Oleh:
Giriza Sefiardi Rachmada, S.KH
NIM/Kelompok: 180130100011018/Kelompok 2
Gelombang/Tahun: 12/2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah Nya serta junjungan Nabi besar Muhammad SAW,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan PPDH Rotasi Bedah dan Radiologi
Veteriner yang dilaksanakan di Rumah Sakit Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya. Dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada drh. Viski Fitri Hendrawan M. Vet, selaku
coordinator rotasi Bedah dan Radiologi, drh. Novan Rickyawan selaku pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama kegiatan ini dan pembuatan proposal.
Penulis juga berterimakasih kepada orang tua, keluarga atas kasih sayang dan
dukungan serta doa tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan ini. Teman
-Teman Koas gadungan PPDH Kelompok 2, Duodenum gelombang 12, atas semangat dan
kekompakan. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan ini
yang tidak dapat disebut satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan yang telah diberikan agar laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi pembacanya.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR .........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………...2
1.2 Tujuan..................................................................................................2
1.3 Manfaat................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................2
2.1 Enterotomi.........................................................................................2
2.2 Prinsip Operasi..................................................................................3
2.3 Anatomi dan Fisiologi..........................................................................3
2.4 Kesembuhan Luka................................................................................ 3
2.5 Anastesi, Analgesik, Premedikasi, dan Antibiotik ............................4
2.6 Stadium Anestesia ............................................................................4
2.7 Teknik Operasi .................................................................................5
2.8 Terapi Cairan ....................................................................................5
BAB 3 METODOLOGI ......................................................................................6
3.1 Alat dan Bahan……………………………………………………….6
3.2 Prosedur Operasi……………………………………………………...6
3.2.1 Pre-operasi .................................................................................................6
3.2.2 Operasi…………………………………………………………6
3.3.3 Pasca Operasi…………………………………………………..7
3.3 Persiapan alat bahan,ruang dan tim operasi …………………………8
3.3.1 Persiapan Alat bahan dan ruang………………………………..8
3.3.2 Persiapan Tim Operasi…………………………………………8
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….9
DAFTAR GAMBAR
3
Gambar 2.1…………………………………………………………..7
Gambar 3.1…………………………………………………………..
Gambar 3.2…………………………………………………………..
Gambar 3.3…………………………………………………………..
Gambar 3.4…………………………………………………………..
Gambar 4.1…………………………………………………………..
Gambar 5.1…………………………………………………………..7
Gambar 5.2…………………………………………………………..7
Gambar 5.3…………………………………………………………..
Gambar 5.4…………………………………………………………..
Gambar 5.5…………………………………………………………..
Gambar 5.6…………………………………………………………..
Gambar 5.7…………………………………………………………..
Gambar 5.7…………………………………………………………..
Gambar 5.8…………………………………………………………..
Gambar 5.9…………………………………………………………..
Gambar 5.10…………………………………………………………..
Gambar 5.11…………………………………………………………..
4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minat masyarakat untuk memelihara anjing sebagai hewan kesayangan semakin
meningkat. Hal ini juga tercermin dari peningkatan perhatian pemilik terhadap upaya
pemeliharaan kesehatan hewan (Satria dkk., 2008). Anjing sebagai salah satu hewan kesayangan
yang disukai banyak orang untuk dipelihara karena hewan ini memiliki tingkat kecerdasan yang
tinggi dan memiliki sifat setia, sehingga menjadi bagian kehidupan masyarakat baik sebagai
penjaga maupun teman dalam keluarga, oleh karenanya selalu dirawat dan dikontrol
kesehatannya (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia,
banyak diantara anjing-anjing tersebut mengalami gangguan penyakit. (Tilley and smith, 1997).
Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan
manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan-hewan tersebut dapat
menularkan dan membawa berbagai agen penyakit. Salah satu solusi untuk memecahkan
permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing maupun kucing baik
pada jantan maupun betina
Ovariohisterektomi adalah operasi pengangkatan alat reproduksi pada anjing betina
(Anonimous, 2008). Sedangkan Foster dan Smith (2008) menyatakan bahwa ovariohisterektomi
adalah pengangkatan saluran reproduksi betina secara keseluruhan ovarium, oviduct, cornua
uteri, dan uterus diangkat. Prosedur ini tidak hanya mencegah kebuntingan pada hewan tapi juga
mengeliminasi siklus estrus. Bedah ini akan mengangkat sumber produksi hormon, seperti
estrogen dan progesteron (Partodihardjo, 1987). Ovarium terletak di bagian dorsal abdomen
sampai ginjal kirakira daerah vertebrae lumbalis ketiga dan keempat (Archibald, 1974)
1.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Pendidikan profesi dokter hewan (PPDH) rotasi interna hewan kecil
adalah untuk mengehtahui Teknik ovariohesterektomi meliputi persiapan operasi,pelaksanaan
dan pengobtan pasca operasi.
