Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

CASE BASED DISSCUSION (CBD)


STRUMA MULTINODULAR BILATERAL NON-TOKSIK

OLEH:
Putu Winda Puri Ayundari Putri
18.06.0042

PEMBIMBING
dr. I Made Sutresna, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU BEDAH


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKU NG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2023

1
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Multiple Nodul Tiroid”. Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak
mendapatkan bantuan, bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan
penjelasan tentang tata cara penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
kepanitraan klinik di RSUD Klungkung.

Klungkung, 21 Agustus 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakag..................................................................................................1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................3
2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid ................................................................................3
2.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid ................................................................................6
2.3 Definsi Struma dan Nodul Tiroid ...................................................................8
2.4 Epidemiologi .................................................................................................9
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko ...........................................................................10
2.6 Patofisologi ..................................................................................................11
2.7 Diagnosis ......................................................................................................11
2.8 Diagnosis Banding........................................................................................14
2.9 Tatalaksana ...................................................................................................16
2.10 Komplikasi .................................................................................................18
2.11 Prognosis ....................................................................................................19
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN .....................................................................................31
BAB V PENUTUP ................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin tubuh terbesar yang berperan
penting dalam metabolisme tubuh. Kelenjar yang terletak dibawah laring pada
kedua sisi dan anterior daripada trakea. Kelenjar tiroid memiliki dua lobus
dengan ukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm dengan tebal 1-1,5 cm dan
berat 15 sampai 20 gram pada orang dewasa. Fungsi kelenjar tiroid dalam
metabolismse tubuh manusia dengan mensekresikan dua hormon yaitu
hormone tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).1 Salah satu kelainan yang pada
kelenjar tiroid yang sering ditemui adalah nodul tiroid.
Menurut American Thyroid Association (ATA), nodul tiroid adalah lesi
abnormal dalam jaringan tiroid. Nodul pada jaringan tiroid dapat berjumlah
satu atau lebih, berupa kistik, solid, atau campuran dan kadang disertai dengan
gejala klinis dari penyakit tiroid. Nodul tiroid memiliki prevalensi sekitar 8%
pada populasi dewasa dan lebih sering terjadi pada wanita, dimana angka
kejadian pada wanita sekitar tiga hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan
pada laki-laki. Perbedaan ini masih belum diketahui penyebabnya, akan tetapi
dicurigai bahwa parameter metabolik dan efek hormon estrogen memegang
peranan penting dalam kejadian nodul tiroid.
Angka kejadian nodul tiroid dikatakan meningkat seiring dengan
peningkatan umur (>50 tahun). Pada praktik klinis, prevalensi nodul tiroid
yang ditemukan melalui pemeriksaan fisik palpasi adalah sebanyak 4%,
pemeriksaan ultrasound sebanyak 33% hingga 68%, dan melalui otopsi
sebanyak kurang lebih 50%. Di Amerika Serikat, sekitar 275.000 kasus nodul
tiroid baru terdeteksi setiap tahunnya, namun hanya 1 dari 20 nodul yang
terpalpasi yang merupakan nodul malignan, dan insiden ditemukannya
karsinoma tiroid secara klinis hanya 2 hingga 4 per 100.000 populasi setiap
tahunnya. Nodul tiroid umumnya banyak ditemukan di daerah yang
mengalami defisiensi iodin. Paparan terhadap radiasi dikatakan menjadi salah

4
satu faktor risiko, dimana nodul tiroid terjadi sekitar 2% setiap tahunnya
setelah pasien menjalani terapi radiasi.2
Pemberian penatalaksanaan yang tepat untuk pasien dengan kelainan tiroid
sangatlah penting terkait dari fungsi dari kelanjar tiroid itu sendiri.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan utamanya pada pasien dengan nodul
tiroid meliputi penggunaan obat-obatan, pembedahan, maupun dengan
radioterapi. Selain itu, untuk menunjang dan menentukan modalitas terapi
yang akan diberikan maka diperlukan diagnosis penyakit baik secara klinis
maupun histopatologis. Apabila akan dilakukan pembedahan dalam
penatalaksanaan nodul tiroid, terdapat banyak penyulit yang berkaitan dengan
banyaknya struktur penting yang berjalan di dekat tiroid, serta kelainan
endokrin yang mungkin timbul.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan organ berbentuk kupu-kupu yang terletak di
depan trakea setinggi cincin trakea ke-2 dan ke-3. Kata tiroid berasal dari
bahasa Yunani “thyreos” yang berarti pelindung. Tiroid terdiri dari dua lobus
dan dihubungkan oleh isthmus yang berada di tengah. Masing-masing lobus
mempunyai panjang lebih kurang 3-4 cm, lebar lebih kurang 2 cm, dan hanya
beberapa milimeter ketebalan. Tiroid mempunyai hubungan anatomis yang
sangat erat terhadap trakea, sehingga nodul yang berasal dari aspek posterior
kelenjar tiroid biasanya tidak teraba dan sering luput pada pemeriksaan klinis
rutin. Isthmus menghubungkan kedua lobus dan memiliki tinggi yang
bervariasi antara 12-15 mm. Meskipun jarang, namun pada beberapa penderita
isthmus bisa saja tidak dijumpai.3

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid Berserta Strukturnya

Kelenjar tiroid dibungkus oleh suatu kapsul fibrosa. Nodul yang terdapat
pada parenkim kelenjar juga dilapisi oleh kapsul ataupun pseudokapsul. Selain
digunakan untuk menentukan stadium, prognosis, dan rencana perawatan,
pemeriksaan patologi juga dapat menunjukan ada atautidaknya invasi tumor

6
melewati kapsul. Hal ini penting untuk diketahui apakah terdapat perluasan
tumor melewati kapsul kelenjar dan jaringan peritiroid. Beberapa struktur
kunci yang berhubungan dengan kapsul dan harus menjadi perhatian dalam
tindakan pembedahan kelenjar tiroid adalah kelenjar paratiroid dan nervus
laringeus rekuren. Struktur tersebut merupakan bagian penting dalam tindakan
tiroidektomi total pada pasien kanker tiroid. Kelenjar paratiroid berada di
aspek posterior dari kelenjar tiroid. Identifikasi dan preservasi kelenjar
paratiroid ini penting selama pembedahan dan dapat menjadi suatu hal yang
sulit pada kasus kanker yang bersifat invasif, dimana dibutuhkan pembedahan
yang ekstensif termasuk modified radical neck dissection (MRND) untuk
mendapatkan hasil reseksi yang komplit. Pemantauan fungsi kelenjar
paratiroid melalui pengukuran kadar kalsium pada periode awal pasca operasi
harus dilakukan untuk menghindari hipoparatiroid pasca operasi yang tidak
terdeteksi.3
Nervus laringeus rekuren (RLN) merupakan struktur lain yang perlu
diperhatikan. Nervuslaringeus rekuren kiri berasal dari nervus vagus dimana ia
melintasi arkus aortikus dan naik ke leher sejalan dengan sulkus
trakeoesofageal. RLN kanan berasal dari nervus vagus pada persilangannya
dengan arteri subklavia kanan. RLN menginervasi semua otot intrinsik laring,
kecuali otot krikotiroid, yang dipersarafi oleh nervus laringeus superior.
Cedera pada RLN unilateral menyebabkan paralisis pita suara ipsilateral
sedangkan cedera RLN bilateral dapat menyebabkan obstruksi jalan napas
yang membutuhkan trakeostomi emergensi hingga kehilangan suara. Nervus
laringeus superior juga berasal dari nervus vagus. Nervus ini berjalan di
sepanjang arteri karotis interna dan membelah menjadi dua cabang di
setentang tulang hyoid. Cabang interna dari nervus laringeus superior adalah
cabang sensorik untuk laring supraglotis. Cabang eksterna nervus laringeus
superior menginervasi otot krikotiroid. Cedera pada saraf ini menyebabkan
ketidakmampuan untuk meregangkan pita suara ipsilateral dan mengakibatkan
kesulitan mencapai nada tinggi, kesulitan memproyeksikan suara, dan mudah
lelah saat bicara terlalu lama. Persarafan simpatis kelenjar tiroid berasal dari

