Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

MANAJEMEN GEJALA DAN KELUHAN FISIK


PASIEN TERMINAL

DOSEN PENGAMPUH :

Ns.Hanifah,M.Kep

KELOMPOK 3 :

1. Reski Permata Sari (2026010023)

2. Esi Nuryati (2026010037)

3. Nera Difia (2026010037)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES TRI


MANDIRI SAKTI BENGKULU
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Disaster Management dalam bentuk makalah yang berjudul MANAJEMEN GEJALA
DAN KELUHAN FISIK PASIEN TERMINAL.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi kelengkapan syarat
penilaian mata kuliah Disaster Management. Adapun kata-kata yang terdapat dalam
makalah ini kami ambil dari sumber-sumber referensi yang berkaitan dengan judul yang
telah ditentukan.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan
bantuan yang berupa moril maupun materil dari berbagai pihak. Kami selaku penyusun
mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang selalu mendukung serta rekan
mahasiswa dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami menerima adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bengkulu, Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN JURNA.................................6
A. Konsep Terminal Ilness................................................................................................6
1. Pengertian Terminal Ilness..................................................................................6
2. Adaptasi Dengan Terminal..................................................................................7
3. Masalah Yang Berkaitan Dengan Terminal Ilness..............................................7
B. Manajemen Nyeri Pasien Terminal............................................................................8
1. Pengertian Nyeri..................................................................................................8
2. Manajemen Nnyeri .............................................................................................9
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Nnyeri...................................15
4. Perawatan Pasien Terminal...............................................................................16
5. Pengukuran Nyeri..............................................................................................17
C. Tanda-tanda Klinis dan Keluhan Fisik Pasien Terminal.......................................18
1. Tanda-tanda Klinis Pasien Terminal.................................................................18
2. Keluhan Fisik Pasien Terminal ........................................................................19
3. Gejala Pasien Terminal...........................................................................,..........19
4. Kriteria Penyakit Terminal............................................................................20
D. Rencana Tindakan Keperawatan Pada Kasus Terminal.......................................20
E. Pelaksanaan.................................................................................................................20
F. Evaluasi........................................................................................................................20
BAB III.............................................................................................................................20
CONTOH KASUS...........................................................................................................22
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................31
A. Kesimpulan...................................................................................................................31
B. Hasil Diskusi.................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit terminal merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang dan
tidak dapat disembuhkan sehingga mengakibatkan kematian (Campbell & L,
2013, p.13). Penyakit terminal ditujukan kepada seseorang yang mengalami suatu
penyakit yang tidak ada obatnya sehingga mengancam kehidupannya atau dengan
nama lain terminal illness (Roberts & Albert R, 2009, p. 176). Penyakit terminal
merupakan keadaan yang dialami individu yang menjalani kondisi medis dan
pada akhirnya berakhir dengan kematian dalam waktu yang sangat terbatas
(Rosdahl, Caroline & Kowalski, 2014, p. 163).

Pasien Terminal ilness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana
tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah
tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien Terminal ilness
harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat merendahkan gejala penyakit,
namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan (Cemy Nur Fitria, 2015).

Pasien dengan penyakit Terminal tidak dapat disembuhkan dengan


perawatan secara kuratif. Terapi kuratif dapat membantu mengurangi tanda dan
gejala yang dirasakan. Kebutuhan pasien Terminal adalah perawatan yang dapat
membantu mengurangi penderitaan dari proses penyakit secara fisik, sosial dan
psikologi (Jenny Rantung & Cherley Fanesa, 2018).

Kematian merupakan bagian dari kehidupan bagi setiap yang


bernyawa.Kemajuan teknologi maupun dunia kedokteran saat ini sudah
berkembang sangat maju namun, terkadang juga tidak bisa mengobati penyakit
tersebut bila memang sudah dikatakan penyakit terminal. Tiap individu sangat
sulit untuk membayangkan kematiannya sendiri (Rosdahl, Caroline Kowalski,
2014, p. 161). Kematian merupakan sesuatu yang akan dialami oleh seseorang
(Sutjahjo Ari, 2015, p. 159).

Beberapa yang termasuk penyakit terminal yaitu tuberculosis, HIV/AIDS,


pneumonia, kanker payudara, cedera kepala, penyakit ginjal. Indonesia
merupakan salah satu Negara yang mempunyai beban tuberculosis terbesar. Salah
satunya yaitu HIV/AIDS atau (Human ImmunoDeficiency Virus / Acquired
Immuno Deficiency Sindrome) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Menurut Kemenkes RI tahun 2015-2020 di Indonesia kematian
sebanyak 40.468 orang (Kesehatan, Kementerian, 2017, p.165). Penyakit ginjal
kronik merupakan salah satu kategori penyakit terminal (Mailiani et al., 2015,

4
p.12). Penderita gagal ginjal di Indonesia sebesar 0,2% atau per 1000 (Kesehatan,
Kementerian, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep masalah ilness!
2. Jelaskan manajemen nyeri pada pasien terminal.
3. Sebutkan Gejala dan keluhan fisik!
4. Kriteria penyakit terminal
5. Perawatan pasien terminal
6. Manajemen tanda menjelang ajal.

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui konsep penyakit terminal.
2. Untuk mengetahui manajemen nyeri.
3. Untuk mengetahui gejala dan keluhan fisiki
4. Untuk mengetahu kriteria penyakit terminal
5. Untuk mengetahui perawatan pasien terminal
6. Untuk mengetahui bagaimana manajemen menjelang ajal

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN JURNAL

A. Konsep Terminal Ilness


1. Pengertian terminal ilness
Pasien terminal ilness adalah pasien yang sedang menderita sakit
dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan
medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien
terminal ilness harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan
gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan (Cemy Nur
Fitria, 2015).

Penyakit terminal merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang dan


tidak dapat disembuhkan sehingga mengakibatkan kematian (Campbell & L,
2013, p.13). Penyakit terminal ditujukan kepada seseorang yang mengalami
suatu penyakit yang tidak ada obatnya sehingga mengancam kehidupannya
atau dengan nama lain terminal illness (Roberts & Albert R, 2009, p. 176).
Penyakit terminal merupakan keadaan yang dialami individu yang menjalani
kondisi medis dan pada akhirnya berakhir dengan kematian dalam waktu yang
sangat terbatas (Rosdahl, Caroline & Kowalski, 2014, p. 163).