1.4 Manfaat
Manfaat dari kegiatan Pendidikan profesi dokter hewan (PPDH) rotasi interna hewan
kecil adalah mahahsiswa mampu melakukan bedah ovariohesterektomi meliputi persiapan
operasi, operasi dan pengobatan pasca operasi.
7. Tensi
Tensi yang terlalu tinggi atau rendah dapat menghambat kesembuhan luka, kesembuhan
luka dapat secara optimal apabila posisi luka tertaut dengan baik tanpa adanya tensi yang
dapat menyebabkan inversi dan overlapping atau penumpukan jaringan.
2.3 Anatomi dan fisiologi
Organ reproduksi anjing betina terletak di dalam abdomen yang dimulai dari paling luar
organ genital anjing tersusun dari vulva,vestibulum dan vagina. Orificium urethrae terletak pada
dasar vagina mengarah ke vesical urinaria. Urin mengalir melalui vestibulum oleh karena itu
kejadian infeksi pada saluran kemih dapat mempengaruhi system reproduksi anjing betina.
Genetalia betina terdiri dari dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii, uterus, vagina dan
vulva. Ovum yang dilepaskan dari ovarium dan diterima oleh infundibulum lalu dibawa masuk
ke toba fallopii, dimana pada saluran tuba fallopii (ampula) terjadi proses fertilisasi dalam
perjalanan ovum itu dari ovarium menuju ke uterus. Di dalam uterus ovum yang telah dibuahi itu
berkembang menjadi embrio, kemudian berkembang menjadi foetus yang akhirnya keluar dari
uterus menuju saluran kelahiran (vagina dan vulva) sebagai neonatal (Frandson, 1993).
Ovarium merupakan sepasang kelenjar yang terdiri dari ovarium dexter dan sinister, yang
terletak dibagian belakang ginjal. Organ ini ditunjang dan dipertaukan oleh bagian ligamentum
lata yang disebut mesovarium di sebelah dorsal dan lateral dan oleh ligamen utero-ovarial
disebelah medial (Frandson, 1993). Mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai alat eksokrin yang
menghasilkan ovum atau sel telur dan sebagai alat endokrin yang mensekresikan hormon
kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron.
Ovarium anjing berbentuk oval dan pipih, berukuran lebih kurang dua sentimeter dan
bergantung pada fase siklus birahi. Berat ovarium anjing berkisar antara satu sampai delapan
gram (Mc Donald, 1980). Jumlah folikel de Graaf yang terbentuk pada satu siklus birahi
tergantung pada hereditas dan faktor-faktor lingkungan. Pada anjing 3-15 folikel de Graaf
matang pada setiap estrus (Mc Donald, 1980). Segera setelah ovulasi rongga folikel diisi oleh
darah dan limfe membentuk corpus haemorrhagicum, dan untuk kemudian berubah menjadi
korpus luteum. Korpus luteum anjing mempunyai bentuk agak membulat dengan diameter dua
sampai lima milimeter. Jika terjadi fertilisasi, korpus luteum ini akan terus berfungsi untuk
mempertahankan kebuntingan. Jika fertilisasi tidak terjadi, corpus luteum tetap akan berfungsi
sampai akhir masa estrus (Stabenfeldt and Shille, 1977).
Sel-sel kecambah akan tumbuh dan berkembang dalam mencapai kematangannya
berturut-turut folikel primer, sekunder, tertier dan folikel de Graaf. Dengan bantuan hormon
estrogen yang cukup yang disekresikan oleh sel-sel theca interna, folikel de Graaf ini akan
pecah, sehingga keluarlah ovum dari ovarium. Peristiwa ini disebut ovulasi.
( Dominique,2004)
Gambar 2.1 Organ reproduksi anjing betina
Uterus terletak pada perpanjangan vagina dan terdapat beberapa bagian berupa
leher,badan,tuba uteriia kanan dan kiri. Ovarium terletak pada akhir tuba,organ lain berupa
glandula mammae 3,4,5 pasang pada bagian dada (Sturz,R and Lori.2012)
Uterus adalah organ yang bentuknya bervariasi dari satu sel spesies ke spesies lain.