7
ganglia simpatis servikal superior dan media. Persarafan parasimpatis berasal
dari nervus vagus dan mencapai kelenjar tiroid melalui cabang nervus laring. 3

Gambar 2. Persarafan Kelenjar Tiroid

Suplai darah kelenjar tiroid berasal dari dua pasang arteri yang terletak di
sisi lateral. Arteri tiroidea superior berasal dari arteri karotis eksterna. Arteri
tiroidea superior turun ke pole superior kelenjar tiroid dan bergabung dengan
nervus laringeus superior. Nervus laringeus superior ini berasal dari ganglion
vagus inferior. Sewaktu mendekati laring, nervus laringeus superior terbagi
menjadi cabang interna dan eksterna. Cabang interna mensuplai inervasi
sensoris supraglotis laring dan cabang eksterna menginervasi otot krikotiroid.
Ahli bedah harus meligasi arteri tiroidea superior sedekat mungkin dengan
kelenjar tiroid, untuk menghindari kerusakan pada setiap cabang nervus
laringeus superior.3
Arteri tiroidea inferior merupakan cabang dari trunkus servikalis dan
letaknya berdekatan dengan nervus laringeus rekuren. Arteri tiroid ima yang
berasal dari trunkus servikalis atau cabang dari aorta juga memberikan suplai
darah untuk kelenjar tiroid. Aliran vena kelenjar tiroid terdiri dari tiga pasang
vena yaitu bagian superior, media, dan inferior. Vena superior dan media

8
mengalir ke vena jugularis interna sedangkan vena inferior beranastomosis
dengan vena-vena lain di bagiananterior dari trakea dan mengalir ke vena
brakhiosefalika.3

Gambar 3. Vaskularisasi Kelenjar Tiroid

2.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk mensuplai hormon tiroid
untuk pengaturan fungsi tubuh seperti metabolisme dan penggunaan energi.
Kelenjar tiroid mensekresikan hormon primer, yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Hormon-hormon tersebut memiliki fungsi meningkatkan
kecepatan metabolisme di dalam tubuh. Pada setiap molekul T4 terdapat 4
atom yodium dan setiap molekul T3 terdapat 3 atom yodium. Kedua hormon
tersebut dirangsang pengeluarannya di lobus anterior kelenjar hipofisis oleh
thyroid stimulating hormon (TSH). TSH adalah hormon yang mengatur
pertumbuhan dan fungsi tiroid dari janin hingga dewasa
Hormon T3 dan T4 dibentuk oleh yodium sebagai bahan dasar yang dapat
ditemukan pada beberapa jenis makanan dan minuman. Hormon tiroid
merupakan iodinated hormone untuk mengkonsentrasikan iodium dari
sirkulasi dan membantu iodium agar dapat bersatu dengan molekul hormone
tiroid sehingga diperlukan fungsi dari kelenjar tiroid itu sendiri. Hormon tiroid
juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan sel, perkembangan tubuh dan
metabolisme energi. Hormon tiroid membantu regulasi metabolisme
karbohidrat dan lipid sehingga diperlukan untuk pertumbuhan dan

9
perkembangan normal tubuh. Konsumsi O2 dirangsang oleh hormon tiroid
pada kebanyakan sel di dalam tubuh. Hormon tiroid juga mempengaruhi
differensiasi jaringan di dalam tubuh dan ekspresi gen, regulasi reaksi
metabolik dan kecepatan metabolisme tubuh, berperan dalam pembentukan
asam ribonukleat (ARN), mengatur pembentukan panas, penyerapan usus
terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan sel- sel somatis dan memiliki
peran dalam perkembangan sistem saraf pusat Produksi dan sekresi hormon
tiroid diatur oleh mekanisme regulasi yang kompleks. Fungsi kelenjar tiroid
diatur oleh suatu mekanisme aksi stimulasi oleh Tiroid Stimulating Hormon
(TSH) di hipotalamus pada kelenjar pituitary anterior. Modulasi pelepasan
TSH diatur oleh pengaruh hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) bebas
yang terdapat di perifer melalui umpan balik negatif.
Homeostasis hormon tiroid dapat dicapai dengan sistem feedback negatif
aksis hipotalamus hipofisis tiroid. Produksi hormon tiroid dalam tubuh diatur
oleh kadar Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang dihasilkan oleh
hipotalamus. TRH akan mengalir ke hipofisis anterior lalu menstimulasi sel
tirotrof untuk mensekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH). TSH akan
menstimulasi kelenjar tiroid untuk membentuk dan mensekresi hormon tiroid
(T3 dan T4). Pelepasan TRH dan TSH dipengaruhi oleh kadar T3 dan T4
dalam darah. Kadar T3 dan T4 yang berlebihan dalam darah akan memberikan
efek negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis sehingga kadar TRH dan TSH
akan menurun dan kemudian sel-sel folikuler kelenjar tiroid mengurangi
produksi hormon T3 dan T4. Sebaliknya, rendahnya kadar T3 dan T4 dalam
darah akan menstimulasi sekresi TRH oleh hipotalamus yang juga akan
menstimulasi sekresi TSH dan terjadi peningkatan produksi T3 dan T4.
Iodida juga berfungsi sebagai kontrol hormon tiroid dimana ion iodida
merupakan senyawa yang penting dalam sintesis hormon tiroid. Kurangnya
iodida akan menurunkan sekresi TSH yang akan menstimulasi pertumbuhan
folikel dan pembentukan goiter.

