Anda di halaman 1dari 28

Manajemen Kewaspadaan

Umum

Profilaksis Pasca Pajanan


(PPP)
OLEH:

Aprianti, M.Kes
Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan
tantangan yang berat bagi pembangunan dan
kemajuan sosial.
Belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS, dan
pengobatannya juga belum ada
Pekerja sektor kesehatan dalam memberikan
perawatan kepada pasien HIV/AIDS juga berisiko
mendapat penularan, khususnya bila aturan-aturan
dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak
dilaksanakan.
KEWASPADAAN UNIVERSAL

Pendekatan ini muncul sebagai reaksi terhadap


merebaknya wabah HIV/AIDS dan kesadaran akan
pentingnya strategi baru untuk melindungi pegawai
rumah sakit dari berbagai infeksi melalui darah.
pendekatan ini menekankan penerapan kewaspadaan
terhadap darah dan cairan tubuh dan dilaksanakan
secara universal terhadap semua orang tanpa
memandang status infeksi
Kewaspadaan Universal Mencakup

 Penanganan hati-hati terhadap pengumpulan dan pembuangan


berbagai benda tajam (jarum suntik atau benda tajam lainnya),
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap prosedur kegiatan di air
mengalir dengan memakai detergen atau sabun atau alkohol
70%.
 Penggunaan berbagai pelindung seperti sarung tangan, jubah,
masker, setiap kali kontak langsung dengan darah atau berbagai
cairan tubuh.
 Membuang sisa darah atau sisa cairan tubuh yang tercemar
secara aman.
 Semua peralatan yang tercemar dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan disinfektan yang tepat secara khusus.
 Kain-kain kotor dilakukan pencucian dengan detergen dan bahan
disinfektan dengan temperatur 80°C
1. Profilaksis Pascapajanan

Profilaksis berarti pencegahan infeksi dengan


obat. Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan
risiko penularan. Jadi profilaksis pascapajanan (PPP)
berarti penggunaan obat untuk mencegah infeksi
setelah terjadi peristiwa yang berisiko.
2. Jenis Pajanan

Pajanan di tempat kerja. Pajanan ini biasa terjadi


dalam sarana medis, dan berasal jika darah, air mani,
cairan vagina atau ASI dari seorang yang terinfeksi
HIV masuk ke aliran darah orang lain, dalam hal ini
biasanya petugas perawatan kesehatan.
Peristiwa yang termaksud biasanya kecelakaan akibat
tertusuk jarum suntik bekas pakai secara tidak sengaja
pada petugas. Pajanan juga dapat terjadi dengan pisau
bedah, atau jika darah atau cairan lain pasien kena
luka terbuka, atau mulut, hidung atau mata petugas
atau orang lain.
Risiko Penularan Akibat Pajanan di Tempat Kerja

Kemungkinan terjadinya penularan akibat tertusuk


jarum suntik adalah rendah: rata-rata 0,3%. Kurang
lebih satu dari 300 kasus akan menghasilkan infeksi
HIV pada petugas kesehatan, bila tidak dilakukan
tindakan pencegahan.
Risiko Penularan

Risiko penularan dipengaruhi oleh :


Dalamnya luka
Darah terlihat pada jarum
Penempatan jarum pada vena/arteri pasien
Sumber padanan terinfeksi HIV fase lanjut
(berhubungan dengan tingginya kadar virus pada
sumber tersebut)
Pajanan akibat hubungan seks berisiko,
misalnya bila kondom pecah atau lepas saat seorang
Odha berhubungan seks dengan pasangan HIV-
negatif.
Pajanan akibat perkosaan. Pemerkosa hampir
pasti tidak memakai kondom. Tambahannya, jika
hubungan seks terjadi secara paksa, yang sering
disertai kekerasan, risiko penularan lebih tinggi.
Apa yang Harus Dilakukan Setelah Pajanan
Luka tusuk: bilas dengan air mengalir dan sabun atau
antiseptik. Jangan dihisap dengan mulut, dan jangan
ditekan karena ini tidak berguna. Desinfeksi luka dan
daerah sekitar kulit dengan betadine selama lima menit
atau alkohol selama tiga menit.
Pajanan mulut: ludahkan dan berkumur.
Pajanan hidung: hembuskan keluar dan bersihkan
dengan air.
Pajanan mata: bilas selama beberapa menit dengan air
bersih.
Hubungan seks: jangan bilas vagina.
3. Alur tatalaksana pajanan
Langkah 1 : Menentukan kode pajanan (KP)
Langkah 2: Menentukan Status HIV dari sumber
pajanan
Sumber Pajanan

Bila sumber atau pasien tidak diketahui status HIV-


nya dapat dilakukan tes cepat yang dalam waktu < 1
jam dapat diketahui hasilnya. Tes ini dapat
dipercaya hasilnya dan sangat efektif untuk
mencegah penggunaan obat profilaksis yang tidak
diperlukan.
4. Pemberian Obat PPP