Uterus merupakan tempat implantasi dan perkembangan foetus yang terdiri dari 2 kornua,
korpus dan serviks. Fungsi uterus adalah :
1. Tempat untuk menerima sperma
2. Transport sperma dari tempat deposisi ke oviduct untuk fertilisasi
3. Memberikan lingkungan yang sesuai untuk : a. Implantasi embrio b. Memberi makan embrio
dan foetus selama kebuntingan
4. Proteksi mekanis terhadap foetus
5. Mengeluarkan foetus pada akhir kebuntingan
6. Terlibat dalam mekanisme luteolitik korpus luteum (Yatim, 1990).
Membrana mukosa yang menyelimuti uterus adalah suatu struktur kelenjar yang disebut
tunika mukosa (endometrium). Ketebalan membran mukosa ini bervariasi berdasarkan kepada
vaskularisasi perubahan-perubahan hormon ovaria ketika dalam masa kebuntingan. Epitel yang
menutupi endometrium pada anjing merupakan epitel kolumnar sederhana.
2.4 Kesembuhan Luka
Fase hemostasis terjadi sesaat setelah luka yang ditandai dengan pembentukan agregasi
trombosit. Proses ini diperlukan untuk menutup kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah
(Sorg,2017) dan (Mori,2008).
Fase berikutnya adalah inflamasi terjadi 1–4 hari setelah luka. Fase ini ditandai dengan
infiltrasi sel neutrofil dan makrofag pada jaringan luka. Sel makrofag akan mengeluarkan
mediator inflamasi dan enzim-enzim untuk memulai fase selanjutnya.
fase proliferasi. Fase proliferasi terjadi 4 sampai 21 hari setelah terjadinya luka, ditandai
dengan angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan jaringan granuloma, kontraksi luka, dan
epitelisasi.
Fase yang terakhir adalah remodeling yang terjadi 21 hari sampai dengan 2 tahun setelah
terjadi luka. Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan baru yang telah utuh (Balqis,2014).
8. Potong ligamen antara ikatan yang mengikat ligamen suspensory dengan artery
clamp yang menjepit ovarium.Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, arteri clamp
dilepas.Prosedur ini dilakukan pada masing-masing ovarium kanan dan kiri.
11. Diantara dua arteri clamp dibagian distal, corpus uteri diikat
menggunakan metode ikatan yang sama seperti sebelumnya. Buatlah dua
ikatan dan corpus uteri dipotong. Setelah yakin tidak terjadi pendarahan,
klem dilepas. Reposisi uterus dan omentum ke dalam abdomen.
12. Tutup bagian abdomen dengan menjahit tiga lapisan. Lapisan
fascia atau linea alba, subkutan dan kulit.
3.2.2 Operasi
Tindakan operasi dilakukan secara aseptis dimulai dengan disinfeksi area
abdomen, pemasangan kain drape dan sayatan untuk laparotomi (Kroner et al.,
2016). Sayatan kulit dilakukan di area linea alba posterior yang meliputi kulit,
subkutan, muskulus dan peritoneum sepanjang 6-10 cm. Kulit dan jaringan
subkutan dipreparasi menggunakan mayo scissors, preparasi tumpul dilakukan
untuk mencapai linea alba, kemudian bagian kiri dan kanan linea alba dijepit
dengan allis tissue forceps, dengan ujung scalpel dibuat sayatan kecil pada linea
alba (Kroner et al., 2016).
Setelah persiapan pre-operasi selesai maka dilanjutkan dengan persiapan
pelaksanaan operasi, setelah semua alat dan tempat siap operator dan co-opertator
memasuki area steril terlebih dahulu dengan mencuci tangan dengan
chlorhexidine 4% selama 5 menit setelah itu memakai glove dan headcap yang
sudah disterelisasi. Anastesiolog dan asisten kotor melakukan pra medikasi
anasetsi pada hewan dengan selalu dimonitoring kondisi hewan agar selalu berada
pada standar hewan operasi.
Setelah semua siap diberikan antibiotic berupa amoksisilin 0.325ml
sebagai antibiotic pramedikasi untuk mencegah terjadinya infeksi, lalu setlah
sekitar 10-15 menit di injek atropine sulfat dengan dosis 3.25ml. Setelah itu
lakukan pemasangan IV cathteter dan infus NaCl fisiologis untuk
mempertahankan volume cairan didalam tubuh dan menghindari syok akibat
kehilangan cairan secara tiba-tiba atau adanya perdarahan saat proses operasi.
Setelah semua terpasang dilanjutkan dengan pemberian anastesi berupa kombinasi
ketamin 0,325ml dan xylazine 0.16ml IM
Anjing nenei direbahkan dorsal diatas meja operasi dan di ikat ke empat
kakinya menggunakan tali,inhalasi berupa isoflurane juga diberikan untuk
memainten anastesi yang lebih lama. Area sekitar yang akan di incise di beri
povidone iodine 10% agar steril, setelah itu dilakukan pemasangan drape untuk
mengurangi resiko kontaminasi daerah operasi.