10
Gambar 4. Mekanisme Feedback Positif dan Negatif Pada Kelenjar
Tiroid

2.3 Definisi Strauma dan Nodul Tiroid


Struma adalah istilah terjadinya pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
disebabkan oleh proses inflamasi, neoplasma, maupun gangguan fungsi
kelenjar tiroid yang abnormal. Sedangkan nodul tiroid adalah terdapatnya
massa pada kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi secara
difus bila seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodosa, yang berarti bahwa
terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi
menjadi uninodosa bila hanya terdapat 1 nodul dan multinodular, bila terdapat
lebih dari 1 nodul pada satu lobus atau kedua lobus kelenjar tiroid.
Berdasarkan konsistensinya, dapat dibedakan menjadi nodul koloid bila
berkonsistensi padat, dan nodul kistik bila mengandung cairan. Nodul kistik
terdiri dari kistik simple-sederhana bila seluruhnya terisi cairan, dan kistik
komplek bila sebagian padat dan sebaginnya lagi cair. Tiroid juga dibedakan
menjadi dua yaitu jinak dan ganas berdasarkan potensi selnya untuk

11
menyebar ke luar kelenjar tiroid ke jaringan yang berdekatan atau bagian
tubuh yang lebih jauh.
Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid akan menghasilkan hormon tiroid
dalam jumlah yang sesuai yang disebut dengan eutiroid atau struma
non- toxic. Bila jumlah hormon tiroid yang dihasilkan melebihi nilai
normal disebut dengan hipertirodisme atau struma toxic, dan bila kelenjar
tiroid tidak mampu menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah yang cukup
disebut hipotiroidisme. Dengan demikian definisi dari struma multinodular
non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang terdiri dari nodul multiple
serta eutiroid. Ukuran nodul dapat kecil (berukuran dalam millimeter) atau
pun besar (beberapa centimeter), serta penyebabnya dapat jinak atau ganas. 2,4
2.4 Epidemiologi
Angka kejadian struma pada wanita 4 kali lebih besar daripada laki-laki.10
Insiden nodul tiroid meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Struma
atau goiter dapat terjadi secara endemik maupun sporadik. Struma disebut
endemik apabila di suatu daerah prevalensinya mencapai lebih dari 10%
pada anak-anak antara 6-12 tahun, dan sporadik bila prevalensinya
mencapai kurang atau sama dengan 10%.5
Pada struma endemik terjadi pada daerah-daerah geografik tempat tanah,
air, dan pasokan pangan hanya mengandung iodium yang rendah. Keadaan
semacam ini terutama ditemukan di daerah pegunungan. Sedangkan pada
struma sporadik lebih jarang terjadi dibandingan struma endemik. Terlihat
predominasi wanita yang mencolok dan insiden puncaknya teralihat pada usia
dewasa muda. Struma sporadik dapat disebabkan oleh sejumlah keadaan yang
meliputi konsumsi zat-zat yang menganggu sinstesis hormon tiroid (zat
goitrogen yang ditemukan pada sejumlah sayuran dan tanaman). Pada kasus-
kasus lainnya dapat terjadi struma karena defek enzimatik yang herediter
dan menganggu sintesis hormone tiroid, defek ini diturunkan sebagai keadaan
autosomal- resesif. Defek pada sintesis hormon tiroid tersebut meliputi defek
pada transportasi, organifikasi, serta dehalogenasi iodium dan perangkaian
iodotirosin.

12
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko
Nodul tiroid umumnya banyak ditemukan di daerah yang mengalami
defisiensi iodin. Paparan terhadap radiasi dikatakan menjadi salah satu faktor
risiko, dimana nodul tiroid terjadi sekitar 2% setiap tahunnya setelah pasien
menjalani terapi radiasi.8 Sebuah studi retrospektif terhadap pasien dengan
penyakit Hodgkin saat masa kanak- kanak menemukan bahwa mereka yang
menjalani terapi radiasi memiliki risiko 27 kali lebih tinggi untuk mengalami
nodul tiroid dibandingkan dengan saudara kandung mereka. Penelitian lain
yang dilakukan terhadap 119 orang penyintas kanker menemukan bahwa
mereka yang menjalani terapi radiasi dan kemoterapi memiliki risiko 2x lebih
tinggi untuk mengalami nodul tiroid dibandingkan dengan mereka yang hanya
menjalani terapi kemoterapi.10
Beberapa faktor resiko yang mungkin terjadi pada kanker tiroid antara
lain:
1. Jenis kelamin dan umur
Lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki,
biasa terjadi pada umur 20-30 tahun namun dapat terjadi pada semua usia
dan umur 60 tahun keatas berisiko terjadinya hipotiroid maupun
hipertiroid
2. Genetik dan riwayat keluarga
Faktor genetik dianggap sebagai faktor pencetus utama terjadinya
autoimun pada kelenjar tiroid.
3. Stress
Stress dapat berkolerasi dengan antibodi terhadap antibodi TSH-reseptor.
4. Merokok
Kurangnya oksigen di otak yang disebabkan oleh rokok dan juga nikotin
pada rokok menyebabkan peningkatan reaksi inflamasi
5. Obat-obatan
Amiodaron, lithium karbonat, interferon alfa dll.
6. Ras

13
Di Amerika Serikat ras kulit putih lebih dominan terkena dibandingkan
dengan ras kulit hitam
2.6 Patofisologi
Kekurangan iodium akan mencegah produksi hormone tiroksin dan
triiodotironin. Akibatnya, tidak tersedia hormone yang dapat dipakai untuk
menghambat produksi TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini menyebabkan
kelenjar hipofisis menyekresi banyak sekali TSH, selanjutnya TSH
merangsang sel-sel tiroid menyekresi banyak koloid tiroglobulin ke dalam
folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin besar. Tetapi, oleh karena iodiumnya
kurang, produksi tiroksin dan triiodotironin tidak meningkat dalam molekul
tiroglobulin, sehingga tidak ada penekanan secara normal pada produksi TSH
oleh kelenjar hipoisis. Ukuran folikelnya menjadi sangat besar, dan kelenjar
tiroid dapat membesar 10 sampai 20 kali ukuran normal.
2.7 Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berperanan
penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid.2
a) Anamnesis
Melalui anamnesis dapat kita nilai beberapa faktor risiko terjadinya
struma. Jenis kelamin, umur, riwayat terpapar radiasi, riwayat keluarga
yang menderita keluhan seperti adanya benjolan pada leher yang mengarah
pada struma, harus ditanyakan kepada pasien. Selain itu dari anamnesis
juga dapat diketahui gejala klinis pada pasien. Pada struma multinodular
gejala klinis bervariasi dan tergantung pada ukuran, lokasi, dan fungsi dari
kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien eutiroid dengan ukuran struma yang
kecil biasanya asimptomatik, oleh karena itu gejala klinisnya terutama
berkaitan dengan efek massa akibat kelenjar tiroid yang membesar. 7,11
Biasanya penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan
karena tidak mengalami hipo- atau hipertiroidsme. Nodul dapat tunggal,
tetapi kebanyakan berkembang berubah menjadi multinoduler tanpa
perubahan fungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista
atau adenoma. Karena pertumbuhannya terjadi secara perlahan, struma