Pasien dengan penyakit Terminal tidak dapat disembuhkan dengan


perawatan secara kuratif. Terapi kuratif dapat membantu mengurangi tanda
dan gejala yang dirasakan. Kebutuhan pasien Terminal adalah perawatan yang
dapat membantu mengurangi penderitaan dari proses penyakit secara fisik,
sosial dan psikologi (Jenny Rantung & Cherley Fanesa, 2018).

Perawatan paliatif diperlukan karena setiap orang berhak dirawat dan


mati secara bermartabat, menghilangkan nyeri : fisik, emosional, spiritual dan
sosial adalah hak asasi manusia, perawatan paliatif adalah kebutuhan
mendesak seluruh dunia untuk orang yang hidup dengan penyakit terminal
lanjutan (J Jenny. R & Cherley. F, 2018).

Jadi fungsi perawatan paliatif terminal ilness adalah mengendalikan


nyeri yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir
masalah emosi, sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikaso bahwa
pasien terminal ilness adalah orang-orang sakit yang didiagnosis dengan
penyakit berat yang tidak dapat di sembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah
kematian (Cemy Nur Fitria, 2015).

6
2. Adaptasi Dengan Terminal
Menurut Sarfino (2001) ada beberapa cara seseorang beradaftasi dengan
terminal illness yaitu :

a. Pada anak

Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan


muncul secara bertahap. Pertama, anak-anak akan meyadari bahwa
mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka akan
menyadari penyakitnya tidak bertambah dan belajar mengenai
kematian dari teman seumurya terutama orang yang memiliki penyakit
mirip, lalu mereka menyimpukan bahwa mereka juga sekarat.

b. Remaja atau dewasa muda

Walaupun remaja dan dewasa berpikir bahwa kematian pada usia muda
cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yag tiba-tiba dan
kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari
bahwa kematian tidak tejadi semestinya dan merasa marah dengan
“ketidakberdayaan” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan
untuk mengembangkan kehidupannya.

Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih
dekat. Menderita terminal illness terutama pada pasien yang memiliki
anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat
anaknya dan merasa seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya
tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa
muah merasa lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika
hidupnya diancam terminal illness.

c. Dewasa madya atau dewasa tua

Pada dewasa tua mereka menyadari bahwa mereka akan mati karena
penyakit kronis. Mereka juga memiliki masalalu yang lebih panjang
dibandikan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan kepada
mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa
lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan
hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaftasi dengan terminal
illness.

3. Masalah yang berkaitan dengan terminal illness


a) Masalah fisik, berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri,
perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.

Contoh: Depresi

7
b) Masalah psikologis (ketidakberdayaan) : kehilangan control, ketergantungan,
kehilangan diri dan harapan.

Contoh: Gangguan kecemasan, gangguan mood

c) Masalah sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan.

Contoh: Penyakit menular

d) Masalah spiritual.

Contoh: Keimanan dan Keyakinan

e) Ketidaksesuaian anatara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang


didapat

B. Manajemen Nyeri Pasien Terminal

1. Pengertian Nyeri
nyeri di definisikan sebagai salah satu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Muhammad
Gumilang, 2019).

Menurut Internasional Association For Study Of Pain (IASP) nyeri adalah


sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Muhammad Gumilang, 2019).

Manajemen nyeri merupakan upaya menghilangkan atau menurunkan nyeri


ke level yang lebih diterima oleh pasien. Manajemen nyeri dapat di lakukan
secara farmakologis maupun nonfarmakologis. Manajemen nyeri
farmakologis adalah metode yang melibatkan penggunaan obat-obatan
analgesik, dimana di bedakan menjadi 2 jenis yaitu obat jenis opiod dan non
opiod. Manajemen nyeri "nonfarmakologis adalah metode mengangani nyeri
tanpa menggunakan obat-obatan seperti massage, teknik relaksasi, teknik
distraksi dan terapi musik (Muhamad Gumilang, 2019).

2. Manajemen nyeri
Manajemen nyeri dalam intervensi keperawatan dari Nursing Intervention
Classification (NIC) merupakan usaha untuk mengurangi nyeri ke tingkat
yang dapat di terima pasien. Manajemen nyeri mengacu pada perawatan dan
intervensi yang tepat yang dikembangkan dari hasil penilaian nyeri.
Manajemen nyeri dikembangkan harus bekerja sama dengan pasien dan
keluarga. Manajemen nyeri memiliki 2 strategi yaitu :

a. Manajemen nyeri farmakologis

8
Manajemen nyeri farmakologis merupakan manajemen nyeri dimana
dalam terapinya menggunakan obat-obatan analgesic. Analgesic dapat di
bagi menjadi 2 yaitu opioid dan non-opioid :

1) Opioid Opioid merupakan obat-obatan analgesic yang di gunakan


dalam terapi untuk nyeri sedang ke berat. Analgesic opioid juga
memiliki efekn sedasi, dimana dapat mengurangi ansietas serta efek
tertidur. Namun penggunaan opioid memiliki beberapa efek samping
samping berbahaya. Efek samping yang paling umum yaitu mual dan
muntah sampai depresi pernapasan. Opioid dapat dibagi menjadi dua
tipe yaitu opioid lemah (kodein, oxikodon, hidrokodon) dan opioid
kuat (morfin,heroin, fentanil).

2) Non-opioid

Analgesic jenin non-opioid digunakan untuk mengatasi nyeri


ringan sampai nyeri sedang. Non-opioid merupakan obat analgesic
yang tidak bersifat narkotik. Obat-obatan non opioid seperti
parasetamol (acetaminofren), dan nonstreoid anti-infalmmatory drugs
(NSAIDs).

b. Manajemen nyeri non farmkologis

Tipe manajemen ini sering diabaikan, namun bisa efektif untuk


mengurangi nyeri ketika digunakan sebagai terapi mandiri atau
dikombinasikan dengan terapi non-farmakologis lain ataupun
farmakologi. Adapun tindakan manajemen nyeri non-farmakologis yaitu :

1) Massage Implus nyeri dapat di atur ataupun dihambat oleh


mekanisme pertahanan sistem saraf pusat. Massage menggunakan
teknik stimulasi pada bagian kutaneus. Massage dapat membuat
pasien merasa lebih nyaman karena merelaksasikan otot tegang.