Dilakukan incise dengan blade mulai dari mengincisi kulit sepanjang 6-10
cm setelah kulit berhasil di sobek lanjutkan pada bagian subcutan dengan Panjang
yang sama. Setelah itu incisi bagian muskulus setelah itu dirasa incise sudah
cukup besar dan terlihat rongga abdomen lakukan eksplorasi terhadap cornua uteri
anjing nenei yang diduga berisi fetus yang sudah mati, setelah koruna ditemukan
kemudian dikeluarkan dengan maksimal dari abdomen. Pembuluh darah yang
mensuplai darah ke fetus di clamp menggunakan hemostatic forceps. Ovarium
kanan diambil diklamp mesovarium dan pembuluh darah, kemudian diligasi
dengan benang dilakukan gerakan memutar menggunakan vicryl absorbable.
Semua pembuluh darah yang berpotensi mengalami perdarahan diligasi sebelum
akhirnya dipotong bagian mesovarium dekat ovarium kanan. Kemudian diulangi
pada ovarium kiri .
Ekspose uterus sedalam mungkin lalu diklamp ovarium sedekat mungkin
pada serviks, kemudian ligase uterus dan pembuluh darah yang ada disana dengan
benang vicryl kemudian lakukan pemotongan pada uterus .
Cornua uteri dan ovarium yang telah terpotong diangkat dan dimasukan ke
dalam nearbaken dan di flushing rongga abdomen dengan NaCl fisiologis. Lalu
dilakukan penjahitan muskulus dengan pola simple interrupted dengan benang
vicryl absorbable dan dilanjutkan dengan subkutan dan kulit jahitan intradermal
emnggunakan vicryl.
BAB 4
HASIL
4.1Anamnesa
Anjing nenei dibawa ke RSHP UB pada 29 November 2019 dengan keterangan
pemilik bahwa kemarin subuh melahirkan 3 anak yang mati. Merupakan lahiran
pertama dan terjadi perdarahan terus menerus
4.2 Sinyalemen
Gambar 4.1 Anjing Nenei
Nama : Nenei
Ras : Golden Retriver
Berat Badan : 32.5 Kg
Jenis kelamin Betina
Warna : Putih kuning
Suhu : 40.3 C
CRT & Turgor : 2 detik
Mukosa : Pink
4.3Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan hematologi,
kimia darah dan X-ray.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Darah Anjing Nenei
Kisaran Normal
Pemeriksaan Hasil Satuan
Anjing
Hematologi:
Sel Darah Putih
7.1 10^ 3/µL 6.0-17.0
(WBC)
Sel Darah Merah
5.7 10^ 6/µL 5.5-8.5
(RBC)
Hemoglobin
9.9 g/dL 12.0-18.0
(Hb)
Hematocrit
41.4 % 37.0-55.0
(HCT)
MCV 72.6 fL 60.0-77.0
MCH 17.4 Pg 19.5-24.5
MCHC 23.9 g/dL 32.0-36.0
Trombosit (PLT) 317 10^ 3/µL 200-500
Limfosit 29.8 % 12.0-30.0
Monosit 4.3 % 3.0-10.0
Granulosit 65.9 % 60.0-80.0
Limfosit 2.1 10^ 3/µL 1.0-4.8
Monosit 0.3 10^ 3/µL 0.15-1.35
Granulosit 4.7 10^ 3/µL 3.5-14.0
RDW-CV 14.7 % 12.0-16.0
RDW-SD 45.2 fL 35-56
PCT 0.264 % 0.0-2.9
MPV 8.3 fL 6.7-11.0
PDW 4.9 fL 0.0-50.0
P-LCR 27.8 % 13-43
Kimia Darah
ALT/SGPT 31 U/L 8.2-57.3
Ureum (BUN) 9 mg/dL 10-20
Kreatinin 0.8 mg/dL 0.5-2
Total Protein 7.5 g/dL 5.4-7.5
Albumin 2.2 g/dL 2.6-4.0
Globulin 5.3 g/dL 2.7-4.4
Ratio A/G 0.41 g/dL 0.6-1.1
Total Bilirubin 0.4 mg/dL 0.07-0.61
ALP 83 U/L 10.6-100.7
Glukosa 78 mg/dL 60-100
Amilase 737 U/L 269.5-1462.4
Elektrolit
Na 146 Mmol/L 140-153
