrier,
Chihuahua, Pomeranian, dan Staffordshire bull terrier. Selain itu
anjing yang memiliki pinggul sempit juga kerap kali melalui operasi
caesar.

• Faktor Anatomi dan Genetik : anjing dengan brachycephalic


(kepala pendek dan lebar) cenderung lebih membutuhkan operasi
caesar kemungkinan karena ketidak sesuaian antara ukuran panggul
induk dan kepala anak anjing.

• Faktor Kesehatan : penyakit yang kerap kali menyebabkan anjing


harus dioperasi caesar yaitu infeksi saluran rahim dan vagina
ataupun anoreksia sehingga menganggu kualitas kesehatan dan
mempengaruhi kesehatan janin. Selain itu kejadian distokia juga
merupakan indikasi operasi caesar pada anjing contohnya Scottish
terrier, Chihuahua, Pomeranian, dan Staffordshire bull terrier.

Pendekatan bedah untuk Cesarean section terdiri dari standing (left atau
right flank, lateral oblique), lateral recumbency (left atau right flank, high, low
ventral oblique), dan dorsal recumbency (left atau right paramedian, ventral
midline). Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan
pendekatan operasi didasarkan pada tipe distokia, kondisi hewan, dan kondisi
lingkungan, ketersediaan tenaga pembantu, dan selera pembedah (Vermunt,
2011).

2.2.3 Kelahiran Normal (Eutachia)


Kelahiran atau partus merupakan rangkaian proses-proses fisiologi yang
berhubungan dengan pengeluaran anak dan placenta dari induk pada akhir masa
kebuntingan. Partus normal adalah persalinan yang melalui kejadian secara
alami dengan adanya kontraksi rahim induk dan dilalui dengan pembukaan
untuk mengeluarkan fetus. Proses kelahiran dapat dibagi menjadi 3 tahapa.
Tahap pertama, diawali dengan dilatasi cervix dan diakhiri dengan masuknya

24
fetus dalam cervix. Tahap kedua, kelahiran ditandai dengan dilatasi yang
sempurna dari cervix hingga fertus dilahirkan. Selama tahapan ini kontraksi
uterus terjadi secara regular dan kuat. Dan tahap ketiga yaitu pengeluaran
plasenta. Kontraksi uterus masih berlangsung pada tahap ini akan tetapi
intensitasnya semakin rendah dibandingkan tahap kedua (Harber, 2018).

Beberapa faktor tampaknya terlibat dalam mengawali kelahiran,


terutama perubahan-perubahan tingkat hormon, seperti yang terukur pada
plasma darah maternal. Masa kebuntingan kucing biasanya berlangsung antara
58-67 hari atau kurang lebih 2 bulan. Dan sekali melahirkan akan ada 1-6 anak
anjing yang keluar dari perut induknya. Partus pada kucing biasanya muncul
tanda-tanda sebagai berikut :

 Mencari tempat yang sepi dan terpencil. Satu atau dua minggu sebelum
melahirkan kucing akan mulai mencari tempat sepi dan terpencil untuk
melahirkan nanti.
 Selera makan berkurang. Biasanya selera makan anjing akan berkurang
ketika sudah dekat masa melahirkan. Biasanya disebabkan kucing sudah
mulai mudah lelah dan sulit bergerak.

 Tidur lebih lama dari biasanya. Umumnya anjing bisa tidur selama 16-
18 jam per hari. Jika si kucing tidur lebih lama dari biasanya bisa jadi ia
sudah mendekati masa melahirkan.

 Lebih Sering Mengeong. Apabila anjing terus mengeong, pertanda ia


sudah ingin melahirkan. Kalau sudah seperti ini, harus menyiapkan
tempat yang nyaman untuk ia melahirkan.

 Mengeluarkan air bening atau yang juga disebut cairan amnion.


Biasanya terjadi di detik-detik si anjing akan melahirkan.

2.2.4 Ovariohisterectomy (OH)

Ovariohysterectomy adalah metode sterilisasi bedah yang sering dilakukan


oleh dokter hewan praktisi di Indonesia. Sterilisasi reproduksi melalui
pembedahan dapat dilakukan dengan tujuan terapi penyakit reproduksi,
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan pemilik hewan terkait dengan aktivitas

25
hormonal serta pengendalian populasi kucing. Ovariohysterectomy merupakan
teknik yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat dan Canada, sedangkan
Ovariectomy sering dilakukan di Belanda dan beberapa negara Eropa lainya.
Ovariohysterectomy mengurangi resiko, juga merupakan solusi pada kejadian
pyometra, cystic endometrial hyperplasia, kebuntingan semu (pseudo-pregnancy)
dan kondisi patologis pada uterus lainnya (Prayoga dkk., 2021).

Gambar 2.10 Teknik ovariohisterektomi


Ovariohysterectomy mengurangi resiko, juga merupakan solusi pada
kejadian pyometra cystic endometrial hyperplasia, kebuntingan semu
(pseudopregnancy) dan kondisi patologis pada uterus lainnya (Rahayu, et al.,
2021).

Penanganan yang dilakukan pada hewan kasus dengan cara


ovariohisterektomi yaitu pengangkatan ovarium dan uterus. Hewan kasus
dipuasakan makan 8-12 jam sebelum operasi. Anestesi yang diberikan adalah
anestesi umum. Setelah dipersiapkan hewan kasus dibaringkan dorsal recumbency,
daerah ventral abdomen disiapkan sebagai daerah operasi. Umbilikus
diidentifikasi dan diperkirakan untuk membagi daerah abdominal menjadi 3
bagian. Hewan kasus dilakukan pencukuran rambut di daerah umbilikus ke kaudal
kemudian didesinfeksi menggunakan alkohol 70% dan iodine. Insisi dilakukan
mulai dari kaudal umbilikus 1/3 bagian kranial abdominal ke kaudal sekitar 4-8
cm. Insisi dilakukan pada kulit dan subkutan sepanjang 4-8 cm untuk membuka
linea alba. Linea alba dipegang dan diangkat sedikit keluar untuk dapat
melakukan insisi pada linea alba untuk membuka rongga abdomen. Dinding
abdomen kiri dikuakkan dan dilakukan eksplorasi uterus dengan menggunakan

26
jari. Untuk memastikan bahwa yang akan diangkat adalah uteri, ditelusuri ke
kaudal untuk menemukan biforkasio uteri dan ke kranial untuk menemukan
ovarium. Setelah 7 ovarium ditemukan, dipalpasi adanya ligamentum
suspensarium pada ujung proksimal ovarium. Ditelusuri dan dilakukan pemutusan
ligamentum suspensariumagar ovarium dapat dikeluarkan (Dewi dkk., 2019).

