Anda di halaman 1dari 34

ii

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA KASUS
TERMINAL ILLNESS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif Care
Dosen Pengampu : Astri Zeini W, S.Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh :
Ashari Maulana Suryadi C1AA20009
Dinda Elsa Fadhilah C1AA20023
Firmansyah C1AA20035
Imelia Nurmalasari C1AA20043
Putri suci lestari C1AA20077
Siti kulsum C1AA20107
Tasya Awalia C1AA20113

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya
kepada kelompok, sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Menjelang
Ajal dan Paliatif Care
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan makalah yang akan kami buat selanjutnya agar lebih
baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.
Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan
makalah ini dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan kamalah ini. Semoga makalah ini dapat memenuhi
tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.

31 Maret 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................ 3
2.2 Teori Kualitas Hidup (Quality o Life) .............................................................. 3
2.3 Kriteria Penyakit Terminal ............................................................................... 5
2.4 Arti Kematian Bagi Pasien Terminal ................................................................ 7
2.5 Mengartikan Kematian Bagi Pasie Terminal .................................................... 7
2.6 Masalah-Masalah Pada Pasien Penyakit Terminal ............................................ 8
2.7 Kondisi Yang Diharapkan ................................................................................ 9
2.8 Penyampaian Berita Buruk............................................................................... 9
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan .........................................................................12
BAB III PENUTUP .................................................................................................28
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................28
3.2 Saran ..............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit terminal adalah penyakit yang secara medis kedokteran tidak bisa
disembuhkan lagi, dan penyakit ini terjadi pada stadium lanjut. Dalam hal ini,
orientasi pelayanan yang diberikan pada pasien tidak hanya penyembuhan saja,
namun juga perawatan yang membuat pasien bisa mencapai kualitas hidup terbaik
bagi dirinya dan keluarga. Kematian merupakan tahap paling akhir dalam
kehidupan. Kematian bias saja datang tanpa peringatan secara tiba-tiba, atau bisa
mengikuti fase sakit yang sudah panjang.
Meski demikian, kematian tidak memandang usia seseorang. Tua maupun
muda, dari bayi hingga manula, semua bisa saja mengalami kematian. Kondisi
terminal merupakan keadaan sakit dimana tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk
bisa sembuh menurut akal sehat. Keadaan seperti ini bisa diakibatkan oleh
penyakit tertentu atau mengalami kecelakaan. Penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu
yang bervariasi (Stuard & Sundeen, 1995).
Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat
progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan,
memperbaiki kualitas hidup (Tim medis RS Kanker Darmais, 1996)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan penyakit terminal illness ?
2. Apa yang di maksud dengan teori kualitas hidup ?
3. Apa saja kriteria penyakit terminal ?
4. Apa arti kematian bagi pasien terminal ?
5. Bagaimana mengartikan kematian bagi pasien terminal ?

1
6. Apa saja masalah – masalah pada pasien penyakit terminal ?
7. Apa kondisi yang di harapkan ?
8. Bagaimana cara penyampaian berita buruk ?
9. Bagaimana Konsep asuhan keperawatan ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk Mengetahui Pengertian penyakit terminal illness
2. Untuk Mengetahui Teori kualitas hidup
3. Untuk Mengetahui kriteria penyakit terminal
4. Untuk Mengetahui Arti kematian bagi pasien terminal
5. Untuk Mengetahui Cara mengartikan kematian bagi pasien terminal
6. Untuk Mengetahui masalah – masalah pada pasien penyakit terminal
7. Untuk Mengetahui kondisi yang di harapkan
8. Untuk Mengetahui cara penyampaian berita buruk
9. Untuk Mengetahui Konsep asuhan keperawatan.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Penyakit terminal adalah penyakit yang secara medis kedokteran tidak bisa
disembuhkan lagi, dan penyakit ini terjadi pada stadium lanjut. Dalam hal ini,
orientasi pelayanan yang diberikan pada pasien tidak hanya penyembuhan saja,
namun juga perawatan yang membuat pasien bisa mencapai kualitas hidup terbaik
bagi dirinya dan keluarga. Kematian merupakan tahap paling akhir dalam
kehidupan. Kematian bias saja datang tanpa peringatan secara tiba-tiba, atau bisa
mengikuti fase sakit yang sudah panjang. Meski demikian, kematian tidak
memandang usia seseorang. Tua maupun muda, dari bayi hingga manula, semua
bisa saja mengalami kematian. Kondisi terminal merupakan keadaan sakit dimana
tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk bisa sembuh menurut akal sehat. Keadaan
seperti ini bisa diakibatkan oleh penyakit tertentu atau mengalami kecelakaan.
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak
dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit
pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif,
pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki
kualitas hidup (Tim medis RS Kanker Darmais, 1996)

2.2 Teori Kualitas Hidup (Quality Of Life)


Hidup berkualitas adalah tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam
seluruh tingkatan usia. Awalnya, tidak ada kesepakatan khusus mengenai definisi
atau arti kualitas hidup, sehingga definisi kualitas hidup tergantung dari aspek
fokus pengamatan mana yang akan digunakan.Sejak tahun 1946 dimana definisi
sehat telah diresmikan sehat oleh WHO, konsep kualitas hidup mulai muncul yang
dikenal sebagai Health Related Quality of Life (HRQoL). Menurut WHO, kualitas
hidup merupakan persepsi atau sudut pandang individu terhadap kehidupannya
sesuai dengan nilai dan budaya di lingkungan tinggal, serta membandingkan