14
dapat membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di
leher yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik. Sebagian besar
penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan. 2
Namun, jika ukuran struma cukup besar, akan dapat menekan area trakea
yang mengakibatkan adanya gangguan pada respirasi (dyspnea) dan
juga penekanan di esofagus sehingga terjadi gangguan menelan.2,;
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan melakukan palpasi
pada kedua lobus kelenjar tiroid, dan keakuratannya sangat tergantung
pada pemeriksa. Pada pemeriksaan penderita, nodul tiroid yang kita
dapatkan mungkin saja bersifat nodular atau halus, lokal ataupun difus,
keras atau lembut, dapat dimobilisasi atau terfiksir, dan terasa nyeri saat
dipegang ataupun tidak. Bumlah dari nodul hanya pada 1 lobus (soliter)
atau terdapat pada kedua lobus (multipel). Nodul yang berukuran kurang
dari 1 cm mungkin saja tidak dapat terpalpasi kecuali nodul tersebut
terletak pada bagian anterior dari lobus tiroid.
Terdapat 2 cara palpasi kelenjar tiroid. Cara anterior dilakukan
dengan cara pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan. Dengan
memfleksi leher pasien atau memutar dagu sedikit ke kanan, pemeriksa
dapat merelaksasi muskulus strenokleidomastoideus pada sisi itu, sehingga
memudahkan pemeriksaan. Tangan kanan pemeriksa menggeser laring ke
kanan dan selama menelan lobus tiroid kanan yang tergeser dipalpasi
dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri. Setelah memeriksa lobus
kanan, laring digeser ke kiri dan lobus kiri dievaluasi melalui cara
serupa dengan tangan sebelah. Kemudian pemeriksa harus berdiri di
belakang pasien untuk meraba tiroid melalui cara posterior. Pada cara ini
pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher pasien yang posisi
lehernya sedikit ekstensi. Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong
trakea ke kanan. Saat pasien menelan, tangan kanan pemeriksa meraba
kelenjar tiroid. Setelah memeriksa lobus kanan, lobus kiri dievaluasi
melalui cara serupa dengan tangan sebelah.

15
Selain palpasi dari nodul tiroid tersebut, kita juga perlu memeriksa
apakah ada pembesaran dari kelenjar getah bening pada daerah kepala dan
leher. Karena salah satu tanda dari keganasan tiroid adalah terdapatnya
limpadenopati pada daerah servikal disamping dari ditemukannya nodul
yang lebih dari 4 cm, keras dan terfiksir, atau suara serak.
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berguna untuk membantu menegakkan
diagnosis struma Pemeriksaan penunjang tersebut terdri dari pemeriksaan
biokimia untuk menetapkan fungsi kelenjar tiroid, pemeriksaan imaging
untuk mengetahui jumlah dan jenis nodul, dan pemeriksaan sitology
atau histologi untuk menetukan perubahan patologis.2
1. Biokimia (FT4 dan TSH)
Pemeriksaan biokimia secara radioimunoesai dapat memberikan
gambaran fungsi tiroid yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, FT4,
TBG, dan TSH dalam plasma. Kadar T4/FT4 serum total dapat
mencerminkan fungsi kelenjar tiroid. Kadar T3 serum total selalu
tinggi pada penderita tirotoksikosis. Penentuan kadar TBG kadangkala
diperlukan untuk menginterpretasi kadar T4, dan sampai tingkat
tertentu berlaku untk kadar T3. Kadar TBG dapat berubah pada
kehamilan atau pada pengobatan dengan estrogen. Pemeriksaan kadar
TSH serum merupakan pemeriksaan penyaring yang peka untuk
hipotiroidisme karena kadar ini meningkat sebelum terjadi penurunan
kadar T4.2
Antibodi mikrosom dan antibodi tiroglobulin umumnya meningkat
pada penderita dengan tiroiditis autoimun. Thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI) dapat ditemukan pada penderita penyakit
Graves. Tiroglobulin dapat ditemukan dalam serum orang normal, dan
kenaikan kadar tiroglobulin dapat digunakan untuk mengetahui
rekurensi karsinoma tiroid setelah tiroidektomi total.
2. Imaging
- USG

16
Ultrasonografi (USG) digunakan untuk menentukan apakah
nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun tidak
merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. USG terbatas
nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan kenganasan dan hanya
dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah
sentimeter
3. Sitologi (Fine Needle Aspiration Biopsy, FNAB)
Pemeriksaan sitology nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi
jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy, FNAB). Cara
pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma tiroid,
tiroiditis, atau limfoma. Biopsi aspirasi jarum halus adalah cara
terbaik mendiagnosis kemungkinan kegananan dalam nodul tiroid,
dan dianggap sebagai cara diagnosis yang lebih akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan radioaktif ataupun ultrasonografi.

2.8 Diagnosis Banding


a) Tiroiditis
- Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis kronik yang ditandai oleh
kegagalan tiroid bertahap karena terjadi proses autoimun serta
hipotiroidisme. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada usia 45 dan
65 tahun dengan predominasi wanita.
- Tiroiditis De Duervain
Tiroiditis De Duervain adalah inflamasi akut mengenai seluruh
kelenjar tiroid, disebabkan oleh inflitrasi sel neutroil, sel limfosit,
dan sel histiosit. Gambaran klinis berupa pembesaran tiroid ringan
atau sedang yang sangat nyeri serta gejala dan tanda sistemik.
- Tiroiditis Riedel
Merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan, juga dianggap
sebagai reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras, berbentuk
asimetri sehingga suka dibedakan dengan adenokarsinoma anaplastic

17
karena konstistensinya sangat padat.
- Penyakit Grave
Penyakit Grave lain juga disebut penyakit Basedow (jika
dijumpai trias Basedow, yaitu adanya struma tiroid difus,
hipertiroidisme, dan eksoftlamos). Gejala-gejala yang dapat
ditemukan pada penyakit ini antara lain keringat berlebihan,
tremor tangan, toleransi terhadap panas menurun, penurunan berat
badan, emosi tidak stabil, gangguan mentsruasi berupa amenorea, dan
sering buang air besar.
- Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid, dikelompokkan
menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yaitu bentuk papilar,
folikular, atau campuran keduanya, karsinoma medular yang berasal
dari sel parafolikuler dan mengeluarkan kalsitonin, serta karsinoma
berdierensiasi buruk/anaplastik.
Untuk membedakan nodul bersifat ganas atau tidak sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan Nodul Jinak dan Ganas
Nodul Ganas Nodul Jinak
Usia Dibawah 30 tahun dan 30-60 tahun
atau diatas 60 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Karakteristik Nodul Nodul padat, keras, Nodul kistik, kenyal,
immobile/terfiksir mobile
Riwayat Terpapar Ada Tidak ada
Radiasi
Pembesaran Cepat Lama
Kelenjar Tiroid
Riwayat Keluarga Ada Tidak ada
menderita kanker
tiroid

18
Pembesaran KGB Ada Tidak ada
Gejala disfagia, Ada Tidak selalu ditemukan
suara parau, sesak
nafas
Tetapi supresi Tidak mengalami Mengalami regresi
regresi