K 3.9 Mmol/L 3.8-5.6
Ca 9 mg/dL 8.7-11.8
P 4 mg/dL 2.6-6.8
Gambar 4.2 Hasil radiografi abdomen anjing Nenei posisi right lateral
recumbency
4.4 Obat-obatan
Tabel 4.2 Tabel Obat
FUNGSI OBAT DOSIS VOLUME RUTE WAKTU
(mg/kg (ml) ADMINISTRASI
BB)
Premedikasi Atropin sulfat 3.25 0.88 SC
Sedasi isofluran
Ketamine 10 3.25 IV
Xylazine 2 1.625 IV
Induksi anastesi Keta-Xyla 1.76 IV
Antibiotik pre op Amoxicillin 10 0,325 IM
Analgesik Ketoprofen 2 0.65 IM
Antibiotik pos op -Cefotaxime 15 4.8 IV
-Co Amoxiclav 20 650 PO
TEMPERATUR 38.1 39 39.2 38.7 38.2 38.1 38.1 37.6 37.9 37.3 37.1 37.1 37.2 38.8
WAKTU II
PARAMETER PRE- 65' 70' 75' 80' 85' 90' 95' 100' 105' 110' 115' 120' 125'
ANESTESI
RESPIRASI 28 24 24 36 28 24 28 20 24 20 20 20 24
(x/menit)
DENYUT JANTUNG 100 100 104 96 108 94 100 116 100 100 96 108 116
(x/menit)
TEMPERATUR 36 36.8 37.4 36.7 37.2 36.7 37.2 36.8 37.1 37.2 36.6 37.2 37.1
WAKTU III
PARAMETER PRE- 130' 135' 140'
ANESTESI
RESPIRASI 20 20 20
(x/menit)
DENYUT 100 132 120
JANTUNG
(x/menit)
TEMPERATUR 37. 36.9 37.3
1
Hari/
No. Pagi Keterangan Sore Keterangan
Tanggal
1. Sabtu T (oC) : 38,8 T/ Yunan baiyo 2 T (oC) : 37,4 T/Yunan Baiyo 2
30/11/19 HR (bpm) :120 caps po HR (bpm) : 128 caps po
RR (x/menit) : 60 T/ Amoxan 1 caps RR (x/menit) : 36 T/ Ranitidin 2,56
SL : pink po SL : pink mL
CRT : 2s T/ TF I caps po CRT : <2s Ganti perban
Tur : 2s T/ Metronidazole Tur : 2s Bonti
Pee : - 1 cap po Pee : -
Poo : - T/ Ranitidin 2,56 Poo : -
Vom : + ml Vom : +++
Ma : - Ganti perban Ma : +
Mi : +++ Bonti Mi : +++
Minggu T (oC) : 39,4 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 39,4 T/Yunan baiyo 2
1/12/19 HR (bpm) : 84 caps po HR (bpm) : 112 caps po
RR (x/menit) : 80 T/Ranitidin 2,56 RR (x/menit) : 128 T/Ranitidin 2,56
SL : pink mL SL : agak merah mL
CRT : <2s T/Ondansetron CRT : 1s T/Ondansetron
Tur : <2s 1,6 mL Tur : 1s 1,6 mL
2.
Pee : - T/Sucralfate 5 mL Pee : ++ T/Sucralfate 5 mL
Poo : - Ganti perban Poo : - T/Cefotaxime 4,8
Vom : - Bonti Vom : - mL
Ma : + Perah susu Ma : ++ Ganti perban
Mi : + Mi : - Bonti
Perah susu
Senin T (oC) : 37,8 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 37,1 T/Yunan baiyo 2
2/12/19 HR (bpm) : 116 caps po HR (bpm) : 56 caps po
RR (x/menit) : 178 T/Ranitidin 2,56 RR (x/menit) : 60 T/Ranitidin 2,56
SL : pink mL SL : pink mL
CRT : <2s T/Ondansetron CRT : <2s T/Ondansetron
Tur : <2s 1,6 mL Tur : <2s 1,6 mL
3.
Pee : ++ T/Sucralfate 5 mL Pee : - T/Sucralfate 5 mL
Poo : - T/Cefotaxime 4,8 Poo : - T/Cefotaxime 4,8
Vom : + mL Vom : - mL
Ma : + Ganti perban Ma : ++ Ganti perban
Mi : + Bonti Mi : + Bonti
Perah susu Perah susu
Selasa T (oC) : 38,5 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 37,9 T/Yunan baiyo 2
3/12/19 HR (bpm) : 68 caps po HR (bpm) : 88 caps po
RR (x/menit) : 60 T/Ranitidin 2,56 RR (x/menit) : 40 T/Ranitidin 2,56
SL : pink mL SL : pink mL
CRT : 2s T/Ondansetron CRT : <1s T/Ondansetron
Tur : <2s 1,6 mL Tur : <2s 1,6 mL
4.