2.2.5 Orchiectomy (Kastrasi)

Kastrasi atau orchiectomy adalah suatu tindakan pembedahan dibawah


anestesi umum untuk mengangkat (menghilangkan) testiskel dan korda
spermatika dengan tujuan menghasilkan sterilitas. Manfaat lain kastrasi pada
kucing dan anjing jantan diantaranya adalah mengurangi spraying dan marking;
mengurangi dan mencegah kejadian penyakit hormonal dan tumor testis, hernia,
gangguan kelenjar prostat serta mengurangi agresif di masa kawin dan keinginan
berkeliaran di luar rumah. Keberhasilan kastrasi ditentukan oleh pengobatan dan
perawatan pasca operasi. Luka pasca operasi harus diobati supaya lekas kering
dan hewan dapat kembali sehat seperti semula. Manajemen perawatan luka yang
tepat diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah kerusakan
kulit dan jaringan sekitarnya, mengurangi risiko infeksi, dan juga untuk
meningkatkan kenyamanan pasien (Aryanti dan Romadhiyati, 2021). Pada anjing
prevalensi cryptorchid dilaporkan 0.8 % - 10 % (Birchard and Nappier, 2008) dan
2 % pada kucing. Testis yang gagal turun menempati ruang skrotum, memiliki
letak posisi anatomi yang bervariasi diantaranya prescrotal, inguinal dan intra
abdominal. Cryptorchid paling umum ditemukan pada anjing toy breed seperti
chihuahua, miniature schnauzer, pomeranian, poodle, cocker spaniel dan
yorkshire terrier, sedangkan anjing medium – large breed seperti shetland
sheepdog, siberian husky dan german shepherd dog (Tophianong dan Utami,
2019).

Kastrasi pada anjing dapat dilakukan melalui pendekatan prescrotalis,


perinealis dan scrotalis. Pendekatan melalui insisi prescrotalis adalah paling
umum dilakukan dan lebih mudah untuk dikerjakan. Testis sangat sukar
dikeluarkan melalui pendekatan perineal, tetapi pendekatan perinealis dilakukan
apabila sangat diperlukan seperti pada kasus hernia perineal. Sedangkan kastrasi

27
melalui pendekatan scrotalis juga umum dilakukan yaitu melakukan insisi pada
kulit skrotum diatas raphe scrotalis (Sudisma et al., 2006).

Setelah teranestesi hewan ditempatkan di atas meja operasi dengan posisi


dorsal recumbency dan ke-4 kaki diikat. Kemudian dilakukan pencukuran bulu di
daerah skrotum yaitu di daerah raphae scrotum. Desinfektan daerah skrotum
dengan alkohol 70%. Kemudian pasang dook steril pada daerah skrotum yang
sudah dibersihkan. Selanjutnya dilakukan incisi kulit tepat di sebelah cranial
raphae scrotum, salah satu testis di dorong ke depan sampai pada raphae scroti.
Dibuat irisan melalui fascia spermatica. Testis ditekan keluar melalui irisan
dengan tangan kiri tarik ke luar. Selanjutnya ligamentum scrotum dipotong dan
tunika vaginalis communis dibuka sampai ke depan. Ligasi spermatic cord yang
ada di dalamnya sejauh mungkin dengan menggunakan mosquito forceps, lalu
jepit spermatic cord searah yang menuju ke arah testis dengan menggunakan
scalpel kemudian spermatic cord dipotong searah yang menuju ke arah testis.
Untuk testis yang satunya dikerjakan dengan cara yang sama, yaitu melewati satu
irisan melalui septum scoroti. Kulit ditutup dengan jahitan sederhana tunggal
menggunakan benang cutton. Benang dilepas pada hari ke-7 (Amirudin dkk.,
2015).

2.2.6 Cryptorchid

Cryptorechid adalah kegagalan satu (unilateral) atau kedua (bilateral) testis


untuk turun ke dalam skrotom dalam delapan minggu pertama setelah partus
(Ettinger and Feldman, 2005) atau bisa mencapai 6 bulan setelah partus (Bright,
2011). Cryptorchid merupakan salah satu defek kongenital yang paling umum
ditemukan pada anjing dan kucing. Testis yang gagal turun menempati ruang
skrotum, memiliki letak posisi anatomi yang bervariasi diantaranya prescotal,
inguinalis dan intra abdominalis (Romagnoli, 1991).

Cryptorchid bisa ditemukan pada pure breed, mix breed maupun domestik
breed (Tibary and Memon, 2001). Cryptorchid paling umum ditemukan pada
anjing toy breed seperti chihuahua, miniature schnauzer, pomeranian, poodle,
cocker spaniel dan yorkshire terrier, sedangkan anjing medium – large breed

28
seperti shetland sheepdog, siberian husky dan german shepherd dog (Tibary and
Memon, 2001; Bright, 2011).

Kondisi yang demikian akan mengakibatkan kegagalan fungsi dari produk


sel leydig yaitu jumlah spermatozoa menurun dan meningkatnya abnormalitas
spermatozoa (cryptorchid unilateral). Pada kasus cryptorchid bilateral akan
mengakibatkan hewan menjadi steril/majir (Tibary and Memon, 2001). Testis
yang gagal turun ke ruang skrotum akan meningkatkan risiko terjadinya neoplasia,
yang paling umum pada anjing dan kuda adalah tumor pada sel sertoli 53%
(Tibary and Memon, 2001; Sharpe, 2006). Beberapa hipotesis mengatakan bahwa
adanya pengaruh suhu tubuh merupakan faktor predisposisi terjadinya neoplasia
dari sel yang berada dalam testis (tumor sel sertoli) (Hayes and Pendergrass, 1976;
Tibary and Memon, 2001).