PPP dimulai sesegera mungkin setelah pajanan, sebaiknya


dalam waktu 2-4 jam 36 jam pasca pajanan
Kombinasi dan dosis yang direkomendasikan tanpa
adanya resistensi terhadap Zidovudinen (AZT) atau
Lamivudine (3TC) pada tenaga pelayanan kesehatan yang
terpajan adalah :
1. ZDV 250 - 300 mg 2x per hari
2. Lamividine 150 mg 2x per hari
Obat ketiga yang ditambahkan :
Indinavir 800 mg 3x perhari atau Efavirenz 600 mg hanya
sekali sehari ( tidak dianjurkan untuk wanita hamil).
Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan
Tatalaksana Profilaksis HIV pasca pajanan untuk
luka perkutaneus
Tatalaksana Profilaksis Pasca pajanan melalui membran
mukosa dan kulit yang tidak utuh (Dermatitis, Abrasi, Luka)
4. Efek Samping

Efek samping yang sering terjadi dengan pemberian


ARV adalah
mual
perasaan tidak enak.
Pengaruh yang lainnya kemungkinan:
sakit kepala
lelah,
mual dan
diare.
6. Monitoring dan Konseling

Tes serologi HIV harus dilakukan pada saat


kejadian, dan diulang pada minggu ke-6, 3 bulan
dan 6 bulan
Tes ini harus diulang pada bulan 12 untuk pekerja
atau buruh menderita hepatitis C karena dapat
memperlambat pembentukan serokonversi HIV
mendapatkan konseling untuk melakukan hubungan
seks dengan aman atau tidak melakukan hubungan
seks sampai hasil tes serologi negatif setelah 6 bulan
pasca pajanan
Pengendalan Risiko

1. Eliminasi
membuang secara sempurna potensi bahaya dari
tempat kerja, Contohnya mencakup membuang
benda-benda tajam dan jarum dan mengeliminasi
semua suntikan yang tidak perlu
2. Subtitusi
mengganti cara kerja dengan cara lain yang
menimbulkan risiko lebih kecil. menggantinya dengan
pengobatan oral dengan efek yang sama
3. Pengendalian teknis
mengisolasi atau membuang potensi bahaya dari
tempat kerja. Dapat mencakup penggunaan
mekanisme, metoda dan peralatan yang tepat untuk
mencegah pajanan pekerja
4. Pengendalian administratif
kebijakan tempat kerja yang bertujuan untuk
membatasi pajanan pada potensi bahaya, seperti
perubahan skedul, rotasi, atau akses ke daerah
risiko
5. Pendidikan, pelatihan dan penyebarluasan
informasi kepada pekerja/buruh
6. Alat Pelindung Diri (APD)
peralatan untuk melindungi pekerja dari pajanan
terhadap darah atau cairan tubuh
APD

a. Perban tidak berpori dan kedap air untuk pekerja sektor


kesehatan dengan kulit yang lecet atau terluka;
b. Sarung tangan dengan berbagai ukuran, steril dan non-
steril , termasuk lateks berat, vinil, kulit kedap air dan
bahan-bahan tahan tusukan lainnya;
c. Pelindung pernafasan yang tepat, termasuk masker untuk
resusitasi mulut ke mulut bila kantong sistem (bagging
system) tidak tersedia atau tidak efektif,
d. Celemek plastik, gaun kedap air, pelindung mata, masker
tahan cairan, overal dan overboot bagi pekerja yang
mungkin terpercik atau tersemprot darah dalam pekerjaan
mereka
Pekerja/buruh bidang kesehatan dengan HIV positif
berdasarkan United State Centre for Diseases Control
and Prevention (CDC) dapat tetap menangani pasien
dengan prosedur operasi selama:
1. pasien mengetahui status HIV pekerja tersebut
2. ada persetujuan tindak medis tertulis dari pasien
KESIMPULAN
Profilaksis pascapajanan (PPP) adalah penggunaan
ARV secepatnya setelah terjadi peristiwa yang
berisiko penularan HIV, untuk mencegah infeksi
HIV. PPP dapat mengurangi risiko terinfeksi hingga
79%.
PPP hanya dipakai setelah penyelidikan
menunjukkan ada risiko pada orang yang terpajan.
Hanya 0,3% pajanan menghasilkan infeksi HIV.
Karena ARV dapat menyebabkan efek samping yang
cukup berat, sebaiknya PPP hanya dipakai jika
benar-benar dibutuhkan.
PPP terdiri dari tiga obat yang dipakai dua kali sehari
selama empat minggu. PPP tidak 100% efektif;
berarti PPP tidak menjamin pajanan pada HIV tidak
akan menghasilkan infeksi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai