Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya tingkat penyebaran infeksi HIV memerlukan suatu
tindakan

Universal

Precautions

untuk

mencegah

penyebaran

infeksi.Universal Precautions adalah tindakan pengendalian infeksi oleh


seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, dimanapun dan kapanpun
serta pada semua pasien.Universal Precautions bertujuan mengendalikan
infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas kesehatan
dan pasien.
Belum

maksimalnya

penyediaan

sarana

prasarana

untuk

menunjang universal precaution serta kurangnya pengawasan, berisiko


terhadap terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat pada penularan
penyakit.Kecelakaan kerja yang berakibat pada penularan penyakit pada
tenaga kesehatan pernah ditemukan di RSUP Dr.M.Djamil, Padang.Selama
tahun 2009 ditemukan sebanyak 9 kasus, sedangkan tahun 2010 sebanyak
6 kasus.Diantara kasus yang terjadi adalah tertusuk jarum bekas pakai
pasien HIV/AIDS (Aulia P, 2011).
Hal ini yang seharusnya menjadi perhatian penting agar tenaga
perawat yang memberikan tindakan pada pasien HIV/AIDS harus tetap
menggunakan alat pelindung diri, agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak
terjadi.Kelalaian dari perawat sendiri juga dapat menyebabkan tertularnya
virus HIV dari jarum suntik pasien yang positif menderita HIV.
Universal Precautions meluputi, pengelolaan alat kesehatan habis
pakai, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat

pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan untuk mencegah kontak


dengan darah serta cairan yang infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan
alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi
ruangan, desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang,
pengelolaan linen. Peran perawat dalam perawatan pasien HIV/AIDS salah
satunya adalah menerapkan Universal Precautions untuk mencegah
penularan HIV/AIDS pada petugas sendiri, petugas, dan pasien lainnya
(Nursalam & Kurniawati, 2007).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Universal Precautions (UPI)
Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran
infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat
berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (Nursalam, 2007).

Universal

Precautions

adalah

tindakan

pengendalian

infeksi

sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua


pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi
resiko penyebaran infeksi. Universal Precautions perlu diterapkan dengan
tujuan:
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau
tidak terlihat seperti beresiko
3. Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4. Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya (Nursalam & Kurniawati,
2007).
B. Lingkup Universal Precautions (UPI)
Universal Precautions meliputi:
1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai
2. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
3. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.
4. Pengelola jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
6. Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang.
7. Pengelolaan linen.
Prinsip UPI dipelayanan kesehataah menjaga hygiene sanitasi
individu, hygiene sanitasi ruangan, serta ssterilisasi peralatan. Hal ini penting
mengingat sebagian orang yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan

HBV tidak menunjukkan gejala-gejala fisik.Universal precautions diterapkan


untuk melindungi setiap orang( pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka
terinfeksi atau tidak. Universal precautions berlaku untuk darah, sekresi dan
ekskresi(kecuali keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan
standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang
berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya
pasien,benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) didalam
sistem pelayanan kesehatan. Pencegahan yang baik merupakan langkah awal
untuk mencegah infeksi nosokomial bagi pasien rawat inap.
Cairan yang berpotensi infeksius difasilitas pelayanan antara lain:
darah, cairan semen, sekresi vagina, sekresi leher rahim, ASI, sekresi luka,
CSF (cerebrospinal fluit), cairan amnion, cairan sendi, cairan pericardium.
Penggunaan Universal precautions dilakukan:
1. Jika semua pasien diperlakukan seperti mereka memiliki virus yang
menyebar melalui darah.
2. Jika tidak diperlakukan perlindungan ekstra apabila seseorang di
diagnosis dengan hepatitis B, HIV, atau hepatitis C.
3. Jika perlindungan ekstra hanya diperlukan ketika pasien diketahui atau
diduga terinfeksi oleh virus atau penyakit yang menyebar melalui
droplet,udara, atau rute kontak trasmisi.
Penggunaan perlindungan fisik, mekanik, atau kimiawi diantara
mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan,
pasien rawat inap atau petugas pelayanan kesehatan. Pelindung merupakan
alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi.