3
kehidupan yang dijalaninya dengan harapan, standard, dan tujuannya tentang
hidup itu sendiri (Endarti, 2015).
Teori kualitas hidup dikembangkan oleh Wilson dan Cleary (1995), yang
menegaskan bahwa terdapat hubungan erat antara konsep dasar kesehatan dengan
kualitas hidup. Dalam teori tersebut, terdapat 5 determinan yang bisa
mempengaruhi yaitu faktor biologis/fisiologis, status gejala, status fungsional, dan
persepsi individu terhadap kesehatan dan kualitas hidupnya secara keseluruhan.
Secara skematik, teori kualitas hidup bisa dilihat pada gambar seper 1 seperti
di bawah ini. Adapun yang dimaksud dengan variabel biologis dan psikologis yaitu
berupa gangguan alam fungsi organ hingga sistem organ, yang dapat dikaji melalui
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan ada atau tidaknya perubahan fisiologis
yang berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Variabel status gejala merupakan
determinan yang mengambil peranan cukup penting dari status fungsional, status
fungsional merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas secara
spesifik. Adapun empat pokok dari status fungsional yaitu bisa berasal dari domain
fisik (istirahat, kekuatan, tidur, dan nafsu makan), domain sosial (hubungan
dengan lingkungan sekitarnya seperti keluarga dan kerabat dekat), peran (misal
sebagai murid, sebagai anak, orang tua, pekerja), dan spiritual/psikologis (pikiran,
keyakinan,kebahagiaan) (Ekasari, Riasmini, Hartini, 2018).
Perkembangan penelitian tentang kualitas hidup menyebabkan
perkembangnya instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup.
Instrumen tersebut tentunya berkembang sesuai dengan kriteria instrumen kualitas
hidup yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut yaitu akseptabilitas (acceptability),
beban (burden), pemanfaatan (usefulness), validitas (validity), responsif
(responsiveness), dan kapabilitas untuk bisa diinterpretasikan (interpretability).
1. Akseptabilitas, Akseptabilitas berarti instrumen yang digunakan harus bisa
diterima oleh individu sesuai dengan kondisi yang ditentukan untuk
menggunakan instrumen tersebut. Bila sebuah instrumen tidak memenuhi sifat
akseptabilitas, maka gambaran hidup yang dihasilkan tidak sesuai.
Akseptabilitas juga diterapkan pada lintas budaya, artinya instrumen harus

4
mudah dipahami oleh responden sesuai dengan bahasa yang umum
digunakan.
2. Beban, Kriteria ini mengarah pada tingkat kesulitan yang dialami target saat
mengisi kuesioner. Semakin minimal beban kesulitan yang dirasakan
responden, maka semakin baik pula instrumen tersebut.
3. Reliabilitas, Adalah tingkat kebebasan instrumen dari adanya random error.
Random error ini bisa terjadi karena adanya kekurangtelitian, kelelahan, atau
ketidakakuratan sehingga menjadikan instrumen tidak menggambarkan nilai
yang sebenarnya.
4. Validitas, Merupakan kemampuan instrumen dalam mengukur variabel yang
seharusnya diukur. Jenis variabel yang diukur yaitu validitas konten, kriteria,
dan validitas konstruk. validitas konten yaitu ketepatan pertanyaan dalam
mewakili apa yang ingin diukur/ditanyakan pada responden. Validitas kriteria
terbagi menjadi dua kategori , yaitu concurrent validity (kesesuaian instrumen
dengan gold standar), dan predictive validity (kemampuan instrumen untuk
memperkirakan status kesehatan di masa mendatang).
5. Responsif, Adalah kemampuan alat untuk memprediksi adanya perubahan
yang bisa terjadi sepanjang waktu.
6. Kebermanfaatan, Kriteria yang satu ini mengarah pada ada atau tidaknya
kemampuan instrument untuk memberikan pengaruh bagi individu dalam
sebuah keputusan, pun di dalamnya termasuk pengaturan individu, formulasi
kebijakan klinis, dan alokasi sumber daya.
7. Kemampuan diinterpretasikan, Merupakan pemahaman skor yang dihasilkan
oleh instrumen tersebut untuk menilai apa yang ingin dinilai, dan hal ini
dipengaruhi oleh akumulasi pengalaman serta bukti empiris (Endarti, 2015)

2.3 Kriteria Penyakit Terminal


Penggolongan penyakit bisa banyak dan menimbulkan interpretasi yang
berbeda-beda dalam mengelompokkan mana yang termasuk kategori terminal dan