29
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kegiatan
Kegiatan koasistensi reproduksi hewan kecil dilakukan di Klinik
Hewan Vet Care Surabaya pada tanggal 2 November – 28 November
2023. Kegiatan ini diikuti oleh peserta koasistensi :
No. Nama NPM
1. Elvira Maulidah 22830067
2. Fellah Attaqy Sukendra 22830083
3. Lalu Wahyu Rizaldy 22830035
4. Satya Santana Ishari 22830042
5. Selina Putri Sejati 22830022
6. Richardo Lumentut 22830070

3.1.2 Hasil Kasus Reproduksi di Klinik Hewan Vet Care


No. Kasus Reproduksi Jumlah
1. Partus Normal (Eutokia) 1
2. Sectio Caecaria 2
3. Ovaryhisterectomy 2
4. Kastrasi 3
5. Pyometra 1
6. Cryptorchid 1

3.1.2.1 Kelahiran
Normal (Eutachia)
Ambulatoir 1
Tanggal : 10 November 2023

Pemilik/Alamat : Ny. Novi / Taman Wisata Regency C21

Hewan/Breed : Anjing / Minipom

Warna : White

Nama/Umur : Snowy / 1,5 tahun

Jenis Kelamin : Betina

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

30
Anamnesa : Nafsu makan berkurang, bunting pertama, usia
kebuntingan 62 hari.

BB/Temperatur : 4,8 kg /37,6 ⁰C


Diagnosa : Partus

Tindakan Medik : Persalinan Normal


3.1.2.2 Sectio Caesar
Ambulatoir 1
Tanggal : 12 November 2023
Pemilik/Alamat : Ny. Silvy / Untung Suropati 68

Hewan/Breed : Anjing / Mini pom

Warna : Cream

Nama/Umur : Happy Mommy / 4 tahun

Jenis Kelamin : Betina

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara


Anamnesa : Hewan mempunyai riwayat caesar, anjing Caca
menunjukan gejala penurunan nafsu makan,
penurunan suhu tubuh, lemah, gelisah, terengah-
engah, kawin terakhir 23&24 Mei 2023

BB/Temperatur : 3,1 kg/36,9⁰C

Diagnosa : Sectio Caesar

Tindakan medis : Penanganan dilakukan tindakan section caesare,


pasca operasi di injeksi Ceftriaxon 0,31 ml
intramuskuler dan injeksi Tolfedine 0,07 ml
subkutan.

R/ Cefadroxil 31 mg
Mefinal 46,5mg
Dexamethason 1/8 tab
Glucose q.s

31
m.f pulv dtd no X
S 2dd pulv 1 p. c
#

Ambulatoir 2
Tanggal : 20 November 2023

Pemilik / Alamat : Tn. Roy/ Surabaya

Hewan / Breed : Kucing/ BSH

Warna : Abu

Nama / Umur : Nina / 4 tahun

Jenis Kelamin : Betina

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

Anamnesa : Hewan mempunyai riwayat caesar, kucing nina


menunjukan gejala penurunan nafsu makan,
penurunan suhu tubuh, lemah, gelisah, terengah-
engah.

BB/Temperatur : 4 kg / 36,9⁰C

Diagnosa : Sectio Caesar

Tindakan medis : Penanganan dilakukan tindakan section caesare,


pasca operasi di injeksi Ceftriaxon 0,4 ml
intramuskuler dan injeksi Tolfedine 0,1 ml
subkutan.

R/ Cefadroxil 40mg
Mefinal 60mg
Dexamethasone 1/8 tab
Glucose q.s
m.f pulv dtd no X S 2dd pulv 1 p. c
#

32
3.1.2.3 Ovaryhisterectomy

Ambulatoir 1
Tanggal : 21 November 2023
Pemilik / Alamat : Tn. Budi / Dukuh Kupang 21
Hewan / Breed : Kucing / DSH
Warna : Oranye

Nama / Umur : Nisa / 2 tahun Jenis


Kelamin : Betina

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

Anamnesa : Kucing sehat, makan dan minum normal, defekasi


dan urinasi normal.
BB/Temperatur : 2,6 kg/38,7 ⁰C
Diagnosa : Ovariohisterektomi
Tindakan medik : Penanganan dilakukan tindakan
Ovariohicterectomy pasca operasi di injeksi
Ceftriaxon 0,26 ml intramuskuler dan injeksi
Tolfedine 0,065 ml subkutan.
R/ Cefadroxil 26 mg
Mefinal39 mg
Glucose q.s
m.f pulv dtd no X
S 2dd pulv 1 p. c
#
Ambulatoir 2
Tanggal : 22 November 2023
Pemilik/Alamat : Ny. Lici/Dukuh Pakis
Hewan/Breed : Kucing/DSH
Warna : Hitam dan Putih
Nama/Umur : Google/2 tahun
Jenis Kelamin : Betina

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

33
Anamnesa : Kucing sehat, makan dan minum normal,
defekasi dan urinasi normal.

BB/Temperatur : 2,3 kg / 38,9 ⁰C

Diagnosa : Ovariohisterektomi

Tindakan medik :Penanganan dilakukan tindakan Ovariohisterektomi,


pasca operasi di injeksi Ceftriaxon 0,23 ml
intramuskuler dan injeksi Tolfedine 0,057 ml
subkutan.

R/ Cefadroxil 23 mg

Mefinal 34,5mg

Glucose q.s
m.f pulv dtd no X
S 2dd pulv 1 p. c
#

3.1.2.4 Kastrasi

Ambulatoir 1

Tanggal : 14 November 2023

Pemilik/Alamat : Tn. Jerry / Jl. TWR C7

Hewan/Breed : Kucing / DSH

Warna : Oranye

Nama/Umur : Malik / 2,5 tahun

Jenis Kelamin : Jantan

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

34
Anamnesa : kucing sehat, makan dan minum normal,
defekasi dan urinasi normal.

BB / Temperatur : 3 kg / 38,8 ⁰C

Diagnosa : Kastrasi (Orchidektomi)

Tindakan medik : penanganan dilakukan tindakan Kastrasi


(Orchidektomi), pasca operasi di injeksi
Ceftriaxon 0,3 ml intramuskuler dan injeksi
Tolfedine 0,075 ml subkutan.

R/ Cefadroxil 30 mg

Mefinal 45 mg

Glucose q.s

m.f pulv dtd no X

S 2dd pulv 1 p. C
#

Ambulatoir 2

Tanggal : 14 November 2023

Pemilik / Alamat : Tn. Jerry/ TWR C7

Hewan / Breed : Kucing / DSH

Warna : Coklat

Nama / Umur : Billy / 2 tahun

Jenis Kelamin : Jantan

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

Anamnesa : Anjing sehat, makan dan minum normal,


defekasi dan urinasi normal.