2) Distraksi McCaffery mendifinisikan distrasi secara sederhana


memfokuskan perhatian pada stimulus dari nyeri. Satu teknik distraksi
yang sering digunakan adalah latihan nafas dalam. Pasien diarahkan
untuk fokus pada pernfasan mereka dengan konstrasi pada inhalation
dan exhalation.

3) Therma and Mechanical stimulation Terapi dingin menurunkan


prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dengan
manghambat proses inflamasi. Terapi hangat efektif menurunkan nyeri
dengan memicu reflek penghambat nyeri melalui reseptor temperature.

4) Music therapy Program terapi music diberikan kepada pasien sebagai


teknik pengalih perhatian untuk nyeri dan stress. Music terapi yang
9
tidak berlirik dan memiliki ritme yang mengalir pelan serta mirip
bunyi nadi dengan 60-80 bpm (beat per minute) mengurangi nyeri dan
gelisah pada pendengar. Music terapi sangat ideal pada pasien dengan
status rendah energy, seperti pasien dengan ventilator mekanik,
dimana tidak memerlukan konsentrasi tinggi seperti terapi imajinasi.

5) Guided imagery Imajinasi terbimbing merupakan intervensi dimana


penderita dibimbing untuk memikirkan susatu yang menenangkan.
Teknik ini dapat mengurangi rasa stress dan menciptakan perasaan
tenang. Teknik imajinasi terbimbing dapat dilakukan bersamaan
dengan teknik relaksasi nafas dalam untuk kondisi relaksasi..

6) Akupuntur Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama


digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum-jarum kecil yang dimasukan
pada kulit bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada
lokasi nyeri yang dapat memblok transmisi nyeri keotak.

c. Manajemen keluhan Non nyeri

 Dispnea

Dispnea merupakan gejala yang lazim ditemukan pada pasien


kanker terutama masa minggu terakhir kehidupannya, gejala tersebut juga
sebagai salah satu penyebab distress pada pasien (Klein, Lang, Bukki,Sittl
& Osthgathe, 2011).

Dispnea merupakan masalah multifaktorial yang dapat


ditimbulkan melalui berbagai cara baik secara fisik, biologis maupun
psikologis,sehingga hal tersebut menjadikan dispnea membutuhkan
intervensi yang beragam tergantung mekanisme kejadiannya (Currow,
Higginson & Johnson, 2013).

Rencana pengelolaan dispnea idealnya harus dapat mengurangi /


mengeliminasi penyebab utama secara langsung, termasuk kondisi
penyakit penyerta (Cachia & Ahmedzai, 2008). Currow,Higginson &
Johnson (2013) menjelaskan bahwa tidak ada intervensi tunggal yang
dapat mengatasi dispnea sehingga intervensi holistic untuk mengurangi
keluhan menjadi sangat dibutuhkan.Pengelolaan dispnea secara non
farmakologis dikelompokkan ke dalam 3 pendekatan, yaitu intervensi
dengan pendekatan breathing, thinking dan functioning (Booth, Burkin,
Moffat & Spathis, 2014)

 Anoreksia dan Kaheksia

Anoreksia / kehilangan selera makan merupakan gejala yang lazim


terjadi pada pasien terutama pada kasus penyakit tahap lanjut. Anoreksia
10
dapat menimbulkan masalah bukan hanya pada pasien tetapi juga pada
penjaga orang sakit seperti stress sebagai akibat dari mereka para penjaga
orang sakit telah meluangkan banyak waktu untuk menyajikan makanan
semenarik mungkin supaya pasien mau makan.

Penyebab terjadinya anoreksia:

a. Nyeri atau dyspepsia

b. Rasa yang tidak nyaman di mulut

c. Mual dan muntah

d. Gangguan metabolik seperti hiperkalsemia, uremia

e. Konstipasi

f. Masalah sistem pencernaan seperti gastric statis

g. Distress emosional

h. Obat - obatan

Penanganan anoreksia pada pasien penyakit kronis dapat diberikan


seperti Dexamethasone 4mg, yang mana tujuan pemberiannya untuk
meninkatkan nafsu makan. Stimulasi nafsu makan dari obat golongan
steroid hanya digunakan untuk jangka pendek saja.

Contoh lain obat yang biasa digunakan adalah Megace , yaitu obat
derivate progesterone, dosis yang direkomendasikan yaitu 800 mg per hari
(Shah & Shah, 2010 ; Palliative care guidelines plus, 2013 dalam Rosser
& Walsh, 2014).

Kaheksea

Kaheksia didefinisikan sebagai syndrome multifactorial dengan


karakteristik seperti kehilanggan berat badan, lemak tubbuh, dan otot yang
parah / berat, dan peningkatan metabolisme protein sebagai akibat dari
penyakit utamanya (Muscaritoli et al, 2010 dalam Rosser & Wals, 2014).

Kaheksia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering


ditemukan pada kelompok pasien yang menderita penyakit kronis seperti
gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit paru, sclerosis multiple, dan
kanker (Rosser & Walsh, 2014).

Kaheksia dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, serta


meningkatkan kesakitan dan kematian, memperburuk gejala yang telah
ada, dan sebagai penanda terhadap prognosis yang jelek. Kaheksia

11
merupakan keluhan yang sulit untuk diobati, akan tetapi beberapa obat –
obatann seperti Megace, Kortikosteroid, Cannabinoids non steroidal anti –
inflamatories, dan thalidomide telah digunakan dengan tingkat kesuksesan
yang bervariasi. Penelitian mengenai penanganan kaheksia secara efektif
masih terus dilakukan.

 Mual dan Muntah

Sekalipun mual dan muntah sering terjadi secara bersamaan,


namun kedua gejala dan keluhan tersebut merupakan hal yang berbeda
sehingga harus diatasi dan dikelola secara terpisah. Kedua gejala tersebut
merupakan gejala fisik yang lazim ditemukan pada pasien di pelayanan
perawatan paliatif (Rosser & Walsh, 2014).

Pada pasien dengan kanker stadium lanjut sekitar 30% melaporkan


keluhan muntah, mual sekitar 60% Pada kasus gagal ginjal tahap akhir,
kejadian mual dilaporkan sekitar 30%, pada kasus gagal jantung tahap
akhir 17-48%.