5
mana yang tidak masuk dalam kategori penyakit terminal. Maka berikut ini
merupakan kriteria yang dapat menjadi penyakit yang sudah bisa masuk dalam
kategori penyakit terminal
1. Penyakit tidak dapat disembuhkan, yaitu golongan penyakit apapun yang
sudah tidak memungkinkan secara medis untuk sembuh karena sudah dalam
stadium lanjut.
2. Stase akhir kehidupan dan penyakit mengarah pada kematian, sehubungan
dengan upaya medis sudah tidak bias menolong lagi.
3. Diagnosa medis sudah jelas. Penegakan diagnosa dengan golden standar
dengan menetapkan ukuran yang akurat.
4. Tidak ada obat untuk menyembuhkan, secara medis seringkali obat yang
masuk menjdai tidak mempunyai efek terpeutik.
5. Prognosis jelek, kemungkinan sembuh sangat kecil yang artinya
kemungkinan terjadi kematian sangat besar.
6. Bersifat progresif yaitu peningkatan menjadi parah sangat cepat dan tidak ada
kemajuan untuk bisa sembuh kembali.
7. Tubuh sudah tidak cukup menerima efek obat.
Jenis penyakit terminal sering kita temui di pusat pelayanan kesehatan
maupun di rumah. Pada sekelompok keluarga yang mampu, pasien dalam kondisi
terminal ini tetap dipertahankan untuk dirawat di rumah sakit. Namun banyak
terjadi apabila di rumah sakit tidak sembuh, keluarga membawa pulang untuk
dapat meninggal di rumah dengan damai, ditunggu oleh orang-orang yang
menyayangi. Jenis penyakit terminal:
1. Kanker yang sudah masuk ke staging lanjut.
2. Penyakit degeneratif, sering terjadi pada lansia.
3. Penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,
4. Parkinson
5. Stroke,
6. Penyakit Genetika
7. Gagal Jantung

6
8. Penyakit infeksi HIV/AIDS yang sudah memberi dampak komplikasi
keseluruh tubuh
Sayangnya, saat ini pelayanan kesehatan di negara Indonesia masih belum
benar-benar menyentuh seluruh kebutuhan para pasien dengan keadaan terminal
tersebut.

2.4 Arti Kematian Bagi Pasien Terminal


Bagi pasien yang menghadapi penyakit stadium akhir, atau penyakit terminal,
seringkali merasakan ketakutan yang serius.Perasaan takut ini didasari oleh
beberapa faktor, seperti ketidakpastian akan apa yang terjadi di kemudian hari,
kesaktian yang dirasakan, kecemasan, dan gelisah karena tidak bisa berkumpul
lagi dengan keluarga dan kerabat sekitarnya. Sehingga, dalam hal ini perawat bisa
menjadi pendengar yang baik bagi kegelisahan yang dirasakan oleh pasien, berada
di sisi pasien saat ia membutuhkan dukungan emosional, dan tidak menambah
beban pikiran pasien dengan hal-hal yang bisa memperberat kecemasan dan
kekhawatiran pasien.

2.5 Mengartikan kematian Bagi pasien Terminal


Baik pasien dewasa maupun pasien anak, sebenarnya sama-sama memiliki
kecemasan terhadap kematian yang akan dialaminya. Strause (1970) membagi
kesadaran akan kematian ini menjadi tiga fase, yaitu:
1. Closed Awareness/ Tidak Mengerti
Pada tahap ini, perawat akan sering mendapatkan pertanyaan langsung dari
pasien atau keluarga seperti kapan sembuh, kapan dia dapat pulang, dan
sebagainya. Hal ini dikarenakan pasien belum mengerti bahwa penyakit yang
ia derita sudah mencapai fase terminal, artinya hampir tidak dapat
disembuhkan lagi kecuali bila benar-benar terdapat mukjizat.
2. Mutual Pretense/ Kesadaran atau Pengertian yang Ditutupi
Fase ini digunakan untuk memberikan kesempatan kepada pasien agar
dapat membuat keputusannya terkait hal-hal yang sifatnya pribadi, walaupun

7
hal tersebut adalah hal yang berat untuknya.. Dalam hal ini, kemungkinan
pasien sudah mengerti bahwa dirinya menderita sakit terminal dan tidak lama
lagi akan menemui ajal. Hal ini tentu akan memberatkan pasien, dan si pasien
akan menentukan apa rencana yang akan ia lakukan terkait dengan kematian
tersebut. Apakah dirinya akan membuat surat wasiat, apakah akan selalu
memanggil keluarganya, apakah ingin anak-anaknya kumpul bersamanya di
rumah sakit, apakah akan mempersiapkan kebutuhan spiritual pra kematian,
dan lain sebagainya. Kendati demikian, keputusan dan bayangan-bayangan ini
masih disimpan oleh pasien dalam pikirannya sendiri, artinya ia belum mau
membagikan hal tersebut pada orang-orang.
3. Open Awareness/ Sadar akan Keadaan dan Sudah Terbuka
Fase ini merupakan fase dimana pasien dan orang disekitarnya sudah
menyadari bahwa ajal segera menjelang dan mereka mulai menerima untuk
mendiskusikan hal tersebut, meski tetap merasakan kegetiran di dalam hati.
Fase ini memberikan sebuah kesempatan untuk pasien agar bisa ikut berdiskusi
untuk membuat rencana terkait saat-saat terakhirnya, tetapi tidak semua pasien
bisa melaksanakan hal ini.

