Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA PASIEN TEROID

Dosen Pengampuh :

Ns.Fernalia, S.Kep,M.kep

Disusun oleh kelompok 6 :

1. Mefti Anggri Yani (2026010028)

2. Yopita Anggraini (2026010005)

3. Vovi Liasantika (2026010024)

4. Ade Nila Sari (2026010019)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan
Anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Keperawatan Medikal
Bedah II. Materi dalam makalah ini disusun penulis dalam rangka memenuhi
proses belajar mengajar bagi para dosen dan pendidikan ilmu pengetahuan kepada
mahasiswa keperawatan.
Dalam makalah ini akan membahas materi tentang tiroid, Penulis akan
berusaha memperbaiki bila ada kekurangan dalam makalah ini. Penulis menerima
setiap kritikan dan masukan agar makalah ini menjadi lebih baik dan sempurna
pada masa yang akan datang.

Bengkulu, April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATAPENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ................................................................................................. 4
B. Patofisiologi ......................................................................................... 5
C. Upaya Pencegahan Primer ................................................................... 6
D. Upaya Pencegahan Sekunder ............................................................... 7
E. Upaya Pencegahan Tersier ................................................................... 10
F. Persiapan pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik ................. 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia.


Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Antara hormon yang
terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Hormon-
hormon ini mengawal metabolisma (pengeluaran tenaga) manusia.
Kerusakan atau kelainan pada kelenjar tiroid akan menyebabkan
terganggunya sekresi hormon-hormon tiroid (T3 & T4), yang dimana dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit dan kelainan bagi manusia.
Kerusakan atau kelainan pada kelenjar tiroid disebabkan oleh beberapa
faktor. Untuk kasus hipotiroid, kelainan kelenjar tiroid disebabkan oleh
defisiensi yodium, sedangkan untuk kasus hipertiroid disebabkan oleh
adanya hiperplasia kelenjar tiroid sehingga sel-sel hiperplasia aktif
mensekresikan hormon tiroid, dan kadar hormon tiroid dalam darah
meningkat.
Untuk menilai fungsi tiroid dewasa ini tersedia berbagai metode
pemeriksaan in vitro yang dapat menentukan kadar hormon tiroid T4
(tiroksin) dan T3 (Thyroid Stimulating Hormon) konvensional atau
sensitive. Metode penentuannya dapat berupa metode isotopic seperti RIA
(radioimmunoassay) dan IRMA (immunoradiometric assay), atau metode
non-isotopik seperti ELISA (enzyme linked immunosorbent assay), ICM
(immunochemiluminescent assay), FPIA (fluorescence polarization
immunnosay), dan lain-lain. Secara tidak langsung fungsi tiroid dapat
ditentukan pula melalui pemeriksaan isotopik yaitu uji tangkap iodium
(iodine uptake test) yang menggambarkan kinetik iodium intratiroid
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu modul, maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non- toksik. Sebagai gambaran,

1
di Boston,pada 8% dari 2585 autopsi rutin,diketemukan nodul tiroid.
Setiawan di rumah sakit Hasan Sadikin, Bandung, menemukan diantara 696
pasien struma, sebanyak415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31
diantaranya yang bersifat toksik. Pfannenstiel menjumpai keadaan tersebut
pada 70% dari kasus tiroidnya. Penyebab kelainan ini bermacam-macam.
Pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin
bertambah, terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan,
laktasi, menopause, infeksi atau “stress” lain. Pada masa-masa tersebut
dapat ditemukan adanya hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan
ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur
yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut
sehingga terjadi iskemia. Pada struma nodosa yang berlangsung lama, dapat
terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti fibrosis, nekrosis, kalsifikasi,
pembentukan kista, dan pendarahan kedalam kista tersebut.
Karsinoma tiroid termasuk kelompok penyakit keganasan dengan
prognosis relative baik.Walaupun hingga saat ini belum ada kesepakatan
tentang bagaimana bentuk terbaik pengobatan karsinoma tiroid, telah
disepakati bahwa tiroidektomi adalah langkah pertama yang harus dilakukan
pada karsinoma tiroid atau pada struma yang dicurigai ganas.
Dalam bedah tiroid atau tiroidektomi, seluruh kelenjar tiroid atau
sebagiannya dapat diangkat, bergantung pada kondisi pasien. Prosedur ini
dilakukan dalam kondisi anastesi umum dan melibatkan penorehan di
sepanjang garis tengah leher pada kelenjar tiroid.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: "Berapa angka
kematlian pasien pasca bedah tiroid di RSUP DR.Karyadi Semarang ?"