Pee : - T/Sucralfate 5 mL Pee : - T/Sucralfate 5 mL
Poo : - T/Cefotaxime 4,8 Poo : - T/Cefotaxime 4,8
Vom : - mL Vom : - mL
Ma : ++ Ganti perban Ma : +++ Ganti perban
Mi : + Bonti Mi : ++ Bonti
Perah susu Perah susu
Rabu T (oC) : 39,2 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 39,9 T/Yunan baiyo 2
4/12/19 HR (bpm) : 96 caps po HR (bpm) : 48 caps po
RR (x/menit) : 64 T/Ranitidin 2,56 RR (x/menit) : 36 T/Ranitidin 2,56
SL : pink mL SL : pink mL
CRT : 2s T/Ondansetron CRT : 1s T/Ondansetron
5. Tur : 1s 1,6 mL Tur : 2s 1,6 mL
Pee : - T/Sucralfate 5 mL Pee : + T/Sucralfate 5 mL
Poo : - T/Cefotaxime 4,8 Poo : - T/Cefotaxime 4,8
Vom : - mL Vom : - mL
Ma : +++ Bonti Ma : +++ Bonti
Mi : ++ Perah susu Mi : ++ Perah susu
6. Kamis T (oC) : 38,7 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 38,4 T/Yunan baiyo 2
5/12/19 HR (bpm) : 108 caps po HR (bpm) : 84 caps po
RR (x/menit) : 36 T/Cefotaxime 4,8 RR (x/menit) : 72 T/Cefotaxime 4,8
SL : pink mL SL : pink mL
CRT : 1s T/TF I caps po CRT : <2s Bonti
Tur : 1s Bonti Tur : 1s Perah susu
Pee : + Perah susu Pee : ++
Poo : - Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
Jumat T (oC) : 38,9 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 38,1 T/Yunan baiyo 2
6/12/19 HR (bpm) : 100 caps po HR (bpm) : 52 caps po
RR (x/menit) : 36 T/Cefotaxime 4,8 RR (x/menit) : 48 T/Cefotaxime 4,8
SL : pink mL SL : pink mL
CRT : 1s T/TF I caps po CRT : <2s Bonti
7. Tur : 1s Bonti Tur : <2s Perah susu
Pee : ++ Perah susu Pee : -
Poo :++ Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
Sabtu T (oC) : 38,4 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 39 T/Yunan baiyo 2
7/12/19 HR (bpm) : 108 caps po HR (bpm) : 80 caps po
RR (x/menit) : 56 T/Co amoxiclav 1 RR (x/menit) : 92 T/Co amoxiclav 1
SL : pink tab SL : pink tab
CRT : <2s T/TF I caps po CRT : <2s Bonti
8. Tur : <2s Bonti Tur : <2s Perah susu
Pee : ++ Perah susu Pee : ++
Poo : - Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
9. Minggu T (oC) : 38,5 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 38,2 T/Yunan baiyo 2
8/12/19 HR (bpm) : 84 caps po HR (bpm) : 92 caps po
RR (x/menit) : 40 T/Co amoxiclav 1 RR (x/menit) : 84 T/Co amoxiclav 1
SL : pink tab SL : pink tab
CRT : <2s T/TF 1 caps po CRT : <2s T/Tetes telinga
Tur : <2s T/Tetes telinga Tur : <2s Bonti
Pee : ++ Bonti Pee : + Perah susu
Poo : + Perah susu Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
Senin T (oC) : 38,1 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 38,4 T/Yunan baiyo 2
9/12/19 HR (bpm) : 96 caps po HR (bpm) : 104 caps po
RR (x/menit) : 68 T/Co amoxiclav 1 RR (x/menit) : 48 T/Co amoxiclav 1
SL : pink tab SL : pink tab
CRT : <2s T/TF 1 caps po CRT : <2s T/Tetes telinga
10. Tur : <2s T/Tetes telinga Tur : <2s Bonti
Pee : + Bonti Pee : - Perah susu
Poo : - Perah susu Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
Selasa T (oC) : 38,3 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 38,9 T/Yunan baiyo 2
10/12/19 HR (bpm) : 84 caps po HR (bpm) : 80 caps po
RR (x/menit) : 56 T/Co amoxiclav 1 RR (x/menit) : 64 T/Co amoxiclav 1
SL : pink tab SL : pink tab
CRT : <2s T/TF I caps CRT : <1s T/Tetes telinga
11. Tur : <2s T/Tetes telinga Tur : <1s Bonti
Pee : - Bonti Pee : ++ Perah susu
Poo : - Perah susu Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
12. Rabu T (oC) : 38,1 T/Yunan baiyo 2 T (oC) : 38,4 T/Yunan baiyo 2
11/12/19 HR (bpm) : 88 caps po HR (bpm) : 96 caps po
RR (x/menit) : 48 T/Co amoxiclav 1 RR (x/menit) : 76 T/Co amoxiclav 1
SL : pink tab SL : pink tab
CRT : <2s T/TF I caps CRT : <2s T/Tetes telinga
Tur : <2s T/Tetes telinga Tur : <2s Bonti
Pee : - Bonti Pee : ++ Perah susu
Poo : - Perah susu Poo : -
Vom : - Vom : -
Ma : +++ Ma : +++
Mi : ++ Mi : ++
Kamis T (oC) : 38 T/Yunan baiyo 2 - Pulang
12/12/19 HR (bpm) : 92 caps po
RR (x/menit) : 44 T/Co amoxiclav 1
SL : pink tab
CRT : <1s T/TF I caps
13. Tur : <1s T/Tetes telinga
Pee : - Bonti
Poo : - Perah susu
Vom : -
Ma : ++
Mi : ++
5.2.2 Acepromazine
Acepromazine tergolong phenothiazine yang berwarna kuning, tidak
berbau, rasanya pahit dan berbentuk bubuk dan cair. Acepromazine mendepres
susunan syaraf pusay sehingga menghasilkan efek sedasi trelaksasi otot,
penurunan aktifitas reflek. (Plumb, 2008). Acepromazine digunakan sebagai
transquilizer pada anjing, kucing dan kuda. Acepromazine bersifat anti–
kholinergik, anti-emetik, antispasmodik, antihistamin dan memblok alpha-
adrenergik. Acepromazine menyebabkan hipotesis dan menurunkan vasomotorik.