2.6 Masalah-masalah Pada Pasien Penyakit Terminal


1. Masalah Fisik
● Nyeri
● Perubahan pada kulit
● Distensi
● Konstipasi
● Alopecia
● Kelemahan otot
2. Masalah Psikologi
● Ketergantungan tinggi
● Kehilangan kendali
● Hilangnya produktivitas

8
● Terhambatnya masalah berkomunikasi
● Masalah keadaan sosial
● Menarik Diri
● Isolasi diri dari sosial
● Masalah spiritual

2.7 Kondisi Yang Diharapkan


Kondisi optimal seorang pasien diartikan sebagai keadaan yang sesuai dengan
konteks budaya serta sistem nilai yang diyakini oleh pasien itu sendiri, pun
termasuk tujuan hidup, niat, dan harapannya. Dimensi dari kualitas hidup menurut
Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper dalam Awaliyah
(2018) , adalah :
1. Gejala fisik
2. Kemampuan fungsional (aktivitas)
3. Kesejahteraan keluarga
4. Spiritual
5. Fungsi sosial
6. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
7. Orientasi masa depan
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
9. Fungsi dalam bekerja (Awaliyah & Budiati, 2018).

2.8 Penyampaian Berita Buruk


Berita buruk adalah informasi atau berita yang dapat mengubah persepsi/cara
pandang hidup pasien mengenai masa depannya secara drastis, bahkan juga
negatif. Berita buruk sering dihubungkan dengan berbagai diagnosis penyakit
terminal, namun seorang dokter keluarga bisa jadi akan menemui banyak keadaan
yang termasuk dalam salah satu berita buruk, seperti seorang suami kehilangan
istrinya, ataupun anak yang harus kehilangan orang tuanya.
Secara umum, ada 6 langkah untuk menyampaikan berita buruk, yaitu:

9
1. Persiapan
Persiapan diri dilakukan dengan memiliki informasi klinis yang relevan
dengan kabar buruk yang akan disampaikan kepada kerabat atau keluarga.
Idealnya, ketika menyampaikan berita buruk ini, perawat telah menyiapkan
rekaman medis pasien, berikut hasil pemeriksaan laboratorium ataupun
pemeriksaan penunjang ketika menjalin percakapan tersebut. Perlu
dipersiapkan juga pengetahuan dasar mengenai prognosis maupun terapi
pilihan terkait penyakit pasien. Perlu mengatur waktu yang memadai, di dalam
lokasi yang privat, dan nyaman. Perlu juga dipastikan bahwa selama
pembicaraan berlangsung, tidak ada gangguan dari staf nakes lain maupun
dering ponsel. Bila memungkinkan, ada baiknya untuk menghadiri.
2. Menanyakan kepada pasien hal yang telah pasien ketahui mengenai
penyakitnya
Hal ini bisa dimulai dengan bertanya pada pasien, apakah dirinya tahu
penyakit apa yang sedang dideritanya, dan seberapa parah penyakit itu
menurut si pasien, atau menanyakan apakah si pasien sudah cukup tahu
berbagai info mengenai penyakit yang diidapnya. Hal ini dilakukan bertujuan
untuk mengetahui, apakah sebenarnya serta keluarga bisa mengerti berita
buruk yang akan segera disampaikan oleh petugas medis dan salah satu
anggota keluarga pasien.
3. Tanyakan seberapa besar keinginan pasien untuk mengetahui keadaan
sakitnya
Tahap berikutnya yaitu mencari tahu apakah keinginan pasien untuk
mengetahui keadaannya cukup besar, termasuk ke orang tua atau keluarga.
Hal ini dilakukan karena penerimaan informasi setiap orang bisa berbeda, bisa
bergantung pada agama, ras, sosial, suku, dan budaya yang dianut masing-
masing.Bila pasien menunjukkan tanda bahwa mereka tidak ingin informasi
secara detail, maka kita sebaiknya menghormati keputusan dan keinginan
pasien tersebut.
4. Menyampaikan berita

10
Sampaikan saja berita buruk menggunakan kalimat yang jelas, jujur, dan
tetap sensitive, dengan penuh empati. Sehingga, sebaiknya hindari untuk
menyampaikan seluruh informasi dalam saat yang bersamaan. Sampaikan
informasi kalimat yang mudah untuk dimengerti bagi orang awam. Hindari
kata eufemisme (manis), atau istilah-istilah kedokteran yang sulit dipahami.
Hindarilah kalimat seperti “Saya minta maaf” atau “Memaafkan saya”, dan
lain sebagainya, karena kalimat seperti itu dapat menyiratkan makna bahwa
petugas medis bertanggung jawab atas apa apa yang telah terjadi, atau bahwa
semua ini bisa terjadi karena kelalaian dan kesalahan dari para petugas medis.
5. Memberikan respon terhadap perasaan pasien
Setelah berita buruk sudah tersampaikan pada pasien, sebaiknya petugas
medis memberikan jeda pada pasien dengan berdiam sejenak. Hal ini
bertujuan memberi waktu pada pasien untuk menyampaikan reaksinya,
mengingat reaksi tiap orang bisa beragam. Bisa jadi pasien akan marah,
menolak, menangis, merasa tidak terima, atau hanya akan diam.
6. Membuat rencana tindak lanjut
Buatlah rencana untuk melaksanakan langkah-langkah selanjutnya, hal
ini bisa berupa:
a. Pemeriksaan lanjutan untuk mengumpulkan informasi tambahan
b. Pengobatan untuk gejala-gejala yang ada
c. Membantu orang tua menyampaikan pada anak terkait penyakit dan
pengobatannya
d. Tawarkanlah harapan yang realistis. Meskipun tidak ada kemungkinan
untuk sembuh, bangunlah harapan untuk pasien dan sampaikan padanya
terapi apa saja yang bisa ditempuh.
e. Mengatur rujukan yang tepat
f. Menjelaskan pada pasien terkait rencana lanjutan untuk perawatan
g. Diskusikan tentang sumber yang bisa memberikan dukungan bagi pasien
secara emosional dan praktis, seperti membahas teman, tokoh terkenal,
keluarga, dll.