Pelaksanaan universal precautions yang baku adalah:


1. Setiap orang (pasien atau petugas kesehatan) sangat berpotensi
meningkatkan infeksi.
2. Cuci tangan.
3. Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang
terluka, mukosa, darah, bagian tubuh lain, instrument yang kotor,
sampah yang terkontaminasi, dan sebelum melakukan prosedur
inisiatif.
4. Gunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker muka
dan celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan dari tubuh
(sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah (misalnya saat
membersihkan instrument dan benda lainnya).
5. Gunakan antiseptik untuk membersihkan selaput lendir sebelum
pembedahan, pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum
operasi dengan antiseptik berbahan alkohol.
6. Gunakan praktek keselamatan kerja, misalnya jangan menutup
kembali jarum atau membengkokkan jarum setelah digunakan,
jangan menjahit dengan jarum tumpul.
7. Pembuangan sampah infeksi ketempat yang aman.
Pada akhirnya, untuk semua alat yang terkontaminasi dilakukan
dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian
disterilkan atau didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) dengan
mengguanakan prosedur yang ada.

Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Dengan Jenis Pajanan

NO
1.

2.

3.

Jenis Pajanan
Resiko sedang : kontak
dengan kulit, tidak terpajan
langsung dengan darah.
Resiko sedang: kemungkinan
terpajan darah tidak cipratan.

Resiko tinggi: kemungkinan


terpajang
darah
dan
kemungkinan
terciprat
perdarahan massif

No

Komponen Utama UP

1.

Cuci tangan

1.
2.

2.

Sarung tangan

1.
2.
3.

4.

5.

6.
3.

Masker, masker muka

1.

2.
3.

Contoh
1. Infeksi
2. Perawatan luka ringan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.

Pemeriksaan pelvis
Insersi IUD
Melepas IUD
Pemasangan kateter IV
Penanganan specimen
laboratorium
Perawatan luka berat
Ceceran darah
Tindakan bedah mayor
Bedah mulut
Persalinan pervagina

Pilihan APD
Sarung tangan tindak
esensional
1. Sarung tangan
2. Mungkin
perlu
gaun
pelindung
atau celemek

1.
2.
3.
4.

Sarung tangan
Celemek
Kacamata
Masker

Penggunaan
Cuci tangan dengan air mengalir memakai sabun cair
Dilakukan setelah menyentuh darah, cairan sekresi
dan eksresi tubuh, dan bahan terkontaminasi
Digunakan bila terjadi kontak dengan darah, cairan
tubuh, dan bahan yang terkontaminasi
Digunakan bila terjadi kontak dengan selaput lendir
dan kulit terluka
Sarung tangan rumah tangga daur ulang, bisa
dikenakan saat menangani sampah atau melakukan
pembersihan
Gunakan prosedur ini mengikat risiko terbesar
adalah paparan terhadap cairan darah, tidak
mempedulikan apa yang diketahui tentang pasien
Jangan didaur ulang. Sarung tangan steril harus
selalu digunakan untuk prosedur antiseptik misalnya
pembedahan
Jangan mengurangi kebutuhan cuci tangan meskipun
telah memakai sarung tangan
Melindungi selaput lendir mata, hidung dan mulut
saat terjadi kontak atau untuk menghindari cipratan
dengan darah dan cairan tubuh.
Jangan gunakan untuk perawatan rutin.
Ganti tiap bergantian pasien

4.

Kacamata

5.

Baju pelindung

6.

Kain

7.

Peralatan layanan pasien

8.

Pembersihan lingkungan

9.

Instrumen tajam

10.

Resusitasi pasien

11.