2.9 Tatalaksana
Struma non toksik biasanya tumbuh sangat lambat selama beberapa tahun
tanpa menyebabkan gejala. Tanpa bukti pertumbuhan struma yang cepat,
gejala obstruktif (misalnya, disfagia, stridor, batuk, sesak napas), atau
tirotoksikosis, tidak diperlukan perawatan. Pertimbangan dilakukannya terapi
tergantung pada beberapa faktor seperti ukuran dan lokasi struma, adanya
gejala penekanan, dan adanya gejala tirotoksikosis. 4,7Adapun beberapa terapi
yang tersedia saat ini termasuk tiroidektomi, terapi iodium, radioaktif, dan
levothyroxine (C-Tiroksin atau T4)
a) Terapi supresi levothyroxine
Karena TSH telah dianggap sebagai faktor pertumbuhan untuk sel-
sel epitel tiroid, pengobatan dengan levothyroxine dalam dosis yang cukup
untuk menekan TSH telah lama digunakan untuk mencegah atau
mengurangi pertumbuhan nodul tiroid. Meskipun beberapa penelitian telah
menunjuukan efikasi dari terapi ini, namun beberapa di antaranya masih
gagal dalam menunujukkan manfaat yang jelas shingga penggunaan
levotiroksin masih kontroversial. Beberapa penelitian telah menunjukkan
pengurangan ukuran struma hingga 50-60% dengan penggunaan
levothyroxine. Selain itu pengurangan ukuran struma dengan
levothyroxine tampaknya lebih efektif pada nodul tiroid kecil dengan fitur
koloid dan wilayah geografis dengan defisiensi iodium. Penekanan TSH
jangka panjang mungkin dapat mencegah peningkatan ukuran nodul tiroid
dan kelenjar tiroid, tapi pertumbuhan nodul kembali terjadi setelah
penghentian terapi, dengan demikian, komitmen untuk terapi jangka

19
tidak dapat dihindari. Karena efek merusak yang dikenal pada tulang
terkait dengan hipertiroidisme subklinis yang dihasilkan dari terapi
penekan levothyroxine dan risiko fibrilasi atrium serta komplikasi
kardiovaskular lainnya, modalitas pengobatan ini tidak dianjurkan oleh
American Tyroid Association (ATA). Terapi ini dihindari terutama pada
wanita postmenopause dengan massa tulang yang rendah, pada orang tua,
dan orang-orang dengan penyakit jantung.
b) Terapi Iodine
Pada pasien dengan struma multinodosa terapi radioiodie belum
secara luas digunakan sebagai pilihan terapi. Namun beberapa penelitian
menunjukkan adanya pengurangan ukuran struma yang signifikan
dibandingkan dengan terapi supresif levothyroxine yang menuunjukkan
tidak banyak manfaat, serta perbaikan gejala obstruktif (dyspnea,
disfagia). Penggunaan recombinant human TSH (rhTSH) 24 jam sebelum
terapi radioiodine meningkatkan ambilan radioiodine oleh kelenjar tiroid
serta efiktivitasnya sehingga dapat mengurangi dosis pemberian
radioiodine. Beberapa efek samping dari terapi ini seperti hipertiroideisme
sementara pada 2 minggu pertama setelah penggunaan radioiodine,
dan 45% menjadi hipotiroidisme permanen sehingga
membutuhkan pengganti hormone tiroid seumur hidup. Selain itu tiroiditis
yang bersifat sementara juga dapat terjadi 1 bulan setelah terapi.4,7
c) Pembedahan
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan diagnostik
(biopsy) dan terapeutik. Pembedahan diagnostic berupa biopsy insisi atau
biopsy eksisi sangat jarang dilakukan dan telah ditinggalkan terutama
dengan semakin akuratnya biopsy jarum halus. Biopsi diagnostic hanya
dilakukan pada tumor yang tidak dapat dikeluarkam seperti karsinoma
anaplastik. Pembedahan terapeutik dapat berupa lobektomi total,
lobektomi subtotal, istmo-lobektomi, dan tiroidektomi total.

20
Indikasi tindakan bedah pada struma non toksik antara lain:
1. Hasil FNAB mencurigakan keganasan atau lesi folikuler
2. Nodul tiroid pasien usia < 20 tahun dan atau > 60 tahun dengan
ditemukannya sel-sel atipic pad FNAB
3. struma multinodular yang berat
4. Terdapat riwayat paparan radiasi
5. Hyperfunctioning tiroid nodul pasien muda yang gagal dengan terapi
medical atau menolak terapi medical
6. Symptomatic Multinoudlar Goiter : disfagia, kesulitan tidur telentang,
suara serak
7. Kosmetik
Prosedur tindakan pembedahan pada struma dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2. Prosedur Pembedahan Strauma
Prosedur Indikasi
Ishmolobectomy Nodul soliter
Multinodular unilateral
Subtotal thyroidectomy Grave disease
Multinodular bilateral
Hashimoto disease
Total Tyroidectomy Ca Tiroid
Grave disease
Multinodular bilateral

2.10 Komplikasi
Struma multinodular tiroid non toxic tidak menimbulkan gejala yang khas
dan tumbuh dengan sangat lambat. Komplikasi yang dapat terjadi dari nodul
tiroid non toxic adalah terjadinya obstruksi jalan nafas akibat deviasi trakea
yang terjadi karena pembesaran nodul tiroid. Pada nodul tiroid yang
mengalami pembesaran sampai menghambat jalan nafas seperti ini, biasanya
diindikasikan untuk melakukan tindakan operatif. Struma dapat meluas

21
sampai ke mediastinum anterior dan superior, terutama pada bentuk
nodulus yang disebut struma retrostrenum. Umumnya struma retrosternum ini
tidak naik turun pada gerakan menelan karena aperture thorax terlalu sempit.
Seringkali struma ini bersifat lama dan asimptomatik, sampai terjadi
penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan ini akan
memberikan gejala dan tanda penekanan trakea serta esophagus.2
Sedangkan komplikasi dari tindakan pembedahan pada struma dapat terjadi
beberapa komplikasi antara lain perdarahan oleh karena kelenjar tiroid
mengandung banyak pembuluh darah, cedera nervus laringeus rekurens dan
kerusakan cabang eksternus nervus leringeus superior yang mengakibatkan
paralisis pita suara. Komplikasi lainnya yaitu infeksi pasca operasi, apabila
kelenjar paratiroid tidak sengaja terangkat saat operasi pasien dapat
mengalami kejang tetani akibat terjadinya penurunan kadar kalsium darah.
Selain itu hipotiroidisme setelah tiroidektomi total adalah konsekwensi
logis yang terjadi karena penderita tidak lagi memiliki jaringan tiroid sama
sekali. 9
2.11 Prognosis
Prognosis untuk struma non toxic cukup baik, biasanya struma nontoxic
tumbuh dengan sangat lambat sampai bertahun-tahun. Bila terdapat
pertumbuhan struma dengan cepat atau terjadi degenerasi atau pendarahan
pada nodul, harus dievaluasi untuk kecurigaan tumbuhnya neoplasma.12