11
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian terhadap identitas klien
b. Pengkajian terhadap identitas penangguang jawab klien (keluarga)
c. Pengkajian terhadap riwayat kesehatan klien
d. Mengkaji kebutuhan dasar klien berdasarkan teori dasar kebutuhan dasar
manusia
e. Melakukan pemeriksaan fisik pada klien
f. Mengkaji data penunjang klieng. Mengkaji kondisi keluarga klien
dalam menghadapi kondisi klien dan kesiapankeluarga akan
kehilangan klien dengan penyakit terminal yang sulit disembuhkan :
1) Fase Denial
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap denial (penolakan)
yang ditunjukan keluargaklien pada saat mendengar kondisi klien
dengan penyakit terminal, yang kemudian dicocokandengan tanda
dan gejala pada fase ini sesuai teori.
2) Fase Anger
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap anger (marah) yang
ditunjukan keluarga klienpada saat mendengar kondisi klien dengan
penyakit terminal, yang kemudian dicocokan dengantanda dan gejala
pada fase ini sesuai teori. Pada fase ini perawat mengkaji hanya
berdasarkanobservasi sebab kluarga pasien tidak mungkin menjawab
pertanyan perawat pada fase ini.
3) Fase Bargaining (Tawar Menawar)
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap bargaining (tawar
menawar) yang ditunjukankeluarga klien pada saat mendengar
kondisi klien dengan penyakit terminal, yang kemudiandicocokan
dengan tanda dan gejala pada fase ini sesuai teori. Pada fase ini
perawat masih bisamengkaji klien dengan wawancara namun

12
perhatikan kuantitas serta kulitas pertanyaan untukmenjaga
kestabilan kondisi keluarga klien.
4) Fase Depresi
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap depresi yang
ditunjukan keluarga klien padasaat mendengar kondisi klien dengan
penyakit terminal, yang kemudian dicocokan dengan tandadan
gejala pada fase ini sesuai teori. Pada tahap ini perawat dapat
mengkaji keluarga kliennamun sedikit, dan terkadang tidak
mendapatkan respon sebab kondisi keluarga klien dalamkeadaan
tertekan, dan perawat dapat mengkomunikasikan kondisi keluarga
klien.
5) Fase Acceptance (Penerimaan)
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap acceptance
(penerimaan) yang ditunjukankeluarga klien pada saat mendengar
kondisi klien dengan penyakit terminal, yang kemudiandicocokan
dengan tanda dan gejala pada fase ini sesuai teori. Pada kondisi ini
perawat lebihleluasa mengkaji kondisi kesiapan keluarga klien
dalam menghadapi resiko kehilangan klienyang mengalami penyakit
terminal, sebab pada gfase ini kleuarga klien biasanya mulai
pasrahatau sudah dapat menerima kondisi kerabatnya.

2. Diagnosa
a. Dukacita, Proses kompleks normal yang meliputi respons dan
perilaku emosional, fisik,spiritual, sosial, dan intelektual yakni
individu, keluarga, dan komunitas memasukan kehilanganyang aktual,
adaptif, atau dipersepsikan kedalam kehidupan sehari – hari mereka.
 Batasan Karakteristik
1) Perubahan tingkat aktivitas
2) Perubahan pola mimpi
3) Perubahan fungsi imun

13
4) Gangguan fungsi neuroendokrin
5) Marah
6) Menyalahkan
7) Berpisah/menarik diri
8) Putus asa
9) Disorganisasi/kacau
10) Gangguan pola tidur
11) Mengalami kelegaan
12) Memelihara hubungan dengan klien dengan penyakit
terminal
13) Membuat makna kehilangan
14) Kepedihan
15) Perilaku panic
16) Pertumbuhan personal
17) Distres psikologis
18) Menderita
 Faktor yang berhubungan
1) Mengantisipasi kehilangan hal yang bermakna
2) Mengantisipasi kehilangan orang terdekat
3) Kematian orang terdekat
4) Kehilangan objek penting
b. Ketidakefektifan Koping, Ketidak mampuan untuk membentuk
penilaian valid tentangstressor, ketidakadekuatan pilihan respon
yang dilakukan dan/atau tidak mampuan untukmenggunakan
sumber daya yang tersedia.
 Batasan Karakteristik
1) Perubahan pada pola komunikasi yang biasa
2) Penurunan penggunaan dukungan sosial
3) Perilaku destruktif terhadap orang lain
4) Letih, Angka penyakit yang tinggi

14
5) Ketidak mampuan memperhatikan informasi
6) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
7) Ketidak mampuan memenuhi harapan peran
8) Pemecahan masalah yang tidak adekuat
9) Kurangnya perilaku yang berfokus pada pencapaian tujuan
10) Kurangnya resolusi masalah
11) Konsentrasi buruk
12) Mengungkapkan ketidakmampuan meminta bantuan
13) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah
14) Pengambilan resiko, gangguan tidur
15) Penyalahgunaan zat
16) Menggunakan koping yang mengganggu perilaku adaptif
 Faktor yang berhubungan
1) Gangguan dalam pola penilaian ancaman, melepas tekanan
2) Gangguan dalam pole melepaskan tekanan/ketegangan
3) Perbedaan gender dalam strategi koping
4) Derajad ancaman yang tinggi
5) Ketidak mampuan untuk mengubah energi yang adaptif
6) Sumber yang tersedia tidak adekuat
7) Dukungan sosial yang tidak adekuat yang diciptakan oleh
karakteristik hubungan
8) Tingkat percaya diri yang tidak adekuat dalam kemampuan
mengatasi masalah
9) Tingkat persepsi kontrol yang tidak adekuat
10) Ketidak adekuatan kesempatan bersiap terhadap stressor
11) Krisis muturasi, krisis situasi
12) Ragu
c. Ketidakefektifan Koping Keluarga, Perilaku terdekat (anggota
keluarga atau orang pentinglainnya) yang membatasi
kapasitas/kemampuannya dan kemampuan klien untuk secara

15
efektifmenangani tugas penting mengenai adaptasi keduanya terhadap
masalah kesehatan.
 Batasan Karakteristik
1) Pengabaian
2) Agresi agitasi
3) Menjamin rutinitas biasa tanpa menghormati kebutuhan klien
4) Peningkatan ketergantungan klien
5) Depresi
6) Membelot
7) Tidak menghormati kebutuhan klien
8) Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan
9) Permusuhan
10) Ganguan Individualisasi
11) Gangguan membangun kembali kehidupan yang bermakna
untuk diri sendiri
12) Intoleran
13) perawatan yang mengabaikan klien dalam hal kebutuhan
dasar manusia
14) hubungan yang mengabaikan anggota keluarga lain
15) terlalu khawatir terus menerus mengenai klien
16) psikosomatis
17) penolakan
18) merasakan tanda penyakit klien
 Faktor Yang Berhubungan
1) Penanganan resistensi keluarga terhadap pengobatan yang
berubah – ubah
2) Gaya koping yang tidak sesuai antara orang terdekat dengan
klien untuk menanganitugas adaptif
3) Gaya koping yang tidak sesuai diantara orang terdekat
4) Hubungan keluarga yang sangat ambivalen

16
5) Orang terdekat lama tidak mengungkapkan perasaan
(misalkan rasa bersalah, cemas,permusuhan, putus asa)
3. Intervensi
No Diagnosa Tindakan & Hasil Rasional
Keperawatan Kriteria Intervensi
1 Dukacita 1.Menunjukkan 1) Tentukan pada tahap 1) Pengkajian data
rasa pergerakan ke berduka mana pasian dasar yang akurat
arah resolusi dari terfiksasi. Identifikasi adalah penting
rasa duka dan perilaku-perilaku yang untuk perencanaan
harapan untuk berhubungan dengan keperawatan yang
masa depan. tahap ini. efektif bagi pasien
2. Fungsi pada 2) Kembangkan yang berduka.
tingkat adekuat, hubungan saling 2)Rasa percaya
ikut serta dalam percaya dengan pasien. merupakan dasar
pekerjaan dan Perlihatkan empati dan untuk suatu
AKS. perhatian. Jujur dan kebutuhan yang
tepati semua janji terapeutik.
3) Perlihatkan sikap 3)Sikap menerima
menerima dan menunjukkan
membolehkan pasien kepada pasien
untuk mengekspresikan bahwa anda
perasaannya secara yakin bahwa ia
terbuka. merupakan
4) Dorong pasien untuk seseorang pribadi
Mengekspresikan rasa yang bermakna.
marah. Rasa percaya
5) Bantu pasien untuk meningkat.
mengeluarkan 4)Pengungkapan
kemarahan yang secara verbal

17
terpendam dengan perasaan dalam
berpartisipasi dalam suatu lingkungan
aktivitas-aktivitas yang tidak
motorik kasar (mis, mengancam dapat
joging, bola voli,dll) membantu pasien
6) Ajarkan tentang sampai kepada
tahap-tahap berduka hubungan dengan
yang normal dan persoalan persoalan
perilaku yang yang belum
berhubungan dengan terpecahkan.
setiap tahap. 5)Latihan fisik
7) Dorong pasien untuk memberikan suatu
meninjau hubungan metode yang aman
dengan konsep dan efektif untuk
kehilangan. mengeluarkan
8) Komunikasikan kemarahan yang
kepada pasien bahwa terpendam.
menangis merupakan 6)Pengetahuan
hal yang dapat diterima. tentang perasaan
9) Bantu pasien dalam yang wajar yang
Memecahkan berhubungan
masalahnya sebagai dengan
usaha untuk berduka yang
menentukan metoda- normal dapat
metoda koping menolong
yang lebih adaptif mengurangi
terhadap pengalaman beberapa perasaan
kehilangan. bersalah
menyebabkan