Penempatan pasien

C. Pengelolaan alat kesehatan

4. Gunakan untuk pasien dengan infeksi respirasi


1. Gunakan bila terdapat kemungkinan terpapar cairan
tubuh
2. Kecemasan memberi sedikit perlindungan, tetapi
tidak memberikan perilindungan yang menyeluruh
1. Lindungi kulit dari darah dan cairan tubuh
2. Cegah pekaian tercemar selama prosedur klinis yang
dapat berkontak langsung dengan darah dan cairan
tubuh
1. Tangani kain tercemar, cegah sentuhan dengan kulit
dan selaput lendir
2. Dekontaminasi-bilas-laundry
1. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk
mencegah ontak langsung dengan kulit atau selaput
lendir dan mencegah ontak minasi pada pasien dan
lingkungan
2. Dekontaminasi-cuci-sterilisasi
1. Lakukan perawatan rutin, pembersihan dan
desinfeksi peralatan, dan perlengkapan dalam
ruangan pasien
1. Hindari menutup ulang jaring bekas
2. Gunakan tehnik satu tangan jika penutupan ulang
jarum bekas penting
3. Gunakan sariung tangan jika menangani benda tajam
4. Indari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
5. Hindari
membengkokan,
mematahkan
atau
memanipulasi jarum bekas dengan tangan
6. Dekontaminasi instrumen tajam
7. Masukan instrumen tajam ketempat yang tidak
tembus tusukan
8. Untuk kontainer pembuangan isntrumen tajam,
terdapat beberapa syarat yakni, tahan tusukan, diberi
lebel secara jelas, siap tersedia tahan bocor, bisa
ditutup
1. Gunakan mouth piece, kantung resustensi atau alat
ventilasi yang lain untuk menghindari resusitasi dari
mulut ke mulut.
1. Tempatkan pasien yang terkontaminasi lingkungan
dalam ruangan khusus

Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi


melalui alat kesehatan, atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril
dan siap pakai. Pemilihan pengelolaan alat tergantung pada kegunaan alat dan
berhubungan dengan tingkat risiko peyebaran infeksi. Pengelolaaan alat
dilakukan melalui empar tahap:
1. Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat
bedah dan sarung tangan yang tercemar. Hal penting yang perlu
dilakukan sebelum membersihkan alat adalah mendekontaminasi alat dan
benda lain yang mungkin terkena darah dan cairan tubuh. Segera setelah
digunakan, alat harus direndam dilarutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Langkah ini bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi alat kesehatan
atau suatu permukaan benda, menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta
dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut dari resiko
penularan.
Cara melakukan dekontaminasi dan pencucian sarung tangan
adalah:
a. Sebelum melepas tangan kotor, masukkan tangan yang masih
memakai sarung tangan kedalam kontainer yang berisi larutan
krolin 0,5%.
b. Lepaskan sarung tangan dengan cara membalikannya sehingga
bagian luar menjadi bagian dalam kemudian rendam sarung tangan
tersebut dalam larutan klorin 0,5% dengan 10 menit.
c. Cuci sarung tangan dengan larutan sabun. Bersihkan bagian dalam
dan luar.

d. Bilas sarung tangan dengan air bersih sampai dengan tidak ada
deterjen atau sabun.
e. Periksa kemungkinan adanya lubang sarung tangan dengan
mengembangkan memakai tangan (tidak dengan meniup) dan
memasukkan kedalam air bila berlubang akan terlihat lubang
udara.
f. Keringkan dengan hati-hati bagian dalam dan luar sarung tangan
sebelum melakukan sterilisasi atau desinfeksi.
2. Pencucian Alat
a. Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah
penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai maka
umumnya proses desinfeksi dan strelisasi dan sterilisasi selanjutnya
menjadi tidak efektif.
b. Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah, misalnya
dengan kursi korda, tensi meter, infuse pump, dan lain-lain cukup dilap
dengan larutan deterjen, air dan sikat.
c. Cuci dengan deterjen netral dan air, gunakan sarung tangan, pencucian
dengan hanya menggunkan air tidak dapat menghilangkan protein,
minyak, dan partikel-partikel.
d. Deterjen digunakan dengna cara mencampurkannya dengan air dan
digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak serta kotoran
lainnya.
e. Tidak dianjurkan menggunkan sabun cuci biasa untuk membersihkan
peralatan, karena sabun yang bereaksi dengan air akan meninggalkan
residu yang sudah dihilangkan, hilangkan juga penggunaan abu gosok