BB / Temperatur : 3,1 kg / 38,8 ⁰C

Diagnosa : Kastrasi (Orchidektomi)

35
Tindakan medik : Penanganan dilakukan tindakan Kastrasi
(Orchidektomi), pasca operasi di injeksi
Ceftriaxon 0,31 ml intramuskuler dan injeksi
Tolfedine 0,077 ml subkutan, injelsi Betamox
LA 0,4 ml secara subkutan.
R/ Cefadroxil 31mg
Mefinal 46,5mg Glucose q.s
m.f pulv dtd no X
S 2dd pulv 1 p. C

Ambulatoir 3

Tanggal : 17 November 2023

Pemilik / Alamat : Ny. Mini/ Pakis Tirtosari

Hewan / Breed : Kucing/


Mix Dom Warna : Hitam

Nama / Umur : Gerry / 1 tahun

Jenis Kelamin : Jantan

Dokter Hewan : drh. Yoshi Tara

Anamnesa : Kucing sehat, makan dan minum normal,


defekasi dan urinasi normal.

BB / Temperatur : 4,7 kg / 38,5 ⁰C

Diagnosa : Kastrasi (Orchidektomi)

Tindakan medik : Penanganan dilakukan tindakan Kastrasi


(Orchidektomi), pasca operasi di injeksi
Ceftriaxon 0,4 ml intramuskuler dan injeksi
Tolfedine 0,1 ml subkutan.

36
R/ Cefadroxil 47mg
Mefinal 70mg
Glucose q.s
M.f pulv dtd no X
S 2dd pulv 1 p. c
#
3.2 Pembahasan
3.2.1 Partus Normal (Eutokia)
Kelahiran normal (Eutachia) merupakan kejadian fisiologis
yang seringterjadi pada setiap hewan betina bunting. Proses kelahiran
terbagi dalam 3 tahap, tahap pertama hewan akan sangat gelisah, gugup
dan berusaha mencari tempat. Tahap ini akan berlangsung 6-12 jam, dan
pada tahap ini hewan sering kali tidak mau makan, gelisah. Tahap kedua
ini ditandai dengan pembukaan dari serviks secara sempurna. Anjing
biasanya rebah lateral selama proses melahirkan namun beberapa kali juga
berjalan berkeliling dan berhenti kemudian merejan dengan posisi jongkok
(Junaidi, 2006).
Khoriollantois normalnya di setiap anak anjing pecah pada inlet
pelvis, sehingga akan ada cairan melalui vulva sebelum melahirkan. Posisi
normal anak anjing yang lahir 60% pada presentasi longitudinal anterior
dan 40% pada pressentasi posterior. Interval kelahiran disetiap anak adalah
5-60 menit dan akan cinderung lama pada anak terakhir. Tahap ketiga
merupahan tahap istirahat dan ini terjadi diantara melahirkan di setiap anak
anjing yang keluar. Kontrasi ringan dan persalinan setelah melahirkan
terjadi selama tahap ini (Junaidi, 2006).
3.2.2 Sectio Caesaria
Distokia merupakan suatu kondisi induk yang tidak dapat
mengeluarkan fetus selama proses kelahiran melalui jalan lahir dan
membutuhkan bantuan manual. Insidensi distokia bervariasi sesuai dengan
jenis anjing yaitu ras brachycephalica seperti French Bulldog yang
memiliki insiden yang lebih tinggi daripada anjing persilangan karena
ukuran kepala fetus yang besar. Indukan ras French Bulldog tidak

37
mempunyai leher yang panjang sehingga saluran pernafasan menjadi
pendek dan menyebabkan anjing ras brachyochepalica tidak kuat untuk
merejan (Sahoo, et al., 2018).
Faktor anatomi dan genetik, anjing yang mempunyai pelvis sempit
dan anak yang dikandung berukuran lebih besar, induk akan mengalami
kesulitan dalam melahirkan secara normal, sehingga menyebabkan faktor
keturunan secara genetik akan diturunkan kepada anak. Penyebab distokia
dari anjing betina berasal dari causa fetus atau causa maternal dengan
insidensi yang lebih tinggi pada causa fetus

(75,3%) daripada causa maternal (24,7%). Penyebab distokia causa fetus


meliputi malposisi fetus, ukuran fetus yang lebih besar, malformasi, dan
kematian fetus (Sahoo et al., 2018).

Penyebab utama distokia dari causa maternal adalah inersia uterina


primer, karena anatomi kelainan atau gangguan interaksi fisiologis antara
hormone (oksitosin) dan elektrolit (konsentrasi kalsium plasma yang
rendah). Inersia uterina sekunder merupakan hasil dari kelelahan uterus
setelah distrofi obstruktif terjadi karena penyumbatan pada jalan lahir atau
dapat terjadi secara spontan selama proses kelahiran tahap kedua. Faktor
yang paling penting adalah faktor heriditer. Kejadian yang tinggi pada
inersia uterina pada ras dan family tertentu merupakan bukti yang cukup
kuat dari kenyataan ini. Pada anjing Bulldog otot abdominal sangat rileks
dan lemah menyebabkan kontraksi abdomen tidak cukup untuk membawa
fetus ke inlet pelvis (Junaidi, 2021).

Penanganan pada kasus distokia adalah dengan dilakukan Sectio


Caesarea. Sectio Caesarea merupakan prosedur operasi pembedahan untuk
mengeluarkan janin (fetus) dengan insisi melalui dinding abdomen
(laparotomi) dan uterus (hiskotomi) (Onclin and Verstegen, 2008).
Indikasi utama melakukan sectio caesaria adalah distokia atau malposisi
fetus, fetus terlalu besar, pertumbuhan fetus yang tidak normal, pelvis yang
kecil, atau kelemahan uterus. Sectio caesaria sering direncanakan pada ras
brachyocephalic, hewan dengan riwayat distokia, dan fraktur felvis. Sectio

38
Caesarea sering terjadi pada anjing kecil dan jenis brachyocephalic
(Sudisma, 2006).

Pre-operasi mempersiapkan alat, bahan dan obat. Alat yang


digunakan untuk operasi terlebih dahulu disterilisasi dengan autoclave.
Ruang operasi dan meja operasi dibersihkan serta didisinfeksi. Hewan
sebelumnya dipersiapkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
secara menyeluruh dan hewan dipuasakan 6-12 jam. Obat yang
dipersiapkan adalah premedikasi yaitu Atropin Sulfat dosis 0.02-0.04
mg/kg BB secara subcutan, setelah 15 menit dilakukan anestesi umum
menggunakan Zolazepam-Tiletamin (Zoletil®) dosis 7-25 mg/kg BB
secara intramuskularis (Sardjana dan Kusumawati, 2011).