18
10) Dorong pasien timbulnya respon
untukmenjangkau ini.
dukungan spiritual 7)Pasien harus
selama waktu ini dalam menghentikan
bentuk apapun yang persepsi idealisnya
diinginkan untuknya. dan mampu
menerima baik
aspek positif
maupun negative
dari
konsep kehilangan
sebelum proses
berduka selesai
seluruhnya.
8)Menangis
merupakan hal
yang
wajar dalam
menghadapi
kehilangan
9)Umpan balik
positif
meningkatkan
harga diri dan
mendorong
pengulangan
perilaku
yang diharapkan.
10)Memenuhi

19
kebutuhan spiritual
klien.
2 Ketidakefektifan NOC NIC 1)Informasi dapat
koping Decision making Role Decision making Mengurangi
berhubungan inhasmet Sosial 1)Menginformasikan perasaan tanpa
dengan penyakit support klien alternatif atau harapan dan
terminal Kriteria hasil solusi lain penanganan. tidak berguna.
- Mengidentifikasi 2) Memfasilitasi klien Keikutsertaan
pola koping yang untuk membuat dalam perawatan
efektif keputusan. akan meningkatkan
- Mengungkapkan 3) Bantu klien untuk perasaan control
secara verbal mengidentifikasi dan harga diri.
tentang koping keuntungan, kerugian 2)Meningkatkan
yang efektif dari keadaan. perasaan control
- Mengatakan Role inhancement dan keikutsertaan
penurunan stress. 1) Bantu klien untuk dalam situasi
- Klien mengatakan mengidentifikasi dimana orang
telah menerima macam – macam nilai terdekat tidak dapat
tentang keadaanya. kehidupan. berbuat banyak.
- Mampu 2) Bantu klien 3)Memberikan
mengidentifikasi identifikasi strategi Wawasanm
strategi tentang positif untuk mengatur mengenai
koping pola nilaiyang dimiliki. pemikiran,/factor-
Coping enhancement faktor yang
1) Anjurkan klien untuk berhubungan
mengidentifikasi dengan situasi
gambaran perubahan individu.
peran yang realistis. Kepercayaan akan
2) Gunakan pendekatan meningkatkan

20
tenang dan meyakinkan. persepsi pasien
3) Hindari pengambilan tentang situasi dan
keputusan pada saat partisipasi dalam
klien berada dalam stres regimen
berat. keperawatan.
4) Berikan informasi 1)Menurunkan
actual yang terkait ansietas dan
dengan diagnosis, terapi menyediakan
dan prognosis. kontrol
Intervensi lainnya bagi pasien selama
1) Mengobservasi TTV situasi krisis.
klien 2)Untuk mengatasi
2) Memenuhi kebutuhan ketegangan dan
dasar klien. memelihara rasa
kontrol individu.
1)Menyiapkan
status mental pasien
agar mampu
menerima
perubahan peran
yang terjadi.
2)Agar pasien
yakin dan mau
kooperatif dalam
pemberian
informasi.
3)Pasien lebih
mampu menerima
informasi dengan

21
jelas.
4) Agar keluarga
bisa mengerti dan
menerima sehingga
tahap anger bisa
ditekan.
1) Memonitor
perkembangan
status kesehatan
pasien.
2) Menghargai
kehidupan klien
dengan tetap
memberikan
pelayanan sesuai
kebutuhannya
demi
mempertahankan
hidupnya

3 Ketidak mampuan NOC NIC 1)Pasien


Koping keluarga 1)Familycoping, Coping enhanchement mendapatkan
berhubungan disable 1) Bantu keluarga dukungan dan
dengan 2)Perenting, impaired dalam mengenal bantuan dari
kehilangan 3) Therapeutic masalah keluarga dalam
regimen management, 2) Dorong partisipasi menghadapi
ineffective keluarga dalam penyakitnya
4) Violence : Other semua pertemuan 2) Partisipasi
directed, riskfor kelompok seluruh

22
Kriteria hasil 3) Dorong keluarga anggota keluarga
1) Hubungan Pemberi untuk dalam
asuhan klien: interaksi memperlihatkan menyelesaikan
Dan hubungan yang kekhawatiran dan masalah yang
positif antara pemberi untuk membantu efektif
dan penerima asuhan perawatan 3)Simpati dari
2) Performa Pemberi pascahospitalisasi keluarga
asuhan Perawatan 4) Bantu memotivasi meningkatkan
langsung : penyediaan keluarga untuk berubah harga diri pasien.
perawatan kesehatan membantu klien untuk 4)Membantu orang
dan perawatan beradaptasi dengan terdekat dengan
personal yang tepat persepsi stresor, pasien untuk
kepada anggota perubahan, atau meyakinkan pasien
keluarga oleh pemberi ancaman yang agar menerima apa
keperawatan keluarga mengganggu yang terjadi dan
3) Peforma pemberian pemenuhan tuntutan dan berkeinginan
asuhan perawatan peran hidup untuk membagi
tidak langsung : 5) Dukungan emosi ; masalah pasien
pengaturandan memberikan dengan keluarga
pengawasan penenangan, 5)Mengungkapkan
perawatan yang sesuai penerimaan, dan perasaan pada diri
bagi anggota keluarga dorongan selama pasien yang tidak
oleh pemberi periode stres terselesaikan
perawatan keluarga 6) Memfasilitasi 6)Proses koping
4) Kesejahteraan partisipasi keluarga keluarga terjadi
pemberi asuhan : dalam perawatan dengan efektif
derajat persepsi emosi fisik klien 7)Meningkatkan
positif mengenai status 7) Dukungan keluarga : hubungan keluarga
kesehatan dan kondisi dengan klien