karena bekas goresan alat akan menjadi tempat persembunyian


mikroorganisme.
f. Untuk pencucian linen, pegang linen sedikit mungkin, gunakan sarung
tangan jika harus memegang linen, kumpulkan dalam kantung.
3. Desinfeksi dan sterilisasi
1. Desinfeksi
Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri.
Biasanya menggunkan cairan kimia, pasteurisasi atau perebuasan.
Efikasinya dipengaruhi berbagai faktor diantaranya proses yang
dilakukan sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat
organik, tingkat pencemaran, jenis mikroorganisme pada alat
kesehatan, sifat dan bentuk terpajan disenvektan, suhu, dan pH. Bila
factor-faktor tersebut ada yang diabaikan maka mengurangi efektivitas
desinfeksi.
Macam desinfeksi antara lain desinfeksi kimiawi dan desinfeksi
cara lainnya. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua jenis
desinfeksi tersebut:
a. Desinfeksi kimiawi
1) Alkohol
Berbentuk etil alkohol dengan konsentrasi 60-90%
dapat bekerja sebagai bakterisidal, tuberkolosidal, fungisidal,
dan virusidal tetapi tidak membunuh spora bakteri.
2) Klorin dan ikatan kloring

Klorin

membunuh

bakteri

diduga

dengan

cara

menghambat reaksi enzim matik yang esensial dalam sel,


denaturasi potein, dan inaktivikasi asam nuleat.
3) Formaldehyde
4) Digunakan sebagai desinfeksi dan sterilisasi baik dalam bentuk
cair maupun gas. Di pasar Formaldehydedijual dalam bentuk
cair yang dikenal dengan formalin (Formaldehyde37% dari
beratnya),

Formaldehydeberfungsi

sebagai

bakterisidal,

tuberkolosidal, vungsidal, dan virusidal, serta sporisidal, tetapi


bersifat karsinogenik sehingga jarang digunakan lagi
5) Glutaraddehyde
Cara kerja Glutaraddehydeadalah merusak DNA, RNA,
menghambat sintesis mikroorganisme yang rentan terhadap
glutaraldehyd pada konsentrasi 2% dan pH 7,5-8,5 meliputi
bakteri vegtatif, M. Tuberculosa, fungsi, berbagai virus, spora
Bacillus dan Clostridium spp, Oocytcryptosporridium. Waktu
yang dibuthkan antara 10-20 menit, kecuali spora dalam waktu
3 jam. Banyak digunakan untuk digunakan DTT alat medis
seperti endoskopi, pipa spirometer,alat dialisis, transduser,
peralatan anestesi, dan terapi respirator.
6) H2O2
Bekerja dengan cara memproduksi radikal hidroksil
bebas merusak selubung lipid sel, DNA dan unsur sel yang
esensial. Mikroorganisme yang rentan terhadap H 2O2 pada
konsentrasi 0,6-15% dalam waktu 15-60 menit adalah
S.Aureus, Serratia mercescens, Proteus mirilis, E.Coli,

Strepcococus spp, Pseudomonas spp, Bacilus spp (150 menit),


virus.
7) Asam parasetat
Asam parasetat atau asam peroksiasetat mempunyai
kemampuan membunuh kuman secara cepat termasuk spora
dan konsentrasi rendah. Keuntungan adalah tidak ada zat sisa
yang berbahaya bagi lingkungan (asam asetat, air, oksigen, dan
H2O2),

tetapi

menimbulkan

korosi

tembaga,

kuningan,

perunggu, besi galvanis, namun efek dapat dikurangi dengan


mengubah pH lingkungan.
8) Fenol
Nama

lainnya

adalah

lisol

atau

karbol.

