Anda di halaman 1dari 1

Obat Sintetik Biologi : Artemisinin

Telah ditemukan resistensi Plasmodium falciparum (penyebab penyakit malaria) terhadap


obat antimalaria Chloroquinolon. Oleh karena itu, semenjak 2003 WHO merekomendasikan
terapi malaria menggunakan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT). Artemisinin
merupakan obat ampuh dalam mengatasi penyakit malaria yang secara alami dihasilkan oleh
tanaman Artemisia annuna. Sebelum ditemukannya proses sintetis biologi dari Artemisinin,
sumber Artemisinin diperoleh dengan budidaya tanaman Artemisia annuna secara besar-besaran.
Selain memakan waktu (sekitar 18 bulan untuk budidaya dan ekstraksinya), budidaya tanaman
ini juga memakan biaya yang cukup besar dan sangat dipengaruhi oleh faktor daya tahan
tanaman terhadap hama dan penyakit untuk menjamin keberhasilan panennya. Setelah
ditemukannya Artemisinin melalui proses sintetis biologi, waktu produksi telah dapat
dipersingkat hingga 3 bulan saja dan tentunya dengan harga yang jauh lebih murah. Harga
Artemisinin menjadi semakin terjangkau untuk berbagai kalangan dalam mengatasi penyakit
malaria yang mewabah.
Sintesis biologi dari Artemisinin menggunakan ragi yang telah dimasukkan ke dalamnya 12
gen baru yang telah disintesis untuk memberikan jalur metabolisme bagi asam artemisinat, yaitu
senyawa prekursor dalam pembuatan artemisinin. Senyawa semi-sintetik asam artemisinat
selanjutnya disintetis secara kimia untuk mengahasilkan senyawa Artemisinin. Adanya produksi
artemisinin secara sintesis biologi membawa pengaruh terhadap petani tanaman Artemisia
annuna yaitu mengurangi pendapatan para petani, yang selanjutnya menjadi kekurangan dari
produksi Artemisinin secara sintesis biologi. Produksi sintesis biologi dari Artemisinin telah
dimulai sejak April 2013. Ditemukan pada tahun 2006 oleh Professor Jay Keasling dari
Universitas California-Berkeley yang disokong oleh yayasan US Gates.
Referensi:
Chris J. Paddon dan Jay D. Keasling. 2014. Semi-synthetic artemisinin: a model for the use of
synthetic biology in pharmaceutical development. Nature Reviews Microbiology 12, 355-367
(2014).

Anda mungkin juga menyukai