Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

K DENGAN THYROIDECTOMY
DI RUANG KAMAR OPERASI RS HERMINA KARAWANG

Disusun Oleh :

Sisma Juliyana Sa’da Fatiyah Nur., A.Md.Kep

037200206

RUMAH SAKIT HERMINA KARAWANG


2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, sang Pengatur Alam Semesta, yang telah
melimpahkan kasih-Nya sehingga penulis berhasil menyusun makalah yang berjudul :
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.K DENGAN THYROIDECTOMY DI
RUANG KAMAR OPERASI RS HERMINA KARAWANG”

Penyusunan tugas makalah ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan,
bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Atas terselesaikannya makalah ini, maka
penulis tidak melupakan jasa-jasa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih kepada pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini, terutama kepada pembimbing dilapangan yang selalu
memberikan bimbingan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih jauh dari
pada sempurna, akhir kata, dalam rangka perbaikan selanjutnya, penulis akan terbuka
terhadap saran dan masukan dari semua pihak karena penulis menyadari makalah yang
telah disusun ini memiliki banyak sekali kekurangan.

Karawang, September, 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan............................................................ 1
B. Tujuan Penulisan......................................................................... 2
C. Ruang Lingkup............................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medik................................................................... 4
1. Pengerian.............................................................................. 4
2. Anaomi Fisiologi..................................................................4
3. Klasifikasi.............................................................................6
4. Patofisiologi..........................................................................10
5. Tanda dan Gejala..................................................................10
6. Pemeriksaan Penunjang........................................................12
7. Penanganan...........................................................................12
B. Konsep Dasar Keperawatan........................................................ 21
1. Pengkajian............................................................................ 21
2. Diagnosa Keperawatan.........................................................26
3. Rencana Keperawatan.......................................................... 29
4. Implementasi Keperawatan.................................................. 31
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................... 31
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN (PERIOPERATIF)
A. Pengkajian..................................................................................32
B. Diagnosa Keperawatan............................................................. 37
C. Intervensi Keperawatan............................................................37
D. Implementasi Keperawatan......................................................37
E. Evaluasi Keperawatan.............................................................. 37
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian..................................................................................43
B. Diagnosa Keperawatan............................................................. 43
C. Intervensi Keperawatan............................................................43
D. Implementasi Kperawatan....................................................... 43
E. Evaluasi Keperawatan............................................................. 43
3
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................47
B. Saran............................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan masyarakat perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
lingkungan, perilaku, akses pelayanan kesehatan dan kependudukan gaya hidup
masyarakat perkotaan saat ini, yang sering mengkonsumsi pola makan yang kurang
sehat dan kurangnya olahraga. Dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
perkotaan itu sendiri. Keadaan ini memicu berbagai jenis penyakit yang
diderita oleh masyarakat perkotaan. Salah satunya adalah pembengkakan pada
leher atau biasa disebut struma nodusa atau gondok. Penyebab struma nodusa antara
lain terpaparnya oleh goitrogen, pencemaran lingkungan, gangguan
hormonal dan riwayat radiasi pada area kepala dan leher. Di Indonesia, banyak
terdapat di daerah pegunungan, namun ada juga yang ditemukan di dataran
rendah ditepi pantai, seperti Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi (Anies,
2008).

Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh
manusia. Kelenjar ini dapat ditemui dibagian depan leher, sedikit dibawah laring
Kelenjar ini, berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi,
membuat protein dan mengatur sensivitas tubuh terhadap hormon
lainnya.Kelenjar tiroid mensekresi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua
hormon ini, sangat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh. Kekurangan total
sekresi tiroid, biasanya menyebabkan penurunan metabolisme basal kira – kira 40-
50 persen dibawah normal. Bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat, dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme sampai setinggi 60-100 persen diatas
normal. Karena pentingnya fungsi tiroid ini, kelainan pada kelenjar tiroid akan
berpengaruh besar pada proses fisiologis tubuh (Muttaqin, 2008).
Penderita struma nodusa, biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak
adanya hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Jumlah nodul bermacam macam,
mungkin tunggal dan mungkin banyak terdapat nodul yang berkembang menjadi
mutinodular yang tidak berfungsi. Gejala awal yang ditemui adalah adanya
benjolan di area leher tampa adanya keluhan lain yang menyerupai. Kasus Struma