Fenol

konsentrasi tinggi bekerja sebagai zat racun yang menembus


protoplasma, merusak dinding sel dan mengumpulkan protein
sel. Pada konsentrasi rendah, turunan fenol membunuh kuman
dengan menghambat kerja enzim dan menyebabkan kebocoran
hasil metabolisme sel melalui dinding sel.
9) Ikatan amonium kuartener
Beberapa contoh yang dipakai adalah dipentil-benzilamonium-klorida, alkil-disesil-dimetil-amonium-klorida, meru
pakan desinfektan tingkat rendah. Keduanya merupakan bahan
pembersih yang baik tetapi tidak untuk bahan tenun karena
kain akan menyerap zat dan meneruskan reaksinya secara
bermakna.
b. Desinfeksi fisik:
1) Radiasi dengan ultraviolet (UV)

UV dapat merusak DNA efektifitas dalam membunuh


mikroorganisme dipengaruhi oleh panjang gelombangnya,
bahan organik, jenis media, suhu, jenis mikroorganisme, dan
intensitas sinar UV. Sinar UV bersifat notagenik, merusak
retina, dan menyebabkan sel bermitosis.
2) Basteurisasi
Bertujuan merusak mikroorganisme patogen yang
mungkin ada tanpa merusak spora bakteri. Suhu yang
digunakan 77 derajat celcius dalam 30 menit sebagai alternatif
desinfeksi kimiawi alat terapi pernapasan anestesi.
3) Mesin desinfektor (flushing and washer desinfector)
Mesin pencuci yang dirancang untuk bekerja otomatis
dan tertutup untuk membersihkan pispot, waskom, alat
kesehatan bedah, dan pipa anestesi. Mesin ini menggunakan air
panas kira-kira 90 derajat celcius
2. Sterilisasi
Sterilisasi

adalah

proses

menghilangkan

seluruh

mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri.


Sterilisasi terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Sterilisasi fisik
1) Pemanasan basa: koagulasi dan denaturasi protein pada suhu
1210 C selama 20-30 menit
2) Pemanasan kering: oven, pembakar, sinar inframerah: pada
suhu 150-170 0 C selama >30 menit. Untuk membunuh spora,
pemanasan juga bisa dilakukan pada suhu 1800 C selama 2 jam

3) Radiasi sinar gamma sangat mahal dan hanya digunakan untuk


industry besar misalnya jarum suntik, spuit selaki pakai, dan
alat infuse.
4) Filtrasi serum, plasma, faksin: dari selulosa berpori 0,22 jam
b. Sterilisasi kimiawi
1) Glutaraldehyde 20% untuk merendam alat kesehatan 8-10 jam
yaitu formal dehide 80% selama 24 jam. Kedua zat tersebut
tidak dianjurkan karena dapat mengiritasi kulit mata dan
saluran napas.
2) Gasetilin oksida (ETO) adalah gas beracun. Dipakai untuk alat
yang tidak tahan panas (karet, plastic, elektronik, kabel, alat
optic dan lain-lain).
3) ETO pada kelembaban 20-40%, kepekatan 540-900mg/liter,
dipakai pada suhu 500 C selama 16 jam.
Sterilisasi untuk meningkatkan keselamatan petugas kesehatan
1. Gunakan universal precautions
2. Kurangi prosedur infasif yang tidak perlu
3. Kembangkan protap (prosedur tetap pelaksanaan suatu tindakan)
tempat kerja yang sesuai.
4. Sediakan sumber-sumber yang memungkinkan petugas patuh terhadap
protap yang ada.
5. Penyuluhan dan dukungan untk seluruh staf
6. Superfisi siswa dan petugas yang tidak berpengalaman.

Tindakan dibawah ini adalah tindakan yang tidak dianjurkan untuk


dilaksanakan pada saat pemeriksaan pasien dan pemeriksaan petugas
kesehatan.
1. Pemeriksaan pasien
a. Tidak mengidentifikasi seluruh pasien dengan HIV
b. Mungkin menyebabkan rasa kurang aman yang semu antara
petugas kesehatan
2. Pemeriksaan petugas kesehatan
a. Gunakan prosedur yang khusus atau berbeda untuk pasien dengan
HIV atau penyakit lain yang menyebar melalui darah
b. Diskriminasi kearah atau perawatan yang berbeda atau staf dengan
HIV atau penyakit lain yang menyebar melalui darah (Nursalam &
Kurniawati, 2007).