Hal yang perlu diperhatikan pada penanganan mual dan muntah di


pelayanan paliatif :

a. Pahami dengan baik mekanisme kejadian mual dan muntah. Mual


yang diakibatkan oleh intervensi kemoterapi membutuhkan obat
yang bersifat untuk memblokir serotonin / neurokinin -1,
sedangkan mual yang diakibatkan oleh konstipasi / penggunaan
obat golongan opioid lebih membutuhkan obat untuk memblokir
jenis dopamine.

b. Muntah yang diakibatkan oleh obstruksi usus terkadang juga


disertai dengan keluhan mual. Penggunaan obat anti mual pada
kasus obstruksi usus tidak dianjurkan.

c. Hindari penggunaan Lorazepam (Ativan), diphenhydramine


(Benadryl), atau haloperidol pada pasien dengan keluhan
mual,karena obat-obatan tersebut (Smith, 2015)

 Asietas

Asietas merupakan kumpulan cairan pada rongga peritoneum yang


bersifat abnormal. Mayoritas kejadian asites ditemukan pada pasien
dengan penyakit non malignan seperti gagal jantung, gagal hati / gagal
ginjal, dengan persentase sekitar 90% kasus. Sekitar 10% kasus asites
terjadi pada pasien dengan kanker. Asites malignan merupakan kumpulan
cairan pada rongga abdomen sebagai akibat langsung dari penyakit kanker
(LeBlanc & Arnold, 2015).
12
Patofisiologi mengenai asites hingga saat ini belum dipahami
dengan baik, namun beberapa faktor telah di identifikasi memiliki
kontribusi terhadap kejadian asites malignan yaitu obstruksi saluran limfe
yang berhubungan dengan kanker, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, aktivasi yang berlebihan pada sistem renin angiotensin aldosterone,
produksi cairan neoplasma, dan adanya produksi enzim metalloproteinase
yang merubah dan mendagradasi lapisan sel bagian luar. Kompresi vena
porta akibat metastase kanker hati juga dapat menyebabkan penumpukan
cairan pada rongga peritoneum. Beberapa jenis kanker yang sering
menimbulkan gejala asites yaitu adenokarsinoma ovarium, kanker
payudara, kanker colon, kanker lambung dan kanker pankreas.

 Dehidrasi

Dehidrasi sering ditemukan pada pasien menjelang kematian.


Dehidrasi didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana berkurangnya cairan
tubuh total yang diakibatkan oleh menurunnya jumlah asupan atau intake,
dan / atau hilangnya cairan tubuh (Kuebler & McKinnon, 2002 dalam
Australian Government Department of Health and Aging, 2011) .

Pasien lansia memiliki resiko untuk mengalami dehhidrasi akibat


menurunnya kemampuan sensasi terhadap rasa haus dan dahaga.
Penurunan sensasi tersebut merupakan hal yang normal dari proses
penuaan. Dehidrasi dapat memicu timbulnya ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit yang selanjutnya menyebabkan berbagai gejala seperti sakit
kepala, konfusi, gelisah, iritabilitas, mual dan muntah, perasaan dahaga,
kering pada kulit dan membran mukosa, sekret yang semakin kental,
turgor kulit yang jelek, produksi urin yang menurun, hipotensi ortostatik,
dan konstipasi. Tujuan utama dari tata kelola dehidrasi pada pasien
menjelang ajal yaitu mengurangi rasa ke tidak nyamanan dari pada
pemberian hidrasi yang optimal.

 Diare

Kejadian diare lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan


konstipasi pada pasien di layanan perawatan paliatif. Diare merupakan
suatu kondisi buang air besar / defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Sekitar 10% pasien yang masuk dan dirawat di rumah perawatan hospis
melaporkan adanya diare, sedangkan sekitar 27% pada pasien HIV/AIDS
melaporkan mengalami diare (Yennurajalingam & Bruera, 2016).

Hal terpenting dalam pengelolaan diare yaitu lakukan penanganan


secara tepat dan upayakan untuk menelususri adanya kemungkinan
penyebab lain yang berkontribusi terhadap kejadian diare. Beberapa faktor

13
yang sering menjadi penyebab kejadian diare pada pasien di pelayanan
paliatif yaitu :

a. Ketidakseimbangan dalam pemberian terapi laksatif

b. Obat – obatan seperti anti biotik, atasida, NSAID, obat – obatan dengan preparat
besi

c. Pengerasan feses (faecal impaction)

d. Radioterapi. Intervensi radioterapi yang mengenai area abdomen dan


pelvis dapat memicu diare pada minggu ke 2 / 3

e. Malabsorbsi yang berhubungan dengan karsinoma pada bagian


kepala pankreas, gastrectomi, vagotomy, reseksi pada ileum dapat
menurunkan kemampuan usus halus melakukan reabsorbsi asam
empedu

f. Tumor / kanker kolon dan rektum dapat meningkatkan sekresi mucus


pada usus

g. Tumor pada endokrin yang dikategorikan langka yang mana hormon


yang disekresi dapat menyebabkan diare, seperti carcinoid

h. Penyakit infeksi pada saluran cerna seperti clostridium difficile

i. Kebiasaan diet yang tidak lazim, pola konsumsi makanan berserat /


konsumsi buah – buahan yang berlebihan

 Fatik/Kelelahan

Merupakan gejala yang sering dialami oleh pasien dengan


penyakit yang mengancam kehidupan tahap lanjut. Sering didefinisikan
sebagai suatu perasaan yang bersifat subjektif terhadap kondisi kelelahan,
kelemahan dan kurangnya energi Keluhan fatik ditemukan pada berbagai
kelompok kasus,COPD merupakan kasus tersering ditemukannya keluhan
fatik dengan presentase sekitar 96%, multiple sclerosis 80%, gagal
jantung stadium akhir 75%-80%, penyakit ginjal kronis 71% dan kanker
70% keatas (Rosser & Walsh, 2014).

Mengatasi faktor – faktor penyebab yang bersifat reversible seperti


anemia, infeksi dan dehidrasi merupakan hal yang sangat penting dalam
pengolahan fatik, jika hal tersebut sesuai dan tidak memperburuk kondisi
dan prognosis pasien. Obat – obatan yang memperburuk kondisi pasien
harus segera dihentikan. Hingga saat ini belum ada strategi penanganan
ataupun konsensus berkenaan dengan pengelolaan fisik secara efektif,

14
namun penggunaan obat – obatan golongan steroid untuk jangka waktu
yang singkat masih menjadi pilihan yang paling sering dilakukan.