5
nodusa non toksik, harus dilakukan penanganan yang segera dan pengobatan,
serta perawatan yang adekuat, karena kemungkinan dapat menimbulkan
keganasan. Disamping itu, keluhan klien yang tidak nyaman, karena adanya
tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitar serta adanya pertimbangan masalah
kosmetik. Tindakan bedah, juga dapat dilakukan pada satu nodul jinak.
Sebaiknya, bila hasil BAJAH (Biopsi aspirasi jarum halus positif ganas, maka
perlu segera dilakukan tindakan pembedahan (Hawari, 2008).
Namun, pembedahan jika tidak dilakukan dengan baik beresiko tinggi
mencederai dua unsur penting, yakni kelenjar paratyroid dan nervus rekumen
laringeal. Pembedahan dan pembiusan, mempengaruhi semua sistem tubuh. Konsep
diri yang kurang akan menghalangi kemampuan untuk beradaptasi dengan stress
operasi dan memperburuk perasaan bersalah (Perry & Potter, 2009).
Paska operasi tiroidektomi, adalah salah satu tindakan operasi yang
memerlukan perawatan dan penanganan yang baik. Dalam hal ini, Peran perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan care provider dapat meningkatkan status
kesehatan klien pre dan paska operasi tiroidektomi. Hal ini dapat meminimalkan
komplikasi yang mungkin terjadi pada klien paska operasi tiroidektomi.Setiap
klien yang mengalami pembedahan berisiko mengalami komplikasi, termasuk
tiroidektomi (Talley, 2008).
Dari latar belakang data pasien yang tidak sampai 1% tersebut, penulis
menggali semoga dapat memberi nilai positif bagi institusi pendidikan, Rumah
Sakit maupun bagi penulis sendiri.

B. Rumusan Masalah
Tindakan pembedahan untuk mengangkat struma yang membesar
(tiroidektomi) menjadi alternatif terakhir pada penderita struma nodosa.
Pembedahan dan pembiusan mempengaruhi semua sistem tubuh. Perawatan
sebelum dan sesudah pembedahan pada kasus tiroidektomi berfokus pada
persiapan klien yang akan dilakukan pembedahan dan pengembalian klien ke
tingkat kesehatan yang relatif fungsional sesegera mungkin. Kecepatan pemulihan
bergantung pada jenis atau tingkat operasi, faktor resiko, manajement nyeri dan
komplikasi paska operasi. Peran perawat sangat dibutuhkan sebagai pelaksana
6
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus Keperawatan
“Asuhan Keperawatan Pada NY. K Tumor Thyroid Di Kamar Operasi RS
Hermina Karawan”.

7
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami tentang Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Klien dengan
mioma uteri.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian perioperatif pada tumor thyrid.
b. Mampu merumuskan masalah keperawatan perioperatif pada pasien dengan
tumor thyrid.
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan perioperative pada pasien
dengan tumor thyrid.
d. Mampu memberikan implementasi keperawatan perioperative pada dengan
tumor thyrid.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah sakit
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak pelayanan rumah sakit
untuk, bahan peningkatan kinerja perawat pelaksana, dalam rangka peningkatan
kwalitas, pelayanan asuhan keperawatan, khususnya dalam melakukan Asuhan
Keperawatan klien dengan tumor thyroid.