Posisi hewan adalah rebah dorsal. Daerah umbilikus ke arah caudal


dicukur bersih bulunya kemudian kulit dipersiapkan secara aseptik untuk
pembedahan dengan pemberian povidone iodine, selanjutnya dilakukan
pemasangan drape steril (Kiani, et al., 2014). Insisi dilakukan pada bagian
midline caudal abdominal, sekitar 5-10 cm tergantung ukuran. Setelah
rongga abdomen dibuka, uterus dikeluarkan dan untuk mengeluarkan fetus
insisi dilakukan di bagian dorsal midline uterus, panjang insisi secukupnya
untuk mengeluarkan fetus dari uterus. Pada hewan seperti anjing dan
kucing, fetus dan placenta dipisahkan langsung kemudian umbilical cord
diklem dengan arteri klem untuk menghentikan perdarahan yang terjadi,
selanjutnya fetus diberikan penanganan khusus dengan membersihkan
cairan hidung dan mulut melalui pipet dan tubuh dikeringkan dengan
handuk yang hangat untuk memberikan stimulasi dan resusitasi anak yang
dilahirkan (Sardjana dan Kusumawati, 2011).

Uterus yang diinsisi dijahit dengan jahitan menerus sederhana


dengan catgut chromic 3.0. Uterus dikembalikan ke dalam rongga
abdomen. Rongga abdomen diirigasi dengan cairan Ringer Lactat.
Penjahitan pada linea alba dan peritonium dengan pola jahitan terputus
sederhana menggunakan benang PGA 3.0. Jaringan subcutan dijahit
dengan pola jahitan subcuticular menggunakan benang catgut chromic 3.0.

39
Penjahitan kulit dilakukan dengan pola jahitan matras silang menggunakan
benang catgut chromic 3.0. Luka jahitan diberi antiseptik dan ditutup
menggunakan perban. Kesembuhan luka operasi akan dicapai pada 10-14
hari pascaoperasi dan pelepasan jahitan kulit dapat dilakukan 7–10 hari
pascaoperasi. Induk dan anak yang dilahirkan ditempatkan pada ruang
khusus untuk selalu dalam pantauan/observasi dan anak yang dilahirkan
diberikan colostrum dari susu induk (Robertson and White, 2020).

Premedikasi merupakan obat sebelum induksi anestesi dengan


tujuan untuk melancarkan induksi, durasi, dan pemulihan anestesi. Atropin
sulfate merupakan antikolinergik untuk mengurangi sekresi kelenjar
ludah dan bronkus serta mencegah bradikardia (Ramadani dkk., 2013).

Zoletil® sebagai preparat anestetika berisikan tiletamine sebagai


transquilizer mayor dan zolazepam sebagai muscle relaxant. Obat ini
memberikan anestesi general dengan waktu induksi yang singkat dan sangat
sedikit memberikan efek samping karenanya menjadi anastetika pilihan
yang memberikan tingkat keamanan yang tinggi dan maksimal. Zoletil
dapat diberikan dengan mudah secara intramuskuler dan akan
menghilangkan refleks penderita serta kesadaran penderita hilang dalam
waktu ± 5 menit (Sardjana, 2003). Penggunaan Ceftriaxone merupakan
antibiotik golongan cephalosporine.

Antibiotik ini bekerja dengan cara membunuh bakteri (bakteriosid).


Mekanisme kerja ceftriaxone yaitu menginhibisi sintesis dinding sel
bakteri. Ceftriaxone memiliki cincin beta laktam yang menyerupai struktur
asam amino D-alanyl-D- alanine yang digunakan untuk membuat
peptidoglikan (Muslim dkk., 2020). Obat Tolfedine® merupakan
antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan obat analgesik yang memiliki
kandungan tolfenamic acid yang dapat digunakan untuk perawatan
peradangan kronis pada anjing dan kucing. Tolfenamic acid
memperlihatkan efek farmakologis yang mirip dengan aspirin dan ampuh
menghambat cyclooxygenase (Septhayuda dkk., 2021).

40
Penggunaan cefadroxil sebagai terapi setelah caesar dilakukan agar
terhindar dari infeksi bakterial. Golongan cephalosporin ini terindikasi
untuk saluran reproduksi dengan mekanisme kerja yaitu menghambat
enzim transpeptidase, enzim yang berperan dalam tahap akhir sintesis
lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri (Rebuelto and Loza, 2010). Asam
mefenamat adalah salah satu jenis obat yang masuk dalam golongan Obat
antiinflamasi non- steroid (OAINS). Mekanisme kerja asam mefenamat
yaitu dengan cara menghalangi efek enzim yang disebut cyclooxygenase
(COX). Enzim ini membantu tubuh untuk memproduksi bahan kimia yang
disebut prostaglandin.Prostaglandin ini yang menyebabkan rasa sakit dan
peradangan. Dengan menghalangi efek enzim COX, maka prostaglandin
yang diproduksi akan lebih sedikit, sehingga rasa sakit dan peradangan
akan mereda atau membaik (Zulkifli, 2019). Dexamethasone adalah
golongan anti inflamasi steroid yang bekerja dengan melewati membran sel
dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma.

Kompleks antara dexamethasone dan reseptor glukokortikoid ini


dapat berikatan dengan DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi dan
sintesis protein. Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator
inflamasi menurun, dan edema jaringan berkurang. Selain itu,
dexamethasone juga menghambat phospholipaseA2, menyebabkan tidak
terbentuknya prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator
inflamasi kuat (Zulkifli, 2019).
3.2.3 Ovaryhisterectomy
Ovariohisterektomi adalah tindakan operasi yang dilakukan untuk
mengambil secara keseluruhan mulai dari ovarium, oviduct, dan uterus
(Fossum, 2019). Premedikasi yang digunakan dalam operasi ini adalah
Atropin sulfat dengan dosis 0,1 ml/kgBB secara subkutan. Pemberian
premedikasi dengan tujuan untuk mengurangi sekresi kelenjar saliva dan
mengurangi aktivitas traktus digestivus. Anestesi yang digunakan dalam
operasi ini adalah Zoletil. Zoletil sebagai preparat anestetika berisikan
tiletamin sebagai transquilizer mayor dan zolazepam sebagai muscle
relaxant. Obat ini memberikan anestesi general dengan waktu induksi yang