Tata kelola fatik dengan intervensi non farmakologis telah


mengalami perkembangan yang cukup pesat. Intervensi tersebut telah
terbukti efektif memperbaiki kondisi pasien dengan keluhan fatik.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan :

a. Beri informasi yang cukup mengenai tata kelola fatik yang


dilakukanpada pasien

b. Catat keluhan fatik setiap hari untuk menilai pola dan progress fatik
yang dialami oleh pasien

c. Kaji secara cermat dan seksama mengenai latihan fisik yang dianjurkan
pada pasien untuk mengefisienkan serta merestorasi energi pasien

d. Bila perlu, berikan layanan konseling untuk membantu meningkatkan


kemampuan koping pasien

e. Lakukan relaksasi

f. Pertahankan aktifitas sesuai dengan tingkat kemampuan energi pasien

g. Lakukan terapi alternatif dan komplementer seperti akupuntur dan


akupresur (Rosser & Walsh, 2014).

Peran perawat saat memberikan dukungan pada pasien dengan


kondisi fatik merupakan hal yang sangat penting dan mendasar, perawat
dapat membantu pasien melakukan aktifitas hidup harian mereka yang
sifatnya sangat dibutuhkan. Perawat jangan mengambil alih semua
aktifitas pasien, akan tetapi dampingilah pasien dalam melakukan setiap
aktifitas hidup harian mereka secara independen. Bantuan hanya
dilakukan disaat pasien tidak mampu melakukan secara mandiri / tidak
mampu menyelesaikan aktifitas yang dilakukannya (Rosser & Walsh,
2014).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Nyeri


Pelaksanaan manajemen nyeri dipengaruhi oleh berbagai hal dan bersifat
kompleks, ataupun sistem penyedia tenaga kesehatan. pasien dapat
mempengaruhi pelaksanaan manajemen nyeri, seperti ketakutan akan
kecanduan, efek samping obat, dan terjadi toleran pada obat-obatan. Selain itu
akibat pasien menganggap bahwa nyeri merupakan hal pantas yang dia terima
ataupun nyeri merupakan bagian dari proses menua dan lain sebagainya
(Nursalam, 2015).
15
Penyedia pelayanan kesehatan, khususnya pada perawat memiliki
beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen nyeri. Beberapa
faktor tersebut seperti kurangnya pengetahuan dan kemampuan dalam
manajemen nyeri, ketakutan akan kecanduan pada pasien, mempercayai
bahwa pasien belajar hidup dengan nyeri, takut akan efek samping, kurangnya
waktu, serta tidak percaya pada laporan subjektifitas nyeri pada pasien
(Nursalam, 2015).

Pengetahuan merupakan faktor yang paling mempengaruhi pelaksanaan


nyeri pada tenaga medis. Pengetahuan manajemen nyeri pada perawat dapat
di dapatkan proses pendidikan formal di instansi pendidikan ataupun
pelatihan-pelatihan manajemen nyeri. Pengetahuan manajemen nyeri yang
kurang dikalangan tenaga medis khususnya perawat di ketahui penyebabnya
karena kurangnya pendidikan formal maupun pelatihan manajemen nyeri.
Pengetahuan perawat yang kurang tentang opioid juga menyebabkan perawat
menjadi takut dan enggan memberikan pengobatan analgesic tersebut karena
efek samping dari obat anagesik. Keengganan memberikan obat analgesic
menyebabkan penanganan obat analgesic pada pasien tidak adekuat
(Nursalam, 2015).

4. Perawatan Pasien Terminal


SIKI, hal.336-337

Definisi : mengidentifikasi dan merawat pasien yang dinyatakan tidak


memiliki harapan sembuh.

Tindakan (observasi) :

- Identifikasi kondisi umum (misal, pisikologis, spiritual) terapeutik

- Berikan kesempatan memenuhi kebutuhan

- Berikan dukungan emosional kepada keluarga dan orang terdekat

- Fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar (mis, cairan, nutrsi, kebersihan diri,


kenyaman)

- Fasilitas pengungkapan pesan atau wasiat

- Fasilitas keluarga menerima kehilingan pasien Edukasi

- Ajarkan keluarga tentang proses berduka dan penanganannya kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat anti nyeri, jika perlu

- Kolaborasi dengan rohaniawan untuk pemenuhan kebutuhan religius-spiritual

16
5. Pengukuran Nyeri
Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan
skala assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi.

1. Unidimensional :

a. Hanya mengukur intensitas nyeri

b. Cocok (appropriate) untuk nyeri akut

c. Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik

d. Skala assessment nyeri ini dimensional ini meliputi:

1. Visual Analog Scale (VAS) Visual analog scale (VAS) adalah cara
yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin
dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter.
2. Verbal Rating Scale (VRS) Skala ini menggunakan angka-angka 0
sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem
juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala
reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pasca bedah, karena secara alami verbal atau kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik.

3. Numeric Rating Scale (NRS) Dianggap sederhana dan mudah


dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan
etnis. Lebih baik dari pada VAS terutama untuk menilai nyeri akut.
Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk
menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinka nuntuk
membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap
terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek
analgesik.

4. Wong Baker Pain Rating Scale Digunakan pada pasien dewasa dan
anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas
nyerinya dengan angka.

2. Multidimensional :

a) Mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri

b) Diaplikasikan untuk nyeri kronis

c) Dapat dipakai untuk penilaian klinis

17
d) Skala multi dimensional ini meliputi :

1. McGill Pain Questionnaire (MPQ) Terdiri dari empat bagian:


(1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI), (3) pertanyaan –
pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya dan (4)
indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini.

2. The Brief Pain Inventory (BPI) Adalah kuesioner medis yang


digunakan untuk menilai nyeri. Awalnya digunakan untuk
mengassess nyeri kanker, namun sudah divalidasi juga untuk
assessment nyeri kronik.

3. Memorial Pain Assessment Card Merupakan instrumen yang


cukup valid untuk evaluasi efektivitas dan pengobatan nyeri
kronis secara subjektif.Terdiri atas 4 komponen penilaian
tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskrip sinyeri,
pengurangan nyeri dan mood.