22
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


a. Nama : NWS
b. Usia : 53 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Desa Besakih
e. Pendidikan Terakhir : SD
f. Pekerjaan : Pedagang
g. Agama : Hindu
h. Status Perkawinan : Menikah
i. No.RM : 3077378
j. Ruangan : Poli Bedah RSUD Klungkung

3.2 Anamnesis
Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 04 Agustus 2023 di poli bedah umum RSUD Klungkung
a. Keluhan Utama: Benjolan pada leher
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan usia 53 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD
Klungkung mengeluhkan muncul benjolan pada leher sejak 2 tahun yang lalu.
Benjolan awalnya hanya dirasakan oleh pasien seperti rasa mengganjal di leher
tanpa terlihat dari luar, berukuran kecil lama kelamaan bertambah besar hingga
saat ini. Dimana benjolan tanpa disertai rasa nyeri. Keluhan lainnya yaitu sesak
nafas, gangguan menelan, perubahan suara, penurunan berat badan secara drastic,
tangan gemetaran (tremor), jantung berdebar, dan sering berkeringat disangkal
oleh pasien.
c. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluhan yang sama : (-)
 Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat Diabetes Melitus : (-)

23
 Riwayat penyakit jantung dan paru : (-)
 Penyakit ginjal : (-)
 Riwayat Neoplasma / Kanker Tiroid : (-)
 Riwayat alergi : (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
 Keluhan yang sama dengan pasien : (-)
 Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat diabetes mellitus : (-)
 Riwayat penyakit jantung : (-)
 Riwayat Neoplasma / Kanker Tiroid : (-)
e. Riwayat pengobatan
Pasien menyangkal saat ini sedang mengonsumsi obat-obatan. Riwayat
operasi dan kemoterapi juga disangkal.
f. Riwayat social dan Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang saat ini tinggal bersama
dengan suami dan anaknya. Pasien menyangkal pernah mengonsumsi rokok,
minum-minuman alkohol, dan mengonsumsi narkotika. Riwayat terpapar
radiasi disangkal.
g. Riwayat gizi
Pola makan dan minum pasien cukup baik. Keluarga pasien mengaku
memasak menggunakan garam beryodium. Pasien terlihat tidak kelebihan
ataupun kekurangan gizi.

3.3 Pemeriksaan Status Generalis


a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran/GCS :
Kuantitatif : Compos Mentis
Kualitatif : E4V5M6
c. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 123/67 mmHg
 Denyut Nadi : 86x/menit reguler kuat angkat

24
 RR : 20x/menit thorako-abdominal
 Suhu : 36,0 0C aksila
 VAS : 0/10
 CRT : < 2 detik
 SpO2 : 99% tekanan ruangan
d. Data Antropometri
 Berat Badan : 44 kg
 Tinggi Badan : 142 cm
 IMT : 21,82 kg/m2 (normal)
e. Status Generalis
Kepala : Normocephali, warna rambut hitam distribusi merata,
tidak mudah dicabut, tidak ditemukan cedera kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor (3mmx3mm), refleks pupil (+/+). Exopthalmus (-
/-)
Hidung : Deformitas (-) Peradangan (-/-) massa (-/-) septum diviasi
(-) discharge (-/-)
Tenggorokan : Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring
hiperemis (-)
Mulut : Bentuk normal, bibir pucat (-), sianosis (-), karies (-),
gusi berdarah (-).
Leher : Pada Status Lokalis
Thorax : Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas, gerakan dada
simetris, tidak terdapat retraksi suprasternal.
Pulmo : Vesikuler (+/+) Whezing (-/-) Ronkhi (-/-). Sonor seluruh
lapang paru
Cor : S1S2 tunggal regular, gallop (-) murmur (-)
Abdomen : Massa (-) Bekas operasi (-) peradangan (-) Distensi
(-) BU (+) nyeri tekan (-) defans muscular (-)
Ektremitas

25
- Atas : Akral hangat kanan dan kiri, CRT < 2 detik, edema (-)
tremor (-)
- bawah : Akral teraba hangat kanan dan kiri, CRT < 2 detik,
edema (-)
f. Status Lokalis Regio Colli Anterior:
Inspeksi : Massa (+) pada lobus kanan dan kiri, sesuai dengan
warna kulit, bergerak saat menelan (+)
Palpasi : Tiroid teraba, massa pada lobus kanan uk 6x3cm, lobus
kiri uk 5x3 cm konsistensi kenyal, mobile, batas tegas,
tidak berdungkul, nyeri tekan (-), ikut bergerak saat
menelan. Pembesaran kelenjar limfa (-)
3.4 Diagnosis Banding
- Struma Multinodular Bilateral Non-toksik
- Grave disease
- Karsinoma Tiroid
3.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium FT4 TSH (26/06/2023)
Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Rujukan
Hormon
FT4 17.49 pmol/L 9-22 Normal
TSH 0.35 uIU/ml 0.4-4.2 Normal

b. Laboratorium Darah Lengkap (04/08/2023)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 15.2 g/dL 10,8-16,5
Leukostit 6.71 ribu/uL 3,5-10
Hitung Jenis Leukosit

26
Neutrofil 67 % 39,3-73,7
Limfosit 27.1 % 18,0-48,3
Monosit 3.2 % 4,4-12,7
Eosinofil 1.66 % 0,00-7,30
Basofil 0.70 % 0,00-1,70
Eritrosit 5.1 juta/uL 3,5-5,5
Hematokrit 44.2 % 35-55
Indeks Eritrosit
MCV 86.1 fL 81,1-96
MCH 29.5 Pg 27,0-31,2
MCHC 34.3 % 31,5-35,0
RDW-CV 11.2 % 11,5-14,5
Trombosit 210 ribu/uL 145-450
MPV 6.01 fL 6,90-10,6
Kimia Klinik
Faal Hati
AST (SGOT) 16 U/L 8-37
ALT (SGPT) 13 U/L 13-42
Faal Ginjal
Ureum 38 Mg/dl 10-50
Kreatinin 0.6 Mg/dl 0.6-1.2
Glukosa darah
GDS 92 Mg/dl 80-200

c. Penemeriksaan Patologi Anatomi FNAB


- Mikroskopis: Apusan terdiri dari sebaran sel-sel epitel folikel thyroid
yang tampak atrofi, dengan dominasi sebaran cyst macrophage. Latar
belakang sediaan bahan koloid dan old hemorrhage.
- Kesan: Colli anterior dekstra dan sinistra, FNAB: Sitomorfologi sesuai
untuk Colloid Nodul.