D. Nursing Advocacy
Perawat sebagai advokat klien dalam arti perawat mampu berperan
sebagai protektor klien yang lebih berfokus pada kemampuan perawat untuk
melidungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan
seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Misalnya kewajiban
perawat memenuhi hak klien untuk menerima informasi dan penjelasan
tentang tujuan dan manfaat serta efek samping dari suatu terapi dan juga
perawat juga wajib untuk melindungi segala sesuatu yang ada pada pasien
apabila itu bersifat sebagai aib atau privasi klien yang tidak dapat
diberitahukan kepada siapapun. Bukankah dalam islam kita telah diajarkan

untuk menjaga dan tidak mengumbar aib saudara kita sendiri seperti yang di
jelaskan dalam Q.S. Al-hujurat ayat 12 :

Artinya :
Hai Orang-orang yang beriman, jauhilan kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Lagi
Maha penyayang.
Ayat diatas menjelaskan agar perawat yang berperan sebagai advokat
klien untuk dapat menjaga privasi dan aib klien karena apabila kita
mengumbar aib dari saudara kita dalam hal ini adalah klien maka sama
halnya dengan kita memakan bangkai saudara kita yang telah mati. Ayat ini
menegaskan agar perawat selain memberi informasi yang akurat tentang
keadaan dan segala bentuk terapi yang dilakukan klien , perawat juga
mampu menjaga privasi atau rahasia klien .
1. Fungsi perawat
Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan
yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan
berbagai fungsi diantaranya: fungsi independen fungsi dependen dan
a.

fungsi interdependen.
Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di
ana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka

memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan


fisiologis

(pemenuhan

kebutuhan

oksigenasi,

pemenuhan

kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,


pemenuhan

kebutuhan

aktivitas

dan

lain-lain),

pemenuhan

kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan


cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi
diri.
b. Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer
ke perawat pelaksana.
c. Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi pabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan
tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam
pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Australia terdapat beberapa hal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

yang harus diperhatikan sebagai perawat advokat, antara lain :


Keterampilan komunikasi yang kuat
Kemampuan untuk bernegosiasi
Ketekunan
Empati
Kesadaran akan kebutuhan orang lain
Kemampuan untuk menilai waktu dan keadaan
Kemampuan menjadi pemimpin
8. Kemampuan untuk melakukan berbagai hal di dalam maupun diluar
lingkungan tempat kerja ( Spence, 2011 ).

Pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika tertusuk jarum suntik baik
itu perawat maupun pasien
a. Segera cuci tangan dengan alkohol 70% serta larutan iodine.
b. Guyur luka dibawah air yang mengalir selama 3 menit.
c. Biarkan darah keluar bersama air yang mengalir (agar virus/kuman ikut
keluar bersama darah)
d. Tenang dan jangan panik.
e. Jika tertusuk jarum suntik bekas pasien hepatitis B, maka segera lakukan
imunisasi pasif (suntikan imunoglobulin hepatitis B) maksimal 7 hari
setelah tertusuk jarum

suntik. Sedangkan untuk HIV positif, resiko

pajanan darah 0.3%


Keselamatan

pasien

sangat

perlu

diperhatikan.

Patient safety atau keselamatan pasien menjadi spirit


dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia, tidak hanya
rumah sakit di negara maju yang menerapkan keselamatan
pasien untuk menjamin mutu pelayanan yang baik, tetapi
juga rumah sakit di negara berkembang seperti Indonesia.
Kementrian

Kesehatan

Republik

Indonesia

telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1691/2011


tentang keselamatan pasien rumah sakit. Peraturan ini
menjadi

tonggak

utama

operasionalisasi

keselamatan

pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Rumah sakit di


Indonesia berupaya membangun dan mengembangkan
keselamatan pasien berdasarkan pemahaman manajemen
terhadap keselamatan pasien (Istanti & Sukesih, 2015)

E. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)


1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan

jasmani

maupun

rohani

tenaga

kerja

khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya


dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
Kesehatan

kerja

adalah

keadaan

sejahtera

dari

badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap pekerja


dapat bekerja produktif secara sosial ekonomi tanpa
membahayakan diri sendiri, teman sekerja, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.Penyakit akibat
kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (occupational
disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan atau lingkungan kerja.
Penyakit
penyakit

berhubungan

terkait

kerja

dengan

(work

pekerjaan

relateddisease)

atau
adalah

penyakit yang dipermudah timbulnya, diperberat atau


diperparah oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja.
Pelayanan kesehatan kerja adalah usaha kesehatan yang
dilaksanakan dengan tujuan :
a. Memberikan

bantuan

kepada

tenaga

kerja

dalam

penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama


dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.

b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan


kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan
kerja.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani)
dan kemampuan fisik tenaga kerja.
d. Memberikan

pengobatan

dan

perawatan

serta

rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.


2. Manajemen Kesehatan Kerja
Program Kesehatan Kerja merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari program K3 pada umumnya. Dengan
demikian penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja
dirintegrasikan dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3). Elemen-elemen audit SMK3 untuk
penerapan

norma

kesehatan

kerja

harus

dipenuhi

sebagaimana elemen-elemen audit norma keselamatan


dan kesehatan kerja lainnya.
3. Prinsip- Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Kerja
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja adalah
semua proses pemberian pelayanan kesehatan kerja mulai
dari pembentukan sampai dengan mekanisme Teknis
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja.
Upaya kesehatan kerja adalah berbagai program dan
kegiatan kesehatandi tempat kerja yang terdiri dari 4
(empat) upaya kesehatan yaitu:

a. Pencegahan (preventif)
b. Peningkatan (promotif)
c. Pengobatan (kuratif)
d. Pemulihan (rehabilitatif)
Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja adalah
dokter

sebagai

penanggungjawab

dalam

menjalankan

pelayanan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh pengusaha


atau kepala instansi/lembaga yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan kerja.Personil pelayanan kesehatan
kerja

adalah

setiap

tenaga

kesehatan

kerja

yang

memberikan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan


pelayanan kesehatan kerja.
Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja adalah
dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, sedangkan
tenaga pelaksananya dapat terdiri dari :
a. Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja (penanggung
jawab merangkappelaksana)
b. Dokter perusahaan
c. Paramedis perusahaan.
Teknis penyelenggaraan program/kegiatan pelayanan
kesehatan kerja mengacu padaprinsip-prinsip :
a. Program/kegiatan

kesehatan

kerja

berupa

upaya

kesehatan secara menyeluruhdan terpadu, dengan lebih


menitik

beratkan

pada

upaya

kesehatan

preventif

danpromotif tanpa mengurangi upaya kesehatan kuratif


dan rehabilitatif.
b. Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif
disesuaikan dengan hasilpenilaian risiko potensi bahaya
yang ada di perusahaan.
c. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif
minimal berupa pelayanankesehatan kerja yang bersifat
dasar yaitu :
1) Pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K) dan
2) Pengobatan (rawat jalan tingkat pertama);
d. Perencanaan
kesehatan

program

kerja

dibuat

dan

kegiatan

dengan

pelayanan

skalaprioritas

dan

mempertimbangkan kondisi perusahaan, permasalahan


kesehatan diperusahaan maupun masalah kesehatan
umum lainnya.
e. Program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja terutama
ditujukan untuk pencegahanpenyakit akibat kerja (PAK),
peningkatan

derajat

danpeningkatan

kesehatan

kapasitas

tenaga
kerja

kerja
melaui

program/kegiatan :
1) Pemeriksaaan kesehatan tenaga kerja
2) Penempatan tenaga kerja disesuaikan dengan status
kesehatannya
3) Promosi/peningkatan kesehatan tenaga kerja

4) Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) melalui


perbaikan

lingkungan

kerja

(program

higiene

industri)
5) Pencegahan PAK melalui perbaikan kondisi kerja
(program ergonomi kerja)
6) P3K,

medical

rehabilitasi,

emergency

respon,

rujukan

pengobatan,

kesehatan,pemberian

kompensasi akibat kecelakaan dan PAK.