4. Catatan harian nyeri (Paindiary) Adalah catatan tertulis atau


lisan mengenai pengalaman pasien dan perilakunya. Jenis
laporan ini sangat membantu untuk memantau variasi status
penyakit seharihari dan respons pasien terhadap terapi.

C. Tanda-tanda Klinis dan Keluhan Fisik Pasien Terminal


1. Tanda- tanda klinis pasien terminal

a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :

- Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi


- Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
- Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi dan
- Penurunan control spinkter urinari dan Gerakan tubuh yang

b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :


- Kemunduran dalam
- Cyanosis pada daerah
- Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga
dan hidung.

c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :


- Nadi lambat dan
- Tekanan darah
- Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak
- Gangguan Sensoria : Penglihatan
18
- Gangguan penciuman dan

2. Keluhan fisik pasien terminal


 Gerakan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur dari ujung
kaki dan ujung jari
 Aktifitas berkurang
 Reflek mulai menghilang
 Kulit kebiruan dan pucat
 Nafas berbunyi keras dan cepat ngorok
 Penglihatan lebih kabur
 Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri
 Klien dapat tidak sadar kan diri

3. Gejala pasien terminal

Gejala psikologis sangat umum dijumpai pada pasien dengan kondisi


penyakit terminal. Salah satu peranan yang paling menantang dalam
kedokteran psikosomatik adalah membantu pasien dengan penyakit terminal
baik secara fisik, psikologik, dan spiritual selama perjalanan proses kematian.
Beberapa bentuk sindrom psikologis pasien dengan penyakit terminal
meliputi ansietas, depresi dan delirium. Ansietas dapat muncul pada hampir
semua kondisi kelainan medis dan dapat pula sebagai efek samping berbagai
pengobatan.

Pada pasien dengan penyakit terminal akan muncul dengan gejala


somatic seperti gelisah, hiperaktivitas, takikardia, gangguan pencernaan,
mual, insomnia, sesak nafas, kebas atau tremor. Pasien cenderung merasa
takut, khawatir, was-was atau murung dan akan memicu eksasebasi.
Penanganan pasien cemas seringnya dengan terapi suportif, cognitive-
behavioural techniques, dan modalitas komplementer seperti relaksasi dalam,
meditasi, dan yoga. Selain ansietas, gejala depresi juga umum dijumpai pada
pasien penyakit terminal dengan prevalensi antara 58%. Kriteria depresi pada
pasien dengan penyakit terminal dapat dilakukan melalui anamnesis
terstruktur dari DSM-V maupun dibantu dengan instrument-instrumen
skrining seperti PHQ-2/9, Beck Depression Index (BDI)-II.

Pengobatan farmakologis depresi sangat berguna baik saat diagnosis


ditegakkan maupun sampai dengan hari-hari terakhir kehidupan. Berbeda
dengan ansietas dan depresi, prevalensi delirium meningkat hingga 85% pada
pasien dengan penyakit terminal dan kematian terkait dengan periode delirium
dijumpai 75%-85% pasien. Pasien yang sering mengalami kondisi
disorientasi, penurunan daya ingat, konsentrasi, dan menimbulkan perubahan
dimana pasien menjadi sangat sakit. Klinisi harus waspada bahwa tanda awal
dan ringan dari delirium sering disalahartikan sebagai depresi, ansietas
19
4. Kriteria Penyakit Terminal
 Kriteria Penyakit Terminal

 Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi

 Mengarah pada kematian

 Diagnose medis sudah jelas

 Tidak adat obat untuk menyembuhkan

 Prognosis jelek

 Bersifat progresif

D. Rencana Tindakan Keperawtan Pada Kasus Terminal


Perencanan tindakan yang akan dlakukan harus didasarkan pada diagnose
keperawatan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian, sehingga tujuan
tindakan berfokus pada:

1. Upaya untuk menigkatkan kualitas hidup dengan berfokus pada keluhan


utama pasien seperti mengurangi nyeri, mengurangi sesak napas, melakukan
perawatan luka.

2. Upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

3. Pengajaran terhadap pasien dan keluarga sehingga mereka dapat menerima


kenyataan yang ada.

4. Pengajaran pada kelurga atau pelaku rawat untuk megenali tanda-tanda yang
mengindiasi penurunan status kondisi pasien sehingga dapat menghubugi
petugas bila terjadi kondisi darurat.

5. Pencegahan terhadap timbulnya masalah baru.

E. Pelaksanaan

Prinsip-prinsip didalam penanganan masalah keperawatan paliatif didasarkan


pada prioritas masalah keperawatan yang timbul.

F. Evaluasi

Evaluasi berdasarkan pada kategori masalah keperawatan yang disesuaikan


dengan kondisi pasien. Evaluasi mencakup dua elemen yaitu evaluasi proses dan
evaluasi hasil.untuk dapat melihat keberhasilan setiap diagnose keperawatan
diukur sesuai dengan kriteria hasil.

20
BAB III

CONTOH KASUS

21
Nyonya U usia 34 tahun, sudah 2 minggu yang lalu masuk rumah sakit. Awalnya masuk
RS untuk melakukan kemoterapi yang ke 4 dari 5 seri yang seharusnya. Kondisi saat ini
belum memungkinkan untuk kemo karena mengalami penurunan kondisi, yaitu luka
dipipi membesar, kadang keluar darah, Hb 6 gr/dl, tidak bisa tidur, selalu menangis
sendiri. Nyonya U berobat sendiri di Yogjakarta, suami dan anak2 tinggal di Kota M,
karena anaknya yang kecil baru usia 2 tahun. Akhir-akhir ini sering bersedih, karena sakit
tak kunjung sembuh, malah semakin parah, dan merasa belum siap meninggal.

I. Identitas Pasien

Nama : Ny U
Agama : Islam
Umur : 34 th
Status perkawinan : Kawin
Jenis kelamin : Perempuan

Suku : Jawa

Alamat : Yogyakarta

Pendidikan : PT

Tgl masuk RS : 22 Januari

Pekerjaan :Guru

Tgl pengkajian : 13 Februari

II. Riwayat Penyakit

1. Keluhan utama saat masuk RS

Pipi kiri muncul benjolan membesar, kaku, keluar darah, nyeri dan tidak
bisa tidur.