27
3.6 Diagnosis Kerja
Struma Multinodular Bilateral Non-toksik
3.7 Tatalaksana
a) Non-operatif
- Konsul TS Sp.PD dan TS Anestesi
- KIE kepada keluarga tentang keadaan pasien dan rencana tindakan
operasi, mekanisme tindakan, rencana terapi, resiko tindakan dan
komplikasi tindakan pembedahan.
b) Operatif
- Pro total tiroidectomy tanggal 08/08/2023
3.8 Prognosis
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functinam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam
3.9 Follow Up Paisen
Follow Up dimulai dari tanggal 07/08/23 sebelum pasien melaksanakan
total tiroidectomy
Tabel 1. Follow Up Pasien

Ruang Kemoning: 07/08/2023


S Benjolan pada colli anterior, nyeri (-)
O KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 112/68 mmHg

 Denyut Nadi : 78 x/menit reguler kuat angkat

 RR : 17x/menit thorako-abdominal

 Suhu Aksila : 36,2 0C axilla

28
 SpO2 : 99% tekan ruang

 VAS : 0/10

 Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis : Dalam batas normal

 Status Lokalis (Regio Colli Anterior)

- Inspeksi : Massa (+) pada lobus kanan dan kiri, sesuai dengan
warna kulit, bergerak saat menelan (+)

- Palpasi : Tiroid teraba, pada lobus kanan uk 6x3cm, lobus kiri uk


5x3 cm konsistensi kenyal, mobile, batas tegas, tidak
berdungkul, nyeri tekan (-), ikut bergerak saat menelan.
Pembesaran kelenjar limfa (-)

A Struma Multinodular Bilateral Non-toksik


P - IVFD Normal Saline 20 tpm

- Moxifloxacin 1x400 mg

- Pro Total Tiroidektomi di OK IBS (08/08/2023)

Kie :

- Tindakan operasi

- Puasa 8 jam pre-operasi

Ruang Batu Nunggul (ICU) : 08/08/2023

S Nyeri luka post op (+) Sesak (-) Serak (-) Menelan (+) Demam (-)

O KU: Tampak sakit sedang


Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 118/72 mmHg

 Denyut Nadi : 88 x/menit reguler kuat angkat

29
 RR : 18x/menit thorako-abdominal

 Suhu Aksila : 36,0 0C axilla

 SpO2 : 99% nasal kanul

 VAS : 4/10

 Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis : Dalam batas normal

 Status Lokalis Regio Colli Anterior: luka operasi terawat, terpasang


drainase dengan pendarahan ±10 cc

A Struma Multinodular Bilateral Non-toksik post op total tiroidectomy tanggal


08/08/2023
P - Diet lunak tinggi kalori tinggi protein

- IVFD Normal Saline 21 tpm

- Paracetamol flash 3x1 gr

- Omeprazol 2x40 mg iv

- Dexketrofen 3x50 mg iv

- Etirocoxib 3x90 mg PO

Ruang Batu Nunggul (ICU) : 09/08/2023

S Nyeri bekas operasi (+) berkurang, Sesak (-) Serak (-) Menelan (+) Demam
(-)

O KU: tampak sakit sedang


Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 123/86 mmHg

30
 Denyut Nadi :69 x/menit reguler kuat angkat

 RR : 19x/menit thorako-abdominal

 Suhu Aksila : 36,0 0C axilla

 SpO2 : 99% nasal kanul

 VAS : 3/10

 Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis : Dalam batas normal

 Status Lokalis Regio Colli Anterior: luka operasi terawat, terpasang


drainase vacum dengan pendarahan ±20 cc

A Struma Multinodular Bilateral Non-toksik post total tiroidectomy H+1


P - IVFD NS 20 tpm

- Drip fentanyl 200 mcq 21 tpm

- Paracetamol flash 3x1 gr

- Metylprednisolon 2x6,5 mg iv

- Moxifloxacin 1x400 mg inj

- Omeprazole 2x40 mg inj

Ruang Takmung : 10/08/2023

S Nyeri bekas operasi (+) berkurang, Sesak (-) Serak (-) Menelan (+) Demam
(-)

O KU: tampak sakit sedang


Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 123/86 mmHg

31
 Denyut Nadi :69 x/menit reguler kuat angkat

 RR : 19x/menit thorako-abdominal

 Suhu Aksila : 36,0 0C axilla

 SpO2 : 99% nasal kanul

 VAS : 2/10

 Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis : Dalam batas normal

 Status Lokalis Regio Colli Anterior: luka operasi terawat, terpasang


draina vacum dengan pendarahan ±28 cc

A Struma Multinodular Bilateral Non-toksik post total tiroidectomy H+2


P - IVFD NS 20 tpm

- Metylprednisolon 2x6,5 mg Inj

- Moxifloxacin 1x400 mg inj

- Omeprazole 2x40 mg inj

- Aff drain vacum

Ruang Takmung : 11/08/2023


S Nyeri bekas operasi (+) berkurang, Sesak (-) Serak (-) Menelan (+) Demam
(-)
O KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 117/78 mmHg

 Denyut Nadi :69 x/menit reguler kuat angkat

32
 RR : 21x/menit thorako-abdominal

 Suhu Aksila : 36,1 0C axilla

 SpO2 : 99% tekan ruangan

 VAS : 1/10

 Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis : Dalam batas normal

 Status Lokalis Regio Colli Anterior: luka operasi terawat, Drain


vacuum aff

A Struma Multinodular Bilateral Non-toksik post total tiroidectomy H+3


P - IVFD NS 20 tpm
- Cefixime 2x200 mg PO
- Paracetamol 3x500 mg PO
- Poliklinis

33
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien perempuan usia 53 tahun dating dengan keluhan muncul benjolan
pada leher sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan awalnya berukuran kecil namun
lama kelamaan bertambah besar hingga saat ini. Dimana benjolan tanpa disertai
rasa nyeri. Keluhan seperti sesak nafas, gangguan menelan, perubahan suara,
penurunan berat badan secara drastic, tangan gemetaran (tremor), jantung
berdebar, dan sering berkeringat disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam
batas normal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
operasi, maupun riwayat terpapar radiasi. Berdasarakan hasil pemeriksaan fisik
didapatkan status present dan status generalis dalam batas normal. Pada status
lokalis regio colli anterior didapatkan massa dengan konsistensi kenyal pada
tiroid kanan dan kiri, mobile dengan batas tegas berukuran pada lobus kanan 6x3
cm, lobus kiri 5x3 cm serta tidak nyeri tekan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis
dengan struma multinodular non toksik. Berdasarkan teori definisi struma
adalah pembesaran pada kelenjar thyroid apa pun sebebnya. Pembesaran
dapat terjadi secara difus ataupun nodosa dengan ditemukannya nodul
pada tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa bila
hanya terdapat 1 nodul dan multinodular, bila terdapat lebih dari 1 nodul
pada satu lobus atau kedua lobus kelenjar tiroid. Pada pasien ditamukan
adanya massa pada kedua lobus tiroid sehingga pasien didiagnosis
sementara dengan struma multinodosa. Berdasarkan teori disebutkan
bahwa jenis kelamin perempuan 4 kali lebih sering mengalami struma
daripada laki-laki dan hal ini sesuai dengan kasus. Pada pasien penyebab
struma masih belum jelas diketahui karena dari anamnesis pasien
mengatakan memasak menggunakan garam beryodium sehari-hari dan
tidak pernah terpapar radiasi. Pada teori dikatakan defisiensi iodium
merupakan penyebab paling umum, namun faktor lainnya juga dapat
menjadi penyebab seperti adanya mutasi gen dan zat goitrogen tertentu
yang dapat mengganggu sintesis hormon tiroid.