2. Bagi Penulis
Studi kasus ini dapat dipakai sebagai pengalaman belajar dalam menerapkan
ilmu terutama ilmu studi kasus dengan cara melakukan praktek tindakan
keperawatan secara langsung terhadap klien dengan tumor thyroid.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk, mengembangkan ilmu
pengetahuan terapan, khususnya berkaitan dengan melakukan Asuhan
Keperawatan klien endokrin dengan tumor thyrod.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tiroid merupakan kelenjar endokrin yang terletak di bawah leher, yang
menghasilkan hormon tiroid utama yaitu thyroxine (T4) dan triiodothyronine
(T3). Hormon T4 dan T3 terikat dalam darah dengan protein khusus yang
mengikat T4 dan T3, yaitu thyroxine binding globulin (TBG) dan thyroxine
binding prealbumin (TBPA) dan hanya satu persen hormon yang tidak terikat
berada dalam bentuk bebas (free) sehingga disebut FT4 dan FT3 yang
berperan dalam mengendalikan metabolisme tubuh. Kadar hormon tiroid
akan selalu berada pada range normalnya dikarenakan adanya feedback
terhadap hormon thyroid stimulating hormone (TSH) di hipofisis anterior yang
mengatur dalam pertumbuhan sel tiroid, sintesis serta sekresi dari hormon
tiroid. Pada keadaan tertentu, homon TSH mengalami peningkatan dan
penurunan yang abnormal. Keadaan ini lah yang mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan kelenjar tiroid abnormal dan memicu terbentuknya struma pada
kelenjar tiroid.
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat
berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya
(syaugi m.assegaf dkk,2015).
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat
mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia (syaugi
m.assegaf dkk,2015).
2. Etiologi
a. Kenaikan sekresi hormone TSH (Thyroid Stimulating Hormon) dari
kelenjar hipofise anterior disebabkan kurangnya sekresi hormone T3 dan
T4 dari kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake iodium. Ini
menyebabkan tiroid yang abnormal dapat berubah menjadi kanker.
b. Penyinaran (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas
terutama anak-anak yang pernah mendapat terapi radiasi dan mediastinum.
c. Faktor genentik, adanya riwayat keturunan dari keluarga.

3. Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap
usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh
kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang
aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik yang tidak
aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar
tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan
keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan
umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya tiroid
mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsurangsur, struma dapat menjadi
besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun
sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol
kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya bilateral (syaugi m.assegaf dkk,2015).
4. Pathway
Defisiensi Yodium

Hyperpalasia tiroid
Tiroid
(tumbuh dijaringan memproduksi
tiroid) T3 dan T4

T3 dan T4
Menekan organ
diproduksi
jaringan disekitar
berlebihan
leher

Trakea Esophagus Nerve

Gg. Jalan napas Gg. Menelan Suara serak

Gg.
 RR meningkat Resiko Kumunikasi
ketidakseimbanga
 Suara wheezing
n nutrisi kurang
 Napas terasa dari kenutuhan
dangkal

Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
Operasi Tiroidektomi
Resiko Perdarahan
(partial, total)
Rangsang ujung saraf
perifer menghantarkan Resiko Infeksi Area
Insisi di area leher
rangsangan Pembedahan

Substansi gelatinosa Diskontinuitas Spasme musculus


jaringan sternocleido

Thalamus konteks
serebri Terputusnya serabut Penurunan rentan
saraf perifer gerak
Nyeri Akut
Kekakuan otot
5. Klasifikasi

Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan


menjadi (Tonacchera, dkk, 2009):
aa Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa
diffusa toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan
nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
nodosa diffusa toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien
meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor
tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa
toxic yang dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan
struma nodosa nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai
simpel struma nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal
yaitu (Roy, 2011) :

1) Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu


disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari
satu disebut struma multinodosa.
2) Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada
tiga bentuk nodul tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas.
Nodul dingin apabila penangkapan yodium tidak ada atau kurang
dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan
aktivitas yang rendah. Nodul hangat apabila penangkapan
yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama
dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan
yodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan
aktivitas yang berlebih.
3) Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.

6. Tanda dan Gejala


a. Sebuah benjolan atau bintilan di leher depan (mungkin cepat tumbuh
atau keras) di dekat jakun. Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang
paling umum kanker tiroid.
b. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.
c. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
d. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka
dapat ditemukan selama pemeriksaan fisik.
e. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit tenggorokkan atau
leher saat menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan.
f. Batuk terus menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma yang pada umunya secara klinis sudah bias
diduga, foto rontgen pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi
kondisi jalan napas.
2) Pemeriksaan USG, manfaat USG dalam pemeriksaan tiroid :
a) Untuk menentukan jumlah nodul.
b) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat atau kistik.
c) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
d) Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang
tidak menangkap yodium dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
e) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang
akan dilakukan biopsy terarah.
f) Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotope adalah tentang ukuran, bentuk, lokasi dan yang
utama adalang fungsi bagian-bagian tiroid.
c. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Neddle Aspiration Biopsy). Biopsi
ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan.