2. Riwayat penyakit saat ini

Dua hari SMRS pasien mengeluh pipi terasa nyeri, dan mengeluarkan
darah, terasa semakin membesar (sebesar kepalan tangan). Pasien tidak bisa tidur
sejak seminggu yang lalu, selalu merasa sedih karena berpisah dengan anak dan
suami, apalagi penyakit yang dirasakan semakin parah. Pasien sering termenung
dikamar, kadang menangis sendiri. Bila ditanya selalu mengatakan bahwa belum
siap meninggal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

22
Sejak 6 bulan yang lalu, pipi sebelah kiri terasa menebal dan tumbuh
benjolan sebesar kepalan tangan. Dibawa ke RS kemudian dilakukan operasi,
kemudian dirasakan semakin membesar dan mengeluarkan darah. Pasien kurang
puas dengan pengobatan di RS, kemudian berobat ke Alternatif selama 2 bulan.
Namun penyakit semakin parah dan tambah benjolan dibawah dagu dan leher.

4. Diagnosa medis saat masuk RS

Carsinoma kelenjar parotis stadium 4.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : lemah,

Kesadaran : compos mentis

TD : 90/60 mmHg,

RR : 26 X/mnt,

Nadi : 80 X/mnt,

Suhu : 37 2 C, BB : 40 Kg,

TB : 160 Cm.

IMT : 18

Kepala : rambut rontok, tumbuh sedikit, warna hitam, sklera ikterik (-)
konjungtiva pucat, terdapat lingkaran hitam disekitar mata, pipi sisi kiri
benjol sebesar kepalan tangan orang dewasa, konsistensi keras, tidak
bergerak, warna

Leher : kelenjar thiroid tidak membesar, JVP 5, terdapat benjolan sebesar


kepalan tangan keras tidak bisa bergerak dileher depan warna
merah kehitaman.

Thorax : bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi supraklavikula, tak


terdengar wheezing dan bunyi jantung S 1/ 2 murni.

Abdomen : palpasi tak supel, nyeri tekan (-), peristaltik (+) normal, teraba keras
dipermukaan perut, H/L tak teraba.

Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Ekstremitas : tidak terdapat edema, reflek fisiologis normal.

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan :


23
HB : 6 g/dl (normal 14,0 – 18,0)

AL : 11,1 (normal 4,8 – 10,8)

EO : 4,1(normal 0,9 – 2,9)

GDS : 100 g/dl

SGOT, SGPT, BUN, uric, creatinin : dalam batas normal

Ro thorax : tak ada kelainan

EKG : Sinus Ritme

USG : -

V. Program terapi

 Lansoprazole 1 x 20 mg

 Paracetamol 3 x 1 tab

 Inj prinperan 1 @ 8 jam

 Ranitidin 1 @ 12 jam

 Strovel 1 @ 24 jam

 Bactrim 1 @ 12 jam

 Cisplatin 30 mg

 5 FU 500 mg

 Infus RL 16 tetes/menit makro

VI. Analisa Data

NO. DS DO MASALAH
KEPERAWATAN

1.  Klien mengeluh sulit tidur.  Tidur 1-2 jam/24 jam


Gangguan pola tidur
berhubungan
 Klien mengatakan selama  Terdapat lingkaran dengan nyeri kronis
dirumah sakit tidak tidur hitam sekitar mata. (SDKI :
malam karena jauh dari D.0055)hal.126
anak dan suami.  Sering menguap

2.  Pasien mengatakan setiap  BB = 40 kg Nutrisi kurang dari


makan habis 1/2 porsi kebutuhan
karena sulit mengunyah berhubungan
24
makanan  TB = 160 cm dengan kurang
intake makanan.
 IMT = 18
(SDKI : D.0019
 Makan habis 1/2 porsi Hal, 56)
 Pengobatan kanker : (
Mtx

 Hb 6gr/dl

3.  Klien mengatakan belum  Klien sering menangis Cemas berhubungan


siap meninggal sendiri dengan perubahan
status kesehatan
 Klien mengatakan tidak  RR : 26 X/menit ( Ansietas).
mau sendiri
 Nadi : 80 X/menit (SDKI : D.0080
 TD : 90/60 mmHg hal.180)

VII. Diagnosa

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (D.0055)

Kategori : Fisiologis

Subkategori : Aktivitas/istirahat

Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.

Penyebab :

a. Hambatan lingkungan (misal kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan,


pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

b. Kurang kontrol tidur

c. Ketiadaan teman tidur

Gejala dan Tanda Mayor

 Subjektif : Mengeluh sulit tidur

 Objektif : -

Gejala dan Tanda Minor

 Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

25
 Objektif : -

Kondisi klinis terkait

a. Nyeri/kolik

b. Kecemasan

c. Periode pasca partum

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurang intake makanan (D.0019)

Kategori : Fisiologis

Sub kategori : Nutrisi dan Cairan

Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab :

a. Ketidakmampuan mencerna makanan.

b. Ketidakmampuan menelan makanan.

c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

d. Faktor ekonomi (misal finansial tidak mencukupi)

Gejala dan Tanda Mayor

 Subjetif : -

 Objektif : Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif : - Keram atau nyeri abdomen

- Nafsu makan menurun

 Objektif : - Otot pengunyah lemah

- Otot menelan lemah

Kondisi Klinis Terkait

a. Kanker

b. Infeksi

3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (Ansietas, D.0080)

26
Kategori : Psikologis

Sub kategori : Integritas Ego

Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.

Penyebab :

a. Ancaman terhadap kematian

b. Kekawatiran mengalami kegagalan

c. Ancaman terhadap konsep diri

Gejala dan Tanda Mator

 Subjetif :

- Merasa bingung

- Merasa khawatir dengan akibat Dari kondisi yang dihadapi

-Sulit berkonsentrasi

 Objektif

- Tampak gelisah

- Tampak tegang

- Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif

- Mengeluh pusing

- Anoreksia

- Merasa tidak berdaya

 Objektif

- Frekuensi napas meningkat

- Frekuensi nadi meningkat

- Tekanan darah meningkat

27
- Tremor

- Muka tampak pucat

- Suara bergetar

VIII. Intervensi Keperawatan

NOC (SLKI)

1. Luaran utama : Pola Tidur

Luaran Tambahan : - Penampilan Peran

- Status Kenyamanan

- Tingkat Depresi

- Tingkat Keletihan

(SLKI, hal.160)

