Anda di halaman 1dari 27

Perlindungan Tenaga Kesehatan

Oleh :
Rosliana Dewi, S.Kp., M.H.Kes., M.Kep.
Pendahuluan
• Petugas kesehatan berisiko terinfeksi bila terekspos saat
bekerja, juga dapat mentransmisikan infeksi kepada pasien
maupun petugas kesehatan yang lain.
• Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan
pengendalian infeksi bagi petugas kesehatan.
• Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja
untuk mencegah terjadinya trauma saat menangani jarum,
scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur,
saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
• Jangan melakukan penutupan kembali (recap) jarum yang
telah dipakai, memanipulasi dengan tangan, menekuk,
mematahkan atau melepas jarum dari spuit. Buang jarum,
spuit, pisau,scalpel, dan peralatan tajam habis pakai lainnya
kedalam wadah khusus yang tahan tusukan/tidak tembus
sebelum dimasukkan ke insenerator. Bila wadah khusus terisi
¾ harus diganti dengan yang baru untuk menghindari
tercecer.
Lanjutan…….

• Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan


harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja dan
status imunisasinya.
• Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan
adalah hepatitis B, dan bila memungkinkan A, influenza,
campak, tetanus, difteri, rubella.
• Mantoux test untuk melihat adakah infeksi TB
sebelumnya, sebagai data awal. Pada kasus, dapat
diberikan varicella.
• Alur paska pajanan harus dibuat dan pastikan dipatuhi
untuk HIV, HBV, HCV, Neisseria meningitidis,MTB,
Hepatitis A, Difteri, Varicella Zoster, Bordetella Pertusis,
Rabies
Lanjutan…..

• Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti


tertusuk jarum suntik bekas pasien atau terpercik bahan
infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat
serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya
infeksi yang tidak diinginkan.
• Sebagian besar insiden pajanan okupasional adalah infeksi
melalui darah yang terjadi dalam fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes).
• Risiko mendapat infeksi lain yang dihantarkan melalui darah
(bloodborne) seperti hepatitis B dan C jauh lebih tinggi
dibandingkan mendapatkan infeksi HIV. Sehingga
tatalaksana pajanan okupasional terhadap penyebab infeksi
tidak terbatas pada Propilaksis Pasca Pajanan (PPP) HIV
saja.
• Di seluruh fasyankes, kewaspadaan standar merupakan
layanan standar minimal untuk mencegah penularan patogen
melalui darah.
TATALAKSANA PAJANAN

• Tujuan tatalaksana pajanan adalah untuk mengurangi waktu


kontak dengan darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber pajanan
dan untuk membersihkan dan melakukan dekontaminasi tempat
pajanan.
• Tatalaksananya adalah sebagai berikut:
a. Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan
sabun/cairan antiseptik sampai bersih.
b. Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka
atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir.
c. Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan
kumur-kumur dengan air beberapa kali.
d. Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir
(irigasi), dengan posisi kepala miring kearah mata yang
terpercik.
e. Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air.
f. Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap
dengan mulut.
TATALAKSANA PAJANAN BAHAN
INFEKSIUS DI TEMPAT KERJA
• Langkah 1: Cuci
a. Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti
tersebut di atas.
b. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang
berwenang yaitu atasan langsung dan Komite PPI atau K3.
Laporan tersebut sangat penting untuk menentukan
langkah berikutnya. Memulai PPP (Propilaksis Pasca
Pajanan) sebaiknya secepatnya kurang dari 4 jam dan
tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak dianjurkan
karena tidak efektif.
Lanjutan…….

Langkah 2: Telaah pajanan


• a. Pajanan
• Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah:
❑ − Perlukaan kulit
❑ − Pajanan pada selaput mukosa
❑ − Pajanan melalui kulit yang luka
• b. Bahan Pajanan
• Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah:
❑ − Darah
❑ − Cairan bercampur darah yang kasat mata
❑ − Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina,
cairan serebrospinal, cairan sinovia, cairan pleura, cairan
peritoneal, cairan perikardial, cairan amnion
❑ − Virus yang terkonsentrasi
Lanjutan……

• c. Status Infeksi
• Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum
diketahui), dilakukan pemeriksaan :
❑ − Hbs Ag untuk Hepatitis B
❑ − Anti HCV untuk Hepatitis C
❑ − Anti HIV untuk HIV
❑ − Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan
adanya faktor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
• d. Kerentanan
• Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara:
❑ − Pernahkan mendapat vaksinasi Hepatitis B.
❑ − Status serologi terhadap HBV (titer Anti HBs ) bila
pernah mendapatkan vaksin.
❑ − Pemeriksaan Anti HCV (untuk hepatitis C)
❑ − Anti HIV (untuk infeksi HIV)
LANGKAH DASAR TATALAKSANA KLINIS
PPP HIV PADA KASUS KECELAKAAN
KERJA
1. Menetapkan memenuhi syarat untuk PPP HIV.
2. Memberikan informasi singkat mengenai HIV untuk
mendapatkan persetujuan (informed consent).
3. Memastikan bahwa korban tidak menderita infeksi HIV
dengan melakukan tes HIV terlebih dahulu.
4. Pemberian obat-obat untuk PPP HIV.
5. Melaksanakan evaluasi laboratorium.
6. Menjamin pencatatan.
7. Memberikan follow-up dan dukungan.
Pajanan terhadap virus H5N1

• Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivir 2x75mg


selama 5 hari.
• Monitor kesehatan petugas yang terpajan sesuai dengan
formulir yang tersedia.
Pajanan terhadap virus HIV

• Risiko terpajan 0,2 – 0,4% per injuri.