2
C. Tujuan
Untuk mengetahui karakteristik pasien pasca bedah tiroid yang
meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis penyakit, komplikasi penyakit,
penggunaan ventilator dan lainnya , lama hari perawatan, dan resiko
anestesi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kelenjar tiroid adalah kelenjar hormon berbentuk kupu-kupu yang
terletak di bagian depan bawah leher. Kelenjar tiroid mengendalikan
metabolisme dan berperan penting dalam kesehatan. Tugas kelenjar tiroid
adalah menghasilkan hormon tiroid, yang akan dibawa oleh darah ke
seluruh tubuh.
Kelenjar tiroid adalah organ yang menyintesis, menyimpan, dan
menyekresi hormon ke dalam aliran darah. Terdapat banyak kelenjar
endokrin di dalam tubuh, termasuk pancreas, tiroid, paratiroid, dan sebagian
sel usus dan ginjal.
1. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang
merangsang hipofisis anterior.
2. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone
= TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
3. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3
danTetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang metabolisme
jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi
syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin,
serta kerja daripada hormon-hormon lain.
4. Kelenjar posterior juga disebut neurohipofisis, adalah jaringan saraf sejati
yang secara embriologis berasal dari hipotalamus. Pada hipofisis
posterior terdapat tiga bagian :
eminensia mediana (kadang-kadang dianggap sebagai jaringan
hipotalamus), tempat hipotalamus menyekresi anterior pituitary-releasing
hormone; batang infundibular yang menghubungkan hipotalamus dengan
hipofisis posterior; dan prosesus infundibular, yang merupakan ujung
terminal hipofisis posterior. Badan sel saraf di nucleus supraoptik dan

4
paraventrikel hipotalamus menyintesis dua hormon: hormon antideuretik,
yang juga disebut vasopressin, dan oksitosin.
5. Kelenjar target berespons terhadap hormone hipofisis anterior dan
posterior dengan pelepasan hormonnya sendiri. Kelenjar tersebut adalah
organ target hormone hipofisis dan mencakup kelenjar tiroid, kelenjar
adrenal, dan testis secara ovarium. Pankreas yang menyekresi insulin,
juga merupakan kelenjar endokrin.

Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau


hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar
HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena
tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan
hipotalamus.
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT
yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.
Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan
rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.

B. Patofisiologi
Hormon tiroid yang bersikulasi dalam plasma terikat pada protein
plasma : Globulin pengikat tiroksin (TBG)
1. Globulin pengikat tiroksin (TBG)
2. Pre-albumin pengikat tiroksin (TBPA)
3. Albumin pengikat tiroksin (TBA)
Kebanyakan hormone yang bersirkulasi terikat pada protein protein
tersebut dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05%) berada dalam
bentuk bebas. Hormon yang terikat dan bebas dalam keadaan keseimbangan
yang reporsibel. Hormone yang bebas merupakan faksi yang aktif secara
metabolic, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada protein
tidak dapat mencapai jaringan sasaran. Dari ketiga protein pengikat tiroksin,

5
maka TBG mengikat tiroksin secara paling spesifik. Selain itu, tiroksin
mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini
dibandingkan dengan triodotironin. Akibatnya triodotironin lebih mudah
berpindah ke jaringan sasaran titik. Faktor ini yang merupakan alasan
mengapa aktivitas metabolic triodotironin lebih besar.
Hormon-hormon tiroid diubah secara kimia sebelum di ekskresi.
Perubahan yang penting adalah deyodinasi yang bertanggung jawab atas
ekskresi 70% hormone yang diekskresi. Tiga puluh persen lainnya hilang
dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukoronida atau
persenyawaan sulfat. Akibat yodinasi, 80% tiroksin (T4) dapat diubah
menjadi 3,5,3-triodotironin (T3) sedangkan 20% sisanya diubah menjadi
reverse 3,3,5-triodortironin (RT3) yang merupakan hormone yang metabolic
tidak aktif.

C. Upaya Pencegahan Primer


Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola
perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan
laut.
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium
setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak
untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan.
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena
dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dengan yodida
diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air
yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.

6
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di
daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah
semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita
hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis
sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3
tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1
cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

D. Upaya Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu
penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
1. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita
yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher
sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu
diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul,
bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta
untuk menelan dan pulpa si pada permukaan pembengkakan.
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien
dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada
tengkuk penderita.
3. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara
tes -tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar
total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay.
Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang
secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay

7
radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai
indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme
sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian
pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid
dalam menangkap dan mengubah yodida.

4. Foto Rontgen leher


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan
atau menyumbat trakea (jalan nafas).

5. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok
akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok
dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi
waktu pemeriksaan leher. Kelainan -kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

6. Sidikan (Scan) tiroid


Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif
bernama technetium -99m dan yodium125/yodium131 ke dalam
pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu
kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan
dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
adalah fungsi bagian -bagian tiroid.

7. Biopsi Aspirasi Jarum Halus


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan
bahaya penyebaran sel

8
- sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu
karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang
benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu
karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

8. Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis jenis
struma antara lain sebagai berikut :
- Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang
kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini
tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan
obat -obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan
untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak
meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh
protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat
diketahui keadaan fungsi tiroid.
- Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid,
sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah
pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat
tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup
memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.
- Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien

9
yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetikYodium radioaktif diberikan
dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum
pemberian obat tiroksin.

- Pemberian Tiroksin dan obat Anti Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran strauma, selama
ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon
TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin
diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat antitiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

E. Upaya Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik
dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
 Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan
dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
 Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
 Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri,
fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima
kehadirannya melaluimelakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi
fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, berhubungan dengan
kecantikan.

10
F. Persiapan pelaksanaan dan paska pemeriksaan diagnostik
Diagnosa penyakit tiroid sulit dilakukan, karena gejala penyakit tiroid
bisa bermacam-macam tergantung pada naik dan turunnya hormon tiroid.
Hormon tiroid meningkatkan penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh. Ketika
tiroid memproduksi hormon berlebih, sel tubuh akan bekerja lebih keras dan
metabolisme tubuh menjadi lebih cepat, kondisi ini disebut hipertiroid.
Ketika tiroid tidak memproduksi hormon yang cukup, sel tubuh akan
bekerja lebih lambat, kondisi ini disebut hipotiroid. Selain pemeriksaan dan
penyelidikan tiroid, interpretasi data klinis yang tepat merupakan pelengkap
penting dalam diagnosa penyakit tiroid. Seseorang akan sulit mengetahui
bahwa dia terkena penyakit tiroid hal itu dikarenakan gejala penyakit tiroid
seringkali mirip dengan penyakit lain seperti amandel dan penyakit lainnya
sehingga sering terjadi salah perkiraan. Sistem pakar adalah cabang
kecerdasan buatan yang menggunakan pengetahuan/knowledge khusus
untuk memecahkan masalah pada level human expert/pakar. Untuk
mangakomodasi hal ini kita menggunakan certainty factor (CF) guna
menggambarkan tingkat keyakinan pakar terhadap masalah yang sedang
dihadapi. Bahasa PHP dapat dikatakan menggambarkan beberapa bahasa
pemrograman seperti C, Java, dan Perl serta mudah untuk dipelajari. PHP
merupakan bahasa scripting server–side, dimana pemrosesan datanya
dilakukan pada sisi server.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tiroid dalam pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman dengan
masalah keperawatan keputusasaan tindakan yang dilakukan adalah
pemberian terapi musik pilihan sendiri (SELIMUT) dengan durasi 2 kali
sehari dalam waktu 20 menit dalam 2 hari didapatkan hasil penurunan
tingkat depresi dari skor 17 menjadi 11. Rekomendasi tindakan terapi musik
pilihan sendiri (SELIMUT) efektif dilakukan pada pasien kanker tiroid .

B. Saran
Berdasarkan implikasi penelitian di atas dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut :
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Rumah sakit khususnya RSUD Dr. Moewardi Surakarta dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja
sama yang baik antara tim kesehatan maupun klien serta keluarga klien.
Melengkapi saran dan prasarana yang sudah ada secara optimal dalam
pemenuhan asuhan keperawatan keputusasaan pada pasien kanker tiroid.
b. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya
dalam memberikan tindakan keperawatan nonfarmakologis yaitu terapi
musik pilihan sendiri

12
DAFTAR PUSTAKA
Yanti anggraini dan Hasian Leniwita.(2019).modul keperawatan medikal bedah
II. Universitas Kristen Indonesia,Jakarta
Elizabeth j corwin.(2009).Buku saku patofisiologi. Buku kedokteran,jakarta
Ade Syahputri, Achmad Fauzi dan Lina Arliana (2022). Implementasi
metodecertainty factor dalam mendiagnosa penyakit tiroid.JTIKA (jurnal teknik
impromatika keputama. Yogyakarta.
Mega Yunita, dan Ery Leksana (2013). Angka kematian pasien pasca bedah tiroid
di RSUP Dr. Kainadi. Faculty of medicine Diponegoro University. Semarang.
Sylvia A Prince dan Lorrane M Willson (2004) patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Buku kedokteran. Jakarta.
M Clevo Rendy Margareth TH (2017). Asuhan keperawatan medikal bedah
penyakit dalam. Nuha Medika. Yogyakarta.
Imam Subekti. (2019). Departement ilmu penyakit dalam. Kolaborasi dalam
pengelolaan tiroid di Indonesia. Jakarta, Indonesia.
Septian Wahyu Hadianto dan Martini Listrikawati. (2020). Askep pada pasien
kanker tiroid dalam pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman. Fakultas ilmu
kesehatan Universitas Kusuma Husada. Surakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai