FITOKIMIA II
OLEH
KELOMPOK : I (SATU)
KELAS : A-S1 FARMASI 2021
ASISTEN : MIRA OCTAVIANI DARWIS, S.Farm
FITOKIMIA II
“FRAKSINASI
”
OLEH:
KELAS : A S1 FARMASI
2021 KELOMPOK : I (SATU)
Mengetahui,
Asisten
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................3
1.3 Tujuan Percobaan....................................................................................3
1.4 Manfaat Percobaan..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
2.1 Uraian Biota Laut....................................................................................4
2.2 Simplisia..................................................................................................5
2.3 Ekstraksi..................................................................................................7
2.4 Ekstrak...................................................................................................14
2.5 Fraksinasi...............................................................................................17
2.6 Partisi Cair Cair.....................................................................................22
2.7 Kromatografi Cair Vakum.....................................................................24
2.8 Kromatografi Kolom Gravitasi..............................................................25
2.9 Tinjauan Pelarut.....................................................................................26
BAB III METODE KERJA...............................................................................30
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum...............................................................30
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................30
3.2 Cara Kerja..............................................................................................30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................32
4.1 Hasil.......................................................................................................32
4.2 Pembahasan...........................................................................................32
BAB V PENUTUP............................................................................................35
5.1 Kesimpulan............................................................................................35
ii
5.2 Saran......................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................41
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan partisi cair-cair?
2. Bagaimana prinsip dari partisi cair-cair?
3. Apa perbedaan dari ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan partisi cair-
cair
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami prinsip dari partisi cair-
cair
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan dari
ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair
1.4 Manfaat Percobaan
1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
partisi cair-cair
2. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami prinsip
dari partisi cair-cair
3. Mahasiswa diharapkan agar dapat mengetahui dan memahami perbedaan
dari ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat cair
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bulu Babi (Diadema setosum)
2.1.1 Klasifikasi Bulu Babi (Diadema setosum)
Menurut Ningsih (2015), klasifikasi dari bulu babi adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Cidaroidea
Famili : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum
4
pergerakan. Landak laut atau bulu babi berbentuk hemisferikal agak berbentuk
seperti telur.
2.1.3 Kandungan Senyawa
Menurut Hadinoto dkk (2016), cangkang bulu babi memiliki kandungan
senyawa aktif yang bersifat toksik. Kandungan dalam cangkang bulu babi telah
diketahui sampai saai ini adalah polihidroksi dan apelasterosida A dan B
Diperkirakan racun yang ada dalam cangkang dan duri tersebut dapat juga
digunakan sebagai bahan obat. Sebagai antimikroba, cangkang bulu babi memiliki
kandungan senyawa bioaktif antara lain, serotoin, glikosida, steroid, bahan
cholinergic, dan brandykinin-like substances.
2.1.4 Manfaat
Menurut Ningsih (2015), Bulu babi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk,
misalnya berasal dari organ sisa pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang
dan organ dalam. Bulu babi berperan dalam menjaga keseimbangan populasi dari
alga yang hidup di karang serta dapat menghindari adanya kompetisi penempatan
ruang antara alga dan karang. Cangkang dari jenis bulu babi tertentu dilapisi oleh
pigmen cairan hitam stabil yang dapat digunakan sebagai pewarnaan jala dan
kulit. Selain itu cangkang bulu babi pun memiliki potensi sebagai antikanker,
antitumor dan antimikroba.
2.2 Simplisia
2.2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral) (Endarini L, 2016).
5
2.2.2 Penggolongan Simplisia
Menurut Herbie (2015), simplisia dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1. Simplisia Nabati
6
3. Simplisia pelikan atau mineral
7
dan adanya kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena
kelarutannya yang rendah pada suhu ruang.
8
senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel
dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh
area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan
banyak waktu.
Kelebihan dari metode ini yaitu tidak diperlukan proses tambahan untuk
memisahkan padatan dengan ekstrak, sedangkan kelemahan metode ini adalah
jumlah pelarut yang dibutuhkan cukup banyak dan proses juga memerlukan waktu
yang cukup lama, serta tidak meratanya kontak antara padatan dengan pelarut.
2.3.4 Soxhlet
9
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas
labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan
suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah
proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil
kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan
banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih.
10
2.3.5 Reflux
Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik
didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya
pendingin balik (kondensor). Pada umumnya dilakukan tiga sampai lima kali
pengulangan proses pada rafinat pertama. Kelebihan metode refluks adalah
padatan yang memiliki tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung
dapat diekstrak dengan metode ini. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan
jumlah pelarut yang banyak
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik
didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
11
Gambar 2.10 Destilasi uap
(Dari sumber Mukhraini, 2014)
Menurut Marjoni (2016), Jenis-jenis ekstraksi diantaranya sebagai berikut:
A. Berdasarkan bentuk substansi dalam campuran
1. Ekstraksi padat-cair
Proses ekstraksi padat-cair ini merupakan proses ekstraksi yang paling
banyak ditemukan dalam mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam
suatu bahan alam. Proses ini melibatkan substan yang berbentuk padat di dalam
campurannya dan memerlukan kontak yang sangat lama antara pelarut dan zat
padat. Kesempurnaan proses ekstraksi sangat ditentukan oleh sifat dari bahan
alam dan sifat dari bahan yang akan diekstraksi.
2. Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi ini dilakukan apabila substansi yang akan diekstraksi berbentuk
cairan di dalam campurannya.
B. Berdasarkan penggunaan panas
1. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa
cara berikut ini
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan
cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu
pada temperature kamar dan terlindung dari cahaya.
12
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.
2. Ekstraksi panas
Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung
dalam simplisia dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang membutuhkan
panas diantaranya:
a. Seduhan
Metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan merendam simplisia
dengan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit).
b. Coque (penggodokan)
Proses penyarian dengan cara menggodok simplisia menggunakan api
langsung dan hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat baik secara
keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya hasil godokannya saja tanpa ampas.
c. Infusa
Sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90°C selama 15 menit. Kecuali dinyatakan lain, infusa dilakukan
dengan cara sebagai berikut: “Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu
dimasukkan ke dalam panci infusa, kemudian ditambahkan air secukupnya.
Panaskan campuran di atas penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu
90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas menggunakan kain flannel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus
yang dikehendaki”.
d. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama dengan
maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu 30-40°C.
Metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang tersari baik pada suhu biasa.
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,
perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu pemanasan
pada dekokta lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30 menit dihitung setelah
suhu mencapai 90°C. Metode ini sudah sangat jarang digunakan karena selain
13
proses penyariannya yang kurang sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk
mengekstraksi senyawa yang bersifat yang termolabil.
f. Refluks
Proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut selama waktu dan
jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Proses ini
umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu pertama, sehingga
termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna.
g. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat
khusus berupa ekstraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metode refluks.
C. Berdasarkan proses pelaksanaan
1. Ekstraksi berkesinambungan (Continous Extraction) Pada proses ekstraksi
ini, pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi
selesai.
2. Ekstraksi bertahap (Bath Extraction) Dalam ekstraksi ini pada setiap tahap
ekstraksi selalu dipakai pelarut yang selalu baru sampai proses ekstraksi
selesai.
D. Berdasarkan metode ekstraksi
1. Ekstraksi tunggal merupakan proses ekstraksi dengan cara mencampurkan
bahan yang akan diekstrak sebanyak satu kali dengan pelarut. Pada
ekstraksi ini sebagian dari zat aktif akan terlarut dalam pelarut sampai
mencapai suatu keseimbangan. Kekurangan dari ekstraksi dengan cara
seperti ini adalah rendahnya rendemen yang dihasilkan.
2. Ekstraksi multi tahap merupakan suatu proses ekstraksi dengan cara
mencampurkan bahan yang akan diekstrak beberapa kali dengan pelarut
yang baru dalam jumlah yang sama banyak. Ekstrak yang dihasilkan
dengan cara ini memiliki rendemen lebih tinggi dibandingkan ekstraksi
tunggal, karena bahan yang diekstrak mengalami beberapa kali
pencampuran dan pemisahan.
14
Menurut Ubay (2011), Berikut faktor–faktor yang mempengaruhi ekstraksi
yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut yang
terekstrak dan kecepatan ekstraksi.
2. Suhu
Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke
dalam pelarut.
3. Rasio pelarut dan bahan baku
Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa
yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat.
4. Ukuran partikel
Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin
kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel
semakin kecil.
5. Pengadukan
Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antara
pelarut dengan zat terlarut.
6. Lama waktu
Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak,
karena kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.
2.4 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi
dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena
panas (Depkes RI, 2014).
15
Menurut Depkes RI (2014), Berdasarkan sifatnya ekstrak dapat dibagi
menjadi empat, yaitu ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering, dan ekstrak cair.
1. Ekstrak encer (Extractum tenue)
Sediaan kental yang apabila dalam keadaan dingin dan kecil kemungkinan
bisa dituang. Kandungan airnya berjumlah antara 5-30%.
3. Ekstrak kering (Extractum siccum)
16
Ekstrak kering merupakan sediaan yang memiliki konsistensi kering dan
mudah dihancurkan dengan tangan. Melalui penguapan dan pengeringan sisanya
akan terbentuk suatu produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak
lebih dari 5%.