• Upaya menurunkan risiko terpajan patogen melalui darah
dapat melalui:
• Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD
yang sesuai.
• Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada
wadah yang tepat.
• Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan
jarum, benda tajam.
Lanjutan………

• Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska


pajanan:
• Tusukan yang dalam.
• Tampak darah pada alat penimbul pajanan.
• Tusukan masuk ke pembuluh darah.
• Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi.
• Jarum berlubang ditengah.
Lanjutan…….

• Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh


petugas. Peraturannya harus termasuk memeriksa sumber
pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam yang benar,
alat pelindung diri, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan
desinfeksi.
• Alur penatalaksanaan pajanan di rumah sakit harus termasuk
pemeriksaan laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis
paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam paska
pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi
AZT (zidovudine), 3TC (lamivudine) dan Indinavir atau sesuai
pedoman lokal.
Lanjutan……..

• Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV


serologi dan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring
lanjutannya kemungkinan serokonversi. Petugas terinformasi
tentang sindroma ARV akut, mononukleosis akut pada 70-90%
infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami
dalam 3 bulan.
• Kemungkinan risiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi
konseling, pemeriksaan laboratorium dan pemberian ARV
harus difasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran paska pajanan
harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan
sampai 9 bulan ataupun 1 tahun.
Pajanan terhadap virus Hepatitis B

• Probabilitas infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 –


40% per pajanan. Segera paska pajanan harus dilakukan
pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila sumber
pajanan positif HBsAg atau HbeAg.
• Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung Anti
HBs lebih dari 10mIU/ml. HB imunoglobulin IM segera,
dianjurkan dalam waktu 48 jam dan >1 minggu PP, dan 1 seri
vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologik.
Pajanan terhadap virus Hepatitis C

• Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi


profilaksis paska pajanan yang dapat diberikan, tetapi perlu
dilakukan monitoring pemeriksaan adakah serokonversi dan
didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa.
Lanjutan…….

• Segala pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus


dilakukan konseling, pemeriksaan klinis dan harus dimonitor
dengan pemeriksaan serologis.
Infeksi Neisseria meningitidis

• Neisseria meningitidis dapat ditransmisikan lewat sekresi


respiratorik, jarang terjadi saat okupasi. Perlu terapi profilaksis
bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasien misal saat
resusitasi mulut ke mulut, diberikan rifampisin 2 x 600 mg
selama 2 hari atau dosis tunggal cyprofloxasin 500mg atau
Cefriaxon 250 mg IM.
Mycobacterium tuberculosis

• Transmisi kepada petugas lewat airborne droplet nuclei


biasanya dari pasien TB paru.
• Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, Infeksi HIV dan
MDR TB. Petugas yang paska terekspos perlu dites Mantoux
bila indurasinya > 10 mm perlu diberikan profilaksis INH sesuai
rekomendasi lokal.
Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A,
Hepatitis E, Influenza, Pertusis, Dipteri
dan Rabies)
• Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanaan
untuk petugas. Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap
Varicella dan Hepatitis A, Rabies untuk daerah yang endemis.
Tindakan pertama pada pajanan bahan
kimia atau cairan tubuh
• Pada mata : Bilas dengan air mengalir – 15 menit.
• Pada kulit : Bilas dengan air mengalir – 1 menit.
• Pada mulut : Segera kumur-kumur – 1 menit.
• Lapor ke Komite PPI, panitia K3RS atau ke dokter karyawan.
Program kesehatan pada petugas kesehatan
• Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang
dapat ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara
lain:
• Monitoring dan support kesehatan petugas
• Vaksinasi bila dibutuhkan
• Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan
• Menyediakan antivirus profilaksis
• Surveilans Influenza Like Illness (ILI) membantu mengenal tanda
awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia-manusia.
Surveilans ILI mrpkn pendekatan yg dilakukan utk mengamati
keberadaan kasus influenza yg berat dan mengancam kehidupan
manusia yaitu virus H5N1 dan H1N1 dan berpotensi mjd pandemi
• Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada
petugas
• Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran
risiko bila terkena infeksi
• Upayakan support psikososial.
Lanjutan……

Tujuannya
• Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
• Memelihara kesehatan petugas kesehatan
• Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja,
kemungkinan medikolegal dan KLB.
Lanjutan…..

Unsur yang dibutuhkan


• Petugas yang berdedikasi
• SPO yang jelas dan tersosialisasi
• Administrasi yang menunjang
• Koordinasi yang baik antar instalasi/unit
• Penanganan paska pajanan infeksius
• Pelayanan konseling
• Perawatan dan kerahasiaan medikal rekord
Lanjutan……

Evaluasi sebelum dan setelah penempatan


• Meliputi :
• Status imunisasi
• Riwayat kesehatan yang lalu
• Terapi saat ini
• Pemeriksat fisik
• Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
Lanjutan……

Edukasi
• Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misal:
Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan standar dan
Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen
Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) terkini.
Lanjutan……..

Program imunisasi
• Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada:
❑ Risiko ekspos petugas
❑ Kontak petugas dengan pasien
❑ Karakteristik pasien Rumah Sakit
❑ Dana Rumah Sakit
• Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik
menyiapkan apakah seorang petugas memerlukan booste atau
tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain
yang ada.

Anda mungkin juga menyukai