41
singkat dan sangat sedikit memberikan efek samping karenanya menjadi
anastetika pilihan yang memberikan tingkat keamanan yang tinggi dan
maksimal.
Zoletil dapat diberikan dengan mudah secara intramuskuler dan
akan menghilangkan refleks penderita serta kesadaran penderita hilang
dalam waktu ± 5 menit sedangkan pada pemberian melalui intravena,
hilangnya refleks dan kesadaran penderita akan dicapai dalam waktu ± 1
menit. Dosis Zoletil yang diinjeksikan adalah 0,2 ml/kgBB. Daerah
umbilikus ke arah caudal dicukur bersih bulunya kemudian kulit
dipersiapkan secara aseptik untuk pembedahan dengan pemberian alkohol
70% dan povidone iodine, selanjutnya dilakukan pemasangan drape steril.
Insisi dilakukan sekitar 1-2 cm caudal dari umbilikus pada kulit dan
subkutan sepanjang 5 cm dan linea alba akan terlihat (Kiani, et al., 2014)

Linea alba dipegang dan diangkat sedikit untuk dilakukan insisi


guna membuka rongga abdomen dengan hari-hati agar tidak terkena
jaringan lain dibawahnya. Dinding abdomen kanan dikuakkan dan
dilakukan eksplorasi rongga abdomen untuk mendapatkan kornua uteri
menggunakan spay hook. Selanjutnya kornua uteri ditarik keluar insisi dan
ditelusuri sampai ovarium ditemukan. Setelah ovarium ditemukan, lebih
lanjut ligamentum suspensorium dicari pada ujung proksimal ovarium dan
dilakukan pemutusan ligamentum suspensorium agar ovarium dapat
dikeluarkan (Pereira et al., 2018; Bushby et al., 2020).

Kompleks pembuluh darah ovarium diligasi dan dipotong


menggunakan klem arteri sebanyak 2 buah dan ligasi dilakukan
menggunakan benang PGA 3/0. Setelah itu diperiksa adanya perdarahan
pada ujung kompleks pembuluh darah ovarium yang telah diligasi,
dipotong, dan dibuka klem arterinya. Setelah prosedur yang sama
dilakukan pada ovarium disisi lainnya, kedua kornua uteri dapat ditarik
keluar, Selanjutnya ligamentum Lata dipisahkan dari kornua uteri, diklem,

42
diligasi kemudian dipotong. Ligasi pada korpus uteri dilakukan dengan
jahitan angka-8 menggunakan PGA 3/0. Korpus uteri dipotong dekat
serviks uteri dan selanjutnya potongan kornua uteri dan ovarium dapat
dilepas. Setelah itu diperiksa adanya perdarahan pada ujung korpus uteri
yang telah diligasi, dipotong, dan dibuka klem arterinya.

Gambar 3.1 Ovaryohisterektomi Kucing Nisa


Selanjutnya sisa potongan uterus dilepas ke dalam rongga abdomen,
rongga abdomen diirigasi dengan cairan NaCl fisiologis. Selanjutnya
dilakukan penjahitan pada linea alba dan peritonium dengan pola jahitan
menerus sederhana menggunakan benang catgut chromic 3/0. Jaringan
subkutan dijahit dengan pola subkutikuler menerus sederhana
menggunakan benang catgut chromic 3/0 sedangkan penjahitan kulit
dilakukan dengan pola matras silang menggunakan silk ukuran 3/0.

Post-operasi penggunaan Ceftriaxone merupakan antibiotik


golongan cephalosporine. Antibiotik ini bekerja dengan cara
membunuh bakteri (bakteriosid). Mekanisme kerja ceftriaxone yaitu
menginhibisi sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone memiliki cincin beta
laktam yang menyerupai struktur asam amino D-alanyl-D- alanine yang
digunakan untuk membuat peptidoglikan (Muslim, dkk., 2020). Obat
Tolfedine® merupakan antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan obat
analgesik yang memiliki kandungan tolfenamic acid yang dapat digunakan
untuk perawatan peradangan kronis pada anjing dan kucing. Tolfenamic

43
acid memperlihatkan efek farmakologis yang mirip dengan aspirin dan
ampuh menghambat cyclooxygenase (Septhayuda dkk., 2021).

Penggunaan cefadroxil sebagai terapi setelah operasi dilakukan


agar terhindar dari infeksi bakterial. Golongan cephalosporin ini
terindikasi untuk saluran reproduksi dengan mekanisme kerja yaitu
menghambat enzim transpeptidase, enzim yang berperan dalam tahap akhir
sintesis lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri (Rebuelto and Loza,
2010). Asam mefenamat adalah salah satu jenis obat yang masuk dalam
golongan Obat antiinflamasi non- steroid (OAINS). Mekanisme kerja asam
mefenamat yaitu dengan cara menghalangi efek enzim yang disebut
cyclooxygenase (COX). Enzim ini membantu tubuh untuk memproduksi
bahan kimia yang disebut prostaglandin.Prostaglandin ini yang
menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan menghalangi efek enzim
COX, maka prostaglandin yang diproduksi akan lebih sedikit, sehingga
rasa sakit dan peradangan akan mereda atau membaik (Zulkifli, 2019).

Luka operasi kemudian dibersihkan dengan hydrogen peroksida


setelah itu diberikan cloramfecort secara topikal dan ditutup dengan
hipafix. Pemberian obat topikal salep Chloramfecort bentuk krim yang
mengandung kombinasi obat yaitu Chloramphenicol dan Prednisolone.
Prednisolone adalah suatu senyawa anti-radang dari golongan
kortikosteroid. Chloramphenicol merupakan suatu antibiotikum yang
memiliki spektrum bakteri yang luas, berfungsi untuk mengobati infeksi
pada kulit, termasuk infeksi sekunder yang umumnya menyertai
peradangan (Sheng, 2023).
3.2.4 Kastrasi
Kastrasi dilakukan pada 3 ekor kucing. Sebelum di kastrasi kucing
dipuasakan selama 6-12 jam. Beberapa alat dan bahan yang termasuk
dalam prosedur operasi kastrasi, yaitu: Blade, Drape, Klem, benang catgut
chromic dan silk, NeeSSdle holder, Pinset chirurgis, Gunting tumpul –
tumpul, Obat Premedikasi (Atropin), Obat Anastesi (zoletil), Obat Post
Operasi (chloramfecort, Betamox, tolfedin), Kapas, Povidone SIodine,
underpad, benang cutgut 3.0.