4. Ekstrak cair (Extractum fluidum)
18
senyawa-senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat kepolaran dari senyawa
yang akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang
bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan
senyawasenyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar
juga. Metode yang umum digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
senyawa yaitu metode kromatografi. Untuk tujuan kualitatif dapat digunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) sedangkan untuk pemisahan senyawa dalam jumlah
besar dapat digunakan kromatografi kolom (Tri dan Hanny, 2019)
2.5.3 Pemilihan Pelarut pada Fraksinasi
Metode fraksinasi pada umumnya dijadikan acuan dalam pendugaan sifat
kepolaran suatu senyawa yang akan dipisahkan (senyawa target). Berdasarkan hal
tersebut metode fraksinasi memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lain,
sebab dapat memisahkan senyawa bioaktif berdasarkan tingkat kepolaran karena
senyawa yang bersifat polar larut dalam pelarut polar sedangkan senyawa semi
polar larut dalam pelarut semi polar dan senyawa non polar larut dalam pelarut
non polar. Pemilihan pelarut pada fraksinasi bergantung pada sifat analitnya
dimana pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, karena metode
fraksinasi merupakan suatu prosedur pemisahan antara suatu senyawa berdasarkan
tingkat kepolarannya (Fatma dkk, 2021)
2.5.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen_komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam
(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat
cair). Sedangkan pada kromatografi lapis tipis, fase geraknya berupa lempeng
tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam) yang pada umumnya dilapisi
dengan silika gel. , ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan
baik berupa bercak ataupun pita. Setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak),
19
pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya
senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Tri dan Hanny, 2019)
2.10.1 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom termasuk kromatografi cairan, adalah metoda
pemisahan yang cukup baik untuk sampel lebih dari 1 gram. Pada kromatografi ini
sampel sebagai lapisan terpisah diletakkan diatas fase diam. Biasanya sampel
dihomogenkan dengan fase diam sehingga merupakan serbuk kering, diatas
lapisan ini dapat diletakkan pasir untuk menjaga tidak terjadinya kerusakan waktu
ditambahkan fase gerak diatas lapisan sampel. Fase diam dan sampel ini berada di
dalam kolom yang biasanya dibuat dari gelas, logam ataupun plastik. Selama elusi
fase gerak dialirkan dari atas, mengalir karena gaya gravitasi atau ditekan dan juga
disedot dari arah bawa. Komponen sampel akan terpisah selama bergerak dibawa
fase gerak didalam kolom (fase diam). Komponen yang paling tidak tertahan oleh
fase diam akan keluar lebih dahulu dan diikuti oleh komponen lain. Semuanya
ditampung sebagai fraksi, volume tiap fraksi tergantung besarnya sampel (kolom)
(Tri dan Hanny, 2019)
1. Kolom Kromatografi
Kolom biasanya berbentuk seperti buret untuk titrasi, ukurannya beragam.
Perbandingan panjang kolom sekurang-kurangnya 10 kalinya diameternya,
perbandingan ini tergantung mudah tidaknya komponen dipisahkan. Perbandingan
berat sampel dan fase gerak (1 : 30) biasanya cukup memadai untuk pemisahan
yang mudah, perbandingan dapat ditingkatkan hingga (1:50) untuk komponen
yang susah dipisahkan (Tri dan Hanny, 2019)
2. Fase Diam
Ukuran partikel fase diam bisanya lebih besar dari ukuran partikel fase
dian untuk KLT, ukuran yang digunakan antara 63-250 µm. Ukuran partikel lebih
kecil dari 63 µm akan mengalir lebih lambat, sehingga perlu ditekan atau
dihubungkan dengan pipa hisap. Silika gel (SiOi) adalah fase diam yang serba
guna, banyak digunakan. Pada pembuatannya silika gel perlu diaktifkan panaskan
pada 150- 160°C selama 3-4 jam. Fase diam lain yang dapat digunakan adalah
alumina (Tri dan Hanny, 2019)
20
3. Fase Gerak
Fase gerak dalam hal ini adalah pelarut yang akan digunakan dalam
pemisahan dengan kromatografi kolom. Pemilihan fase gerak sangat menentukan
berhasil tidaknya pemisahan. Untuk menentukan fase gerak yang akan digunakan,
dapat dilakukan beberapa pendekatan diantaranya penelusuran literature/pustaka
dan mencoba dengan KLT terlebih dahlu. Cara kedua ini lebih lazim dipilih
karena dapat secara tepat memprediksi pelarut kromatografi kolom yang akan
digunakan. Cara ini dikerjakan dengan memilih fase diam KLT sejenis dengan
fase diam kolom yang akan digunakan. Biasanya dicoba dikembangkan dengan
fase gerak non polar kemudian diikuti dengan fase gerak yang lebih polar (Tri dan
Hanny, 2019)
4. Membuat Kolom (Packing)
a) Cara Basah
Kedalam ujung kolom kromatografi (tempat keluarnya fase diam) diatas
keran diletakkan gelas wool, tidak perlu ditekan kuat. Diatasnya ditaburkan pasir
sehingga membentuk lapisan tebal + 1 cm. Selanjutnya dimasukkan petroleum
eter sambil mencoba kecepatan menetes fase gerak dengan memutar keran. Di
dalam beker gelas dibuat bubur fase diam dengan petroleum eter. Dengan bantuan
batang pengaduk bubur dimasukkan kedalam kolom berisi petroleum eter. Sambil
diketuk_ketuk butir-butir fase diam akan turun dan tersusun rapi didalam kolom.