7) Pengembangan organisasi,

program dan budaya

kesehatan kerja.Pelaksanaan program dan kegiatan


kesehatan

kerja

diintegrasikan/dikoordinasikan

dengan program Panitia Pembina Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (P2K3) serta melibatkan ahli K3, Ahli
K3 Kimia, Hygienis Industri, petugas K3 dan personil
K3

lainnya

yang

ada

di

perusahaan

yang

bersangkutan.
Tenaga kerja yang sakit diupayakan agar dapat
ditangani di pelayanan kesehatan kerja secara tuntas atau
sampai sembuh. Apabila terdapat tenaga kerja yang belum
dapat ditangani secara tuntas atau belum sembuh, dokter
perusahaan harus merujuk ke pelayanan kesehatan yang
lebih

lengkap.

Melalui

mekanisme

rujukan

dalam

pelayanan kesehatan kerja, pasien yang perlu dirujuk


antara

lain

adalah

pasien

yang

perlu

mendapatkan

pengobatan, perawatan, pemeriksaan laboratorium dan


diagnosis pasti termasuk diagnosis & penilaian tingkat

kecacatan akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.


dengan demikian rujukan pasien dapat ditujukan ke rumah
sakit atau unit pelayanan kesehatan yang lebih lengkap,
laboratorium klinik maupun praktek dokter spesialis. Datadata hasil rujukan pasien harus menjadi dokumen di
pelayanan kesehatan kerja agar dokter perusahaan dapat
mengevaluasidan

menindaklanjuti

pasien

yang

bersangkutan.
Pelaporan Insiden Kecelakaan Kerja
1. Setiap petugas yang mengalami inseden atau kecelakaan kerja karena
tertusuk jarum setelah tindakan pada pasien atau tertusuk jarum bekas,
jarum infuse, pisau bedah dan benda tajam lainnya yang berhubungan
dengan pasien segera di bawa ke unit gawat darurat untuk diberi
pertolongan pertama.
2. Setelah mendapat pertolongan dari UGD, petugas UGD memilah apakah
korban perlu dirujuk ke poli/Infection centre atau tidak :
a. Bila korban tertusuk jarum pasien pederita HIV-AIDS maka korban
perlu dirujuk ke ke poli/Infection centre
b. Bila korban tertusuk jarum dengan pasien hepatitis atau penyakit
infeksi lain, maka petugas yang mengalami kecelakaan kerja cukup
diberi pertolongan di UGD untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan
lanjutan di poli pegawai.
c. Setelah mendapatkan pertolongan, petugas atau rekan korban
melaporkan kejadian kecelakaan kerja tetapi langsung pada atasan.

d. Atasan korban segera membuat laporan insiden atau kecelakaan kerja


dengan formulir laporan insiden pada jam kerja ditanda tangani
pelapor dan diketahui oleh atasan langsung.
e. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan investigasi
sederhana penyebab terjadinya kecelakaan.
f. Setelah selesai melakukan investigasi, laporan hasil investigasi dan
laopran insiden dilaporkan ke ketua komite mutu K3RS dalam waktu
2X24 jam setelah terjadinya insiden tau kecelakaan kerja.
g. Komite mutu K3RS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan
laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi
lanjutan.
h. Hasil investigasi lanjutan, rekomnedasi dan rencana kerja dilaporkan
ke direksi.
i. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan umpan blik
kepada unit kerja terkait.
j. Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian insiden atau
kecelakaan kerja di unit kerjanya masing-masing setiap 1 bulan 1 kali.

4. DAFTAR PUSTAKA
Aulia Putri, 2011.faktor faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Penerapan
Kewaspadaan Universal oleh Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUP.

Dr. M. Djamil Padang. Universitas Andalas, Fakultas Kedokteran, Tesis,


Padang.

Anda mungkin juga menyukai