44
Kastrasi dilakukan dengan Premedikasi atropin sulfat dengan dosis
0.1 x BB dengan menginjeksikan secara subcutan, kemudian ditunggu 15
menit lalu di anastesi secara intramuskular dengan zoletil dosis 0.2 x BB.
Setelah teranastesi bulu bulu pada scrotum dan daerah sekitar scrotum di
cukur sampai besih, setelah itu kucing di rebah dorsal, ke empat
ekstremitas difiksasi dalam posisi simetris. Olesi dengan povidon iodin
pada area scrotum. Kemudian dipasang surgical drape (Aulanni 2013).

Gambar 3.2 Testis pada Kucing Billy


Bagian scrotum ditekan dengan tangan sampai terlihat bagian
tengah antara kedua testis, batas tersebut diinsisi mengunakan blade
Panjang sayatan disesuaikan dengan ukuran testis. Selanjutnya bagian
tunica vaginalis comunis dari salah satu testis ikut disayat sampai testis
menyembul keluar dengan menekan bagian testis, hati-hati jangan sampai
terkena pembulu darah. Setelah testis menyembul keluar, testis ditarik
sampai terlihat spermatic cord (ductus deferens dan pembuluh darah).
Ligasi dengan menggunakan arteri klem pada masing-masing ductus
deferens dan pembuluh darah masing-masing ductus deferens dan
pembuluh darah diligasi menggunakan benang catgut chromic 3.0 di antara
arteri klem dan testis sampai benar-benar terligasi secara kuat, setelah
dilakukan ligasi testis digunting diantara testis dan ligasi, kemudian
dilakukan tes kebocoran dengan cara arteri clamp dilepas, setelah arteri
klem dilepas dan tidak ada pendarahan kemudian dilanjutkan dengan
menginsisi bagian tunica vaginalis comunis dari testis selanjutnya dengan

45
metode yang sama. Setelah kedua testis terambil, kemudian diirigasi
dengan menggunakan spuit yang berisi povidon iodin di sekitar ligasi.
berfungsi untuk mencegah adanya kontaminasi bakteri yang dapat
menghambat proses penyembuhan. Setelah kedua testis telah dipotong,
selanjutnya dilakukan penjahitan pada kulit bagian luar yang diinsisi
menggunakan benang nonabsorabel dengan jahitan terputus sederhana
(Sudisma, 2006).

46
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, Syafruddin , Zuraidawati , R. Desky , T.N. Siregar , A. Sayuti , dan A.


Harris. (2015). Pengaruh pemberian getah buah pepaya (carica
papaya l.) Dan povidone iodine terhadap kesembuhan luka kastrasi
pada kucing (felisdomestica) jantan. Jurnal Medika Veterinaria.
9(1):44-47.

Aspinall, V., Cappello, M. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy and


Physiology Textbook. Elsevier : China.

Aryanti, F., & Romadhiyati, F. (2021). Penyembuhan Luka Pasca Kastrasi Pada
Kucing Jantan Dengan Menggunakan Sediaan Propolis Cair. Jurnal
AgroSainTa: Widyaiswara Mandiri Membangun Bangsa, 5(1), 1–8.
https://doi.org/10.51589/ags.v5i1.59 Aspinal, Victoria. (2015).
Reproductive system of the dog and cat Part 2 -the male system.
Veterinary Nursing Journal, 26(3):89-91.

Aulanni. 2013. Instruksi Kerja Kastrasi. FKH Universitas Brawijaya. Malang.


Bergström, A., Holst, B.S. and Lagerstedt, A.S. 2017. Differentiation Between
Pyometra and Cystic Endometrial Hyperplasia/Mucometra in Bitches
by Prostaglandin F2α Metabolite Analysis. Theriogenology, 66(2) :
198-206.

Brichard Stephen J and Nappier Michael. 2008. Cryptorchidism.


CompendiumVet.Com Auburn University College Of Veterinary
Medicine.

Bright Ronald M. 2011. Cryptorchidism In Dogs and Cats. Saunders.

Brooks, G.F., Carroll, K.C, Butel, J.S., Morse. 2020. Mikrobiologi Kedokteran.

Bushby, P. 2020. Surgical Techniques for Spay/Neuter. In: Miller L,


Zawistowski S (Eds.) Shelter Medicine for Veterinarians and Staff.
2nd Ed. WileyBlackwell. Ames, IA. 625

47
Damayanti, T.S., Ismudiono, P.S. 2013. Ilmu Reproduksi Ternak. Airlangga
University Press. Surabaya.

Dewi, K.E.D.P., I.W. Wirata, dan I.G.A.G.P. Pemayun. 2019. Laporan Kasus:
Ovariohisterektomi untuk Penanganan Endometritis 50 pada Anjing
Ras Persilangan. Indonesia Medicus Veterinus, 8(6):750-761.

Ettinger Sj, Feldman EC. 2005. Veterinary Internal Medicine. SWB Saunders,
1694 – 1695.

Febby, F.B., Pudji, S., Dadik, R., Trilas, S., Tri, W.S., Indah, N.T. 2021. Kualitas
Semen Sapi Pejantan Berdasarkan Umur, Suhu, dan Kelembaban di
Taman Ternak Pendidikan Universitas Airlangga. Ovozoa 10 : 80-88.

Fossum, T. W., Cho, J., Dewey, C.W., Hayashi, K., Huntingford, J. L., and
MacPhail, C. M. 2019. Small Animal Surgery, 5th Edition. Elsevier
Inc. Philadelphia.
Harbers, F. 2018. Untersuchungen Zur Gegurt Und Post Partalen Morbiditat Der
Kalber Beim Thailandischen Sumpfbuffet (Bubalus Bubalis). Disertasi
(Glessen: Justus Liebg Univ)

Indrawati, V. 2015. Pyometra Pada Anjing. Artikel 004-Vitapet Animal Clinic.


Jakarta. Juli 2015. Diakses pada senin, 7 Mei 2018.

Ismudiono dan Lestari. 2014. Ilmu Reproduksi Ternak. E-Book. Airlangga


University Press.

Jawetz, Melnick & Adelberg. Ed. 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Junaidi, A. 2013. Reproduksi Dan Obstetri pada Kucing. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Kiani, F. A, A. B. Kachiwal., M. G. Shah., Z. A. Nizamani., F. M. Khand., G.