8. Penatalaksanaan Keperawatan dan terapi Medis


Pemeriksaan struma dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Penatalaksanaan konservatif
1) Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama
ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi
hormone TSH. Oleh karena itu untuk menekan hormone TSH
serendah mungkin diberikan hormone Tiroksin T4 ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti tiroid (tionamid)
yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol (sudoyo,2010).
2) Terapi yodium adioaktif
Yodium radioaktif merupakan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan.
Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemeberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok 50%. Yodium radioaktif
tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil
penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukemia, atau kelainan genetik.
Yodium radioaktif berikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang
harus diminum di rumah sakit, obat ini biasanya diberikan 4
minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin
(Sudoyo, 2010).
b. Penatalaksanaan opratif
1) Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat
kelenjar tiroid adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun
total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau
pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total,
yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus termasuk istmus
(Sudoyo, 2010). Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang
relative aman dengan morbiditas kurang dari 5 %. Menurut
Lang (2010) terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu :
a) Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau
bawah satu lobus.
b) Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus.
c) Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan
1 lobus istmus dan sebagian besar lobus lainnya.
d) Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.
e) Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh
kelenjar dan kelenjar limfatik servikal.
9. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit
jantung kongestif (jantung tidak mampu memompa darah
keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang
sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identifikasi pasien.
b. Kaji keluhan utama pasien. Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada
leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang
dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya didahului oleh adanya pembesaran
nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
d. Riwayat penyakit dahulu. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang
berhubungan dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
e. Riwayat kesehatan keluarga. Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan
klien saat ini.
f. Riwayat psikososial. Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan
bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
g. Pemeriksaan fisik. Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu
yang berubah. Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada
post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah
ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain
perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari. Biasanya pernafasan lebih sesak akibat
dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi
wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas b.d. perubahan dalam status kesehatan.
b. Ketidak seimbang nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak mampuan klien
menelan makanan.
c. Kerusakan komunikasi b.d dengan cedera fita suara.
d. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan napas (spasme jalan napas)
e. Nyeri akut b.d. edema pasca operasi.
f. Resiko tinggi terhadap komplikasi perdarahan b.d. tiroidektomi.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Ansietas Setelah dilakukan a. Obsevasi tingkah laku yang menunjukkan
perubahan tindakan … x 24 tingkat ansietas
dalam status jam diharapkan b. Patau respon fisik, gerakkan yang berulang-
kesehatan. mampu mengurangi ulang, hiperventilasi, insomnia.
stressor, dengan c. Jelaskan semua tindakan dan apa yang akan
kriteria hasil : dirasakan selama tindakan
a. Ansietas d. Ciptakan suasa saling percaya dengan
berkurang pasien
b. Manifestasi e. Kaji tanda-tanda cemas secara verbal atau
perilaku nonverbal
kecemasan tidak
ada
2 Ketidak Setelah dilakukan a. Auskultasi bisung usus
seimbang tindakan …x 24 b. Pantau masukan makanan setiap hari
nutrisi kurang jam diharapkan c. Anjurkan makan sedikit tapi sering
dari kebutuhan tingkat zat gizi d. Hindarkan pemebrian makanan yang dapat
tubuh b.d yang tersedia meningkatkan peristaltif usus
ketidak mampu memenuhi e. Kolaborasi dengan dokter obat atau vitamin
mampuan klien kebutuhan yang diperlukan
menelan metabolic, dengan
makanan. criteria hasil :
a. Terpenuhi
asupan
makanan, cairan
dan zat gizi
b. Toleransi
terhadap gizi
yang dianjurkan
3 Kerusakan Setelah dilakukan a. Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin
komunikasi b.d tindakan selama … b. Pertahankan lingkungan yang tenang
dengan cedera x 24 jam jam c. Anjurkan untuk tidak berbicara secara terus
fita suara. diharapkan mampu menerus
mendemostrasikan d. Kolaborasi dengan dokter obat-obatan yang
tidak adanya cedera diperlukan untuk mengurai rasa sakit
dengan komplikasi
minimal atau
terkontrol, dengan
criteria hasil :
a. Mampu
mencipkanan
metode
komunikasi
dimana
kebutuhan dapat
dipahami
4 Bersihan jalan Setelah dilakukan a. Pantau frekuensi pernapasan dan kerja
napas tidak tindakan selama … pernapasan
efektif b.d 24 jam diharapakan b. Auskultasi uara napas, catat jika adanya
obstruksi jalan bersihan jalan napas suara ronchi
napas (spasme efektif dengan c. Periksa balutan leher setiap jam pada
jalan napas) criteria hasil : periode awal post operasi kemudian setiap
a. Saturasi O2 4 jam
dalam batas
normal
b. Mudah untuk
bernapas
c. Kegelisahan,
sianosis dan
dispnea tidak ada
5 Nyeri akut b.d. Setelah dilakukan a. Kaji adanya tanda-tanda nyeri baik verbal
edema pasca tindakan … x 24 maupun nonverbal, catat lokasi intensitas
operasi jam diharapkan (skala 0-10) dan lamanya
dapat b. Memberikan pasien pada semi fowler dan
mengendalikan sokong kepala/leher dengan bantal kecil
nyeri dan dapat c. Anjurkan pasien menggunakan teknik
berkurang, dengan relaksasi seperti imajinasi music yang
criteria hasil : lembut, relaksasi progresif
a. Tidak ada d. Berikan analgetik narkotik yang di
rintihan resepkan dan evaluasi kefektipannya
b. Ekspresi wajah
rilek
c. Melaporkan
nyeri dapat
berkurang atau
hilang
6 Resiko tinggi Mencegah Pendarahan :
terhadap terjadinya a. Observasi tanda-tanda vital
komplikasi komplikasi b. Monitor tanda dan gejala dari perdarahan
perdarahan b.d. perdarahan setelah menetap (monitor produk drain).
tiroidektomi dilakukan tindakan c. Berikan medikasi secara tepat.
keperawatan d. Obsevasi balutan luka setiap 2x24 jam
selama… x 24 jam, e. Kolaborasi dengan DPJP bila balutan luka
dengan criteria merah terang atau penurunan TD disertai
hasil : peningkatan frekuensi nadi dan napas
Tidak ada
manifestasi Infeksi luka :
pendarahan yang a. Ganti balutan sesuai program dengan
hebat menggunakn teknik steril
b. Pertahankan posisi semi fowler dengan
bantal di belakang kepala untuk sokongan
c. Beritahu dokter bila ada tanda-tanda
infeksi