Dapat juga berpengaruh pada respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh.
Acepromazine dimetabolisme dihati dan dieksresikan lewat urine.
Acepromazien digunakan sebagai pre anestesi, sebagai kontrol satwa liar,
antiemetik pada anjing dan kucing dan sebagai tranquilizer pada kuda.
Acepromazine mempunyai efek depresan SSP berarti lebih sedikit opiat yang
diperlukan untuk mencapai jumlah sedasi yang sama dan mencegah aritmia dan
muntah yang ditimbulkan oleh opiat. Acepromzine dapat diberikan secara
intravena, intramuskular dan subkutan, pada anjing dosis yang digunakan adalah
0,03-0,05 mg/kg BB untuk pemakaian premedikasi. Sedangkan untuk restrain atau
sedasi dapat digunakan dosis sebesar 0,025-0,2 mg/kgBB (Plumb, 2008). Pada
operasi ini acepromazine diberikan dengan dosis 0,029 mg/kgbb IM.
5.2.3 Xylazin
Xilazine merupakan salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant.
Alpha-2 agonist seperti xilazine dan medetomidin merupakan preanastetikum
yang sering digunakan pada anjing dan kucing untuk menghasilkan sedasi,
analgesi dan pelemas otot. Xilazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat
tonus simpatik karna xilazine mengaktivasi reseptor postsinapa2-adrenoreseptor
sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung,
penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna dan sedasi. Aktivitas xxilazine pada
susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi dan stimulasi reseptor a2-
adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi
pengeluaran norepineprin dan dopamin. Xilazine akan menghipnotis yang dalam
dan lama, dengan dosis ditingkatkan menyebabkan sedasi lebih dalam dan lama
serta panjang.
Efeksamping dari xilazine adalah mengalami penurunan setelah kenaikan
awal tekanan darah dalam perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah dan juga
dapat menyebabkan bradikardi. Pengaruh xilazine dapat dibatalkan dengan
menggunakan antagonis reseptor adregenik. Khusus pada kucing xilazine juga
merangsang pusat muntah, sehingga obat tersebut digunakan sebagai enetik.
Peningkatan urinasi sering terjadi pada kucing, sedangkan pada anjing cenderung
banyak menelan udara. Dosis yang dipakai pada anjing yaitu sebesar 1,1 mg/kg
BB secara IV dan 2,2 mg/kg secara IM. Pada operasi ini pemberian ketamin pada
injeksi pertama dengan dosis 0,44 mg/kgbb, lalu apabila hewan kembali sadar
diberikan lagi 1/3 dari dosis yaitu 0,22 mg/kgbb
5.2.4 Ketamin
Ketamine merupakan obat golongan fenyl cyclohexylamine. Ketamine
mempunyai efek analgesi yang kuat sekali, akan tetapi efek hipnotiknya kurang
(tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah.
Ketamine merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek
analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetokdikasi atau disekresi, dengan
demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anastetik ini adalah suatu derivat
dari pencyclidine suatu obat anti psikosa. Induksi ketamine pada prinsipnya
sama dengan tiopentan. Namun penampakan pasien pada saat sadar berbeda
dengan bila menggunakan barbiturat.
Efek yang terjadi pada pemakaian ketamine adalah analgesi yang kuat
sehingga meskipun pasien sudah sadar, tetapi efek analgesinya tetap ada, tidak
memiliki daya pelemas otot, bersifat hipnotik, merangsang pelepasan
katekolamin andogen sehingga menyebabkan peningkatan denyut nadi, tekanan
darah dan curah jantung, menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat antagonis
terhadap efek kontraksi bronkus oleh histamin, tekanan darah naik baik sistole
maupun diastole. Dosis ketamin yang digunakan pada anjing yaitu 10 mg/kg BB.