Bila kolom penuh dengan petroleum eter keran dibuka untuk menurunkan
permukaannya dan petroleum eter yang keluar dapat digunakan lagi untuk
membuat bubur fase diam. Packing dihentikan sampai panjang kolom yang
dikehendaki. Selapis pasir diletakkan pada packing kolom untuk melindungi
kolom. Kolom dijaga untuk tidak kering, maka diatas lapisan pasir haras selalu
ada selapis fase gerak. Pada proses packing ini dinding luar kolom gelas
disemprot dengan aseton. Penyemprotan dimaksudkan untuk mendinginkan
kolom sehingga menghambat terbentuknya gelembung udara. Adapun untuk
kolom yang diameternya kecil fase diam kering dapat ditaburkan sedikit demi
sedikit kedalam kolom yang berisi petroleum eter. Kolom ini digunakan setelah
disimpan semalam (Tri dan Hanny, 2019)
21
b) Cara Kering
Selapis pasir diletakkan didasar kolom, kemudian fase gerak dimasukkan
lapis demi lapis sampil ditekan dengan karet atau alat penekan lain. Selain ditekan
dapat juga dibantu dengan dihisap, sehingga dihasilkan packing fase diam yang
mampat. Diatas fase diam diletakkan kertas saring dan diatasnya lagi sdapis pasir.
Pada posisi keran terbuka fase gerak dituangkan dan dibiarkan mengalir keluar.
Packing kolom disimpan dengan mempertahankan selapis fase gerak berada diatas
lapisan pasir (Tri dan Hanny, 2019)
5. Elusi (Pengembangan)
Fase Elusi (pengembangan) merupakan proses pemisahan ekstrak menjadi
fraksi-fraksinya oleh pengaruh Fase gerak (cairan =pelarut pengembang). Fase
gerak dimasukkan kedalam kolom dengan cara dituangkan sedikit demi sedikit
atau dialirkan dari bejana yang diletakkan diatas kolom sehingga fase gerak
mengalir dengan sendirinya. Cara yang praktis adalah dengan memasukkan
kedalam corong pisah, ujung corong pisah dimasukkan kedalam kolom dan ujung
lain tertutup, sedangkan keran terbuka. Fase gerak akan keluar dengan sendirinya
sesuai dengan keluarnya fase gerak dari kolom (Tri dan Hanny, 2019)
Ada dua jenis cara elusi, yang pertama adalah elusi isokratik yaitu selama
proses elusi menggunakan fase gerak dengan polaritas tetap. Kedua adalah elusi
gradien (bertahap) yaitu selama proses elusi menggunakan fase gerak berubah-
ubah polaritasnya. Untuk membuat polaritas berubah-ubah maka komposisi fase
gerak berubah. Pada umumnya dimulai fase gerak non polar kemudian berubah
kepelarut yang polar. Perubahan ini dapat diprogramkan sesuai dengan pemisahan
yang diinginkan. Elusi dihentikan jika sudah tidak ada lagi sampel yang dapat
dibawa keluar lagi oleh fase gerak, bila digunakan elusi gradien sudah sampai
pada fase gerak yang paling polar (Tri dan Hanny, 2019)
22
2.6 Partisi Cair-Cair
24
dalam sebuah corong pisah selama beberapa menit. Teknik ini dapat diterapkan
untuk bahan-bahan dari tingkat runutan maupun yang dalam jumlah banyak
(Maria dkk, 2016)
Prinsip kerja corong pisah yaitu untuk memisahkan zat/senyawa tertentu
dalam sampel berdasarkan kelarutan dalam pelarut tertentu yang memiliki
perbedaan fase. Campuran dua fase dimasukkan kedalam corong pisah kemudian
didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung, penyumbatan dan keran
corongdibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran
corong (Dwi dkk, 2019)
2.7 Kromatografi Cair Vakum
26
sistem isokratik. Elusi gradient (variasi kepolaran pelarut) dilakukan apabila
campuran senyawa cukup komplek sedangkan elusi isokratik dilakukan jika
campuran senyawa yang akan dipisahkan sederhana. Sampel dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk bersama adsorben (impregnasi) dan
dimasukkan ke bagian atas kolom kemudian dihisap perlahan-lahan. Kolom
dielusi dengan pelarut yang sesuai, dimulai dengan yang paling non polar. Kolom
dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi. Kromatografi cair vakum,
fraksi- fraksi yang ditampung biasanya bervolume jauh lebih besar dibandingkan
dengan fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom biasa. Langkah pemisahan
menggunakan kromatografi cair vakum biasanya dilakukan pada tahap awal
pemisahan (pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses
ekstraksi). Jenis pompa vakum yang paling banyak dipakai sekarang yaitu pompa
jenis reciprocating. Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang
dipompa dengan cara gerakan piston maju-mundur yang dijalankan oleh motor.
