Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRISIS TIROID

Dosen Pembimbing :

Puteri Indah Dwipayanti, S.Kep.Ns., M.Kep

Di susun Oleh :

Elfita Rasalhaque Ibrahim (0119013)

Faricha Maulidia (0119052)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

TA.2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Dengan Krisis Tiroid” ini disusun dengan tujuan
untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Melalui makalah ini, saya berharap
agar saya dan pembaca mampu memahami dengan baik tentang Asuhan Keperawatan Kritis
Pada Pasien Dengan Krisis Tiroid.
Dalam penyusunan makalah ini, saya mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan
dari Ibu/Bapakdosen selaku fasilitator dalam materi yang dibahas pada makalah ini.
Saya berharap agar makalah yang telah saya susun ini dapat memberikan pengetahuan
serta perkembangan wawasan yang cukup bagi pembaca dan penulis yang lain. Saya juga
berharap agar makalah ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Mojokerto, 7 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...........................................................................................4
B. TUJUAN.................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS...................................................................................................5
A. DEFINISI.........................................................................................................5
B. ETIOLOGI.......................................................................................................5
C. PATOFISIOLOGI...........................................................................................7
D. MANIFESTASI KLINIS................................................................................9
E. PENATALAKSANAAN.................................................................................10
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................................11
G. KOMPLIKASI.................................................................................................13
B. KONSEP KEPERAWATAN................................................................................14
A. PENGKAJIAN.................................................................................................14
B. DIAGNOSA......................................................................................................16
C. INTERVENSI..................................................................................................17
D. IMPLEMENTASI...........................................................................................21
E. EVALUASI.......................................................................................................21

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN......................................................................................................22
B. SARAN...................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik
yang ditandai oleh demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi dan psikosis. Pada
fase lanjut,pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai
dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-
2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri
hanya berkisar antara 0,05%-1,3% dimana kebanyakannnya bersifat subklinis.
Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat
fatal. Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan
beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien
yang di rawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis
tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan
merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi system organ lain,melakukan
anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting
karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan
krisis fulminant yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik. Oleh karena itu,diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid,terutama
mengenai diagnosis dan penatalaksanaannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari krisis tiroid ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari krisis tiroid ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep teori dari krisis tiroid.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan dari krisis tiroid.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari
status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika
tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa
yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika,
1999).

B. Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu
terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).

5
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi, meningkatnya
kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis
(persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik
maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

6
C. Patofisiolo

7
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang
merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid.
Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik

8
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari
sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
D. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid berupa:
1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)
2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).

Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah berkeringat
banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis, dan
peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai deman
lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan disfungsi
Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf
pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.

9
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan

10
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker.
Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).

2. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang
timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif
untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme
yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ, keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi
eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan
memberikan tingkat aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode
krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan
proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 1996).

F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
1. Test  T4 serum

11
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau  pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan
11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.    

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka diagnosis
krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika
gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena
menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis.

12
Kecurigaan  akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda
tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka
dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch –
Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi
susunan saraf.

G. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. ANAMNESA

a. Identitas
Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No
RM/CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat klien
dirawat.Data penanggung jawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan
alamat.Riwayat Penyakit
Sekarang.

b. Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan
j. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya seperti DM, HT
b. Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup
2. PEMERIKSAAN FISIK

a. Sistem pernafasan
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea.
b. Sistem kardiovaskuler
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan jardiaj
output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi.

14
Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga
pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan
darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada area
pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial
flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pejtoris dan gagal
jantung.

j. Sistem persyarafan
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi
iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami
delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma
Sitem Perkemihan Perubahan pola berkemih ( poliuria, nojturia).
d. Sistem penjernaan
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan
kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan
motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual,
dan muntah
e. Sistem muskuluskeletal
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan
f. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan
koordinasi, Kelelahan berat
Tanda : Atrofi otot
g. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, Peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat.
Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)

18

15
h. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang,
nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat
berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat),
urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare).
i. Integritas / Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang
j. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet :
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(tiazid)
Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid
(peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah),
bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
k. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot parasetia, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap lanjut),
gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA)
l. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis
dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

3. DIAGNOSA
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolism tubuh.
(D.0130)

16
b. Deficit volume cairan berhubungan dengan peningkatan motilitas usus.
(D.0023)
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung,status
hipermetabolik. ( D.0008)
4. INTERVENSI
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KH INTERVENSI
o

1 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertemia (I.15506)


berhubungan tindakan keperawatan  Observasi :
selama 1x24 jam
dengan - Identifikasi penyebab
diharapkan
peningkatan termoregulasi(pengatura hipertermia (mis.
metabolism n suhu tubuh pada Dehidrasi,terpapar
rentang normal)
tubuh. lingkungan
membaik dengan kriteria
(D.0130) hasil : panas,penggunaan
incubator).
- Suhu tubuh
membaik. - Monitor suhu tubuh.
- Kejang menurun.
- Monitor kadar elektrolit.
- Suhu kulit
membaik. - Monitor haluaran urine.
- Monitor komplikasi akibat
hipertermia.
 Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang
dingin.
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh.
- Berikan cairan oral.
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin.
- Berikan oksigen,jika perlu.
 Edukasi

17
- Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.

2 Deficit Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia (I.03116)


volume tindakan keperawatan  Observasi :
selama 1x24 jam
cairan - Periksa tanda dan gejala
diharapkan status cairan
berhubungan membaik (L.03028) hypovolemia(mis.frekuensi
dengan dengan kriteria hasil : nadi meningkat,nadi terasa
peningkatan - Kekuatan nadi lemah,tekanan darah
motilitas meningkat.
menurun,volume urin
- Turgor kulit
usus. meningkat. menurun,haus,lemah)
(D.0023) - Frekuensi nadi - Monitor intake dan output
membaik.
- Tekanan darah cairan.
membaik.  Terapeutik
- Berat badan
membaik. - Hitung kebutuhan cairan.
- Berikan posisi modifie
Trendelenburg.
- Berikan asupan cairan oral.
 Edukasi
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral.
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak.
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCI,RL)
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.

18
Glukosa 2,5%,NaCI 0,4%).
- Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin,plasmanate).
- Kolaborasi pemberian
produk darah.

3 Penurunan Setelah dilakukan Perawatan jantung (I.02075)


curah tindakan keperawatan  Observasi :
selama 1x24 jam
jantung - Identifikasi tanda/gejala
diharapkan curah
berhubungan jantung meningkat primer penurunan curah
dengan gagal dengan kriteria hasil : jantung(meliputi
jantung,statu - Kekuatan dyspnea,kelelahan,edema,or
s nadi
topnea).
perifer
hipermetabol meningka - Identifikasi tanda/gejala
ik. ( D.0008) t.
sekunder penurunan curah
- Bradikard
ia jantung (meliputi
menurun.
peningkatan berat
- Takikardi
a badan,hepatomegaly,distens
menurun. i vena jugularis,palpitasi).
- Lelah
menurun. - Monitor tekanan darah.
- Dyspnea
- Monitor cairan intake dan
menurun.
- Berat output cairan.
badan - Monitor berat badan setiap
menurun.
- Hepatom hari pada waktu yang sama.
egaly - Monitor saturasi oksigen.
menurun.
- Monitor keluhan nyeri dada.
- Monitor aritmia.
- Monitor fungsi alat pacu
jantung.
- Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan

19
sesudah aktivitas.
 Terapeutik
- Posisikan pasien fowler
dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman.
- Berikan diet jantung yang
sesuai.
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat.
- Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stress,jika perlu.
- Berikan dukungan
emosional dan spiritual.
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%.
 Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi.
- Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap.
- Anjurkan berhenti merokok.
- Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian.
- Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian.
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian

20
antiaritmia,jika perlu.
- Rujuk ke program
rehabilitasi jantung.

5. IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan dibuat,kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau
tindakan yang diberikan dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik
yang dimiliki oleh perawat berdasarkan ilmu-ilmu lainnya yang terkait. Seluruh
perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.
6. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam
proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif data objektif yang
akkan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai
sepenuhnya,sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu
dikaji,direncanakan,dilaksanakan dan dinilai kembali.

21
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari
status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika
tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas,maka saran dari makalah ini yaitu :
1. Bagi mahasiswa/I dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan
mengenai perawatan bagi klien dengan penyakit krisis tiroid.
2. Bagi pasien dan keluarga pasien yang ingin mengetahui cara bagaimana perawatan
penyakit krisis tiroid.
3. Bagi masyarakat umum yang berminat untuk membaca dan ingin mengetahui
perawatan penyakit krisis tiroid.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.

Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Dongoes Marilynn, E.1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.

Hariawan, Hamdan. 2013 . Askep Krisis Tiroid. http://hamdan-hariawan-


fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249-askep%20endokrin-askep%20krisis
%20tiroid.html. Diunduh tanggal 26 Februari 2014.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.

Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC

23
PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).Jakarta
PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).Jakarta

24
25
26

Anda mungkin juga menyukai