2. Luaran Utama : Status Nutrisi

Luaran Tambahan : - Berat Badan

- Nafsu Makan

- Status Menelan

- Tingkat Depresi

- Tingkat Nyeri

(SLKI, hal.155)

3. Luaran Utama : Tingkat Ansietas

Luaran Tambahan : - Dukungan Sosial

- Hatga Diri

- Kesadaran Diri

- Kontrol Diri

- Proses Informasi

- Status Kognitif

28
- Tingkat Agitasi

- Tingkat Pengetahuan

(SLKI, hal.154)

NIC (SIKI)

1. Intervensi Utama : - Dukungan Tidur

- Edukasi Ativitas/Istirahat

Intervensi Pendukung :

a. Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan

b. Dukungan Perawatan Diri : BAB/BAK

c. Fototerapi Gangguan Mood/Tidur

(SIKI, hal.464)

2. Intervensi Utama : - Manajemen Nutrisi

- Promosi Berat Badan

Intervensi Pendukung :

a. Edukasi Kemoterapi

b. Konseling Nutrisi

c. Pemantauan Nutrisi

(SIKI, hal.454)

3. Intervensi Utama : - Reduksi Ansietas

- Terapi Relaksasi

Intervensi Pendukung :

a. Bantuan Kontrol Marah

b. Teknik Menenangkan

c. Terapi Validasi

(SIKI, hal.453)

29
BAB IV

PENUTUP

30
A. Kesimpulan
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat
sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin
dapat menyebuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illness harus mendapatkan
perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi Manajemen
nyeri merupakan upaya menghilangkan atau menurunkan nyeri ke level yang lebih
diterima oleh pasien. Manajemen nyeri dapat di lakukan secara farmakologis maupun
nonfarmakologis. Manajemen nyeri farmakologis adalah metode yang melibatkan
penggunaan obat-obatan analgesik, dimana di bedakan menjadi 2 jenis yaitu obat jenis
opiod dan non opiod. Manajemen nyeri nonfarmakologis adalah metode mengangani
nyeri tanpa menggunakan obat-obatan seperti massage, teknik relaksasi, teknik distraksi
dan terapi musik berfungsi untuk menyembuhkan.

B. HASIL DISKUSI

SOAL & JAWABAN

1. Apa saja hambatan yang sering terjadi dalam perwatan pada pasien terminal?

: a) Masalah fisik, berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri,


perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik. Contoh:
Depresi.

b) Masalah psikologis (ketidakberdayaan) : kehilangan control, ketergantungan,


kehilangan diri dan harapan.Contoh: Gangguan kecemasan, Gangguan Mood.

c) Masalah sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan. Contoh: Penyakit


terminal.

d) Masalah spiritual. Contoh: Keimanan & Keyakinan.

e) Ketidaksesuaian anatara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang


didapat

2. Intervensi apa yang bisa dilakukan jika pasien penyakit kanker otak yang merasakan
nyeri hebat setelah dilakukan kemoterapi selain intervensi dari manajemen nyeri?

1) Resiko infeksi

Intervensi Utama : - Manajmen Imunisasi/Vaksinasi

- Pencegahan Infeksi

Intervensi Pendukung : - Manajemen Medikasi

- Pemantauan Tanda Vital

- Pemberian Obat Intravena


31
- Pemberian Obat Oral

3. kehilangan tonus otot, kelambatan dalam sirkulasi, perubahan-perubahan dalam


tanda-tanda vital. Dari ke-3 yang disebutkan ini hal apa saja yang ditandai?

a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :

- Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi

- Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek

- Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut


kembung, obstipasi dan

- Penurunan control spinkter urinari dan Gerakan tubuh yang

b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :

- Kemunduran dalam

- Cyanosis pada daerah

- Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.

c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :

- Nadi lambat dan

- Tekanan darah

- Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak

- Gangguan Sensoria : Penglihatan

- Gangguan penciuman

4. Jelaskan apa saja skala asesment dalam mengetahui pengukuran nyeri?

1. Visual Analog Scale (VAS) Visual analog scale (VAS) adalah cara yang
paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan
secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien.
Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda
pada tiap sentimeter.

2. Verbal Rating Scale (VRS) Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10


untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada
skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini
lebih bermanfaat pada periode pasca bedah, karena secara alami verbal atau kata-
kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik.
32
3. Numeric Rating Scale (NRS) Dianggap sederhana dan mudah dimengerti,
sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik dari pada
VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah
keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinka
nuntuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak
yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik.

33
DAFTAR PUSTAKA

Campbell & L,2013,p.13.

Roberts & Albert R,2009,p.176.

Rosdahl, Caroline & Kowalski ,2014,p.163.

Cemy Nur Fitria,2015, PALLIATIVE CARE PENDERITA PENYAKIT TERMINAL, Vol.7 No.1
Februari 2015.

Jenny Rantung & Cherley Fanesa. ML, 2018, STUDI FENOMELOGI PENGALAMAN

PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA


PASIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DIRUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT
BANDUNG, Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2018.

Rosdahl, Caroline Kowalski, 2014, p. 161

Sutjahjo Ari, 2015, p. 159

Kesehatan, Kementerian, 2017, p.165

Mailiani et al., 2015, p.12

Kesehatan, Kementerian, 2017

Muhamad Gumilang, 2019. Gambaran Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Profesi Ners

Universitas diponegoro tentang Manajemen Nyeri, Vol 2 No. 2 Desember 2019.

Nursalam. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional

Edisi 5. Fifth. Jakarta : penerbit Salemba Medika, 2015.

https://snars.web.id/rs/panduan-pasien-tahap-terminal/

Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing diagnoses; definitions and classification 2015-
2017 tenth edition. Wiley Blackwell. West Sussex, UK. Kementerian Kesehatan RI.
(2010). Panduan asuhan keperawatan paliatif dirumah. Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan dan Keteknisian Medik. Jakarta, Indonesia.

Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing (10tn
ed.). USA: Perason Education.

Dougherty, L. &, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9th ed.). UK: The Royal
Marsden NHS Foundation Trust.

Perry,A.G. & Potter, P. A. (2014). NursingSkills & Procudures (8th ed.). St Louis: Mosby
Elsevier.

34
Wilkinson, J. M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of Nursing (3th
ed.). Philadelphine: F. A, Davis Company.

35

Anda mungkin juga menyukai