Piston berupa batang gelas dan berkontak langsung dengan larutan (Aris, 2016)
2.8 Kromatografi Kolom Gravitasi
27
didalam kolom dapat digunakan glass wool atau kapas. Aplikasi teknik ini banyak
digunakan untuk pemurnian senyawa setelah melewati KLT, misalnya untuk
pemurnian karotenoid, klorofil, serta senyawa bioaktif lainnya (Giner dkk, 2012)
Pada kromatografi kolom, kolomnya diisi dengan bahan seperti alumina,
silika gel atau pati yang dicampur dengan adsorben dan pastanya diisikan kedalam
kolom. Larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom atas sehingga sampel
diabsorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut yang berfungsi sebagai fase gerak
ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut berlangsung
dipelarut yang turun kebawah dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben yang
berfungsi sebagai fase diam.Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami
proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju penurunan berbeda untuk
masing- masing zat terlarut dan bergantung koefisien partisi masing-masig zat
terlarut. Kemudian, zat terlarut akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan
zona berwarna yag disebut kromatogram. Akhirnya, masing-masing lapisan
dielusi dengan pelarut yang cocok untuk m emberikan spesimen murninya (Giner
dkk, 2012)
2.9 Tinjauan Pelarut
2.9.1 Alkohol
28
Etanol juga dapat dimanfaatkan dalam bidang pengobatan, pangan, pembuatan
kosmetik, dan bahan bakar (Azizah dkk., 2012).
2.9.2 Aquadest
29
2.9.4 Metanol
30
dengan sebagian besar minyak lemak dan minyakatsiri. n-Heksana adalah pelarut
yang baik jika
31
digunakan untuk mengekstrak senyawa yang sifatnya non polar sebab mempunyai
berbagai kelebihan, yaitu volatil, stabil, dan selektif (Rowe et al 2009).
32
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Fitokimia 2 percobaan partisi cair-cair dilaksanakan pada hari
Minggu tanggal 15 Oktober 2023 pukul 07.00-10.00 WITA. Praktikum ini
bertempat di Laboratorium Bahan Alam Farmasi Fakultas Olahraga Dan
Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu Batang pengaduk, cawan
porselen, corong kaca, corong pisah, gelas beker, gelas ukur, kaki tiga, neraca
ohaus, spatula, dan vial.
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Alkohol 70%,
aluminium foil, aquades, etil asetat, ekstrak kental bulu babi (Diadema setosum),
label, metanol, n-heksan dan tisu.
3.3 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%
3. Ditimbang ekstrak kental bulu babi (Diadema setosum) sebanyak 5g
menggunakan neraca ohaus
4. Dilarutkan ekstrak kental bulu babi (Diadema setosum) dengan 200 mL
metanol
5. Dimasukan ke dalam corong pisah, lalu tambahkan pelarut n-Heksan
sebanyak 100 mL
6. Dikocok selama 30 menit
7. Didiamkan sampai terjadi pemisahan antara 2 fase
8. Dibuka keran corong pisah untuk memisahkan fase polar dan non polar,
lalu ditampung di botol vial
9. Diukur volume fraksi metanol dan fraksi n-Heksan yang didapatkan
dengan gelas ukur
33
10. Dimasukan kembali fraksi metanol kedalam corong pisah, dan
ditambahkan dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1
11. Dikocok selama 15 menit, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan
12. Dibuka keran corong pisah, dipisahkan antara fraksi polar dan fraksi semi
polar didalam botol vial
13. Diukur volume fraksi yang telah didapatkan
14. Dibungkus dengan aluminium foil ke tiga fraksi yang telah didapat
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Table 4.1 Hasil Pengamatan Partisi Cair-Cair
Bulu Babi
(Diadema
setosum)
60 mL 38 mL 400 mL
Sumber : Data yang diolah, 2023
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan partisi cair-cair dengan cara
pemisahan komponen menggunakan pelarut yang tidak saling bercampur yang
berdasarkan tingkat kepolaran. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2014).
Metode partisi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara
dua fase pelarut yang tidak saling bercampur. Komponen kimia akan terpisah ke
dalam kedua fase sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tetap (Muhammad dan Fiqhanisa, 2018). Prinsip ekstraksi cair-
cair adalah like disolves like yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut
dalam pelarut polar, dan senyawa nonpolar mudah larut dalam senyawa nonpolar.
Ekstraksi cair-cair dalam prosesnya terjadi perpindahan solut dari satu fase ke fase
lain. Pada ekstraksi cair-cair, fase yang digunakan adalah dua cairan yang tidak
saling bercampur, biasanya digunakan air dan pelarut organik (Bella, 2016)
35
Hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang
digunakan yaitu corong pisah, gelas kimia, gelas ukur, kaki tiga, spatula, dan vial.
Adapun bahan yang digunakan yaitu air, alkohol 70%, aluminium foil, ekstrak
kental bulu babi (Diadema setosum), etil Asetat, label, metanol, N-heksan, dan
tisu. Lalu dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Alkohol 70% digunakan
untuk membersihkan alat agar alat terbebas dari mikroba, Menurut Dian Wahyuni
(2017), Penggunaan alkohol 70% sangat bermanfaaat untuk membersihkna kuman
pada alat kesehatan dimana alkohol bekerja sebagai anti mikroba dengan
mekanisme mendenaturasi protein.
Masing-masing ekstrak kental bulu babi (Diadema setosum) dilarutkan
dengan pelarut metanol sebanyak 200 mL. metanol digunakan sebagai pelarut
polar, Menurut Mariana (2018), menurut prinsip like dissolve like yaitu senyawa
polar akan larut dalam senyawa polar dan senyawa non polar akan larut dalam
pelarut non polar. Setelah dilarutkan kemudian dimasukkan sampel kedalam
corong pisah. Menurut Febrianti (2019), prinsip kerja corong pisah yaitu untuk
memisahkan zat/senyawa tertentu dalam sampel berdasarkan kelarutan dalam
pelarut tertentu yang memiliki perbedaan fase.
Pelarut n-heksan dimasukkan sebanyak 200 mL kedalam corong pisah.
Menurut Astuti (2020), pelarut n-heksan adalah pelarut yang baik jika digunakan
untuk mengekstrak senyawa yang sifatnya non polar sebab mempunyai berbagai
kelebihan, yaitu volatil, stabil, dan selektif. Dan selanjutnya dilakukan
pengocokan selama 15 menit. Menurut Saotoraharjo (2020), pengocokan
dilakukan agar terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada
kedua lapisan. Kemudian sampel didiamkan selama beberapa menit hingga
terbentuk dua lapisan yaitu lapisan metanol dan lapisan n-heksan. Masing-masing
lapisan yang terpisah diukur volumenya menggunakan gelas ukur dan ditampung
pada wadah botol kaca (vial). Menurut Sari (2017), setiap fraksi harus disimpan
dalam wadah kedap udara dan kering serta terhindar dari sinar matahari langsung
untuk menghindari rusaknya fraksi atau ekstrak.
Lapisan metanol dimasukkan kembali kedalam corong pisah dan
ditambahkan dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1. Menurut
Syafa’ah
36
(2019), etil asetat bersifat semi polar akan menarik senyawa semi polar. Menurut
Dewi (2021), pemisahan ekstraksi cair-cair dilakukan dengan menggunakan
pelarut non polar yaitu n-heksana dengan perbandingan 1:1, pelarut semi polar
yaitu etil asetat dengan perbandingan 1:1. Setelah itu dilanjutkan dengan
pengocokan selama 15 menit dan didiamkan larutan hingga terbentuk dua lapisan
yaitu lapisan aquades dan lapisan etil asetat. Menurut Yazid (2015), pengocokan
dilakukan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut dan
setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang
berada di bawah dengan kerapatan lebih besar sehingga dapat dipisahkan. Masing-
masing lapisan kemudian dipisahkan dan ditampung pada wadah botol kaca (vial).
Menurut Sari (2017), setiap fraksi harus disimpan dalam wadah kedap udara dan
kering serta terhindar dari sinar matahari langsung untuk menghindari rusaknya
fraksi atau ekstrak.
Hasil yang diperoleh, pada metanol (sampel) memperoleh volume 60 mL,
pada fraksi etil asetat memperoleh volume 400 mL, dan pada fraksi n-heksan
diperoleh 38 mL. Hasil yang diperoleh ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
Menurut Flanagan (2017), ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi
cair-cair diantaranya, jenis pelarut, kelarutan analit, kecepatan pengadukan, dan
lama pengadukan. Selain itu dari data hasil yang diperoleh bahwa pada tiap fraksi
yang dihasilkan terdapat pengurangan maupun penambahan volume dari pelarut
yang digunakan. Menurut Nurdiansyah (2018), dalam partisi penambahan hasil
akhir fraksi dikarenakan bahwa semua senyawa yang terdistribusi kedalam pelarut
polar maupun nonpolar yang memiliki hasil fraksi dengan volume yang
meningkat. Adapun kemungkinan kesalahan dalam percobaan ini adalah
kurangnya ketilitian dalam mengukur pelarut yang digunakan, dan kesalahan
dalam menggunakan alat yang menyebabkan kerusakan pada alat, selain itu
terdapat kemungkinan kesalahan yang terjadi adalah waktu pengadukan dan
kecepatan
pengadukan.
37
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
38
Sebaiknya untuk laboratorium agar dapat menjaga kondusifitas keadaan ru
angan dan kelengkapan peralatan di dalamlaboratorium sehingga dapat
memperlancar praktikum.
5.2.4 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan lebih mengasah lagi kemampuannya dalam mengamati senya
wa-senyawa yang terdapat dalam sampel yang membutuhkan ketelitian dalam
melakukan praktikum.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Musir dkk. 2014. Penuntun Praktikum Teknologi Pemisahan. Jakarta
Amaliah, Rima .2022. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Hasil Partisi Rimpang
Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet (L). Roscoe ex Sm. Undergraduate
(S1) thesis, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Aris Yulita Aprianto. 2016. Isolasidan Identifikasi Senyawa Triterpenoid pada Biji
Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Skripsi. Universitas Airlangga
Armid. 2011.Prekonsentrasi Dan Analisis Senyawa Renik Fenol Pada Sampel
Perairan: Optimasi Kinerja Adsorben Pada Ekstraksi Padat-Cair.
Awainah Nurul.2015. Standarisasi Ekstrak Metanol Klika Anak Dara (Croton
Oblongus Burm F.). Jurusan Farmasi. Fakultas Kedokteran & Ilmu
Kesehatan. Uin Alauddin Makassar
Azizah, N., Al-Baarri, A. N., dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi
terhadap Alkohol, pH, dan Produksi Gas pada Proses Fermentasi
Bioetanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 1(2): 72-77.
Bella Fibriani, Yani Lukmayani, 'Leni Purwanti.2016.Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Flavonoid dari Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R.
Wilczek). Bandung
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Penerapan
Formularium Nasional. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan: Jakarta
Dewi Sartika, Sitti Chadijah, Asriani Ilyas.2014.Analisis Antioksidan Ekstrak Etil
Asetat Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Dengan Metode
DPPH (1,1difenil-2-Pikrilhidrazil). Makassar
Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Kementrian Kesehatan RI:
Jakarta
Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi Enam. Depkes RI : Jakarta.
Dwi Rizki Febrianti, Yugo Susanto, Rakhmadhan Niah, Siti Latifah. 2019.
Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Kulit Jeruk Siam Banjar (Citrus
reticulata) Terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa. Jurnal
Pharmascience, Vol. 06 , No.01, Februari 2019, hal: 10 – 17
Elyta Mariana, Edy Cahyono, Endah Fitriani Rahayu, dan Bowo Nurcahyo.2018.
Validasi Metode Penetapan Kuantitatif Metanol dalam Urin Menggunakan
Gas Chromatography-Flame Ionization Detector. Indo. J. Chem. Sci. 7 (3)
(2018)
Endarini, L. H. 2016. Farmakognosi Dan Fitokimia. Kemenkes RI.
40
Eva Susanty Simaremare. 2014. SKrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal
(Laportea decumana (Roxb) Wedd). Phamarcy Vol 11 No 1 Juli 2014
Fatma Eka Putri, Andarini Diharmi, Rahman Karnila. 2021. Identifikasi Senyawa
Metabolit Sekunder pada Rumput Laut Cokelat (Sargassu plagyophyllum)
Using Fractionation Method. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia Vol 15 No 01
Fery Norhendy et al. 2014. Farmakognosi. Kompetensi Keahlian Farmasi. Buku.
Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
Fitriani Rizky Amelia. 2015. Penentuan Jenis Tanin dan Penetapan Kadar Tanin
dari Buah Bungur Muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) secara
Spektrofotometri dan Permangantometri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya Vol. 4 No 2 (2015)
Giner Maslebu dkk. 2012. Kombinasi Teknik Kromatografi Kolom Gravitasi
Sepktrofotometer Sederhana sebagai Permodelan Kromatografi Cairan
Kinerja Tinggi (KCKT). Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Pendidikan Sains VII UKSW.
Hadinoto, S., Sukaryono, I. D., & Siahay, Y. 2016. Kandungan Gizi Bulu Babi
(Diadema setosum) dan Potensi Cangkangnya Sebagai Antibakteri.
Lambung Mangkurat University Press.
Hasri, Iwan Dini, St. Aminah, Nurdiansyah. 2018. Isolasi Dan Karakterisasi
Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak N-Heksan Kulit Batang Tumbuhan
Buni (Antidesma Bunius (L) Spreng) Dan Potensi Sebagai Anti Kanker.
Jurusan Kimia Universitas Negeri Makassar.
Herbie, T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat -226- Tumbuhan Obat untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Cetakan 1. Edited by
Adhe. Yogyakarta: OCTOPUS Publishing House.
Hermawan dan Sari, Lelita S., 2016. Pemodelan Kesetimbangan Cair-Cair Dalam
Pemungutan Senyawa Fenol Dari Limbah Cair Industri Tekstil Dengan
Proses Ekstraksi. Skripsi, Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Negeri Semarang
Julianto, T. S. 2019. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining
Fitokimia, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Khusnul Khotimah. 2016. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Metabolit Sekunder
Senyawa Karpain pada Ekstrak Metanol daun Carica pubescens Lenne dan
K.Koch dengan LC/MS. Skripsi. Malang
Maria Christina P, Riftanio N. Hidayat, Duyeh Setiawan. 2016. Pemisahan
Renium-188 Dari Sasaran Wolfram-188 Dengan Metode Ekstraksi
Menggunakan Pelarut Metil Etil Keton. Jurnal Forum Nuklir (JFN)
Volume 10, Nomor 1, Mei 2016
41
Marjoni, R. 2016 Dasar-Dasar Fitokimia untuk Diploma III Farmasi. Jakarta:
CV. Trans Info Media
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,
Jurnal-Kesehatan Vol VII No. 2, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alaudin
Makassar, Makassar.
Ningsih, R. W. 2015. Studi Keanekaragaman Teripang (Holothuridae) aan Bulu
Babi (Echinoidae) di Perairan Pantai Desa Sungai Bakau Kecamatan
Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat (Doctoral dissertation, IAIN
Palangka Raya).