M. Lochi., A. Haseeb., A. M. Khokhar., A. Oad., and M. I. Ansari.
2014. Comparative Study on Midline and Flank Approaches for
Ovariohystrectomy in Cats. J Agric Food Tech. 4(1): 21 – 31.
Mariandayani HN. 2012. Keragaman Kucing Domestik (felis domesticus)
berdasarkan Morfogenetik. Jurnal Peternakan Sriwijaya 1(1):10

48
Mughniati, S. 2015. Pengaruh Ekstrak Biji Kapuk (Ceiba pentandra Gaertn)
sebagai Obat Kontrasepsi pada Kucing Lokal (Felis Domestica)
Ditinjau dari Kualitas Sperma dan Organ Reproduksi Jantan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Muslim, Z., Novrianti, A., dan Irnameria, D. 2020. Resistance Test of Bacterial
Causes of Urinary Tract Infection Against Ciprofloxacin and
Ceftriaxone 26 Antibiotics. SANITAS: Jurnal Teknologi dan Seni
Kesehatan. 11(2): 203 – 212.
Nugroho, R.A. 2015. Reproduksi Perkembangan Hewan. Buku Ajar. Yogyakarta.

Octaviana, F., Ramadhan, S. 2021. Reproduction Profile of Persian Breed Female


Cats (Fekkus catus) in Air Manjuto District, Mukomuko Regency,
Bengkulu. Vol 6 (1) : 28-32.
Patrick, A. 2016. Pola Kejadian Pyometra Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan
Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
[Skripsi]. Universitas Airlangga: Surabaya.

Pemayun, I.G., dan Farhani, A. 2016. Studi Kasus Penanganan Pyometra Pada
Kucing Lokal. Universitas Udayana : Bali.

Pereira. 2018. Tindakan Medis Untuk Pyometra Pada Kucing. Jurnal Medik
Veteriner. 5 (1): 124 – 130.
Prayoga, S.F., Neneng, I.M., Eko, M.Z.A., Lianny, N. 2021. Ovariohysterectomy
pada Kucing Liar. Ovozoa. 10(3): 98-104.

Prayoga, S. F., Megawati, N. I., Arifin, E. M. Z., & Nangoi, L. (2021).


Ovariohysterectomy pada kucing liar. Ovozoa : Journal of 52 Animal
Reproduction, 10(3), 98.

Rahayu, Fitri Rahayu., A. Aeka Nurmaningdyah., R. Indah Fitria., R. Anggraeni.,


R. Prabawan.2021. Pyometra pada Kucing Domestic Short Hair.
Media. Kedokteran Hewan, 32(1), 1-11.
Ramadani, A. H. M., Gunanti., dan Siswandi R. 2013. Efektivitas Anestetikum
Kombinasi Zoletil-Ketamin-Xylazin pada Babi Lokal (Suis
domestica). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rebuelto, M., and Loza, M. E. 2010. Antibiotic Treatment of Dogs and Cats
during Pregnancy. Veterinary Medicine International.

49
Robertson, S., and White, S. 2020. Cesarean Section Anesthetic Considerations.
Romagnoli SE. 1991. Canine Cryptorchidism. Vet Clin North Am Small Animal
Pract.

Sahoo, A. K., Nath, I., Nahak, A., Behera, S. S., Parija, D., and Nayak, S. P.
2018. Surgical Management of Dystocia due to Secondary Uteriner
Inertia in Dog-Case Report. EC Veterinary Science. 3(1): 260 –
265.
Sardjana, I Komang Wiarsa., Diah Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner Cetakan
Pertama. Airlangga University Press: Surabaya
Sardjana, I. K. M. 2003. Penggunaan Zoletil dan Ketamine untuk Anestesia
pada Felidae. Berk. Penel. Hayati. 9(1): 37 – 40.
Sayuti, A., Juli, M., Amrozi., Syafruddin., Roslizawaty., Yudha, F. 2012.
Gambaran Klinis Sapi Pyometra Sebelum dan Setelah Terapi Dengan
Antibiotik dan Prostaglandin Secara Intra Uteri. Jurnal Kedokteran
Hewan Vol.6(2). ISSN : 1978-225X.

Septhayuda, I. E., I. K. A. Dada dan I. G. A. G. P. Pemayun. 2021. Laporan


Kasus: Penanganan Hernia Umbilikalis pada Kucing Persilangan
Persia Betina. Indonesia Medicus Veterinus. 10(1): 146 – 157.
Sheng, M., Chen, Y., Li, H., Zhang, Y., dan Zhang, Z. 2023. The application of
corticosteroids for pathological scar prevention and treatment.
current review and update. Burns and trauma.
Simarmata, Y., Lakapu, A., & Anom, I. D. (2020). Laporan Kasus: Pyometra
Pada Anjing Golden Retriever. Jurnal Kajian Veteriner, 8(1), 81-91.

Sudisma, IGN, Pemayun IGAGP, Wardhita AAGJ, dan Gorda IW. 2006. Ilmu
Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Penerbit Universitas
Udayana.

Tibary and Memon. 2001. Cryptorchidism in Dogs and Cat. Advances in Small
Animal Reproduction. International Veterinary Information Service
(IVIS) New York, USA.

Tilley, Larry P., and Smith, Francis W.K. Jr. 2016. Blackwell’s Five-Minute
Veterinary Consult : Canine and Feline. 6th ed. Wiley Blackwell.

50
Tophianong C.T dan Utami T, (2019). Laporan Kasus: Orchitomy pada Anjing
Penderita Cryptorctochid Bilateral. Jurnal Kajian Veteriner Vol. 7 No.
1 : 62-69 (2019).

Vermunt, J.J., 2011. The Caesarean Operation in Cattle. Iranian Journal Of


Veterinary Surgery (IJVS). 60:82-100.

Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Nieschlag E. 2012. Physiology of


testicular function. Di dalam: Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag M,
editor. Andrology male reproductive health and dysfunction. 3rd ed.
Berlin Springer-Verlag.

Widyaningrum Y., M. Lutfi., Afandi L., 2015. Kosentrasi Testosteron Dan


Leutenizing Hormon Sapi PO Jantan Muda Pada Percepatan
Pubertas. Prosiding Seminar Nasional Teknlogi Peternakan Lab
Veteriner. Pasuruan.

Zulkifli, Z. 2019. Uji Efek Analgetik Ekstrak Akar Binasa (Plumbago indica L)
Asal Kabupaten Sidenreng Rappang Terhadap Mencit Dengan Metode
Writhing Reflex Test. Jurnal Herbal Indonesia. 1(1): 43 – 49.

51

Anda mungkin juga menyukai