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana suhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada
implementasi keperawatan adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan
untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan
teknik psikomotor, kemampuan melakukan obsevasi sistemik, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi. (Asmadi, 2008)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir termati dan tujuan atau
criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. (Asmadi,
2008
III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Ny. K
2) No Rekam Medis : 13700xxxx
3) Umur : 35 tahun
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMA
7) Pekerjaan : IRT
8) Status Perkawinan : Menikah
9) Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia
10) Tanggal Masuk RS : 24-05-2022
Penanggung Jawab / Keluarga
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 39 thn
3) Pendidikan : SMP
4) Pekerjaan : Pensiunan PNS
5) Alamat : Gendeng GK 4/322 Gunung Kidul
6) Hubungan dengan pasien : Bapak kandung
7) Status perkawinan : Menikah

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Benjolan di leher kiri
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan adanya benjolan di leher sebelah kiri, benjolan
dirasakan sudah 1 bulan yang lalu, jika menunduk berasa mengganjal di
leher dan berasa sesak, tidak berasa nyeri namun sedikit menganggu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah operasi apaun sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang menderia penyakit yang
sama dengan pasien.
e. Faktor Psikososial
Pasien mengetahui dirinya sedang menderita penyakit tumor thiroid, pasien
juga menerimanya dengan penyakit yang dideritanya meskipun awalnya
pasien mengalami cemas dengan penyakitnya. Pasien tidak pernah merasa
minder dengan penyakit yang dideritanya karena keluarganya selalu
memberikan dukugan untuk pasien.
f. Pola Kebiasaan sehari-hari
Sebelum pasien menderita penyakit yang dirasakan sekarang pasien
mengatakan aktivitas seperti biasa tanpa bantuan, tetapi pada saat menderita
penyakitnya pasien lebih banyak istirahat dan mengurangi aktivitasnya.
g. Pola eliminasi
Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam dalam pola eliminasi.
h. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien melakukan aktivitas seperti
olahraga sendiri, tetapi pada saat sakit pasien hanya beristirahat dan
mengurangi aktivitasnya.
i. Pola Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidak ada masalah tentang pola istirahat dan tidur, tidur
siang jarang, dan tidur malam biasanya 7-8 jam.

3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hematologi Rutin-1
Hemoglobin 14.2 11.7-15.5 g/dl
Hematokrit 45 35.0-47.0 %
Leukosit 8300 4500.0-11000.0 /uL
Trombosit 356000 150000.0-350000.0 /uL

Pemeriksaan Endokrinologi
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Keterangan
Endokrinologi
FT4 1.48 0,93-1.71 ng/dL Dewasa, >19 tahun
TSHs 0.27 0.27-4.200 ulU/mL Dewasa, >19 tahun
T3 (Total) 0.95 0.58-1.59 ng/mL Perempuan, > 20 tahun
Perencanaan Keperawatan

Pree Operasi

Diaagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf


Keperawatan

Ansietas Setelah 25/05/2022 Jam 09.00 25/05/2022 Jam 09.10 25/05/2022 Jam 10.30
perubahan dilakukan a. Observasi tingkah laku yang a. Mengobservasi tingkah S:
dalam status
tindakan 1 x menunjukkan tingkat laku yang menunjukkan Pasien mengatakan sudah agak
kesehatan.
24 jam ansietas tingkat ansietas tenang
diharapkan b. Pantau respon fisik, b. mengobservasi respon O:
mampu gerakkan yang berulang- fisik, gerakkan yang Ku sedang, Kes CM, akral hangat,
mengurangi ulang, hiperventilasi, berulang-ulang. nadi teraba kuat, pasien tampak
stressor. insomnia. c. Menjelaskan semua rilek.
Sr.
c. Jelaskan semua tindakan tindakan dan apa yang TD : 116/68 mMHg, N : 90x/mnt, Sisma
dan apa yang akan akan dirasakan selama R : 21x/mnt, SPO2 : 100%.
dirasakan selama Tindakan tindakan A:
d. Ciptakan suasa saling d. Menciptakan suasa saling Ansietas teratasi
percaya dengan pasien percaya dengan pasien P : Intervensi dihentikan
Intra Operasi

Diaagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf


Keperawatan

Resiko tinggi Mencegah 25/05/2022 Jam 09.00 25/05/2022 Jam 10.00 25/05/2022 Jam 12.00
terhadap terjadinya a. Observasi tanda-tanda vital a. Mengobservasi tanda- S:
komplikasi
komplikasi b. Monitor tanda dan gejala tanda vital Pasien mengatakan lukanya tidak
perdarahan
b.d. perdarahan dari perdarahan menetap b. Memonitor tanda dan ada rembesan darah.
tiroidektomi selama 3 x 24 c. Berikan medikasi secara gejala dari perdarahan O:
jam, dengan tepat. menetap. Ku sedang, kes CM, akral hangat,
criteria hasil : c. Berkolaborasi dengan nadi teraba kuat, tidak tanpak
Tidak ada dokter untuk pemberian rembes pada balutan luka.
Sr.
manifestasi medikasi secara tepat. TD : 106/68 mMHg, N : 89x/mnt, Sisma
pendarahan R : 21x/mnt, SPO2 : 100%
yang hebat A:
Resiko perdarahan tidak terjadi
P:
Intervensi dilanjutkan.
Post Operasi

Diaagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf


Keperawatan

Nyeri akut Setelah 25/05/2022 Jam 10.00 25/05/2022 Jam 11.00 25/05/2022 Jam 12.00
b.d. edema dilakukan a. Kaji adanya tanda-tanda a. Mengkaji adanya tanda- S:
pasca operasi
tindakan 3 x 24 nyeri baik verbal maupun tanda nyeri baik verbal Pasien mengatakan nyeri pada luka
jam diharapkan nonverbal maupun nonverbal post op
dapat b. Berikan pasien pada semi b. Memberikan pasien pada O:
mengendalikan fowler dan sokong semi fowler dan sokong Ku sedang, kes CM, akral hangat,
nyeri dan dapat kepala/leher dengan bantal kepala/leher dengan nadi teraba kuat, pasien tanpak
berkurang, kecil bantal kecil sedikit meringis, skala nyeri 4 dari
Sr.
dengan criteria c. Anjurkan pasien c. Menganjurkan pasien 0-10. Sisma
hasil : menggunakan teknik menggunakan teknik TD : 116/89 mMHg, N : 91x/mnt,
d. Tidak ada relaksasi seperti imajinasi relaksasi napas dalam R : 21x/mnt, SPO2 : 100%
rintihan music yang lembut, seperti. A:
e. Ekspresi relaksasi progresif d. Memberikan analgetik Nyeri akut
wajah rilek d. Berikan analgetik narkotik narkotik : Ketorolak 30 P:
Melaporkan yang di resepkan dan Mg Intervensi dilanjutkan.
nyeri dapat evaluasi kefektipannya
berkurang atau
hilang
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
Pada tinjauan kasus, saat pengkajian pasien dengan tumor thiroid ditemukan tanda
dan gejala yang sama yaitu klien merasa cemas dengan rencana tindakan yang akan
dilakukan, terdapat benjolan di leher.

B. Diagnosa Keperawatan
Dari beberapa diagnosa yang terdapat pada tinjauan teori, tidak semuanya muncul
pada Ny.K. Hal ini disebabkan karena pada saat pengkajian Ny.K tidak
menunjukkan respon yang dapat memunculkan diagnosa seperti tinjauan teori.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan pada kasus nyata mengacu pada tinjauan keperawatan, namun pada
beberapa diagnosa mengalami perubahan dan pengurangan intervensi karena
disesuaikan dengan kondisi dan respon yang muncul pada klien.

D. Implementasi Keperawatan
Semua tindakan yang direncanakan sudah dapat dilaksanakan, hanya saja untuk
tindakan yang masih sebagian teratasi belum dapat dilakukan karena keterbatasan
waktu. Implementasi pre operatif dengan cemas dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kepada pasien dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
Implementasi pada saat intra operatif dengan resiko pendarahan dilakukan dengan
monitor tanda-tanda vital memenuhui kebutuhan cairan elektrolit dan mencegah
terjadinya pendarahan yang hebat dengan penggunaan kouter dan jahit.
Implementasi pada saat post operatif adalah berkolaborasikan dengan dokter
pemberian obat analgesic untuk mengurangi nyeri.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari setiap tahap operasi untuk diagnosa keperawatan saat pre operasi
dengan kecemasan teratasi. Saat intra operatif diagnosa resiko pendarahan tidak
terjadi. Saat post operasi dengan diagnosa nyeri belum teratasi.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah
sesuatu yang menakutkan dan mengancam klien. Hal ini dimungkinkan karena belum
adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang membuat
klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun
lagi dari efek anestesi. Tindakan operasi laparatomi dapat dilakukan bila terjadi
indikasi yang membahayakan pada klien.
Pada diagnosa yang terdapat pada tinjauan teori, tidak semuanya muncul pada
Ny.K. Hal ini disebabkan karena pada saat pengkajian Ny.K. tidak menunjukkan
respon yang dapat memunculkan diagnosa seperti tinjauan teori.
Pada tahap perencanaan menggunakan sumber literatur yang sesuai dengan
kondisi klien dan sarana prasarana yang ada diruangan untuk menunjang tindakan
keperawatan.
Implementasi keperawatan dapat dilaksanakan didukung oleh adanya kerjasama
klien, keluarga, perawat ruangan dan tim kesehatan yang ada dirumah sakit.
Evaluasi dilakukan setelah melakukan asuha dalam proses pengobatan dengan
menggunakan pendekatan subyektif, obyektif, analisa dan planning (SOAP)
kemudian hasil evaluasi didokumentasikan didalam catatan keperawatan.
Dengan demikian penulis dapat melakukan pengkajian, analisa data, membuat
rencana asuhan keperawatan, implementasi, mendokumentasikan dan menganalisa
kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan.