34
Berdasarkan gejala klinis pasien tidak merasakan keluhan apapun
kecuali adanya massa di leher yang membesar secara perlahan. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyebutkan struma nodosa non toxic tidak
mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo- atau hipertiroidsme.
Oleh karena itu manifestasi klinisnya terutama berkaitan dengan efek
massa akibat kelenjar tiroid yang membesar. Untuk membedakan struma
jenis toksik dan non toksik dapat kita ketahui dari anamnesis dan
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
hormon tiroid (hipertiroidisme). Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
gejala- gejala hipertiroidisme yang mengarah pada struma toksik seperti
dada berdebar, tangan gemetar, berkeringat,susah tidur, badan terasa
panas, dan penurunan BB sehingga diagnosis pada pasien mengarah ke
struma jenis non toksik. Selain itu dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan
adanya exopthalmus yang merupakan salah satu tanda dari struma toksik
(penyakit Grave).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa pada tiroid kanan
berukuran pada lobus kanan 6x3 cm, lobus kiri 5x3 cm cm dengan konsistensi
kenyal, mobile di kulit, tanpa nyeri tekan, serta tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening. Berdasarkan teori yang disebutkan kemungkinan
diagnosis nodul tersebut mengarah ke jinak. Pada teori disebutkan nodul
tiroid yang mengarah jinak lebih banyak pada perempuan, dari segi usia
biasanya nodul terjadi pada usia berkisar di atas usia 30 tahun dan kurang
dari 60 tahun, jumlah benjolan biasanya multipel, karakteristik nodul
biasanya kenyal dan mobile, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada riwayat terpapar radiasi, ataupun riwayat keluarga
menderita kanker tiroid
Untuk menunjang diagnosis, pada pasien dilakukan pemeriksaan USG,
pemeriksaan FT4 dan TSHs, dan FNAB. Berdasarkan teori disebutkan
bahwa untuk membantu menegakkan diagnosis struma multinodosa non
toxic beberapa pemeriksaan penujang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan biokimia seperti pengukuran kadar FT4 dan TSHs,

35
pemeriksaan imaging dengan USG dan sidik radioaktif/thyro-scan, dan
pemeriksaan sitology yaitu FNAB. Pemeriksaan USG bertujuan untuk
untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi
maupun tidak merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik.
USG terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan kenganasan
dan hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari
setengah sentimeter.
Dari pengukuran kadar FT4 dan TSHs didapatkan hasil normal yang
menunjukan tidak terdapat gangguan fungsi pada kelenjar tiroid.
Sedangkan pada FNAB didapatkan hasil nodul pada regio colli anterior
dextra dan sinistra, dengan kesan colloid nodule, dan tidak didapatkan
hasil yang menunjukkan keganasan. Pemeriksaan sidik radioaktif/thyro-
scan tidak dilakukan pada pasien. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat
gambaran fungsional jaringan tiroid dengan melihat kemampuan ambilan
terhadap unsur radioaktif. Cara ini berguna untuk menentukan apakah
nodul dalam kelenjar tiroid bersifat hiperfungsi (nodul panas), hipofungsi
(nodul dingin), atau normal (nodul hangat). Kemungkinan keganasan
lebih besar pada nodul dingin meskipun karsinoma tiroid dapat juga
ditemukan pada nodul hangat.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan total
tiroidektomi yaitu dengan mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penatalaksanaan struma
multinoduler non toksik terdiri dari pembedahan, pemberian terapi
supresif Levothyroxsine, dan terapi radioiodine. Pembedahan
diindikasikan bila terdapat alasan kosmetik, struma multinodular yang
berat, struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktus leher
lainnya, dan struma restrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau
struktur lain. Pada pasien ini tidak terdapat gejala sesak ataupun gangguan
menelan akibat struma, namun pasien merasa tidak nyaman dengan
ukuran struma yang saat ini semakin membesar. Prosedur pembedahan
yang dipilih adalah total tiroidektomi, hal ini sesuai dengan teori yang

36
menyebutkan pada struma multinoduler bilateral non toksik dapat
dilakukan subtotal tiroidektomi atau total tiroidektomi.

37
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien perempuan usia 53 tahun dating dengan keluhan muncul benjolan
pada leher sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan awalnya berukuran kecil namun
lama kelamaan bertambah besar hingga saat ini. Dimana benjolan tanpa disertai
rasa nyeri. Keluhan seperti sesak nafas, gangguan menelan, perubahan suara,
penurunan berat badan secara drastic, tangan gemetaran (tremor), jantung
berdebar, dan sering berkeringat disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam
batas normal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
operasi, maupun riwayat terpapar radiasi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
status present dan status generalis dalam batas normal. Pada status lokalis regio
colli anterior didapatkan massa dengan konsistensi kenyal pada tiroid kanan dan
kiri, mobile dengan batas tegas berukuran pada lobus kanan 6x3 cm, lobus kiri
5x3 cm serta tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan penunjang T4 dan TSH
normal, FNAB kesan nodul colloid. Berdasarkan hal tersebut pasien didiagnosis
Struma Multinodluar Bilateral Non-toksik dengan terapi pembedahan total
tirodectomy. Komplikas tidak ditemukan serta diagnosis pada pasien yaitu dubia
ad bonam.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. 2012.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sjamsuhidayat R, et al. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. 2013. Jakarta:
Penerbit Buku Keokteran EGC
3. The American Assosiation Surgion. Benign Thyroid Enlargment (Non-
toxic multinodular). 2013
4. Lee SL. Nontoxic Goitre. Medscap. 2013
5. AL-Saig TH, Modhar S, Muna Z. 2011. Non Toxic Goiter: Cytology,
Histological Analysis: A Study in Mosul. Iraqi J. Comm. Med 24 (4)
6. Hanumanthappa MB, et al. 2012. The Insidence of Malignancy in
Multinodular Goitre: A Prospective Study at Tertiary Academic
Centre. Journal of Clinical and Diagnostic Clinical Research
7. Bahn RS. Castro.2011 Approach to the Patient with Nontoxic Multinodular
Goitre. J Clin Endrocinol.
8. Moore KL, Agur Anne MR. Essential Clinical Anatomy. 3th ed. 2007.
Toronto: Lippincott Williams & Wilkins
9. Division of general surgery: Endocrine surgery. Goiter and Thyroid
Nodule. 2015.
10. Mulinda JR. Goiter. Medscape. 2014. Medscape
11. Mitcheel RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran: Buku
Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. 2009. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
12. Gardner DG, Shoback D. Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology.
9ed. 2011.
13. Dankle SK. Thyroid Nodul. Medscape. 2018. McGraw-Hill Company.

39

Anda mungkin juga menyukai