23
5) Potensial meningkatkan nilai, 8)Peningkatan
Ketahanan pemberi minat, dan tujuan kesehatan pasien
asuhan : keluarga dengan
faktor yang 8) Panduan sistem memberikan
meningkatkan kesehatan : pelayanan sesuai
kontinuitas memfasilitasi lokal kebutuhan pasien
perawatan oleh klien dan 9)Memberikan
pemberi perawatan penggunaan pemahaman
keluarga dalam pelayanan tentang esensi
periode waktu yang kesehatan yang sesuai kehidupan dan
lama 9) Mendorong pasien kematian
6) Koping keluarga : mencari dorongan 10) Untuk mencari
tindakan keluarga spiritual , jika bantuan sesuai
untuk mengelola diperlukan kebutuhan akan
stresor yang 10) Bantu anggota membuat mereka
membebani sumber- keluarga dalam memilih untuk
sumber keluarga mengklarifikasi mengambil
7) Normalisasi apa yang mereka keuntungan dari
keluarga ; harapkan dan apa yang tersedia
kapasitas sistem butuhkan satu 1)Membantu
keluarga dalam sama lain pasien/orang
mempertahankan Caregiver support terdekat untuk
rutinitas dan 1) Menyediakan mengilhami solusi
mengembangkan informasi penting, yang mungkin
strategi untuk advokasi, dan dukungan (memberikan
mengoptimalkan yang dibutuhkan untuk pertimbangan pro
fungsi jika ada memfasilitasi dan kontra bagi
anggota keluarga perawatan primer setiap masalah)
yang sakit kronis pasien selain dari sehingga mampu

24
atau mengalami professional kesehatan mengambil
ketunadayaan Family support keputusan yang
8) Mampu Intervensi lainnya baik
mengatasi masalah 1) Mengobservasi TTV 1)Memantau
keluarga Klien perkembangan
9) Mencari bantuan 2) Memenuhi kondisi pasien
Keluarga bila perlu kebutuhan dasar 2)Mempertahankan
10)MencapaiStabilitas klien hidup pasien
finansial Untuk
memenuhi Kebutuhan
anggota keluarga
11) Mampu
menyelesaikan
konflik tanpa
kekerasan
12)Memperlihatkan
Fleksibelitas peran
13)Mengungkapkan
peningkatan
kemampuan untuk
melakukan koping
terhadap perubahan
dalam struktur
dinamika keluarga
14)Mengungkapkan
Perasaan yang
tidak terselesaikan
15) Identifikasi
gaya koping yang

25
bertentangan.
16) Partisipasi
Dalam pengembangan
danImplementasi
rencanakeperawatan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan.Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari (Potter
& Perry, 2005).

Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan


(Potter & Perry, 2005) adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan respons klien.


2) Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3) Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4) Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan.
5) Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan.
6) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu
dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri
(Self Care).

26
7) Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
8) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
9) Bersifat holistik.
10) Kerjasama dengan profesi lain.
11) Melakukan dokumentasi.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit terminal yaitu penyakit yang tidak dapat lagi diobati secara medis
dan penyakit ini terjadi pada stadium lanjut. Dalam hal ini, arah pelayanan yang
ditawarkan kepada pasien tidak hanya penyembuhan, tetapi juga pengobatan yang
memungkinkan pasien memiliki kualitas hidup yang terbaik bagi dirinya dan
keluarganya. Kematian adalah tahap terakhir dari kehidupan. Kematian bisa

27
datang tanpa peringatan mendadak atau mengikuti penyakit yang berkepanjangan.
Namun kematian tidak memandang usia seseorang. Tua atau muda, dari bayi
hingga lansia, siapapun bisa mengalami kematian. Kondisi terminal adalah
penyakit dimana pasien tidak memiliki harapan yang masuk akal untuk sembuh.
Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan tertentu.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi
fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap
individu juga berbeda. Hal in mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani
hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai
kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian
itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungi tubuh, pengalaman
nyer yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan
perpisahan.

3.2 SARAN
Perawat harus mampu memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirya dapat
meninggal dengan tenang dan damai. Serta sebagai Perawat harus toleran dan rela
meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk

28
mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan
kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta:EGC
Joko Susanto. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Penyakit Terminal.
Lamongan. www.e-jurnal.com. Diakses pada 29 Maret 2023
Kozier, Barbara. 2011. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

29
R, Sri Arini Winarti. 2021. ASUHAN KEPERAWATAN TERMINAL. Yogyakarta :
Poltek Usaha Mandiri
Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC.
JakartaMediaction

30

Anda mungkin juga menyukai