B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
pre, intra dan post sectio caesarea di kamar bedah adalah :
1. Bagi Perawat
Lebih ditingkatkan lagi komunikatif dengan klien agar klien merasa nyaman
terhadap tindakan keperawatan yang diberikan serta peningkatan pemahaman,
pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedur asuhan keperawatan
penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
yang dibutuhkan klien maka dari itu perawat di OK perlu mengikuti sejumlah
pelatihan-pelatihan kamar Bedah.
2. Bagi Rumah Sakit
Pihak rumah sakit memberikan penyuluhan klien yang dirawat dirumah sakit serta
peningkatan kualitas dan kuantitas dalam setiap prosedur pembedahan selalu
diperhatikan dan mempertahankan pencegahan dan mempertahankan tehnik
seperti di setiap tindakan yang dilakukan.
3. Bagi Penulis
Pengetahuan dalam tindakan asuhan keperawatan di ruang bedah sangat
diperlukan maka dari itu penyusun dapat melakukan tindakan asuhan keperawatan
bedah sesuai dengan teori yang ada dan melakukan tindakan sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA NIC NOC, Yogyakarta Media Action Publhising.
Andarmoyo Sulistyo (2013). Konsep danProses Keperawatan Nyeri Yogyakarta, Ar.
Ruzz Media.
Black & Hawks (2009), Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Positif
Outcomes (8.edition)
Budiono (2016), Modul Keperawatan Medikal Bedah I, untuk mahasiswa RPL
Keperawatan.
Eva Agustina, Fariani Syahrul (2017), “Pengaruh Prosedur Operasi Terhadap Infeksi
pada Pasien Operasi Bersih Terkontaminasi”, Fakultas Kesehatan
Masyarakat (2017).
Fitria Nita (2011) “Terapi Psiko spiritual”, Http: “arsipnitafitria.wordpress.com”. diakses
17 juli 2018.
Istiqomah (2016). Brosur Pencegahan & Pengendalian Infeksi RS jogja Yogyakarta.
Mawei & Nikita Mayuni (2012), “Pengaruh Tehnik Relaksasi Terhadap Perubahan
Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi” Skipsi Manado:
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sam Ratulangi.
Moh. Alimansur, Agung Setiawan (2011), Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Pasian
Pre danPost Operasi di Ruang Seruni RSUD Pare journal Ilmu kesehatan, vol.
5 no 2. Mei 2013.
Mutaqin (2009), Kelenjar tiroid, hipotiroidisme & hipertiroidisme jilid III, penerbit, Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta Pusat.
Perry.AG, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4 Jakarta: EGC. Solehati Tetti &
Kosasih Cecep Eli (2015), “Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam
Keperawatan Maternitas”, Bandung PT. Refika Aditama.
Syaugi M Assegaf dkk.(2015), jurnal e-clinic (eCI), vol.3, no.3,sept-des 2015, Gambaran
eutiroid pada pasien struma multinodusa non toksik di bagian bedah RSUP
Prof.DR.R.D. Kandou Manado.

Wiseman SM (2011), et al. Detection and Management of Hipothyroidism Folowing


Thyroid Lobectomy: Evaluation of a Clinical Algorithm. Ann. Surg Oncol,
2011; 18: 2548-2554.

Anda mungkin juga menyukai