Ningsih, R. W. 2015. Studi Keanekaragaman Teripang (Holothuridae) aan Bulu
Babi (Echinoidae) di Perairan Pantai Desa Sungai Bakau Kecamatan
Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat. Doctoral dissertation, IAIN
Palangka Raya).
Parwata, I Made Oka Ade. 2016. Flavonoid. Bahan Ajar. Denpasar
Pratiwi. 2014. Skrining Uji Efek Antimitosis Ekstrak Daun Botto’-Botto’
(Chromolaena Odorata L.) Menggunakan Sel Telur Bulubabi (Tripneustus
Gratilla L.). Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
Raditya Iswandana dkk. 2017. Formulation, physical stability, and in vitro activity
test of foot odor spray with betel leaf etanol extract (Piper betle L.).
Pharmaceuticals Sciences and Research 4(3) : 121-131
Rahayu, Siti. 2017. Isolasi Pektin Dari Kulit Pepaya (Carica Papaya L.) Dengan
Metode Refluks Menggunakan Pelarut Hcl Encer. Palembang
Ramadani, Nur Ulfa .2018. Pengaruh Suhu dan Waktu Evaporasi Tanaman Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L.) Menggunakan Evaporator Vakum dalam
Optimasi Kadar Vitamin C dengan menggunakan Response Surface
Methodology (RSM) (Effect of Temperature and Evaporation Time on
Rawit Chilli (Capsicum frutescens L.) Using Vacuum Evaporator in
Optimization of Vitamin C by Using Response Surface
Methodology (RSM). Undergraduate thesis. Universitas Diponegoro
Rini Ambarwati, Erni Rustiani. 2022. Formulasi dan Evaluasi Nanopartikel
Ekstrak Biji Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Polimer PLGa.
Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 305-313
Rizki Aulia Rahmaeni. 2017. Uji Identifikasi Senyawa Kuersetin Dalam Ekstrak
N- Heksan Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.) Menggunakan
Metode Kromatogafi Lapis Tipis. Universitas Tanjungpura
Sarah Chairunnisa, Ni Made Wartini, Lutfi Suhendra. 2019. Pengaruh Suhu dan
Waktu Maserasi terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus
mauritiana L.) sebagai Sumber Saponin. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri
42
Sherly Kusuma Warda Nigsih. Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel ZnO
melalui Proses Sol-Gel untuk Bahan Solar-Cell. Laporan Tahunan.
Universitas Negeri Padang
Sutrisno Koswara dkk. 2017. Produksi Pangan Untuk Industri Rumah Tangga
Madu. BPOM RI. Jakarta
Tri Puji Lestari Sudarwati M.A. Hanny Ferry Fernand. 2019. Aplikasi
Pemanfaaran Daun Pepaya (carica papaya) sebagai Biolarvasida terhadap
Larva Aedes aegypti. Buku. Penerbit Graniti.
Ubay, Bey. 2011. Ekstraksi Padat-Cair. Jurnal Fisika UNAND. Bandung.
43
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Alat dan bahan
1. Alat
No Nama alat Gambar Kegunaan
Digunakan untuk
1. Batang pengaduk
Mengaduk campuran
Digunakan untuk
wadah menimbang
2. Cawan porselen
sampel
Digunakan untuk
membantu
3. Corong kaca
memindahkan larutan
ke wadah
Digunakan untuk
Memisahkan 2
4. Corong pisah
komponen yang
berbeda
44
Digunakan untuk
6. Gelas ukur mengukur volume
larutan
Digunakan untuk
7. Kaki tiga menyangga corong
pisah
Digunakan untuk
8. Neraca ohaus
menimbang sampel
Digunakan untuk
9. Spatula mengambil ekstrak
kental
Digunakan untuk
10. Vial menampung hasil
fraksinasi
45
2. Bahan
No Nama bahan Gambar Kegunaan
Digunakan sebagai
1. Alkohol 70%
antiseptik
Digunakan sebagai
2. Alumunium foil
pembungkus wadah
Digunakan untuk
4. Aquadest Membersihkan corong
pisah
Digunakan sebagai
5. Etil asetat
pelarut
Digunakan untuk
6. Label
menandai
Digunakan sebagai
7. Metanol
pelarut
46
Digunakan sebagai
8. N-heksan
pelarut
Digunakan untuk
9. Tisu
membersihkan alat
47
Lampiran 2: Diagram alir
48
Hasil
49
Lampiran 3: Skema kerja
50
Dibuka keran corong pisah untuk memisahkan fase polar dan non polar, lalu ditampung di botol vial
Didiamkan sampai terjadi pemisahan antara 2 fase
kur volume fraksi metanol dan fraksi n-Heksan yang didapatkan dengan gelas ukur
51
eran corong pisah, dipisahkan antara fraksi polar dan fraksi semi polar didalam botol vial
Dikocok selama 15 menit, lalu didiamkan sampai terjadi pemisah
ksi metanol kedalam corong pisah, dan ditambahkan dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1
52