Pada operasi ini pemberian xylazin pada injeksi pertama dengan dosis 0,44
mg/kgbb, lalu apabila hewan kembali sadar diberikan lagi 1/3 dari dosis yaitu
0,22 mg/kgbb
5.2.5 Amoxicilin
Amoxicillin adalah antibiotik spektrum sedang yang aktif terhadap bakteri
gram positif serta beberapa organisme gram negatif. Amoxicillin diberikan asam
clavulanic untuk meningkatkan susceptibilitasnya (Plumb, 2008). Amoxicillin
sangat efektif untuk infeksi yang disebabkan bakteri gram positif. Efek samping
biasanya dapat ditoleransi dan terdapat alergi. Diare dan muntah biasanya terjadi
jika diberikan melalui per oral. Dosis untuk anjing dan kucing adalah 10 mg/kg
BB. Pada operasi ini amoxicillin diberikan dengan dosis 0,44 mg/kgbb IM
5.2.6 Ketoprofen
Ketoprofen merupakan obat antiinflamasi non sterodi yang bekrja
menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrien. Obat ini memiliki onset kerja
30 menit dengan durasi 6 jam. Metabolisme ketoprofen terjadi di hepar dengan
metabolit utama berupa glukoronida hasil konjugasi ketoprofen dan ketoprofen
terhidroksilasi.
Obat ini diberiakan secara beramaan ata dalam 24 jam dengan NSAID dan
glukokortikoid lainnya. Dosis untuk anjing adalah 5 mg/kg BB secara subkutan,
intravena dan intramuskular, intraena dengan waktu 24 jam, dapat diulang
hingga 3 hari berturut-turut dosis 0,8 mg/kg IM
5.2.7 Cefotaxime
Merupakan antibiotik cefalosporin generasi ke-3 yang berikatan dengan
protein yang terlibat dalam sintesis dinding sel bakteri sehingga berefek
mengurangi kekuatan dinding sel bakteri serta pemelahan sel. Antibiotik ini
tahan terhadap bakteri yang menghasilkan beta lactamse serta ampuh dalam
elawan enterobacterium (BSAVA.2014)
5.2.8 Co-amoxiclav
Amoksisilin pada umumnya resisten terhadap bakteri gram negative pada
pencernaan dan stapylococus tetapi ketika digabung dengan asam klavulanat
kedua akndungan ini dapat digunakan untuk mengobati luka infeksi kulit,infeksi
saluran urin,infeksi luka dalam dan infeksi pernafasan (Papich.2007).
Pemberian obat ini akan lebih efektif diberikan setelelah makan secara oral
dimana waktu paruh obat ini 1,3 jam dan asam klavulanat yaitu 1 jam. Sekitar 50-
70% amoksisilin dan 25-40% asam klavulanat yang dapat diserap. Obat ini harus
diberikan secara hati-hati pada hewan yang alergi obat seperti penicillin. Efek
samping dari obat ini diare,nyeri pada lambung,kemerahan pada kulit dan
utikaria,muntah serta vaginitis (FDA.2012)
DAFTAR PUSTAKA
Sorg H, Tilkorn DJ, Hager S, Hauser J, Mirastschijski U. Skin wound healing: an update
on the current knowledge and concepts. Eur Surg Res. 2017;58(1–2):81–94.
Mori R, Shaw TJ, Martin P. Molecular mechanism linking wound inflammation and
fibrosis: knockdown of osteopontin leads to rapid repair and reduced scarring. J
Exp Med. 2008;205(1):43–51.
Sardjana IKW, Kusumawati D. 2011. Bedah veteriner. Cetakan 1.Surabaya (ID):Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).
Tilley. P.L. and F.W.K. Smith. (2000). The Five Minutes Veterinary Consult Canine and
Feline. 2 nd ed. Lippicont. Philadelphia
Lorenz MD, Cornelius LM, Ferguson DC. 1994. Small animal medical therapeutics. JB
lippincott Co.Philadelphia New York.
Chandler EA. 1985. Feline Medicine and Therapeutics. London.
Meyer K. 1957. Canine Surgery. American Veterinary Publication, Inc. Santa Barbara
California
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Universitas Gadjah
Mada Press, Yogyakarta.
Fossum,T.W.2010.Small animal surgery.mosby Elsevier.China p.702-774.
Fossum. TW., Curtis. WD., Caroline. VH., Ann. LJ., Catriona. MMP., MaryAnn.GR.,
Kurt. SS., Michael. DW. 2013. Small Animal Surgery. 4thEdition. Elsevier. St.
Louis Missouri 63043.